Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Nakalnya Senyum Istriku (WARNING : CUCKOLD CONTENT)

Sudah baca?

  • Dibalik teduhnya senyum ibuku

    Votes: 51 75,0%
  • Terjebak hasrat (Lisa dan Labirin)

    Votes: 32 47,1%

  • Total voters
    68
  • Poll closed .
06 | ADAKAH JALAN PULANG

Langit mulai memberi bulan kesempatan bercahaya sedang pohon membisu dengan daun yang bergerak pelan, suara hewan malam menemani rumput yang basah sesudah tersiram hujan.

Badanku masih terasa pegal saat menahan untuk tetap duduk diatas kasur saat mengamati istriku dengan Pak Soni yang semalaman hanya saling peluk, belum lagi hujan yang tak kunjung berhenti dari semalam membuat udara pagi ini sangat cocok untuk bergelung dibalik selimut. Rasa-rasanya pagi ini terasa hampa saat aku bangun tanpa Elsa disamping ku yang membuat pikiran ku melayang pada hal semalam.

Setelah berpeluh keringat setelah berkali-kali orgasme istriku dengan Pak Soni saling berpelukan hingga aku pun ikut mengantuk dengan tangan yang masih memegangi penis, untung saja pintu kamar ini sudah aku kunci dan tak ada gangguan dari mertuaku.

Tanganku membuka kembali gawai yang membutuhkan untuk diisi daya dan aku memilih untuk berpindah menuju kearah jendela dimana aku bisa mencharge sekaligus memainkan diwaktu yang bersamaan. Layar gawai ku menampilkan istriku yang masih dipeluk oleh pak soni dengan tubuh kedanya yang tertutupi selimut berwarna putih.

Tok tok tok

"Makan dulu nak"

suara dari balik pintu membuat pandangan ku teralihkan, setelah memastikan pengisi daya bekerja dengan baik aku berjalan pelan untuk membuka pintu kamar.

"Ehh Bu." Ucap ku sedikit salah tingkah melihat mertuaku yang sedang memegang nampan berisikan sup ayam yang selalu menjadi menu wajib saat aku berkunjung.

"Dari semalam gak keluar, kamu sehat kan?" Tanya ibu dari istriku itu yang sudah memindahkan nampan pada tangan ku.

"Sehat Bu, kemarin tiba-tiba sedikit panas terus ketiduran" alibi ku karena tak mungkin menceritakan jika anaknya sedang berhubungan badan dengan pria lain.

"Ya sudah, anak-anak lagi main sama kakeknya. Kamu jadi pulang hari ini?" Memang aku akan pulang lebih tepatnya sebelum tahu jika istriku membawa pak Soni kedalam rumah.

"Jadi Bu, sebelumnya makasih makanannya hehe" ucapku menutup pintu dan berbalik arah.

Air mataku menetes tanpa dipinta, terus jatuh menuju ujung pipi dan berakhir pada karpet berwarna cokelat muda yang sejak tadi aku injak. Rasanya hanya hangat ini yang aku butuhkan, mustahil jika menuntut lebih pada Elsa yang aku sudah tahu sifat asli nya. Rangkaian cerita yang menjadi akhir paragraf akan berhenti jika ada sebuah titik.

Namun, sayangnya Elsa memberikan sebuah tanda koma saat gawaiku bergetar sesaat yang menandakan bahwa ada sebuah pesan.



'Aku masih sama Maya, besok baru pulang. Happy holiday yaaa'



"Tai" ucapku setelah melihat pesan yang menggantung pada ujung gawai.

Rasanya sesendok sup lebih menarik dibanding kan melihat istriku yang masih bersama pak Soni didalam kamar.

----

Merasa harus memilih waktu sendiri aku memilih untuk pergi dari rumah mertuaku dengan menitipkan dua buah hati yang masih kangen dengan kakek neneknya itu. Mobilku berjalan dengan santai dengan jendela yang aku buka sedikit, angin yang masuk meredakan rasa sakit yang timbul begitu saja saat melihat seorang wanita yang sedang berada diatas motor.

Tak ada yang aneh kecuali perbedaan usia diantara keduanya, entahlah hubungan mereka mungkin hanya sebatas supir dan penumpang. Tapi tidak dengan istriku, yang terang terangan berbohong dan menjalin hubungan dengan pak Soni.

Aku tak tahu pasti kapan itu dimulai yang pasti mulai hari ini aku akan membuat istriku tahu arti sebuah hubungan yang terikat janji. Mobilku bergerak kearah kanan dimana kantor tempat kerjaku berada, bukan kantor utama. Tempat ini hanya aku yang tahu karena memang aku akan datangi saat ide ku berhenti.

"Ehh pak.... Udah lama ga kesini" sapa satpam komplek sesaat setelah aku membuka jendela mobil.

Gerbang komplek pun terbuka dan dengan cepat aku melaju menuju rumah keduaku ini. Komplek yang aku bangun tiga tahun lalu bersama sebuah developer ternama berisikan sekitar tiga puluh rumah dengan konsep Bali yang kental.

Berada diketinggian membuat view pada rumahku ini membuat aku bisa dengan jelas melihat pemandangan kota dengan udara segar yang menyapa. Aku menyalakan televisi dan mengatur agar tampilan cctv pada rumahku bisa terlihat pada TV 55 inch itu.

Setalah merasa pas aku mengambil beberapa alat kebersihan untuk sekedar menyapu agar udara pada rumahku ini sedikit lebih baik. Tak butuh waktu lama aku kembali pada televisi yang menampilkan istriku yang sedang berdiri di depan pantry dengan kemeja putih dan...

'tak bercelana?'

Sedangkan diruang makan Pak Soni sedang merokok dengan tangan memegang gawai, tak ada pergerakan lain sepertinya mereka sedang fokus dengan mengisi perut. Sofa empuk ini membuat otot ku sedikit melemas dan rasa-rasanya sangat nikmat jika bersantai sejenak dengan kopi yang sudah berada di atas meja.

Tapi bukan ini yang aku inginkan, mataku tertuju pada buku sketsa dan dengan cepat aku mengambil nya dari balik lemari yang tertutupi sebuah kaca tipis. Sembari mengamati cctv aku membuka lembar demi lembar yang belum tergores kan garis. Menyamankan posisi aku mulai menarik garis dasar dan berimajinasi tentang rumah yang berkonsep dingin juga hangat secara bersamaan.

Speaker yang berada pada bawah tv tak mengeluarkan suara apapun selain suara batuk dari Pak Soni yang terulang beberpa kali hingga aku merasa terganggu sendiri.

“udah Pak rokoknya, kan lagi batuk.” Ucap Istriku yang membawa dua gelas berwarna putih itu.

“nanggung mba Elsa.” Jawab Pak Soni.

Aku mengalihkan pandangan pada luar rumah yang kembali meredupakan cahayanya karena awan hitam yang mulai berkumpul. Hanya ada obrolan basa-basi antara Istriku dengan Pak Soni yang membuat aku sedikit bosan kali ini, sketsa yang aku buat pun sudah selesai dan rasanya sedikit malas untuk membuat konsep kedua apalagi ketiga.

Aku mengangkat kedua kaki pada meja di depan sofa sedang jari-jariku meremas pelan betis yang sejak kecil menjadi tumpuanku itu. Ada rasa syukur juga bahagia meliahat diriku bisa berdiri sendiri meski kedua orang tua ku sudah berpulang pada dekapan tuhan.

Sempat berharap pada Elsa yang saat dulu menawarkan rasa bahagia yang berbeda tapi kini Dia sudah menjadi peran baru dengan membawa seorang pria asing pada rumahnya.

Lantas apa arti rumah jika orang asing bisa dengan santai masuk bahkan mengacak-acak runagan demi ruangan dengan tanpa diriku. Akankah aneh jika orang asing itu menjadi peran utama pada hubunganku atau aku yang berubah bodoh dengan alasan nafsu sesaat yang aku tak tahu kapan akan berakhir.

Rasa kantuk mendatangiku dengan tiba-tiba.

Ruangan hitam yang hanya berisikan diriku dan kau sebut dengan mimpi membawaku kedalam sebuah palung terdalam. Kau bilang suatu saat akan membawa diriku pada sebuah cerita baru yang dulu hanya di isi oleh amarah kedua orang tua ku.

Namun, dengan hebatnya kau membawa luka yang lebih besat dengan jari manismu kau tusuk jantungku hingga membuat sebuah lubang yang tak bisa di obati oleh siapa pun. Termasuk diriku yang masih menahan rasa sesak karena darah ini terus mengalir bahakan ruangan gelap ini bisa dengna jelas warna merah yang mengalir deras.

“Dasar anak setannnnn”

Ibu ku tetiba datang dari belakang dengan tangan yang memegang sebuah pisau sedang aku hanya bisa menangis dengan tanpa suara.

“Nyesel gua hidupin lo anjing” teriak bapak ku dari arah berlawanan dengan tangan yang memegang sebuah rantai besi.

“pecundang”

“Elsa?”

Kini sudah ada tiga orang dengan raut wajah marah sedang memojokkan diriku pada ruangan tak bersudut yang tak lagi aku bisa definisikan. Ketiganya menuntut pada sesuatu yang tak ku punya, bahkan aku pun bingung harus memulai dari mana jika semua mencuri dariku tanpa sebab.

Gelap yang sejak tadi menemenai kini mulai berubah perlahana seperi plastic yang meleleh dan membuat mataku sedikit susah untuk tetap terbuka.

Tak lama Aku terbangun kembali dan sudah berada pada ruangan lembab dengan kaca yang menghadap kamarku dan kini sudah ada Pak Seno, Ibu ku, Bapak ku dan Elsa yang keempatnya tak memakai sehelai benangpun.

Tangan Elsa memegang batu besar dengan darah yang sudah mengalir dari nadi nya – aku hanya bisa mengerutkan dahi karena sebelumnya aku berada dirumah kedua ku.

PRAK!

Kaca didepanku pecah hingga mengenai kaki ku yang masih bertumpu pada atas meja, darah dengan cepat memuncrat hingga membuat seluruh ruangan berbau amis.

Emosi orang didepanku seketika memuncak saat aku mulai bergerak menghindar pada pintu keluar yang berada disebelah kanan. Benar saja semua orang itu berlari mengejarku saat berhasil membuka pintu, Aku mulai berlari menuju arah lorong bawah tanah.

“ANAK SETANNNNN” teriak semua orang yang mengejarku.

Tangisku kian kencang saat ruangan kecil ini hanya berisikan umpatan demi umpatan yang selaras dengan darah yang mengucur semakin deras. Bahkan, kaki ku sudah merasa kebas dan mata ku seperti tak sanggup lagi untuk terbuka.

Hingga aku berada diujung lorong bawah tanah dengan napas yang memburu sedang orang dibelakangku ikut berhenti tapi tidak dengan mulut mereka yang masih saja mengumpat.

Kepala ku mendongak pada sebuah pintu yang menjadi atap sebuah tangga, mengedip beberapa kali dan myakinkan jika bau amis dari darahku hanyalah hayalan meski aku masih bingung arti sebuah bayang. Tanganku menggapai tangga terakhir dan napasku rasanya akan habis pada detik berikutnya.

Pintu kayu itu terbuka.

Cahaya masuk pada iris mataku dan dihiasi dua pasang kaki anak kecil yang membuat tenaga ku seperti terisi kembali dan putih yang menyambut dengan rasa hangat datang berasamanya.

“Ayah pulang”



---

Aku terbangun dengan kaki yang masih menempel pada atas meja didepanku, rasanya akan terjadi keram pada detik berikutnya. Benar saja saat kaki kiri menapak pada lantai seperti ada jutaan semut yang mengigiti setiap pori-pori ku.

Keringat membasahi dadaku yang terutupi kain dua lapis dan ac yang sejak tadi emngalirkan udara dingin tampak mati dengan suasana luar rumah yang sudah gelap.

Aku berjalan pelan dengan kaki yang masih merasakan keram dan benar saja jika listrik pada rumah ku mati total. Wajar saja jika aku merasakan gerah yang begotu hebat dan memilih untuk membuka pintu agar udara masuk sebanyak - banyaknya.

Ku lihat jam sudah menunjukkan angka lima yang berarti aku sudah tertidur selama 4 jam lebih dan pastinya aku melewati apa yang terjadi dengan istriku. Gawai ku tak kunjung mendapatkan sinyal dan kembali menjadi edge, hilang sudah kesempatan ini.

Aku duduk pada sofa semula namun kali ini dengan kaki yang menempel pada lantai, ingatan akan mimpi buruk terulang seperti jam pasir yang jatuh dengan cepat.

Namun, mengapa ada pak soni dan istriku yang tiba-tiba masuk kedalam mimpi ku. Jantungku kembali memburu jika teringat empat orang itu mengumpat dengan emosi yang meledak, belum lagi Pak Soni yang membawa batu tak kalah besar.

Merasa udara semakin panas aku mengemas barang-barangku dan merapihkan kembali buku sketsa yang menjadi satu-satunya tempat aku berkeluh kesah selama ini. Dirasa cukup aku mulai menylakan mobil dan meninggalkan komplek ini.

Tak lama setelah keluar dari gerbang utama air mulai turun dan membasahi kaca mobilku, rasa-rasanya aku pernah merasakan kejadian dimana kedua orang tua ku meributkan permasalahan yang mereka katakan permasalahan ‘dewasa’ itu.

Tepat saat aku baru saja lulus SD dan hujan pun turun dengan begitu deras tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya. Seiring dengan turun nya hujan kedua orang tua ku memutuskan untuk bercerai setelah bertahun - tahun memendam amarahnya masing-masing.

Aku yang kala itu masih memakai seragam memilih untuk mengikuti ibuku dan hingga sekarang aku masih tak paham masalah apa yang mereka ributkan. Tapi yang jelas saat itu kaki ku dipenuhi oleh lebam yang membiru dan bengkak di beberapa bagian.

Sinyal pada gawaiku kembali terisi penuh saat mamasuki daerah kota dengan lampu malamnya, rasa lapar segera menghampiri ku yang baru saja memarkirkan mobil tepat didepan jajaran ruko berisikan berbagai jenis makanan.

Rasa-rasanya semangkuk sup iga sungguh menjadi taman yang nikmat dalam mengarungi dinginnya malam, terlebih hujan belum juga kunjung reda.

Tangan kanan ku memegang sendok sedang tangan kiri ku masih bergerak membuka email sebelum memilih untuk memuka palikas cctv.

Tak butuh waktu lama aku sudah bisa melihat dengna jelas penampakan isi rumah yang tak berpenghuni di bagian ruang tamu. Aku menggeser ke arah bawah dan benar saja istriku sudah bergelung didalam selimut.

Berbeda dengan siang hari kali ini aku tak melihat batang hidung Pak Soni yang bisa ku tebak sudah pulang kaena tak mungkin beralasan untuk pergi lebih dari dua hari bagi pensiunan seperti dia.

Ada rasa aman yang menyergap saat tahu istriku baik-baik saja – tapi tidak dengan Aku yang mulai bingung dengan semua ini.

Adakah jalan pulang untuk bisa kembali menjadi rumah tangga yang sperti semula tanpa ada orang asing yang masuk dan dengan tega menjamahi istriku. Atau mungkin adakah jalan pulang untuk kembali pada masa kecilku dan bertanya alasana kedua orang tua ku yang dengan sadar memukuli betis hingga rusuk ku.

Lembutnya daging mengalihkan fokusku yang semula terkunci pada tampilan cctv, wjar saja jika tempatini ramai batinku saat berkali kali memasukkan daging lembut dengna kuah kaldunya.

Setlah menghaiskan semangkuk sup aku mengelus gelas yang berisikan teh hangat yang masih mengepulkan asapnya dan tanpa aku duga istriku terbangun dari tidutnya dan dengan cepat seperti memkai baju asal.

Aku tertegun saat ia hanya memakai kaus tipis tanpa daleman dan short pants hitam untuk berjalan kearah depan. Aku tak bisa melihat dengna jelas karena disebelah meja ku ramai dengan orang-orang yang sedang asyik mengobrol sehingga aku menurunkan cahaya pada layar gawai ku.

“masuk kang, gentian shift ya ?”

Ucap istriku yang kini aku bisa dengan jelas sedang berbicara dengan satpam komplek.


BERSAMBUNG...
 
langit memberikan kesempatan bulan bercahaya sedang pohon membisu dengan daun yang bergerak pelan suara hewan malam menemani rumput yang basah sesudah tersiram hujan.....
Ada rasa syukur juga bahagia melihat diriku bisa berdiri sendiri meski kedua orang tuaku telah berpulang dalam dekapan tuhan.......
Biuh....meleleh hu top markotop tenan.....
 
Ok gas..ok gass.bocil karbitan ikut gaass..
Ok gas..ok gass.bocil karbitan ikut gaass..merinding disko baca nya...mantabs suhu qu. Ok gaas..ok gas...
 
Cuckold Story yang agak laen emang cerita ini, bukan rasa sakit akan penghianatan seorang belahan jiwa yang aku rasakan tapi malah lebih empati sama latar belakang tokoh utamanya, karena aku juga punya masa kecil kelam, walaupun tak se kelam cerita ini, cuma berharap ending cerita ini gak se dark alur ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd