"Mbak, gini dong..." kataku menunjukkan jempolku dijepit dengan jari telunjuk dan jari tengah sewaktu Tante Nerah membawa Om Harja kontrol ke rumah sakit.
"Lagiii....!!" bentaknya.
"Ayo... kalau nggak mau nanti aku lapor sama Ibu..." kataku.
"Lapor aja... situ yang salah, ngajak-ngajak..."
Sekali aku peluk, sekalian teteknya aku remak-remak dan bibirnya aku hisap. Mbak Tutik melawan. "A... aa... aaa... a..." mulutnya tidak keluar suara dan tenaganya kuat juga, sehingga sewaktu ia mendorongku, aku jatuh terjengkang ke sofa bersamanya, tetapi aku tidak melepaskannya.
Malahan aku berhasil membekuk Mbak Tutik dan menengkurapkannya di sofa, ia masih meronta mungkin sampai titik darah penghabisan, tetapi sebelum darahnya habis, aku berhasil menarik turun celana lenggingnya dan sialnya pagi itu, ia tidak memakai celana dalam.
"AAAAAA....NNGGGGGG.... BANGS*****...@@@@TTT...." teriaknya histeris saat kontolku kuhujamkan dengan kuat ke lubang memeknya dan berhasil.
"Memang aku bangs@t," kataku mendiamkan kontolku di lubang memek Mbak Tutik yang basah. "Aku cemburu kamu mengisap kontol Bapak, ngaku nggak...?"
"Huffff...." kata-kataku yang menohok membuat Mbak Tutik menghembuskan napasnya dengan kuat dan langsung membuat ia terkulai tak bertenaga ditindih olehku dari belakang.
"Lepaskan aku..." mintanya lemas.
Aku mencabut kontolku dan membiarkannya duduk, lalu aku memeluknya dan ia juga memelukku.
"Maaf ya Mas... ta... tadi a...aku marah..." katanya menangis di bahuku. "Aku hanya sekali melakukannya, dosa kalau aku bohong, padahal ia sudah minta sama aku berkali-kali, aku nggak mau meladeni... tetekku suka diremas..."
"Aku juga minta maaf, kalau tadi aku memperkosa kamu... sakit nggak memekmu...?"
"Nggak sih... pengen lagi, tapi jangan dari belakang... nanti... kalo aku sudah bisa nerima kontolmu, dari arah mana saja boleh..."
"Pernah main di pantat...?"
"Nggak sih.... jorok...!"
"Nggak percaya..."
"Nih... lihat...."
Mbak Tutik nungging di depanku sehingga membuat aku nekat mencium belahan pantatnya yang baunya benar-benar asli alami dan natural tanpa polesan parfum.
"NGGG... AHAAA.... HAAA..." desah Mbak Tutik manja sambil berpegangan di pegangan tangan kursi, ia memberi aku menjilat anusnya. "NGGGG... AHAAA.... HAAA... NNGGG... NGGG...NGENAK, MAS'E... AAHHH... NGGKK.. HAAA..."
Setelah lubang anusnya licin dan basah, akupun menekan kontolku ke situ. "AHAAA... AAHHH... sleepp... MMM...MASS... AHHAAA.... slleeppp... AHAAAA.... NGGGG.... blesssss.... NGGGGGGG...OHHH... NAKAL... LOBANG DUBUR AKU DITUSUK..."
"Enak kan...?"
"GELIK... MMMM.... AHHH... MAU KELUAR, MAA..ASSS..." rintih Mbak Tutik, tapi terus saja kugenjot lubang anusnya yang sempit itu karena saat nikmat tergesek oleh batang kontolku, beda dengan aku ngentot di lubang vagina Tante Nerah.
Sewaktu air maniku terasa mau keluar, aku pindahkan kontolku le lubang memek Mbak Tutik, kulepaskan semua pakaianku, kulepaskan semua pakaiannya, tubuh kami menyatu dengan telajang sambil berpelukan dan berciuman, di bawah Mbak Tutik memuntir-muntir bokong dan bongkahan pantatnya sementara aku mengejarnya dengan menusuk-nusukkan kontolku yang terasa semakin keras terisi cairan semen yang beberapa detik lagi akan meledak.
Aku mempercepat entotanku sampai tetek Mbak Tutik bergoyang tidak beraturan dan saling berbentur-benturan, "AAAHHH... AAAHHHH..... NGGGG... AHHHH.... AAHHHH.... NNGGGGHHH.... NGGHHHH.... OOOHHHH.... NGGGHH...."
"TAHAN... SAYANG, NGG... AKU INGIN MEMBERIKAN A...ANAK UNTUKMU..." kataku tersengal.
"OOHHH... YANG DALEM, MAS... AYO, BUANG, MAS... AKU GAK TAHAN LAGIIIHH.... MMMHHH... AAHHH... NGGGGHHH... AASGGHHHHHHHHHHHHUUUGHHHHH....." jeritan panjang Mbak Tutik mengakhiri entotanku dan air maniku meledak di depan rahimnya.
Shrrrooottttt.... crrooootttttt... crrrrooootttttt.... crrtoootttt..... AAKKHHH..... NIKMAT, SAYANG.... ISTRIKU.... crroottt.... crroottt... crrrooottt..... AAAHHHHH....
Aku terkulai sedangkan tubuh telanjang Mbak Tutik berkeringat basah, kemudian iapun tak malu-malu lagi berjongkok di kamar mandi membiarkan air maniku menetes habis dari lubang memeknya, baru ia mencuci memeknya dengan sabun.
Setelah itu ia tidak segan-segan memelukku dari belakang saat aku memboncenginya dengan sepeda motor pergi membeli bakmi.
Hubunganku dengan Mbak Tutik semakin moncer, dan yang jelas memek Mbak Tutik lebih nikmat karena masih basah dibandingkan memek Tante Nerah yang sudah kering dan keset, sehingga aku sulit mengakhirinya.
Suatu hari aku melihat Tante Nerah mengintip ke kamar suaminya dari jendela. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus dan di kepalanya seperti mau tumbuh tanduk. Namun sewaktu aku mengintip aku melihat Mbak Mbak Tutik sedang mengusap-usap kontol Om Harja yang nggak bisa tegang lagi itu dengan handuk basah.
"Sudahlah... biarkan saja..." kataku memeluk Tante Nerah. "Sudah gak bisa masuk..." kataku mencium bibir Tante Nerah.
Tante Nerah mendengar kata-kataku, lalu aku menyeretnya ke kasur di kamar, melepaskan pakaiannya, menjilat memeknya, lalu mengentotnya.
Aku dan Tante Nerahpun terkejut sewaktu kami menemukan kamar Mbak Tutik kosong dan hanya ditinggalkan sebuah amplop untukku di lemari.
Aku buru-buru menyimpannya sebelum ketahuan Tante Nerah, lalu aku membukanya dengan tangan gemetar di kamar mandi.
"JANGAN CARI AKU YA, MAS. AKU NGGAK MAU DICARI, BIARKAN AKU PERGI MEMBAWA HASIL MASA-MASA INDAH KITA DI PERUTKU"
Tulisannya cakar ayam, meski susah dibaca, aku merasa sedih... ia membawa hasil hubungan kami di rahimnya.
Tante Nerah juga sedih, tapi beberapa hari kemudian Tante Nerah berhasil membawa Mbak Tutik kembali ke rumah entah dimana ia mendapatkannya.
Aku tidak peduli Tante Nerah cemburu, aku memeluk Mbak Tutik erat-erat dan berjanji akan menikahinya dalam waktu dekat.
Aku serahkan kembali Tante Nerah pada Om Harja. Om Harja memeluk Tante Nerah dan mencium bibir Tante Nerah di depan aku dan Mbak Tutik sehingga membuat kami saling berpandang-pandangan.
"Ganti pasangan yuk, Om." ajakku. "Aku dengan Tante, Om dengan Tutik."
Mbak Tutik mencubit lenganku, tapi kemudian mau juga ia memeluk Om Harja dan menggeluti bibirnya seperti aku menggeluti bibir Tante Nerah.
Kami berempat kemudian jatuh ke karpet di depan televisi dengan telanjang bulat.
Kami lalu melakukan oral sex berantai. Mbak Tutik menghisap kontol Om Harja, aku menjilat memek Mbak Tutik, sedangkan Tante Nerah menghisap kontolku, lalu Om Harjo menjilat memek Tante Nerah.
Entah kami mendapatkan kiat oral sex berantai dari mana, ternyata nikmat sekali sehingga membuat kontol Om Harja bisa mengeras dan membesar, dan setelah puas mengoral, Om Harja menyetubuhi Mbak Tutik, aku menyetubuhi Tante Nerah, lalu bergantian, aku menyetubuhi Mbak Tutik dan Om Harja menyetubuhi Tante Nerah, tetapi kemudian Om Harja membuang pejunya di atas tetek Tante Nerah dan aku melepaskan air maniku di mulut Mbak Tutik.
Mbak Tutik kemudian diceraikan suaminya, dan menikah dengan aku tanpa membawa kedua anaknya, tetapi oral sex berantai tetap kami lakukan sambil bersetubuh bergantian pasangan.
Sampai kapan?
Entahlah.
Biar waktu saja yang menentukan. (bc_022024)
●●● T a m a t ●●●