2 : Bali Here We Come
2 hari kemudian, hari rabu pagi, aku sudah sampai di kantorku, baru saja selesai memasukkan barang ke dalam mobilnya Andi. Sekarang tinggal menunggu Nura dan keluarganya sampai, lalu cus menuju bandara. Sekitar 10 menitan Aku dan Andi menunggu, dan Nura sampai menggunakan taksi online, Nura turun dari taksi, dia menggunakan kaos putih dan jaket berwarna biru dongker dan memakai rok span coklat tua sebagai bawahannya, walau Nura mengenakan jaket yang cukup besar, tapi tetap saja tidak bisa menutupi “aset”nya yang menarik. Namun aku cukup kaget, kenapa dia sendiri, padahal dia bilang keluarganya ikut berangkat ke Bali, ternyata setelah kutanya, Suami nya tidak bisa ikut karena masih ada kerjaan yang tidak bisa ditinggal, sehingga tidak mungkin juga dia membawa 2 anaknya yang masih kecil-kecil ke Bali.
Dalam hati aku merasa cukup senang, karena berarti ada kesempatan juga buatku untuk menghabiskan waktu dengan Nura saja, mungkin aku bisa menerima tawaran Rani untuk membantuku seperti waktu itu dia membantuku dulu. Aku langsung mengirim WA kepada Rani dan meminta dia untuk membicarakan soal ini nanti di sana.
Sepanjang perjalanan menuju bandara, Aku yang duduk di depan dan Nura yang duduk sendirian di belakang membicarakan jadwal kegiatan selama di sana. Sesekali kulihat Nura yang tampak agak murung, mungkin karena rencananya untuk sekalian liburan dengan keluarganya gagal.
D: “Ra, udah dong, gausah terlalu dipikirin, fokus dulu ya buat acara besok”
N: “Iya mas, tenang aja, agak bete aja sih, tapi buat urusan kerjaan aku tetap fokus kok”
D: “Sip kalo gitu. Nanti kamu mau reschedule ga buat hotel dan pesawat pulangnya?”
N: “Nanggung mas, ribet lagi juga ntar kalo reschedule, palingan nanti aku jalan aja sama teman-temanku di sana”
D: “Oh ada teman kamu juga yang ikut, apa emang tinggal di sana?”
N: “Sama kayak kita mas, dapet tugas untuk ikut seminar”
D: “Oke Ra kalo gitu”
Sesampainya di bandara, kami langsung menuju tempat check in dan memasukkan barang-barang kami ke bagasi, lebih tepatnya barang-barang Nura karena hanya 1 tas ku saja yang masuk bagasi, setelah itu kami segera menuju ruang tunggu. Saat waktunya boarding, Aku dan Nura segera menuju ke pesawat setelah tiket kami di cek oleh petugas. Di perjalanan menuju ke pesawat aku berinisiatif mengambil tas Nura yang cukup besar dari tangannya, sambil mencuri-curi kesempatan untuk sedikit memberikan physical touch kepada Nura agar dia terbiasa berdekatan denganku, awalnya dia menolak tapi aku beralasan agar bisa lebih cepat jalannya. Seat kami bersebelahan di bagian kanan pesawat, aku duduk di kursi tengah, dan Nura duduk di sebelah jendela. Di dalam pesawat kami membicarakan banyak hal, baik itu topik soal seminar, soal keluarganya, dan macam-macam lainnya. Karena dia sudah biasa nimbrung saat aku dan teman-teman lain membicarakan hal yang menjurus, sesekali juga aku mengarahkan pembicaraan ke sana.
D: “Ra, enaknya di sana kalo mau jalan-jalan ke mana ya?”
N: “Ke mana ya mas?Aku juga paling ngikut aja nanti sama anak-anak kalo pada mau jalan, mas bukannya dulu deket ya kalo mau ke Bali?”
D: “Ya deket kalo dibanding Jakarta, tapi tetep aja ga bisa sesukanya Ra. Cuma beberapa kali doang dulu ke sana”
N: “Palingan ke pantai ga sih mas?”
D: “Ya ujung-ujungnya sih ke pantai emang palingan, sambil cuci mata liat bule-bule berjemur hahaha”
N: “Yee senengnya mas itu mah”
D: “Ya namanya pemandangan harus dinikmatin dong. Kalo ga kamu aja tuh yang berjemur biar aku liatnya ga bule doang hehe”
N: “Dih maunya mas itu sih”
D: “Ya mau lah, masa rezeki ditolak Ra hahaha”
N: “ogah ah mas, masa aku tutupan begini malah berjemur depan banyak orang begitu”
D: “Ya iya sih. Tapi kamu kasian juga ya Ra, gagal dong ngasih adek lagi buat si Rini sama Rina”
N: “Idih mas, mau jalan-jalan aja kali kalo ke Bali mah, udah ah mas aku mau tidur dulu, ngantuk semalem packing sampe larut” jawab Nura yang mukanya agak memerah.
D: “Oke Ra, nanti kalo udah mau landing aku bangunin”
Nura pun bersender di dinding kabin pesawat untuk tidur sedangkan aku membuka aplikasi novel dan membaca chapter yang sudah ku download untuk menghabiskan waktu. Saat sedang membaca, tiba-tiba kepala Nura bersender di bahu ku, kulihat ke arahnya ternyata dia sudah tertidur, jadi kubiarkan saja. Awalnya aku tetap berkonsentrasi membaca novel di Hpku, tapi posisi Nura yang sedang tidur semakin membuatku tidak bisa berkonsentrasi, karena tangan Nura sudah memeluk tanganku, dan karena ruang yang sempit lenganku pun menyentuh bagian dadanya. Karena hal ini tentunya Bunka mulai bangun dari tidurnya.
Kucuri pandang ke sebelah kiri, penumpang di sebelahku juga tertidur, akhirnya aku menggeser sedikit badanku ke arah Nura agar lenganku lebih bisa merasakan empuk dada Nura. Perlahan kugeser tangan Nura agar berada tepat di atas Bunka yang sudah setengah tegang dan kuletakkan tanganku di atas paha Nura, setelahnya kuelus elus perlahan paha Nura sambil pelan-pelan kusenggol dadanya. Otomatis karena hal itu, penisku semakin menegang dan membentuk di celanaku. Sambil sesekali memperhatikan kondisi sekitar, kucoba membuat tangan Nura menggenggam penisku dan sedikit demi sedikit kukencangkan genggamannya.
Tiba-tiba Nura mengeluarkan sedikit lenguhan seperti orang yang akan bangun dari tidur, dengan segera aku melepas tangan kiriku dari tangannya namun tetap membiarkan tangan Nura menggenggam penisku dan tangan kananku tetap di atas pahanya lalu aku pura-pura tidur. Aku menunggu apa reaksi Nura. Sambil memejamkan mata, kudengar suara Nura yang tertahan, sepertinya dia kaget dengan posisi kami saat itu, namun tidak ada pergerakan besar, mungkin karena dia sadar malah akan membuat masalah kalau tiba-tiba dia berteriak atau bergerak yang mencurigakan. Terus kutunggu, hingga kurasakan genggaman Nura di penisku sedikit mengencang lalu sedikit meraba penisku, wah mungkin cukup frustasi juga Nura sudah lama tak mendapatkan sentuhan dari suaminya yang bekerja di luar kota. Tidak lama dia menarik tangannya berusaha merubah posisi duduknya dan meletakkan tangan kananku ke sandaran tangan pesawat.
POV Nura
Aku merasa ngantuk sekali hingga tadi sepertinya cukup cepat Aku tertidur. Kubuka mataku dan apa yang kulihat membuatku terkejut, refleks aku hampir berteriak tapi langsung kutahan karena aku sadar aku ada di dalam pesawat. Ya ampun, kenapa aku bisa dalam posisi ini, aku bersandar di pundak mas Dhanar dan memeluknya, tangan kanan mas Dhanar ada di atas pahaku sedangkan tangan kananku sedang menggenggam tonjolan di celananya. Dan juga aku baru sadar, kalau lengan kanan mas Dhanar menyentuh dadaku, mungkin bukan hanya menyentuh karena posisinya cukup dalam sehingga hampir membelah kedua buah dadaku, tapi kulihat mas Dhanar sedang tertidur.
Aku berusaha tenang dalam situasi ini, ketika sudah cukup tenang, aku ingin merubah posisiku, tapi kemudian benda yang sedang kugenggam menggunakan tangan kananku menarik perhatianku. Seperti terhipnotis, semakin erat kugenggam tonjolan itu, lalu kuraba dan aku berpikir ternyata ukuran tonjolan mas Dhanar besar juga, yang jelas lebih besar dari ukuran punya suamiku. Aku tersadar, dan aku segera merubah posisiku tetap secara perlahan agar tidak ada yang curiga.