Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
klo bisa buat KBB dong min, dengan char wanitanya masih murid SMA dengan pria lebih tua misal kakek" penjaga sekolah atau satpam tua disekolahnya, yg awalnya meronta diperkosa lama lama ketagihan dihamilin wkwk. tpi balik lagi ke suhunya aja yg penting suhu enjoy buat ceritanya semangat huu!
 
Part 62. Puber Kedua

Adibah terbangun saat subuh. Dia merasakan tubuhnya pegal linu. Dia sadar tengah berada di pelukan seseorang dengan keadaan telanjang bulat.

Saat menoleh ke atas, dia melihat wajah tampan blasteran tengah bernafas tenang. Kepalanya tiba-tiba sakit saat diangkat.

Sejenak Adibah pandangi wajah Justin yang membuat jantungnya tidak pernah berdetak normal. Ia belai pipi pria itu yang ditumbuhi jambang tipis sambil mengagumi setiap detail lekuk wajahnya.

Semakin dilihat semakin tampan. Dia tak tahan untuk menempelkan bibirnya di bibir Justin yang manis. Adibah mencium bibir pria itu dalam sambil memejamkan mata. Mungkin itu akan menjadi ciuman terakhir mereka.

Senyuman tercetak di wajah Adibah. Saat dia ingin bangkit tiba-tiba dirinya ditahan oleh tangan Justin. Dalam tidurnya pria itu memasukkan tubuh Adibah ke dalam pelukannya lagi seolah tidak rela kalau wanita itu akan pergi.

Adibah mematung, masih pagi wanita paruh baya itu sudah dipaksa untuk senam jantung oleh kelembutan pria yang usianya setengah darinya. Adibah tidak dapat menolak, tepatnya tidak mau dan tidak ingin.

Tapi Adibah tidak bisa seperti ini terus. Dia harus pergi. Semalam dia berjanji hanya akan pergi sebentar saja pada Annisa tapi justru kini dia malah menginap.

Adibah melepaskan pelukan Justin meskipun berat. Dia cek ponsel yang tidak dia sentuh sama sekali sejak semalam. Benar saja, Annisa telah menghubunginya beberapa kali. Dia pasti sangat khawatir.

Setelah mencoba mencari alasan, Adibah mengirimkan pesan pada anaknya kalau dirinya baik-baik saja. Setelah itu dia memunguti pakaiannya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Selesai mandi, Adibah kembali memakai pakaiannya. Dia berniat untuk pergi secara diam-diam. Adibah tidak ingin hatinya bimbang kalau dia kembali bertatap muka dengan pria yang telah menyentuh hatinya.

Dia juga tidak mendapati lelaki brengsek itu sejak semalam setelah dia pergi keluar kamar. Saat Adibah mengendap-endap, dirinya terkejut ketika pergelangan tangannya tiba-tiba dipegang oleh seseorang.

"Teh, mau kemana?" tanya pria yang hanya mengenakan celana bokser.

Dia adalah Justin. Saat lelaki itu mendapati dirinya terbangun seorang diri, secara reflek dia langsung bangun dan mencari ratunya semalam.

Adibah membuang mukanya ke samping menghindari bertemunya mata mereka. Dia lepaskan tangan Justin yang menjeratnya. Dia takut kalau sampai dia memandang wajah pria itu membuat hatinya goyah.

Adibah sadar kalau hubungan semalam hanyalah sebuah penebusan atas barang bukti yang Randy miliki dan sesuai perjanjian, setelah selesai mereka sudah tidak memiliki urusan apapun.

"Saya mau pulang," jawab Adibah singkat tanpa menoleh sedikitpun.

"Apa suatu saat kita bisa ketemu lagi?"

Adibah tidak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya pelan tanda dia tidak ingin mengulanginya lagi. Tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia berharap masih diberi kesempatan mengulangnya bersama pria yang ada di hadapannya.

"Mau saya anter?"

Adibah kembali menggeleng. Justin menghembuskan nafas berat. Ada rasa sesak di dadanya kala mendapatkan penolakan dari wanita paruh baya itu, tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa karena hubungan mereka memang hanya sebatas pelunasan hutang Randy.

Berdiri dalam diam yang cukup lama, seorang pria tiba-tiba muncul dari dalam sebuah kamar sambil menguap dan meregangkan tangannya. Ternyata semalam setelah membersihkan diri di kamar mandi, Randy tidur dengan Anes di kamar lain.

Pria itu menatap dua orang yang saling berhadapan sembari mengucek matanya berusaha memfokuskan pandangan.

"Ran, tolong anterin teh Adibah pulang," pinta Justin kepada Randy.

"Gue cuci muka dulu."

Justin hanya mengangguk. Setelah Randy pergi dari pandangan mereka berdua, Justin kembali menatap wajah Adibah. Dipegang kedua bahu wanita itu kemudian berkata.

"Jaga diri teteh baik-baik ya."

Ucapan Justin memaksa Adibah untuk menatap matanya. Sekuat tenaga dia menahan kristal bening yang akan keluar dari pelupuk matanya. Entah kenapa hati Adibah mendadak galau. Dia seakan tidak rela semuanya berakhir begitu saja.

"Iya, kamu juga," balas Adibah sambil menunduk.

Randy kembali dengan wajah yang lebih fresh. Justin lalu menyerahkan kunci mobilnya dan berkata.

"Hati-hati. Gue gak mau teteh kenapa-kenapa." Justin menepuk bahu Randy.

"Hmm..." jawab Randy malas.

"Beneran bucin nih orang!" batinnya.

Saat berada di mobil, mereka berdua diam seribu bahasa. Adibah bersedekap sembari menatap ke arah luar kaca mobil. Pikirannya selalu terisi oleh pria yang baru dikenalnya semalam tapi langsung mengontrak di hatinya.

Baru beberapa menit berpisah tapi rasa rindu menyeruak ke dalam dadanya dan rasa ingin berjumpa lagi sesegera mungkin. Adibah terpaksa menoleh ketika dirinya tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Teman mu namanya siapa?" celetuk Adibah dengan wajah datar seolah dia menanyakannya hanya untuk berbasa-basi.

Adibah memang belum

"Teman yang mana?" Randy pura-pura bodoh.

"Yang tadi!" Adibah mencebik karena kelemotan otak Randy.

"Justin maksudnya?"

"Justin?!" ucap Adibah memastikan perkataan Randy.

Randy hanya mengangguk.

"Oh..." jawab Adibah singkat lalu kembali menoleh ke kiri.

Sebenarnya masih banyak yang ingin ia ketahui dari lelaki yang bernama Justin itu, tapi semakin ia bertanya semakin kentara kalau dirinya tertarik dengan pria yang telah menerbangkannya ke awan tadi malam.

"Udah di sini aja!" cegah Adibah ketika mobil yang mereka tumpangi hendak masuk ke kompleks pesantren miliknya.

Tanpa mengucapkan salam, Adibah berlalu pergi meninggalkan Randy. Pria itu langsung kembali untuk bersiap-siap berangkat latihan.

Merasa sudah tidak bersama Randy lagi, wanita itu menyunggingkan senyum tipis. Sambil berjalan dia mengingat memori manis bersama Justin semalam. Meskipun dia sadar kalau apa yang dia lakukan itu salah tapi dia tidak bisa menampik kalau hatinya telah diketuk. Adibah langsung disambut oleh anak perempuannya saat sampai di rumah.

"Bunda, kenapa semalam gak pulang?" tanya Annisa yang khawatir terhadap ibunya.

"Maaf, semalam ada urusan sama teh Iin, jadi bunda disuruh nginep terus hp bunda juga lowbat," ucap Adibah berbohong.

Annisa menatap wajah ibunya. Dahinya mengernyit kala merasa ada sesuatu yang berbeda. Adibah terlihat lebih berseri dari biasanya. Ada aura positif terpancar dari dalam jiwanya. Itu berbeda seratus delapan puluh derajat dari saat ia berada di rumah kakak tertuanya.

"Bunda kenapa senyum-senyum?" tanya Annisa yang merasa gelagat aneh dari sang ibunda.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat Adibah salah tingkah. Dia memegang kedua pipinya lalu ia tarik ke bawah agar senyumannya tersamarkan.

"Masa sih? Biasa aja deh kayaknya," jawab Adibah dengan ekspresi yang dibuat-buat.

"Iya, bunda kaya ABG yang lagi jatuh cinta," goda Annisa yang tertawa kecil.

Adibah sontak menunduk sambil menahan tepi bibirnya untuk tidak terangkat ke atas. Rona wajahnya sudah pasti memerah.

"Tapi bunda jadi kelihatan cantik loh kalo senyum gitu. Annisa suka lihat bunda seperti ini. Daripada cemberut terus kaya kemarin-kemarin."

Annisa berkata dengan nada setengah bercanda agar ibunya tidak tersinggung. Terus digoda oleh anak perempuannya membuat Adibah kini membalas.

"Bunda kan emang cantik dari lahir," timpal Adibah juga dengan nada bercanda.

Annisa hanya tersenyum mendengar ucapan Adibah, dia senang melihat perubahan ibunya yang mengarah ke hal yang positif.

"Ya sudah, bunda mau ke kamar dulu, mau istirahat."

Adibah pamit kepada Annisa karena dia merasa canggung berada dalam posisi seperti itu. Kalau dibiarkan semakin lama anaknya akan semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya.

Setelah masuk ke kamar, Adibah merebahkan dirinya di atas kasur yang empuk. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.

Adibah mendownload aplikasi media sosial Tintagram. Itu pertama kalinya dia membuka aplikasi semacam itu. Sebelumnya dia tidak pernah tertarik dengan hal berbau medsos.

Dia membuka tab pencarian.

"Hmm...tadi siapa namanya ya? Justin?!" Adibah bermonolog.

Setelah mengetikkan nama tersebut muncul hasil yang sangat banyak.

"Duh...kok yang muncul Justin Bieber sama Justin Timberlake sih. Nama panjangnya siapa ya? Kok aku gak tanya sekalian tadi. Ehh...tapi gak mungkin juga aku tanya itu." Adibah menggeleng cepat.

Dia putar tubuhnya hingga menyamping. Salah satu tangannya ia himpit dengan kedua paha sebagai pengganti guling dan tangan yang lain sibuk menscrool nama-nama itu.

"Ahh...ini ada pencarian berdasarkan lokasi. Kayaknya di Bandung yang namanya Justin gak terlalu banyak."

Setelah beberapa saat mencari akhirnya ketemu juga. Wanita itu senang bukan main. Dia ganti posisinya menjadi tengkurap dengan bantal menjadi sandaran dadanya.

Ternyata dia adalah pemain basket profesional. Pantas saja postur tubuhnya tinggi dan atletis. Followersnya cukup banyak untuk ukuran non-actress.

Adibah terus menstalking akun milik Justin. Senyuman enggan pergi dari bibir wanita paruh baya itu ketika melihat-lihat koleksi foto di sana.

"Subhanallah...Justin, kamu ganteng banget sih."

Adibah memekik seketika membenamkan wajahnya di permukaan bantal seraya menendang-nendang kasur seperti renang gaya bebas.

Dia layaknya gadis ABG yang sedang merasakan cinta pertama. Mungkin suatu saat kalau di mengingat apa yang dilakukannya sekarang dia akan malu sendiri. Adibah sepertinya sedang mengalami puber kedua.

"Teh! Teteh!"

Tiba-tiba panggilan seseorang terdengar dari arah belakang tubuh Adibah. Wanita itu sontak terkejut. Sambil membalikkan layar ponselnya ke bawah dia bangkit dari rebahan.

"E...ehh, A...Aisyah...ada apa kok gak salam dulu sebelum masuk?" ucap Adibah gugup seperti seseorang yang ketahuan mencuri.

"Tadi Ai udah salam teh, tapi teteh diam aja. Kirain teh lagi sholat atau tidur. Ternyata lagi mainan hp."

Adibah mendadak mati kutu. Dia tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang dilapisi oleh kain jilbab yang ia kenakan. Apakah Aisyah sempat melihat ke layar ponselnya tadi? Kalau iya maka malunya akan ia bawa sampai ke ujung dunia.

"Teteh sedang jatuh cinta ya?"

Deggg...

Pertanyaan itu seolah seperti peluru yang ditembakkan tepat di depan dahinya.

"Ja...jatuh cinta? Enggak kok. Sss...siapa bilang?"

Aisyah menunduk sambil menutupi bibirnya yang tersenyum. Dia yakin sekali kalau tetehnya itu memang sedang jatuh cinta.

"Gak papa teh. Teteh kan sudah lama menjanda, tidak terikat sama siapa pun. Tidak ada salahnya teteh menjalin hubungan yang baru dengan seseorang."

"Kamu ini ngomong apa sih? Teteh ini udah tua. Udah tinggal menikmati waktu bersama anak cucu. Gak ada waktu buat cinta-cintaan."

Aisyah lagi-lagi terkekeh.

"Justru itu teh. Teteh sebaiknya cari pasangan yang bisa menemani masa-masa tua teteh biar gak kesepian. Sekarang tinggal Annisa yang tersisa. Kalau dia udah nikah dan ikut sama suaminya, teteh pasti kesepian."

Kata-kata Aisyah malah membuat wajahnya Adibah kian bersemu merah. Wajahnya memanas membayangkan ada yang menemaninya di masa tua.

"Ahh...udah ahh gak usah ngomongin itu lagi. Tadi kamu manggil teteh ada keperluan apa?" ucap Adibah mengalihkan pembicaraan.

"Ehh...iya sampai lupa teh. Itu ada tamu. Kiai Jamal, katanya ada sesuatu yang mau dibicarakan sama teteh."

"Kiai Jamal?"

"Iya teh."

Sejenak Adibah berpikir. Sesuatu apa yang ingin dibicarakan olehnya?

"Ya udah kalo gitu kamu bikinin teh sama sediain cemilan dulu buat disuguhkan ke kiai Jamal," suruh Adibah kepada Aisyah.

"Baik teh."

Setelah Aisyah pergi, Adibah berjalan menuju sebuah cermin yang memanjang ke bawah hingga ujung kaki. Dia membenahi letak hijabnya yang agak kusut karena rebahan.

"Apa aku masih cantik? Apa aku masih pantas bersanding dengan mu, Justin?"

Adibah menoleh kanan kiri sambil memperhatikan dirinya dari arah pantulan cermin melihat wajahnya yang cantik namun agak mengendur karena faktor usia.

"Apa kamu mau menemani masa tua ku?" lanjut Adibah bermonolog.

Namun wanita itu langsung menggeleng cepat. Mana mungkin pria setampan dan semenawan Justin mau dengan wanita yang sudah hampir memasuki masa menopause.

Banyak perempuan di luaran sana yang lebih muda dan lebih mempesona dari dirinya. Bukan hanya itu saja, selain mereka berbeda usia yang sangat jauh yang paling membuat mereka dibatasi oleh benteng yang tinggi adalah perbedaan keyakinan.

Adibah baru ingat akan hal itu. Lagipula Justin memperlakukannya begitu lembut bukan berarti dia memiliki perasaan lebih. Dia adalah seorang playboy yang pandai memainkan perasaan wanita.

Adibah menghembuskan nafas dalam.

"Aku harus bisa melupakannya. Ayo lah Justin! Enyah lah dari pikiran ku!"

Setelah siap, Adibah keluar untuk menemui kiai Jamal. Dia datang bersama keduanya karena Dila, istri ketiganya baru saja melahirkan.

"Silahkan diminum Ki, tehnya," ucap Adibah mempersilahkan.

Di saat bersamaan Annisa keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Melihat ada kiai Jamal, Annisa berjalan menunduk sambil menyunggingkan senyum yang dipaksakan.

"Ehh...Annisa mau berangkat kuliah?" tanya kiai Jamal.

Perempuan itu hanya mengangguk pelan. Dia menakupkan kedua tangannya untuk berpamitan. Dia merasa tidak nyaman berada di dekat lelaki tua itu. Bagaimana kalau nanti sampai menikah? Dia tidak bisa membayangkannya.

"Ada perlu apa Ki Jamal datang kemari?"

Adibah bertanya dengan sopan. Sejenak kiai Jamal menoleh ke arah istrinya.

"Jadi begini, saya merasa bahwa ta'aruf saya dan Annisa sudah cukup dan saya punya rencana untuk langsung mengkhitbahnya dalam waktu dekat."

Adibah terkejut mengenai permintaan dari kakek itu. Dia belum bisa meyakinkan Annisa untuk menerima kiai Jamal untuk menjadi suaminya.

"Kira-kira kapan kiai Jamal akan mengkhitbah Annisa?"

"Sekitar satu minggu lagi."

"Sa...satu minggu?"

Kiai Jamal hanya mengangguk. Adibah lalu berpikir bagaimana caranya meyakinkan Annisa dalam tempo waktu satu minggu.

"Apa aku rahasiakan saja dari Annisa? Dengan begitu saat ki Jamal datang untuk melamarnya, dia tidak bisa menolak," batin Adibah.

"Baik, nanti akan saya sampaikan kepada Annisa, ki."

Kiai Jamal menarik sudut bibirnya yang sudah keriput.

"Baiklah kalau begitu. Saya tunggu kabar baiknya. Semoga Annisa tidak menolak."

Selesai membahas masalah itu kiai Jamal langsung undur diri. Setelah kedua pasangan suami-istri itu tak terlihat lagi, Adibah mulai menyusun rencana.

"Hmm...yang jadi masalah sekarang adalah bayi yang sedang dikandung Annisa."

To Be Continue...
 
Lucu sih ini klo misalnya randy nikah sama adibah wkwkwkwk
Tapi , cerita kyak gini biasanya akhir² nya bakalan sama karakter sampingan
Jadi , gue beramsumsi randy bakalan nikah sama lisa
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd