Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Nukilan Kehidupan

Status
Please reply by conversation.
untung baru 4 chapter, g capek maratonnya...
 
Ini kemana tuan rumahnya
Dah pada ribut ini pd minta sembako wkwkwkw
 
Pertamaxnya dimakan sendiri :aduh:
:papi:


lha di hapeku isinya malah tinggal "skip skip skip" aja bon =)) =)) =))
Lah kalo dihapeku malah tulisan "loading" aja trus :lol:
Aq buka page 1 susah bgt msh loading terus kok bisa sama ya bon :galau: wkwkk
hoy!!! :galak::galak::galak:
hape kalian yang nggak bener itu!!!
udah sini buat aku aja :dansa:

om @alan_smith ...

suwun..***we kimutan jaman lawasss...

Aku padamu :kk:
jaman lawas? :huh:
ada sesepuh ternyata, sungkem hu :ampun:



________:ngacir::ngacir::ngacir:

Itu waktu Renungan gw juga Pernah Ketiduran...

Malah sampe ditinggal sendiri didalem kelas...

"Memalukan sekali" :haha:
Wkwkwkwk malah keinget temen saya ketika ikut renungan malah ketiduran dia. Parahnya lagi sampe acara selesai gak ada yg berani bangunin. Dia kebangun ketika hujan turun
:pandaketawa:
pengalaman kalian kok luar biasa ya :ha::lol::lol::lol:

Muanteb mas.
Tapi cewek e urung ketoro..
sabar om, tak golekane sih ceweke :pandaketawa:

Jalan ceritanya terlalu datar gan.... Sampe update terakhir ane gak nemu konflik yang muncul.... Seolah hanya catatan kegiatan sehari hari yang monoton...
namanya juga nukilan kehidupan om, nggak beda2 banget sama diary/catatan harian :dansa:

Buru buru amat suhu..?? Bukan nya yang enk itu cerita yang ngalir begitu aja yah?? Jadi feel nya bakal dapet dan gak terlalu di paksa buat ada konflik di awal cerita!! Maap nih saya cuma nubi yg baru ngerti tentang alur cerita. Koreksi yahkalo nubi ini ada salah.
nggak masalah om, namanya juga selera, tiap orang beda2 kan :pandajahat:

lagi nyiapin vanquis ya hu wkkwkwkwk
hnngg, nganu, itu masih lama (buanget) :pandaketawa::pandaketawa::pandaketawa:

Ini kemana tuan rumahnya
Dah pada ribut ini pd minta sembako wkwkwkw
lagi sibuk om, ngatur formasi biar bisa menang :papi:
bentar lagi ane bagiin sembakonya :pandajahat:
 
Bimabet
Chapter 5
Semakin Dekat, Semakin Merepotkan

Dua minggu pasca makrab di Kaliurang, kami kembali beraktivitas seperti biasa. Setelah kegiatan itu kami jadi lebih saling kenal, semakin dekat. Tapi acara itu juga membuatku harus absen kuliah di hari Senin. Gara-gara disiram air seember itu, dengan kondisi perut kosong, dan airnya juga dingin, sukses membuatku masuk angin.

Sebenarnya keesokan harinya aku masih kurang enak badan, tapi cuma berdiam diri di kost rasanya membosankan juga. Karena merasa sudah cukup segar, aku memilih untuk tetap ke kampus, ya meskipun di dalam kelas malah tidur sih. Disana aku bertemu dengan teman-temanku, yang malah meledek gara-gara kemarin nggak masuk kuliah. Tapi aku sih nggak peduli, toh mereka hanya bercanda saja.

Dan gara-gara makrab itu juga, teman-temanku yang sebelumnya mencap aku dan Rizal kasar karena omongan kami, mereka jadi memaklumi dan malah terbiasa. Dua kali aku memaki jancuk dengan keras saat makrab, malah membuat mereka sekarang memanggilku ‘cuk’. Hahaha, aku sih nggak masalah, asal mereka nggak sampai kelepasan aja waktu di kelas atau di depan dosen memanggilku seperti itu.

Akhir-akhir ini aku juga semakin dekat dengan Vidya. Tapi ya gitu, kedekatan kami hanya sebatas teman, masih seperti dulu, hanya saja intensitas kami bertemu jadi lebih sering. Selain di kampus, dia juga beberapa kali mengajakku keluar, walaupun hanya sekedar makan.

Sampai saat ini Vidya belum ada kendaraan. Pernah ku tanya padanya, dan dia hanya bilang nanti saja, belum terlalu perlu. Lagian kalau kemana-mana, masih ada aku yang bisa nganterin.

Yah begitulah, aku malah dianggap tukang ojek, gratisan lagi.

Tapi aku tak keberatan, karena selama ini Vidya nggak pernah minta aneh-aneh, nggak pernah minta diantarkan kemana-mana kecuali untuk mengajak makan saja, itupun hanya untuk makan malam. Saat makan siang, kalau nggak ke warung, paling kami bungkus dan makan di kostan Vidya.

Seringnya aku main kesini membuatku akhirnya mengenal beberapa teman kost Vidya. Ternyata ada 2 orang lagi yang satu fakultas dengan kami, yaitu Novi dan Gadis. Mereka satu jurusan, tapi berbeda denganku ataupun Vidya. Tapi yaa kami hanya sebatas kenal saja, tidak terlalu dekat. Kalau aku main kesini, mereka jarang sekali ikut ngobrol, malah Mbak Gendhis yang ikut nimbrung.

Di kostan Vidya sebenarnya cowok nggak boleh masuk kamar, apalagi yang bukan siapa-siapanya kayak aku gini. Tapi entah kenapa Mbak Gendhis sama sekali nggak keberatan kalau aku masuk kamar Vidya. Mungkin karena dari awal aku sudah sama dia kesini, padahal waktu itu aku juga udah jelasin ke Mbak Gendhis kalau aku sama Vidya itu cuma teman, nggak lebih.

“Mbak Bun, ini beneran nggak apa-apa tho aku main sampai masuk kamar gini?” tanyaku pada Mbak Gendhis. Aku memanggilnya Mbak Bun, karena anak-anak kost disini memanggilnya Bunda.

Yo nggak apa-apa tho, emang kenapa?”

“Ya aku nggak enak aja sama yang lain Mbak. Disini kan harusnya cowok nggak boleh masuk, lha aku, tiap kesini ngamar terus.”

Bletak!!! Sukses aku mendapat jitakan dari Vidya.

“Hahaha, bahasamu lho Pran, ngamar. Gini lho, emang aturannya nggak bolah masuk ke kamar, tapi ya aku masih kasih kelonggaran lah, selama pintu nggak kalian tutup, kan aku masih bisa ngawasin. Tapi kalau lagi ada yang punya, beneran nggak boleh masuk lho ya.”

“Tapi ini berlaku buat semua kan? Maksudku, bukan berarti Vidya diistimewakan tho?”

“Ya enggaklah, semua sama Pran. Yang lain juga udah tahu itu kok.”

“Ooh, bagus deh kalau gitu. Takutnya entar jadi omongan sama yang lain Mbak, aku beneran nggak enak lho kalau sampai kayak gitu.”

“Udah kamu tenang aja. Yang penting inget, pintu jangan ditutup kalau lagi berduaan.”

“Lha gimana mau berduaan? Orang tiap aku dateng kesini Mbak Bun langsung ikut nimbrung.”

“Hahaha...”

Memang kalau dari kamar Mbak Gendhis yang sekarang, dia bisa mengawasi kalau ada tamu yang datang ke kost-kostan. Dia juga bisa melihat apakah pintu kamar ditutup atau tidak saat kedatangan tamu itu. Mbak Gendhis sekarang sudah tidak lagi menempati kamar di samping Vidya, karena yang kemarin dibangun itu sudah jadi. Sekarang kamar sebelah Vidya sudah diisi. Begitu juga 2 kamar baru yang lainnya. Aku belum mengenal penghuni baru itu, karena setiap kemari tak pernah bertemu dengan mereka.

Sepertinya Mbak Gendhis selalu betah kalau ngobrol sama kami. Kata Vidya juga begitu, setahu dia Mbak Gendhis jarang ngobrol dengan anak kost lainnya. Dia lebih sering datang ke kamar Vidya, sekedar untuk cerita-cerita.

Mbak Gendhis ini orangnya cukup manis. Usianya aku tak tahu persis, mungkin 30-an awal. Kulitnya sawo matang khas perempuan jawa. Body-nya, standar lah. Nggak kurus nggak gemuk. Bemper depan belakangnya juga, standar. Nggak kebesaran dan nggak kekecilan juga. Tapi sepertinya lumayan enak buat anget-angetan.

Eh, lha kok aku malah mikir yang nggak-nggak soal Mbak Gendhis sih!

Kata Vidya, Mbak Gendhis sudah sekitar 3 tahun menjanda, tanpa anak. Dia ditinggal kabur suaminya yang kepincut wanita lain. Sampai sekarang Mbak Gendhis belum menikah lagi, belum ketemu yang cocok katanya. Entah seperti apa yang cocok di mata Mbak Gendhis, aku nggak enak buat bertanya. Jangankan mau nanya soal itu, lha soal status jandanya itu aja aku nggak nanya, dia nggak pernah cerita langsung ke aku juga, aku cuma dengar dari Vidya.

Mbak Gendhis juga bukan orang asli sini. Dia berasal dari salah satu daerah di perbatasan Klaten-Solo. Dulunya dia bekerja di sebuah toko, tapi saat majikannya membuka kost-kostan ini, Mbak Gendhis pindah kesini sampai sekarang. Dia juga jarang pulang ke rumahnya sana, katanya kedua orang tuanya udah nggak ada, sedangkan yang tinggal disana hanya tinggal kakaknya sekeluarga, jadi dia lebih memilih untuk tinggal disini saja.

*****

Hari terus berganti, tak terasa sudah hampir 2 bulan aku berada di kota ini untuk menimba ilmu. Cukup banyak juga yang aku dapatkan, selain tentunya ilmu, juga yang pasti kawan-kawan baru.

Dari sekian banyak orang, pada akhirnya aku memiliki 2 orang yang menjadi teman dekatku. Mereka semua satu jurusan denganku. Mereka adalah Rizal dan Dimas. Aku dan Rizal, sudah ku ceritakan kalau kami berasal dari daerah yang sama, hanya beda kota saja. Sedangkan Dimas adalah orang asli sini. Jadi sebenarnya agak aneh sih, diantara 2 orang yang cak-cuk, ada satu orang yang nggih-dalem.

Kami dekat juga karena sering sekelas di semester awal ini. Hmm, aku sempat bingung juga menjelaskan hal ini kepada temanku yang kuliah di tempat lain, karena di tempatnya sistem pembagian kelas sama seperti waktu SMA. Jadi mulai dari awal masuk, sampai lulus, atau sampai semester terakhir sebelum skripsi, satu kelas isinya ya itu-itu saja, tidak ada perubahan.

Jumlah SKS di kampus temanku juga sudah ditetapkan setiap semesternya, nggak bisa kurang, nggak bisa lebih. Kalau misalnya ada salah satu mata kuliah yang tidak memenuhi syarat untuk mengambil mata kuliah selanjutnya di semester atau tahun depannya, dia bisa mengikuti semester pendek atau harus mengerjakan semacam tugas dari dosen, yang sulitnya minta ampun. Jadi, tidak ada pengulangan di tahun depannya jika dia gagal di mata kuliah itu.

Sedangkan di kampusku, terutama di fakultasku, sistemnya berbeda. Misalnya mata kuliah Matematika Dasar. Akan ada 6 kelas dengan dosen yang berbeda-beda. Tiap kelas maksimal untuk 40 orang. Kami bebas untuk memilih mau masuk kelas yang mana, memilih dosen yang mana yang kami senangi, tapi syaratnya ya harus cepet-cepetan dengan yang lain. Kalau sampai telat input dan kelasnya sudah penuh, artinya harus mencari kelas lain.

Sistem seperti ini membuat dosen yang terkenal enak, baik itu dalam menyampaikan materi atau memberikan nilai menjadi target utama setiap mahasiswa. Sebaliknya, jika dosen itu terkenal killer, kelasnya akan sepi peminat. Tapi karena jumlah kelas disesuaikan dengan jumlah mahasiswa, tetap saja kelasnya akan penuh. Tapi mereka yang berada di dalam kelas itu biasanya adalah kaum-kaum patah hati, karena gagal mendapatkan kelas atau dosen yang mereka incar.

Kalau sudah begini, biasanya mereka yang gagal mendapatkan kelas yang diincar, harus menyusun ulang jadwal kuliahnya untuk semester itu, karena meskipun mata kuliah sama, jika kelasnya beda maka jadwal hari dan jamnya bisa berbeda. Disini kami selain diajarkan untuk berlomba secepat mungkin mendapatkan kelas idaman, juga dilatih untuk me-manage jadwal kami.

Ribet? Ya memang begitulah. Tapi disitu seninya. Seni begadang malam-malam di warnet menunggu jam 12 saat dibukanya portal pendaftaran kelas, karena kalau sudah begitu, bukan tidak mungkin server akan down, saking banyaknya yang mengakses. Kalau salah memilih warnet yang koneksinya lemot, siap-siap saja bersumpah serapah sepanjang semester.

Sistem lainnya adalah jumlah SKS tiap semesternya. Kalau di kampus temanku sudah ditentukan, di tempatku agak beda. Tiap semester standarnya kami wajib mengambil total 20 SKS, teori dan praktikum. Tapi kami juga bisa menambah maksimal 4 SKS lagi. Tentu saja dengan syarat IPK di semester sebelumnya memenuhi, dan yang paling penting mendapat persetujuan dari dosen pembimbing akademik.

Jika kita mengalami kegagalan di salah satu mata kuliah, atau kurang puas dengan nilai yang diperoleh, bisa mengulang tahun depannya bersama dengan adik-adik tingkat. Hal ini karena semester pendek di fakultasku sudah dihapuskan. Maka tak mengherankan jika dalam suatu kelas, kita sering melihat senior kita ada disitu.

Begitulah kira-kira sistem perkuliahan di kampusku. Pusing? Ribet? Ya memang begitu adanya. Penting? Sebenarnya nggak juga sih, tapi nggak apalah, lumayan kan buat nambah wawasan.

*****

Semakin hari aku semakin dekat dengan Vidya. Bahkan sekarang hampir setiap hari aku makan siang di kostannya. Kami mulai jarang makan langsung di warungnya, karena semakin ramai dan semakin tidak nyaman. Kalau di kost Vidya, lebih enak, suasananya juga lebih adem. Padahal nggak ada AC-nya, mungkin karena pemilihan warna kamarnya kali ya yang bikin adem gini.

Dia juga semakin sering mengajakku keluar. Kali ini ada kemajuan, bukan cuma untuk makan malam, tapi beberapa kali nonton. Aku sih oke oke aja, karena setiap nonton dia yang bayarin. Dia selalu nolak kalau aku mau bayar, alasannya, aku udah keluar uang untuk beli bensin, jadi untuk bayar tiket nonton, bagiannya dia.

Untuk urusan makan, kami gantian saling traktir. Untungnya selama ini dia nggak pernah minta makan di tempat-tempat mahal, kecuali untuk acara-acara tertentu, misalnya ulang tahunnya beberapa hari yang lalu. Diapun memintaku nanti kalau aku ulang tahun harus mentraktirnya di tempat seperti itu. Yaa nggak masalah, sekali-sekali aja kan. Lagian udah tahu juga kapan waktunya, jadi bisa persiapan, nabung dulu.

Sebenarnya untuk makan di tempat yang cukup mahal bukan masalah bagi Vidya, karena dia berasal dari keluarga yang berada. Tapi dia cukup paham dengan kondisi perekonomianku yang serba pas-pasan ini, sehingga tidak pernah menuntut yang berlebihan.

Menuntut? Lha emang kamu siapanya dia Pran? Hahaha.

“Vid, kamu sampai sekarang nggak bawa motor? Emang nggak repot po?” tanyaku padanya saat kami sedang makan malam berdua.

Ciyeee dinner ciyeee. Hush, orang cuma makan malam lesehan di pinggir jalan kok.

“Kenapa sih nanya itu lagi? Kamu udah nggak mau nganterin aku?” jawab Vidya sewot. Ini memang bukan pertama kalinya aku menanyakan hal ini.

“Ya bukan gitu.”

“Lha terus?”

“Kan siapa tahu nanti kamu pas lagi butuh, akunya lagi nggak bisa. Kalau ada motor sendiri kan enak Vid.”

“Nggak ah, masih males aku Pran. Ya kalau kamu nggak bisa aku minta tolong yang lainnya lah.”

“Yang lain sopo? Kayaknya selama ini kamu sama aku terus deh.”

“Emang iya sih, hehehe. Nggak tahu siapa. Lagian disini cuma kamu temen deketku.”

Duh, aku kok jadi agak-agak ge-er ya? Hehehe.

“Lha emang di jurusanmu, nggak ada yang deket gitu?”

“Yang sedeket ini nggak ada. Hnng, oh iya, ada sih kemarin yang deketin aku, cowok, kakak tingkat.”

“Oh ya? Gimana gimana? Ganteng nggak?”

“Kenapa emang kalau ganteng? Kamu mau?”

“Iih enggak lah. Gini gini eyke masih normal cyiin, masih suka cewek keleus.”

“Hahaha dasar.”

“Jadi gimana? Udah sampai dimana kedekatan kalian?”

“Ya nggak gimana gimana, nggak sampai mana mana. Aku nggak mau sama dia.”

“Lhoh kenapa?”

“Dia playboy.”

“Kok tahu?”

“Tahu aja.”

“Tahu darimana?”

“Kelihatan kok.”

“Kelihatan darimananya?”

“Yaa pokoknya kelihatan aja. Susah dijelasin. Kayak kamu gitu lah Pran, tipe tipe playboy.”

“Lhoh kok aku?”

“Iya lah. Buktinya dulu kamu mutusin Citra karena Yeni kan?”

“Eh eh bentar, kok kamu tahu sih?”

“Hahaha, bener kan?”

Shit!!! Kena jebakan betmen.

“Kamu tahu darimana emang?”

“Yaaa, tahu aja...” jawabnya dengan nada dibuat-buat, seakan memancingku. Huh, jadi gemes deh.

“Hayoo buruan cerita, tahu darimana?”

“Hahaha, kok kamu jadi kepo sih?”

“Ya aku penasaran aja.”

“Aku tahu dari Citra langsung.”

“Hah? Dia cerita ke kamu? Emang kalian kenal ya?”

“Iya, lumayan deket malah. Kami kan sama-sama anak PMR.”

Oh iya, Citra, mantanku dulu memang anak PMR. Tapi aku nggak tahu kalau ternyata Vidya ini anak PMR juga.

Aku memang memutuskan hubunganku dengan Citra setelah kenal dan dekat banget sama Yeni. Citra dan Yeni ini sama-sama adik kelasku, mereka seangkatan. Aku sebenarnya sudah hampir setahun waktu itu pacaran dengan Citra, dan kemudian duniaku teralihkan dengan kehadiran Yeni. Tapi aku sama Yeni malah cuma bertahan nggak sampai 6 bulan.

“Awalnya aku ikutan jengkel sih Pran sama kamu. Citra itu anak baik lho, kamu malah mutusin dia cuma demi cewek kayak Yeni. Kamu tahu nggak, Citra cerita ke aku sampai nangis-nangis.”

“Emang gitu ya?”

“Iya. Tapi waktu itu aku seneng waktu tahu kamu putus dari Yeni.”

“Lhah kok malah jadi kamu ikutan seneng.”

“Iya lah, karena aku tahu Yeni itu cewek yang kayak gimana.”

“Kayak gimana emang?”

“Sekarang gini deh, kenapa kamu putus sama Yeni?”

“Hmm, karena dia selingkuh.”

“Tahu darimana dia selingkuh?”

“Tahu sendiri.”

Akhirnya aku cerita kepada Vidya bagaimana aku bisa putus dengan Yeni. Saat itu, di satu malam Minggu yang biasanya aku ngapel ke rumah Yeni, teman-temanku mengajakku untuk latihan band. Karena memang sudah cukup lama nggak latihan, akhirnya aku sanggupi ajakan mereka. Aku bilang ke Yeni kalau malam itu aku nggak bisa ngapel ke rumahnya. Dia nggak keberatan dan bilang mau istirahat aja di rumah karena sedang kurang enak badan.

Setelah latihan band selesai, aku dan teman-temanku pergi ke sebuah kafe, kafe yang paling ramai di kotaku. Tak disangka di kafe itu aku bertemu dengan Yeni yang sedang mesra-mesraan berdua dengan cowok lain, yang aku tahu itu adalah teman sekelasnya. Disitu kami sempat ribut. Cowok yang bersama Yeni itu cuma diam saja, mungkin dia takut karena aku bersama dengan teman-temanku, yang perawakannya jauh lebih sangar daripada aku.

Akhirnya malam itu juga kami putus setelah aku minta dia buat memilih, aku atau cowok itu. Ternyata dia lebih memilih cowok itu. Ya sudah, tidak bisa dipaksakan lagi, tidak ada yang perlu dipertahankan lagi. Lagian, kalau dia milih aku, kayaknya aku juga udah nggak mau lagi sama dia.

Udah jelas kan? Dia selingkuh. Dan bukan berarti akan berulang lagi di kemudian hari.

“Hahaha, itu karma namanya Pran. Makanya jangan main-main sama cewek,” ejek Vidya setelah aku selesai cerita kisah kelamku.

“Hahaha, iya sih. Aku juga ngerasanya gitu. Aku jadi ngerasa bersalah banget sama Citra.”

“Harus lah, apalagi kalian udah sampai... eh...”

Dia tak melanjutkan ucapannya. Sepertinya dia keceplosan. Tapi aku malah kepikiran, jangan-jangan Citra menceritakan apa yang sudah pernah kami lakukan dulu?

“Citra cerita apa aja sama kamu Vid?”

“Banyak.”

“Termasuk...” sengaja aku tak melanjutkan, karena aku yakin Vidya paham.

“Iya.”

Plaak...

Aku menepuk jidatku sendiri. Yaa ampun, kenapa Citra bisa cerita kayak gitu ke Vidya sih. Haduuh rusak kan reputasiku.

“Makanya waktu itu aku ikutan marah banget sama kamu, udah dikasih enaknya, malah ngelirik yang lain. Playboy kan namanya?”

“Ya ya ya, aku akuin deh.”

“Ya harus!”

“Terus terus?”

“Terus apanya?”

“Kamu tadi bilang seneng waktu tahu aku putus sama Yeni karena udah tahu dia itu cewek yang kayak gimana.”

“Iya, emang. Aku udah tahu Yeni kayak gitu dari lama.”

“Kok bisa? Emang tahu darimana?”

“Kamu nggak tahu kan, kalau rumahku sama rumah Yeni itu seberangan, kepisah jalan.”

“Hah? Masa?” kalau yang ini aku benar-benar kaget. Aku sama sekali nggak tahu kalau ternyata rumah Vidya itu di depannya rumah Yeni. Padahal aku cukup sering main ke rumah Yeni.

“Iya.”

“Jadi kamu tahu dong kalau aku sering ngapel?”

“Tahu. Bukan cuma kamu aja, tapi orang-orang lain yang ngapelin Yeni, aku tahu.”

“Orang-orang lain?”

“Iya. Waktu kamu masih pacaran sama Yeni itu, sebenarnya dia sering diapelin sama cowok lain. Orang tuanya nggak peduli Yeni kayak gitu, mereka nggak terlalu ngurusin. Kamu tahu sendiri lah Yeni itu kan anak broken home.”

“Iya sih. Tapi kamu kok nggak bilang kalau Yeni nyelingkuhin aku?”

“Lhah, buat apa? Kamu aja udah nyakitin Citra yang udah ku anggap seperti adikku sendiri, ngapain juga aku ngasih tahu kamu? Lagian mana aku tahu yang mana pacarnya dia yang mana selingkuhannya.”

Hahaha. Bener juga sih. Kalau dari cerita Vidya, entah sebenarnya aku ini yang jadi pacarnya, atau malah aku yang jadi selingkuhannya dia. Wuasyu!!!

“Hahaha, yo wes lah Vid, udah lewat juga kan.”

“Iya. Terus sekarang piye?”

Piye apane?

“Nggak pengen balikan sama Citra?”

“Ahahaha, entahlah. Mana mau dia nerima aku lagi setelah semua yang terjadi.”

“Emang sih. Lagian Citra sekarang udah punya cowok lagi kok. Pacarnya polisi, rumahnya juga tetanggaan sama Citra.”

“Hmm gitu ya. Ya udah lah, semoga dia langgeng sama pacarnya.”

“Hahaha...”

“Kenapa kamu? Kok malah ketawa?”

“Nggak. Kok kayaknya nggak rela gitu Pran? Ada kegetiran di balik doamu barusan, hahaha.”

“Hahaha enggak ya. Aku rela kok, yang penting dia bahagia, aku juga bahagia.”

“Halah, paling entar pulang-pulang baper. Hahaha.”

“Hahaha asemik.”

Baper? Sama Citra? Hahaha mana mungkin...

Itu sudah lama berlalu...

Tapi...

Hmm...

Kabarnya Citra sekarang gimana ya? Udah lama banget aku nggak ada komunikasi sama dia, kayaknya sejak putus dulu deh. Sepertinya bener apa yang dibilang Vidya, Citra pasti marah banget sama aku, pasti kecewa banget.

Haah, ini gara-gara Yeni sih. Pesonanya terlalu kuat untuk diabaikan. Yeni memang jauh lebih cantik dan seksi daripada Citra. Goyangannya juga lebih wow. Tapi gara-gara kenikmatan sesaat yang diberikan Yeni, aku jadi meninggalkan kenikmatan sejati dari seorang Citra.

Halah, ngomong opo tho Praan Pran...

Sudahlah. Semua sudah berlalu, nggak mungkin bisa kayak dulu lagi. Yang penting sekarang move on, dan yang pasti harus belajar dari kesalahan yang lalu. Semoga saja ketika aku nanti menemukan wanita yang pas buatku, aku nggak lagi berbuat bodoh seperti dulu. Semoga.

*****

Pran, entar sekalian aku mau belanja ya?

“Belanja apaan emang?”

Aku mau beli baju.”

“Oalah kirain belanja bulanan.”

Ngapain? Ini masih tengah bulan, stok belanja kemarin juga belum abis.

Yo wes yo wes. Entar aku jemput jam 6 yo?”

Oke.”

Ku tutup telpon dan ku letakkan ponselku. Sabtu sore ini aku nggak kemana-mana, cuma di kost saja karena nanti malam janjian nonton lagi dengan Vidya. Sebenarnya aku malas sekali malam ini mau keluar, tapi kata Vidya ada film baru. Drama percintaan antara vampire ganteng dan manusia cantik yang diadaptasi dari novel karya Stephenie Meyer.

Akhir-akhir ini memang sedang banyak film bagus. Dua minggu lalu aku dan Vidya juga sudah menonton film seri terbaru dari agen rahasia Inggris yang terkenal flamboyan dan playboy.

Hei, kenapa bahas playboy lagi? Aku kan jadi kesindir! Tapi ya memang karakter pemeran utamanya gitu sih.

Ku pikir, daripada bengong di kostan malam minggu begini, lebih baik mengikuti ajakan Vidya saja. Lagipula malam ini MU nggak main, masih besok mainnya. Nanti di bioskop juga nggak perlu ngantri panjang lebar, karena Vidya tadi juga bilang baru saja pulang dari bioskop membeli tiket untuk nanti malam. Entah dengan siapa tadi dia kesananya, bodo amat, yang penting nggak perlu ngantri.

Baru jam 4, tapi sebaiknya aku mandi sekarang saja. Daripada bermalas-malasan nanti malah ketiduran, bisa kena semprot lagi sama Vidya. Sebelumnya aku pernah dimarahin Vidya gara-gara ketiduran pas mau jemput dia. Akibatnya kami terpaksa nonton di jam terakhir, midnight, gara-gara di jam-jam sebelumnya sudah penuh. Masih ada sih, tapi seat paling depan. Gila aja nonton bioskop duduk paling depan, bisa pegel leherku.

Untungnya waktu itu Vidya nggak keberatan nonton malam-malam. Bukan nggak keberatan sih, lebih tepatnya terpaksa, karena dia pengen banget nonton film itu. Aku heran, padahal itu hanya film animasi petualangan dimana karakter utamanya adalah seekor singa yang pengisi suaranya adalah Ben Stiller.

Selepas nonton film itu, Vidya ngambek dan mendiamkanku selama 2 hari. Dia baru menghubungiku lagi karena sedang ingin makan di tempat yang dia mau, alias butuh tukang ojek buat nganterin. Sialnya, di tempat makan yang lumayan mahal itu, aku yang disuruh bayar. Katanya, sebagai penebus dosaku yang kemarin. Karena itulah hari ini aku nggak mau telat lagi, karena kalau dia ngambek, bisa-bisa aku disuruh nraktir lagi.

Jam 6 tepat aku sudah sampai di kost Vidya, dan dia sudah siap juga, sedang menungguku sambil ngobrol dengan Mbak Gendhis.

“Mbak Bun, Vidya tak culik dulu yoo,” ucapku saat Vidya sudah naik di motorku.

Iyo. Yang penting ati-ati yo, jangan lupa pakai pengaman.”

“Beres mbak, aman kok, helmku SNI, hahaha.”

Plaaak...

Akibat candaanku sebuah hantaman yang tak begitu keras mengenai helmku, tapi cukup untuk membuatku meringis menahan sakit. Setelah berpamitan dengan Mbak Gendhis kami pun berangkat.

Seperti biasa, malam minggu jalanan kota ini selalu macet. Muda mudi yang berpelukan mesra di atas jok motor mereka membuatku iri. Ya aku memang sedang membonceng cewek sih, tapi kan nggak dipeluk. Bukan pacarku juga sih.

Terus apa? Friend with benefit? Bisa jadi.

Tapi kan aku sama dia nggak ngapa-ngapain? Ah memang otakku saja yang menjurusnya kesana. Benefit kan bisa apa saja, termasuk nraktir nonton seperti malam ini.

Setelah memarkirkan motor di basement, aku dan Vidya masuk ke dalam mall. Suasananya sama saja, selalu ramai di malam minggu ini. Tapi dari sekian banyak orang yang ada di mall ini, aku nggak yakin kalau yang belanja jumlahnya mencapai separuhnya. Paling cuma mau nonton, atau makan, atau sekedar jalan-jalan saja, cuci mata.

“Filmnya jam berapa Vid?”

“Masih jam setengah 9 kok. Mau belanja dulu apa makan dulu ya enaknya?”

“Belanja dulu aja, cuma baju kan? Entar makannya di atas aja, deket bioskop.”

“Ya udah kalau gitu. Yuk.”

Aku dan Vidya kemudian berjalan menuju ke bagian pakaian. Kupikir dia akan ke MDS, ternyata bukan. Dia masuk ke salah satu counter pakaian merk ternama. Waah, aku sih harus mikir beribu kali kalau mau beli pakaian di tempat seperti ini. Mending cari yang lebih murah, tapi tetep nyaman dipakai.

Setelah memilih-milih, Vidya mengambil dua buah baju untuk dicobanya di kamar ganti. Pengen ikutan sih, tapi entar malah mukaku kena cap sendalnya lagi, hahaha.

Setelah beberapa saat menunggu, pintu kamar ganti itu terbuka, dia memanggilku untuk meminta pendapat. Aku suruh dia pakai yang lain dulu karena dia membawa lebih dari 1. Setelah itu beberapa kali dia mengganti baju yang sedang dia coba, aku bilang kalau dia paling cocok memakai yang warna hitam, karena menurutku kesannya lebih elegan, meskipun simple.

Sebenarnya aku tak terlalu paham masalah fasion, mana yang cocok dan mana yang nggak cocok, karena buatku yang penting nyaman, dan kalau bisa yang murah. Tapi ternyata Vidya sependapat dengan pilihanku. Jadi dia memilih baju itu dan membayarnya ke kasir. Hmm, cepat juga ternyata, nggak seperti yang kubayangkan sebelumnya dimana aku harus menunggu lama membiarkan dia memilih-milih mana yang cocok.

“Udah itu aja Vid?”

“Belum. Masih ada lagi yang mau dibeli.”

“Ooh. Ya udah yuk.”

Ealah, ternyata masih ada lagi. Semoga yang mau dibelinya lagi itu juga nggak memerlukan waktu yang lama.

Aku pun berjalan mengikuti kemana langkah Vidya. Tapi sampai di depan counter dimana Vidya mau masuk, aku terdiam. Aku ragu-ragu ikut masuk. Melihatku diam Vidya pun ikut berhenti.

“Kenapa? Ayo masuk.”

“Hnng, aku nunggu di luar aja ya Vid?”

“Lhoh, emang kenapa sih?”

“Yaa masa aku ikut masuk kesitu? Emang kamu mau beli apa sih?”

“Beli bra.”

“Ya udah aku nunggu di luar aja.”

“Nggak ah. Kamu ikut masuk aja.”

“Lhoh lhoh Vid, heh...”

Tanpa sempat menolak Vidya menarik tanganku mengikutinya masuk ke counter itu. Jelas saja aku nggak mau ikutan, lha dia masuk ke counter pakaian dalam khusus wanita. Mana di dalam isinya cewek semua lagi. Sampai-sampai mbak-mbaknya yang jaga counter senyum-senyum geli melihatku ditarik sama Vidya.

Akhirnya di dalam situ aku hanya bisa diam. Aku cuma ngelihat ke arah Vidya, yang sedang sibuk memilih model bra. Takutnya kalau aku jelalatan, malah dikira cowok mesum lagi. Yaa aku akui, aku memang mesum, tapi pada tempat, waktu dan kondisinya. Lhah ini? Tempatnya udah bener sih, tapi waktu dan kondisinya itu lho. Haduuuh...

Tapi yang namanya cowok lemah iman seperti diriku, sekeras apapun aku mencoba menahan diri, tetap saja radarku menangkap hal-hal yang terlalu sayang untuk tidak dilihat. Dengan gerakan yang sangat pelan, aku melirik ke arah beberapa cewek yang dengan cueknya sedang memilih model bra dan juga celana dalam.

Yang jadi masalah, cewek-cewek itu waktu milih bra, mereka sampai menempelkan di dadanya. Padalah lho ya, mereka kan masih pakai pakaian lengkap, terus ngapain nempel-nempelin bra ke dada gitu? Mbok ya dibuka aja bajunya kalau mau nyobain branya. Lha kalau udah kayak gini, aku harus gimana? Aku kan jadi, penasaran.

Hei kalian makhluk-makhluk berdada kenyal, sadarlah kalau disini ada seorang cowok normal yang sudah lama tidak mendapatkan sentuhan wanita seperti kalian. Jagalah siap kalian! Jangan memancing monster liar yang selama ini susah payah aku penjarakan di dalam diriku!!

Eh, tapi mereka nggak salah juga sih ya? Mereka melakukannya di tempat yang seharusnya. Akunya saja yang salah tempat. Tapi, ya mau gimana lagi? Bukannya aku ini mesum akut, tapi cowok normal mana yang nggak berpikiran mesum kalau disuguhi pemandangan seperti itu?

Bletaak...

“Aduh, kenapa sih Vid?” protesku karena mendapat jitakan dari Vidya.

“Matanya dijaga!” bentaknya. Lirih, tapi penuh penekanan, sambil matanya agak melotot.

“Lha gimana mau dijaga? Kamunya juga ngapain sih ngajakin aku kesini?”

“Ya nggak apa-apa, kan buat nemenin.”

“Ya kan aku bisa nunggu di luar Vid.”

“Enggak! Pokoknya kamu temenin aku.”

“Ngotot amat sih?!”

“Biarin.”

“Atau jangan jangan...”

“Jangan jangan apa?” tanyanya sambil melotot kepadaku.

“Kamu sengaja ya, biar aku tahu ukuranmu?” ucapku bercanda.

Bletaak...
Bletaak...

Anjiiiiir. Dua kali jitakannya berturut-turut mendarat mulus di kepalaku. Sakit cuuk!!!

“Dasar mesum!”

Aku tak menjawab, hanya tersenyum, mungkin senyum mesum sih, tapi sambil megangin kepalaku yang terasa sakit, hehehe.

Vidya kembali memilih bra mana yang mau dia beli. Aku sudah mencoba untuk mengalihkan pandanganku ke dia saja, daripada kena jitak lagi. Tapi lagi-lagi radarku terlalu aktif untuk menangkap penampakan yang menyilaukan. Sampai-sampai waktu Vidya menarik tanganku, aku ikut saja tanpa melihatnya.

Ekor mataku sudah terpaku pada seorang cewek cantik yang atasannya cuma memakai tanktop hitam ketat, sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Dia sedang memegang dan menempelkan sebuah bra di dadanya, yang model bra itu sangat, woow, sexy banget. Membayangkan mbak berdada besar itu memakai bra yang dipegangnya sekarang, tak ayal makhluk imut-imut nan nakal di antara kedua pahaku terbangun ingin ikut menjadi saksi dari penampakan indah itu. Sampai akhirnya...

Hhhhpppp...

Aku tersadar waktu tubuhku menabrak seseorang. Begitu aku menoleh, ternyata itu adalah Vidya, yang sedang berdiri memegang sebuah bra. Sialnya, dedek gemesku yang setengah tegang itu, menempel di bokong Vidya. Pastinya kerasa sih, soalnya dia kan pakai celana yang berbahan tipis.

Dia pun berbalik dengan tatapan dan aura menyeramkan. Aku cuma bisa nyengir, malu karena ketahuan lagi sange di tempat seperti itu. Dan melihat reaksinya, aku cuma bersiap untuk mendapatkan siksaan yang kesekian kalinya di kepalaku.

“Pranaaaa!!!”

Bletaak...
Bletaak...
Bletaak...

*****

to be continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd