Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Apakah ada yang kecewa dengan part ini? Hehehe... mereka gak jadi wikwik...

Terus terang kemarin ada yang nge DM ke ane maksa-maksa biar Randy gak jadi dipecat jadi supirnya Dewi.

Bikin mood nulis sedikit turun.
Cuekin aja, Threadsnya penulis, kuasanya penulis. Bebas mau dibikim gmn pun, mau dibikin Randy main sama nenek nenek juga bebas atay Randy diperkosa selir selirnya juga bebas.

Enjoy nulis Hu
 
Part 55. Aku Malu!

Pov Icha

Aku terbuai dalam belaian lembut Randy. Awalnya aku sangat kesal dan malu karena Randy menertawakan ku saat aku mengungkapkan perasaan cinta itu.

Namun setelah dia bilang kalau dia juga mencintai ku, rasanya aku seperti melayang ke angkasa. Ternyata cinta ku tidak bertepuk sebelah tangan.

Entah sejak kapan aku mulai mencintai Randy. Padahal aku dulu sungguh sangat membencinya karena dia telah membawa ku ke dalam kehidupan yang merana bersama Reza dan keluarganya.

Tapi setelah melihatnya memperlakukan Aira dengan sangat baik, perasaan benci ku perlahan mulai luntur dan berganti menjadi perasaan cinta.

Aku pejamkan mata seraya menggigit bibir bawah ku merasakan hembusan hangat dan lembut di leher ku oleh mulutnya.

Dia memutar tubuh ku sampai terlentang. Ku buka mata ku, tidak ada Randy di sana. Ku turunkan pandangan ku ke bawah. Kaos yang aku kenakan tampak menggembung besar.

Lalu beberapa saat kemudian terasa sebuah benda kenyal memainkan puting payudara ku layaknya persneling mobil.

"Ouhhh..."

Aku mendesah saking nikmatnya rasa yang timbul merangsang setiap saraf di daerah itu.

Randy kemudian menyedot niple ku sebelah kiri dan meremas buah dada ku sebelah kanan di balik kaos ku.

"Rhann...itu punya Aira...achhh..." kata ku sembari meremas rambutnya yang tertutup kain.

"Minta Cha. Rasa susu mu manis, aku suka. Cppp...sssppp...mmmcppp..."

Setelah menyelesaikan kalimatnya, dia kembali melanjutkan kegiatannya menyusu pada ku.

Ku tolehkan kepala ku ke kanan menghadap Aira yang belum terusik akan aktivitas penuh kenikmatan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Senyum terkulas di wajah ku. Dia adalah alasan ku ada di sini, dia alasan ku jatuh cinta kepada lelaki yang saat ini tengah menjadi bayi.

Lucu memang. Baru pertama kali aku melakukan aktivitas seperti ini dengan adanya Aira di samping ku. Dulu dia selalu berada di box bayi saat aku sedang melaksanakan tugas ku sebagai seorang istri bersama Reza.

Saat sedang melamun memikirkan anak ku yang ada di samping ku tiba-tiba aku merasakan bagian bawah ku dingin. Mata ku terbelalak melihat ke bawah sana. Ternyata celana pendek yang aku kenakan sudah melorot ke bawah sebatas paha.

Celana dalam pink yang aku kenakan sedang diusap-usap bagian tengahnya oleh Randy. Reflek aku mengapit tangan nakalnya dengan paha dalam ku. Namun itu justru membuat jarinya semakin menekan inti tubuh ku.

"Achhh...Rhannn!!!"

Pekikan ku tak mampu membuat Randy bergeming. Dia masih sibuk meminum cairan putih yang seharusnya menjadi milik Aira. Sudah berapa mililiter dia teguk susu yang aku produksi ke dalam tenggorokannya.

Entah kenapa sejak aku tinggal bersama Randy, produksi ASI ku menjadi sangat berlimpah. Kadang payudara ku sampai terasa sakit ketika beberapa saat tidak dikeluarkan.

Mungkin karena faktor susu formula yang rutin diberikan oleh Randy kepada ku dan faktor ketenangan jiwa yang membuat suasana hati ku selalu tenang dan tidak stress seperti saat masih bersama Reza.

Ya, sejak kami tinggal bersama, Randy selalu memperhatikan kesehatan ku, dia selalu memberi ku makanan yang sehat dan bergizi. Dia seolah-olah menjadi suami siaga bagi ku. Jadi dia juga berhak atas ASI yang aku hasilkan.

Nafas ku naik turun. Pertahanan ku di bawah sana mulai mengendur. Tangan Randy mulai lebih leluasa bergerilya di bagian sensitif tubuh ku.

Randy mulai menarik celana dalam ku ke bawah sekaligus celana pendek ku hingga kini tubuh bagian bawah ku sudah polos.

"Ehmm...Rhannn...dingin," ucap ku sambil melipat kedua kaki ku.

Sebenarnya bukan karena kedinginan, tapi lebih karena malu ada Aira di samping ku yang setiap saat bisa saja terbangun.

Rasa khawatir akan Aira yang terjaga mengusik pikiran ku. Meskipun Aira masih kecil dan belum mengerti atas apa yang sedang dilakukan oleh kedua orang tuanya tapi aku tetap malu.

Randy pun keluar dari dalam kaos ku dan menatap ku sambil tersenyum. Namun sepersekian detik kemudian...

"Ooorrrkkk...!!!"

Aku membulatkan mata sesaat ketika melihat Randy bersendawa keras lalu diikuti dengan cegukan.

Ku coba sekuat tenaga untuk tidak tertawa tapi akhirnya aku menyerah.

"Bhahahaha..." tawa ku renyah sembari menutupi mulut dengan kepalan tangan ku.

Aku tertawa lepas melihat tingkah Randy. Benar-benar tidak ada anggun-anggunnya sama sekali aku pada saat itu. Tapi aku seperti tidak peduli. Di hadapan Randy aku tampak lebih lepas untuk mengekspresikan diri ku. Tidak ada rasa jaim seperti saat diri ku bersama keluarga Reza bahkan dengan Annisa yang baik kepada ku.

Randy hanya membalas dengan kekehan pelan seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kenyang Ran?" sindir ku dengan sisa-sisa tawa yang belum sepenuhnya usai.

"Entar nambah lagi ya, hehehe...hekks..." jawab Randy diakhiri dengan cegukan lagi.

Dia lalu menarik selimut yang ada di bawah kaki kami dengan menggunakan jari kakinya kemudian menyelimuti kami berdua.

Aku tarik selimut itu ke depan leher ku. Randy kembali beraksi di dalam kain yang membalut tubuh kami. Aku menengadah ke atas masih sambil menahan ujung selimut agar tidak melorot turun.

Tangan Randy melebarkan kedua paha ku ke kiri dan ke kanan. Aku mengikuti kemauannya tanpa ada penolakan sama sekali.

"Enghhh...shhh..."

Lenguhan ku kembali terdengar kala aku merasakan benda kenyal, lentur, dan basah menyapu area intim ku. Di dalam selimut, aktivitas Randy memang tidak terlihat tapi aku tahu kalau benda itu adalah lidahnya yang bermain-main dengan sebuah kacang di sana.

Desiran birahi benar-benar menguasai ku. Aku sangat membutuhkan pelepasan saat ini juga. Sudah sangat lama gejolak nafsu itu terkubur dalam diri ku dan sekarang bangkit kembali.

"Achhh...Rhannn...therusss...enakkk..."

Di dalam sana paha ku menjepit kepala Randy dan terangkat tinggi ke atas menjemput orgasme ku yang pertama.

Serrr...serrr...serrr...serrr...

Pinggul ku ambruk begitu saja ke permukaan ranjang. Nafas ku naik turun dengan cepat. Lamanya aku berpuasa senggama membuat ku lebih cepat mendapatkan pelepasan.

Randy masih sibuk menyedot dan meneguk cairan kenikmatan yang keluar dari inti tubuh ku.

Beberapa saat kemudian bibir dan lidah Randy mulai naik ke atas menggelitik di sepanjang kulit tubuh bagian depan hingga kepalanya keluar dari ujung selimut yang aku pegang.

Saat itu posisi wajah kami sejajar. Dia tersenyum sambil menaik turunkan alisnya. Beberapa kali dia tersentak karena cegukannya belum reda. Hal itu membuat ku tertawa karena lucu. Gagal keren deh si Randy, pikir ku.

Tak lama berselang aku merasakan seekor ular meliak-liuk di area vagina ku berusaha menyeruak masuk ke lubang basah di sana. Aku pun membulatkan mata ku menatap Randy.

"Jangan!" larang ku kepadanya.

"Hah, kenapa? Bukannya kamu pengin juga?"

Ular Randy hanya menyundul-nyundul lubang milik ku karena belum mendapatkan ijin.

"Aku gak mau kalo gak pake pengaman. Aku gak mau hamil lagi!"

"Aku janji deh gak bakal keluar di dalam," jawab Randy sambil menunjukkan jari tengah dan jari telunjuknya di samping wajahnya.

"Gak percaya!"

Aku menggeliat mundur agar tongkat milik Randy menjauh dari goa lendir ku. Randy tampak kecewa, aku juga sebenarnya sangat menginginkan hal itu tapi aku tidak boleh hanyut dalam nafsu semata tanpa menimbang akibat yang akan terjadi.

"Ya udah tapi sepongin aku ya. Udah tegang parah," sahut Randy kemudian.

Aku mengangguk menyetujuinya lalu posisi kami berbalik, Randy merebahkan diri di atas ranjang dan aku berada di dalam selimut itu.

Suasana sangat pengap dan panas. Aku hampir kesulitan bernapas. Aku buka sedikit celah di sebelah kanan ku agar pasokan oksigen dapat masuk ke ruang sempit itu tanpa terlihat dari arah Aira yang tertidur.

Ku tatap benda besar panjang nan kokoh di hadapan ku itu. Ouh, aku meringis. Betapa gagahnya kejantanan milik Randy yang tengah menegang itu. Aku merasa benda itu jauh lebih besar dan panjang daripada saat dia masih SMA. Kalau saat di rumah Reza aku tidak terlalu memperhatikan karena aku melakukannya dengan terpaksa.

Kembali aku perhatikan benda itu. Aku ingin tongkat saktinya masuk berpetualang di dalam goa milik ku.

Namun aku tetap harus menahan diri. Bagaimana pun juga konsekuensinya adalah seumur hidup. Jika aku gegabah sehingga membuat ku kembali hamil, maka hidup ku akan tambah runyam. Cukup Aira, ya hanya Aira.

Aku mulai memegang menara itu. Besar dan panjang, beda jauh dengan milik Reza yang berukuran standar.

"Oughhh...Chaaa...iya terusss..."

Randy mulai mendesah ketika lidah ku bermain menginspeksi seluruh kulit yang membungkus kemaluan Randy. Aku lalu memasukkan kontol milik Randy ke dalam mulut ku bergetar naik turun.

Ku lakukan apapun yang aku bisa untuk membuat Randy mencapai pelepasan. Aku bukanlah orang yang awam mengenai hal semacam ini. Aku dulu sudah sangat berpengalaman dalam hal memuaskan nafsu lelaki, namun Randy berada dalam pengecualian.

Sudah beberapa menit aku melakukan itu tapi belum juga menemui tanda-tanda Randy akan klimaks. Biasanya pria lain yang pernah tidur bersama ku selalu mencapai pelepasan pertama dengan oral ku hanya dalam waktu beberapa menit.

Leher ku sampai pegal karena terus mengangguk-angguk tidak selesai-selesai. Aku juga tidak mendapati respon apapun dari Randy setelah itu. Hanya kemaluannya saja yang menegang tapi dirinya diam saja layaknya patung.

Aku jadi penasaran apa yang terjadi dengan Randy. Apakah dia tertidur? Tapi masa tidur sambil ngaceng?

Ahh daripada aku bingung lebih baik aku mengintip saja. Aku kemudian mengangkat ujung selimut bagian atas untuk melihat Randy.

Mata ku membulat sempurna. Bukannya wajah Randy yang aku lihat pertama kali saat ku singkap selimut itu namun justru sebuah punggung mungil yang berada tepat di hadapan ku.

"Aira!" batin ku memekik.

Aku tutup kembali selimut itu dan ku bungkam mulut ku sendiri agar tidak mengeluarkan suara yang tidak perlu.

Entah sejak kapan anak ku bangun. Aku tidak mendengar suaranya atau aku yang terlalu fokus dengan pekerjaan ku dalam memuaskan nafsu ayahnya sampai-sampai aku tidak mendengar Aira bangun.

Anak kami tiba-tiba sudah duduk di leher Randy sambil memukul-mukul wajah ayahnya seolah-olah sebuah gendang.

Pantas saja Randy diam membeku. Ternyata Aira sedang bermain dengannya. Baru sekarang aku dengar Aira tampak bergumam sambil sesekali tertawa renyah.

Aku bingung harus bagaimana dalam posisi ku saat ini. Tubuh ku sudah berkeringat aku ingin keluar tapi pasti Aira menyadari itu. Atribut di tubuh kami sudah tidak lengkap. Bagaimana kalau Aira melihat ketelanjangan kami?

Aku malu!

Aku juga geram dengan sikap Randy yang tidak melakukan apapun untuk terlepas dari situasi ini. Seakan dia sengaja membiarkan ku tersiksa di dalam sini. Dia malah asik bermain dengan Aira.

Ahh apa aku kerjai saja dia. Biar dia tahu rasa!

Di dalam selimut aku kembali melancarkan aksi ku. Aku masukkan batang milik Randy yang masih kokoh lalu aku sedot hingga aku gigit agak keras.

"Awww...awww...awww...!!!" sergah Randy di sana.

Aku tertawa jahat. Aku melanjutkan lagi pekerjaan ku. Tidak hanya itu aku juga tusuk lubang anus Randy dengan jari tengah ku yang sebelumnya aku lumasi dengan air liur ku.

"Aduhhhh...sshhh..." desah Randy sambil menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.

Aku semakin bersemangat untuk menyiksanya. Tangan yang lain aku buat untuk meremas kedua biji pelernya, dia lagi-lagi menjerit ngilu. Aku semakin asyik dengan kegiatan ku saat ini.

Lalu beberapa saat kemudian aku terkejut bukan kepalang. Randy tanpa rasa bersalah menyibakkan selimut itu ke atas.

"Tuh Aira, mamah lagi ngapain tuh nakal banget!" ujar Randy dengan santainya.

Aku pun membeku tidak berani bergerak sedikitpun bahkan hanya sekedar bernafas saja aku tak berani.

Aira memiringkan kepalanya di atas dada Randy dan menengok ke dalam selimut dengan ekspresi tatapan datar. Dia memang tidak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh ku di sana, tapi tetap saja,

AKU MALU!

Sontak aku keluar dari selimut itu lalu secepat kilat berlari menuju kamar mandi dengan bagian bawah tubuh ku telanjang bulat.

Aku sayup-sayup mendengar Randy tertawa dengan disusul Aira juga tertawa karena melihat ayahnya yang tertawa akhirnya mereka tertawa bersama-sama.

Arkhhh...!!! Gak tau lah! Pokoknya aku kesal! kesal! kesal!!!

To Be Continue...
Kemanjaannya Icha dapet banget feel nya..😍😍
 
Part 56. Nyidam

Randy dan Justin tengah beristirahat di bench pemain selagi pemain yang lain melakukan latih tanding.

"Gimana semalem enak gak istri orang?" sindir Justin dengan menarik sebelah bibirnya.

Randy menggelengkan kepala.

"Gagal Tin, dia gak mau kalo gak pake pengaman," jawab Randy tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Emang dia siapa? Istrinya pejabat? Tante girang? Lu jadi gigolo ya?"

Dituduh begitu akhirnya Randy memutar kepalanya ke arah Justin.

"Sembarang kalo ngomong. Dia mantan gue tapi udah nikah sama orang lain," balas Randy sedikit berbohong.

"Oh gitu. Kenapa gak minta ke gue aja, gue ada noh stok kondom di rumah."

"Oh, iya bener juga, kalo gitu gue minta dong. Gue gak kepikiran kemarin. Mendadak soalnya."

Justin merangkul bahu Randy seraya menepuk-nepuk pelan.

"Tenang aja asal lu gak lupa sama janji lu."

Pandangan mereka saling bertemu. Justin menaik-turunkan alisnya memberikan kode khusus.

"Hahaha...sante aja kalo itu sih. Emang lu gak keberatan kalo main sama nenek-nenek? Gadis masih banyak kali yang ngantri juga. Lu kan banyak fansnya, masa gak ada satu pun yang nyantol sih."

Justin mendesah sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya.

"Fans gue rata-rata bocil semua. Ada yang masih SMA ada yang baru lulus. Justru sama emak-emak nih gue belum pernah sama sekali. Gue excited banget waktu lu nawarin itu. Gimana ya rasanya memek yang udah berumur, pasti udah agak longgar tapi pake kontol gue yang jumbo pasti tetep ketat."

Justin memandang lurus ke depan sambil senyum-senyum dan mengangguk-angguk.

Plakkk...!!!

"Aduhhh...!!!" pekik mereka berdua secara bersamaan.

Ada tangan jahil yang memukul kepala mereka berdua. Randy dan Justin sontak menoleh ke belakang.

Seorang gadis melompat melewati bangku yang mereka duduki lalu duduk di antara mereka berdua.

"Hayooo...pada ngomongin apa ya? Dasar otak cabul lu berdua."

Itu adalah suara Prilly.

Baik Randy maupun Justin sama-sama mencebik lalu membuang muka satu sama lain.

"Ya elah pengganggu datang," celetuk Justin.

Prilly pun membulatkan matanya lebar menatap Justin. Dia mencubit pinggang pria itu kemudian mencekik lehernya dan mengguncang-guncangkan ke sana kemari.

"Anjirrr...!!! Lu mau bunuh gue ya Pril!"

"Bodo amat! Awas gue bilangin bokap gue lu biar diturunin dari squad!"

Prilly lantas melepaskan cekikannya sembari menunjukkan ekspresi kesal yang dibuat-buat.

"Dasar cewek gak ada lembut-lembutnya. Pantesan gak ada yang mau sama lu!" ejek Justin sambil mengusap-usap lehernya yang sakit.

"Enak aja gak ada yang mau! Yang mau sama gue banyak tau, cuma belum ada yang pas aja di hati."

Justin tidak membalas hanya memajukan bibir bawahnya. Tatapan Prilly berpindah ke arah Randy.

"Ssstttt...Ran! Jangan mau bergaul sama si otak mesum ini, entar lu jadi ketularan."

Prilly berbisik di telinga Randy namun masih bisa didengar oleh Justin. Tujuannya hanya untuk menyindir pria itu.

"Udah ini urusan laki-laki. Lu diem aja!"

Justin dan Prilly saling bertukar pandangan tajam. Randy hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Dia tahu kalau mereka tidak saling membenci, hanya sebagai tanda keakraban.

Tak berselang lama Randy dipanggil oleh coach Roy.

"Ran! Masuk!"

"Siap coach!" jawab Randy lantang.

Randy berdiri dan masuk menggantikan pemain small forward yang lain.

•••​

Dua jam berselang, Randy tengah mengganti bajunya dengan yang baru setelah mandi di kamar mandi apartemen.

Dia lihat Icha tengah berkutat meracik bumbu masak di dapur sambil mendendangkan sebuah lagu cinta. Suaranya merdu juga. Baru pertama kali Randy mendengarkan Icha bernyanyi.

Tanpa permisi Randy langsung memeluk Icha dari belakang. Hal itu membuat ibu dari anaknya terkejut.

"Randy! Ngagetin aja!" protes Icha sesaat sebelum kembali melanjutkan masaknya.

"Hehehe...tumben nyanyi Cha. Suara mu bagus juga, kenapa gak jadi penyanyi aja?"

Icha hanya melirik ke belakang lewat bahunya sembari menghembuskan nafas dalam tanpa merespon kata-katanya. Tampaknya ada sesuatu yang salah dengan menyanyi atau jadi seorang penyanyi.

Randy masih memeluk Icha dari belakang tanpa ada tanda-tanda penolakan. Dia pun berpikir untuk mengganti topik pembicaraan.

"Ehh...Cha, lagi masak apa? Keliatannya enak."

"Masak semur ayam," jawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Hmmm..."

Hanya gumaman yang keluar dari mulut Randy. Dia lantas mencium bahu Icha yang terekspose karena saat itu dia sedang mengenakan daster.

"Jangan gangguin dulu, ihh...Ran! Lagi masak ini!"

Icha sedikit mendorong perut Randy ke belakang agar menjauh, tapi itu semua sia-sia karena Randy justru semakin menguatkan pelukannya. Akhirnya Icha hanya pasrah saja.

Dia malah memiringkan kepalanya untuk memberi akses lebih leluasa pada Randy. Icha hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan yang akan keluar.

"Rhannn..." panggil Icha.

Sejenak Randy menghentikan aksinya.

"Apa?"

Randy mengganti ciuman itu dengan dagunya yang ia letakkan di atas bahu Icha.

"Emm...kepikiran gak buat beli box bayi buat Aira?"

Icha mengatakan itu dengan hati-hati. Sebenarnya dia tidak ingin merepotkan Randy lebih banyak lagi tapi Aira memang membutuhkannya.

"Buat apa? Kan lebih enak kalo dia tidur seranjang sama kita. Aku bisa meluk dia sepuasnya."

Perempuan itu tidak langsung menjawab. Entah kenapa dadanya bergetar saat Randy mengatakan kata 'seranjang'. Ya, memang selama ini mereka tidur seranjang tapi ada konotasi tertentu yang menimbulkan arti yang berbeda dari sekedar tidur bersama.

"Sekarang kan Aira udah bisa merangkak. Aku takut kalo dia jatuh kaya waktu itu. Apalagi biasanya Aira gak nangis kalo bangun. Emm...kemarin aja aku gak tau kalo Aira udah bangun dan main sama kamu." ucap Icha merujuk pada kejadian panas semalam.

"Iya lah kamu gak tau. Kan lagi asik ngemut es krim."

Mata Icha langsung mendelik menatap Randy. Wajahnya berubah menjadi merah padam. Pria itu hanya terkekeh melihat ekspresi Icha yang malu-malu.

Sedang asik menggoda istri tidak sahnya tiba-tiba ponsel Randy bergetar tanda ada pesan masuk.

Itu adalah pesan dari Annisa. Randy kemudian menepi untuk membaca pesan itu. Meskipun itu hanya chat tapi ada perasaan was-was seperti takut ketahuan oleh Icha padahal wanita itu sudah tahu semuanya. Randy memutuskan untuk menelpon saja karena malas untuk menunggu balasan pesan.

"Assalamualaikum, lagi dimana Ran?"

"Waalaikumusalam, ini di apartemen habis mandi."

"Oh iya ada waktu gak hari ini?"

Tiba-tiba Randy teringat janjinya untuk membelikan mangga muda untuk Annisa.

"Iya ada kok, kamu masih di kampus? Aku jemput ya."

"Boleh deh. Aku tunggu ya."

Setelah mengucapkan salam Randy menutup telepon itu. Saat kepalanya naik dia terkejut karena Icha sudah berada di depan wajahnya. Tatapannya datar tapi seolah menyiratkan makna yang dalam. Randy seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh pada saat itu.

"Makan dulu Ran! Nanti baru pergi jemput calon istri mu yang lagi hamil itu. Jangan lupa beliin mangga muda pesenannya."

Kata-kata itu sangat menohok di hati Randy. Sindiran itu benar-benar menusuk telak di dadanya.

Tanpa Randy tahu betapa hancurnya hati Icha saat itu. Icha hanya bisa menyembunyikan perasaannya. Dia lagi-lagi ditampar oleh sebuah kenyataan bahwa pria yang ada di hadapannya itu adalah calon suami adik iparnya.

Setelah beberapa menit Icha memasak akhirnya selesai juga. Randy pun memakan masakan yang dibuat oleh wanita itu. Rasanya enak tapi menjadi hambar ketika menyentuh lidah Randy karena suasana yang tiba-tiba tidak kondusif. Icha mendadak jadi diam dan hanya tangannya saja yang bekerja melayani Randy.

Randy tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk mengatasi masalah ini. Dia berada di persimpangan jalan yang sangat sulit untuk dipilih. Dia sadar kalau situasi itu adalah buah dari kelakuannya selama ini.

Selesai makan Randy kemudian pergi untuk menjemput Annisa. Tidak ada ucapan pamit dari mereka berdua. Icha lebih memilih untuk mencuci piring bekas makanan mereka.

•••​

"Annisa! Lagi ngapain di sini sendirian?" tanya Arif yang muncul dari belakang punggung Annisa.

"Emm...lagi nunggu seseorang," jawab Annisa.

"Pasti pacar mu itu ya?"

Annisa hanya menoleh sesaat ke arah Arif tanpa menjawab sepatah katapun karena beberapa detik kemudian yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Pria itu pun melepas helmnya seraya tersenyum dan melambaikan tangan.

"Oh ya Rif, aku pergi dulu ya, assalamualaikum."

Wanita itu bergegas menghampiri kekasihnya yang berjarak beberapa puluh meter dari dia berdiri. Arif hanya bisa meremas kantong kresek yang ada ditangannya.

Awalnya dia ingin memberikan batagor itu kepada Annisa karena dia tampak menyukai makanan itu. Tapi lagi dan lagi dia kalah dari pria itu. Arif menghela nafas panjang lalu berbalik pergi.

"Udah lama nunggu Nis? Kamu tadi sama lagi sama temen mu yang dulu ya, siapa namanya?"

Randy berusaha mengingat-ingat.

"Arif. Iya tadi gak sengaja ketemu. Emm...kamu bawa apa itu?"

Annisa menunjuk ke arah kantong plastik yang dibawa Randy. Meskipun dia sudah tahu apa isinya, dia hanya ingin memastikan.

"Mangga muda. Katanya kamu lagi ngidam pengin mangga muda."

Annisa tersenyum seraya mengangguk. Dia senang karena Randy tidak melupakan janjinya untuk membelikan buah itu.

"Makasih Ran. Mau makan dimana ya? Kalo di rumah ku gak bisa, ada bunda," celetuk Annisa yang secara tidak langsung menunjuk ke apartemen Randy.

Randy tidak langsung menjawab. Dia berpikir dengan cepat untuk mengarahkan ke tempat yang lain.

"Ahh, gimana kalo di rumah kakak mu."

"Kak Sari maksudnya?"

"Iya, sekalian jengukin om Pram yang kecelakaan kemarin."

"Apa? Kecelakaan? Kamu kata siapa, kok aku gak tau?"

Ya ampun, Randy keceplosan. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung harus menjawab apa.

"I...iya kemarin waktu aku lagi belajar ngaji sama mbak Sari tiba-tiba ada kabar kalo suaminya kecelakaan," ujar Randy dengan segala kesepontanitasannya.

Annisa sempat mengernyitkan dahinya, namun tanpa banyak bertanya lagi dia mengangguk setuju.

Randy kemudian memacu motornya ke rumah Sari. Tidak lupa mereka mampir untuk membeli parsel untuk menjenguk Pram.

Setibanya Randy dan Annisa di rumah Sari, mereka lalu mengetuk pintu rumah itu. Tak berselang lama si pemilik rumah pun membukakan pintu.

Ekspresi wajah Sari yang semula tersenyum mendadak berubah jadi terkejut. Ya, awalnya Sari mengira kalau hanya Randy yang datang setelah mendengar suara motor milik pria itu, tapi ternyata dirinya salah. Dia datang bersama adik perempuannya.

"Assalamualaikum," sapa Randy dan Annisa secara bersamaan.

"Waalaikumusalam. Ehh, Randy, Annisa ayo masuk!" ajak Sari antusias.

Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah.

"Ini mbak, Randy sama Annisa bawain oleh-oleh buat om Pram. Gimana keadaannya sekarang?"

Sari menerima parsel itu dari tangan Randy.

"Makasih Ran, Nis. Keadaannya udah membaik tapi belum bisa jalan."

"Emangnya gimana kak kejadiannya? Kenapa bisa kecelakaan?"

Sari beralih pandang ke Annisa.

"Yah memang lagi dapet cobaan dari yang di atas," jawab Sari tanpa banyak pusing.

"Nisa mau ke kamar mas Pram dulu. Mau jengukin."

Annisa pergi ke kamar kakaknya setelah mendapat persetujuan dari Sari.

Randy dan Sari lalu pergi ke dapur bersama-sama. Sari menyiapkan makanan ringan dan minuman, Randy mengambil piring dan pisau untuk mengupas mangga untuk Annisa.

"Annisa yang minta dibeliin mangga muda ya?" tanya Sari.

"Iya mbak. Kenapa?"

"Bagus dong kalo gitu."

"Bagus kenapa?"

"Itu artinya janin yang dikandung Annisa sehat dan normal."

Randy mengernyit tidak paham.

"Tau darimana mbak?"

Sari berhenti sejenak. Sebenarnya dia tidak ingin menceritakan pada siapapun bahkan pada suaminya pun tidak. Tapi sepertinya Randy bisa dipercaya.

"Kamu tau Keelan anak mbak? Dulu waktu mbak hamil dia mbak gak pernah ngalamin yang namanya nyidam sama sekali. Mas Pram sampe minta mbak buat nyuruh-nyuruh dia ngelakuin apa aja biar bisa nyenengin anak mbak yang masih di kandungan."

Randy memicingkan matanya sejenak.

"Tunggu! Apa maksud mbak, Keelan itu gak normal?" terka Randy.

"Bukan gak normal tapi dia jadi anak yang pendiam, kurang aktif gitu beda dari anak-anak yang lain di usianya sekarang."

Sekarang Randy mengerti, dia memang sedikit heran dengan Keelan yang lebih banyak diam tidak seperti Reihan yang sangat aktif. Meskipun Randy tahu kalau itu hanya mitos belaka.

"Ran, sebaiknya kamu cepat-cepat untuk meyakinkan ibunya Annisa karena ini menyangkut masa depan Annisa. Kemungkinannya cuma dua, kamu diterima dan nikah sama Annisa atau kamu ditolak dan dipaksa pergi dari hidup Annisa," jelas Sari.

"Ingat Ran! Lawan kamu bukan cuma teh Adibah tapi juga kiai Jamal. Mbak yakin kalau kiai Jamal gak akan melepaskan Annisa begitu aja. Dia udah jatuh cinta sama Annisa sejak Annisa masih SMP," lanjutnya lagi.

Randy hanya mengangguk paham. Ternyata bukan cuma Adibah yang menjadi penghalang tapi ada satu musuh lagi yang tidak dia perhitungkan. Tapi satu yang Randy ketahui kalau kiai Jamal memiliki sebuah rahasia yang bisa membuatnya masuk penjara.

"Randy, Kakak, Lagi ngapain?" tanya Annisa tiba-tiba membuat lamunan keduanya buyar.

"Ahh, Nisa ngagetin aja. Ini mbak lagi nyiapin cemilan buat kamu sama Randy."

Randy berbalik sambil membawa sepiring mangga muda yang sudah dia iris-iris kecil. Annisa tersenyum simpul.

"Nih makan. Mau disuapin nggak?" ucap Randy sambil menusuk irisan mangga itu dengan garpu.

Sejenak Annisa melirik Sari yang tertawa kecil sembari berpura-pura tidak melihat.

"Kakak pergi dulu ke kamar ya. Mau ngecek kondisinya mas Pram," alasan Sari.

Dia hanya ingin memberikan Randy dan Annisa waktu berdua. Setelah Sari benar-benar menghilang dari pandangan, Annisa kemudian memutar kepalanya ke arah Randy. Dia tersenyum lalu memasukkan mangga itu ke dalam mulutnya sendiri.

"Enak?"

Annisa hanya mengangguk sambil mengunyah. Randy dengan telaten terus menyuapi Annisa. Sejenak dia pandangi wajah berseri Annisa. Wanita itu terlihat bahagia di momen seperti ini.

Apakah Randy yakin bisa membahagiakannya? Lalu bagaimana dengan Icha? Aira? Bahkan Ranty? Sungguh itu pilihan yang sulit. Itu buah dari perilakunya sendiri.

Kalau saja dulu dia tidak menghamili Icha, kalau saja dulu dia tidak menjebak Annisa untuk membalaskan dendam kepada Reza, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

"Ran! Halo Ran!" panggil Annisa yang membuat lamunan Randy buyar.

"I...iya kenapa? Mangganya kurang?"

Annisa hanya menggelengkan kepala.

"Bukan, tapi kamu kaya banyak pikiran gitu."

"Enggak kok. Aku cuma mikirin gimana cara buat meyakinkan teh Adibah," kilah Randy.

Annisa menggenggam tangan Randy kuat. Itu membuat tatapan Randy berpindah ke mata perempuan itu.

"Aku yakin kamu bisa. Aku bakalan bantu doa. Semoga kita bisa bersama ya."

Annisa langsung menghambur ke pelukan Randy. Pria itu balas memeluk dan mengusap bahu Annisa dengan lembut.

"Nis. Aku boleh cium kamu?" tanya Randy.

"Hmm?"

Annisa sedikit ragu. Dia sudah cukup lama tidak disentuh oleh lelaki. Batinnya menolak karena mereka belum sah menjadi pasangan suami-istri, tapi raganya selalu menuntut untuk mendapatkan belaian dari kekasihnya.

"Cium kening aja," tutur Randy kemudian.

Annisa mengangguk. Baiklah, ciuman di kening sepertinya tidak terlalu buruk. Itu bisa sedikitnya mengurangi rasa rindu akan sentuhan lembut Randy.

Randy menggeser kursi yang dia duduki mendekati Annisa dan merangkul bahunya. Wanita itu reflek menyandarkan kepalanya di dada bidang Randy.

Dikecupnya kening Annisa dalam waktu yang lama. Desiran yang ada di dalam dada Annisa meningkat dengan cepat. Ini dia rasa yang dia rindukan selama ini. Dia pejamkan mata untuk meresapi setiap kenyamanan yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Setelah Randy melepaskan ciumannya, Annisa sontak mendongak menatap wajah Randy. Ada rasa yang hilang saat bibir Randy meninggalkan dahinya. Di lihatnya bibir pria itu yang tipis dan sedikit basah akibat keringat yang ia keluarkan.

"Ran," gumam Annisa.

Matanya sayu. Dia gigit bibir bawahnya untuk menahan gejolak di dalam dirinya. Annisa benar-benar sangat menginginkannya. Bibir pria itu seperti sedang merayunya untuk mendekat.

Perlahan bibir Annisa menghampiri milik Randy. Lelaki itu diam saja. Dia tidak ingin mengingkari janji tapi kalau Annisa yang menginginkannya, maka dia dengan senang hati akan memberikannya.

Hingga mata Annisa terpejam, tak terasa bibir mereka sudah saling bersentuhan. Ya ini lah rasanya, rasa yang selalu dirindukan Annisa. Jangan lupa kalau bibir Randy adalah candu bagi Annisa.

Saat benda itu menyentuh bibir Annisa, sekujur tubuhnya menghangat. Membuat rasa nyaman yang ditimbulkan benar-benar menjadikannya tenang.

Awalnya hanya saling menempel, namun kemudian Annisa berinisiatif untuk membuka katupan bibirnya dan mendorong keluar lidahnya membelah bibir Randy dan menyapu benda keras dan putih yang berjajar rapi di sana.

Ciuman mereka semakin lama semakin menuntut. Randy akhirnya mempersilahkan benda lunak tak bertulang itu bertamu di rongga mulutnya.

"Cccppp...sssppp...mmhhh...sssppp..."

Suara kecipakan bibir dan lidah mereka saling beradu. Randy menarik tubuh Annisa agar berpindah duduk yang semula di kursi sekarang berada di pangkuan Randy menyamping.

Randy tekan tengkuk Annisa agar ciuman mereka semakin erat. Annisa reflek melingkarkan tangannya di leher Randy.

Air liur mereka sudah saling bercampur di masing-masing rongga mulut mereka. Annisa lebih mendominasi sekarang. Dia eratkan pelukan di leher Randy dan semakin mendorong bibirnya menekan bibir Randy hingga kepala pria itu menengadah ke atas.

Tangan kanan Randy melancarkan aksinya memijat gumpalan gunung kembar di dada Annisa. Kecil namun kenyal dan masih sangat kencang.

Annisa biarkan pasangannya menuntut kenikmatan menurut versinya sendiri. Versi Annisa kini ada di bibir Randy.

Setelah beberapa menit Sari meninggalkan mereka berdua, dia pun kembali karena menganggap waktunya sudah cukup.

Dia berjalan tanpa menimbulkan suara. Namun alangkah kagetnya Sari saat manik matanya menangkap adegan yang sangat di luar dugaan. Sari berhenti dengan mulut yang ia biarkan terbuka. Nafasnya tertahan di dada.

Dia melihat Randy dan Annisa saling berpagutan dengan sangat intim. Tidak! Tepatnya Annisa yang menyerang Randy. Dia seperti kehausan saat menyedot seluruh area di mulut Randy.

Sari adalah kakak kandung Annisa. Dia tahu persis bagaimana karakter Annisa sejak dia masih kecil. Dia selalu menjaga sikap terhadap lawan jenis. Jangankan bersikap genit, berbicara dengan pria saja dia selalu irit dan to the poin, bahkan tak jarang dia menghindari berinteraksi langsung dengan lelaki lain.

Dan pemandangan yang ada di hadapannya itu berbanding terbalik dengan apa yang dia yakini selama ini. Annisa bukan hanya manja terhadap Randy tapi dia seolah menuntut kepuasan dari lelaki itu.

Dia rela dijamah seluruh anggota sensitif tubuhnya. Annisa sama sekali tidak ada upaya penolakan sedikitpun, padahal dulu bersentuhan dengan laki-laki saja dia sangat enggan.

Sari bingung harus berbuat apa pada saat itu. Ingin menegur tapi dia tidak ingin Annisa merasa malu, apalagi Annisa tampak benar-benar menikmati momen itu.

Ciuman terlepas hingga meninggalkan cairan yang saling terhubung antara bibir mereka. Annisa memindahkan ciuman di leher Randy. Pria itu secara naluri menengok ke samping guna memberi akses bibir dan lidah Annisa untuk berpetualang di sana.

Annisa langsung meninggalkan beberapa tanda kepemilikan di sana. Saat Randy membuka mata dia terkejut melihat Sari sudah berdiri tidak jauh dari tempat mereka bercumbu.

"Mbak!"

Deggg...

Bagai tersambar petir di siang bolong, Annisa yang mendengar satu kata itu pun langsung menjauh dan bangkit dari pangkuan Randy.

Wajahnya memerah menatap Sari yang masih belum bergerak sedikitpun. Kakaknya hanya tersenyum tipis sambil menundukkan kepalanya. Walau bagaimana pun dia juga malu melihat adegan itu.

"E...kak, Nisa..."

"Udah gak usah dibahas. Kakak gak liat juga kok," potong Sari berbohong.

Annisa menjilat bibirnya dan dengan cepat menghapus jejak percumbuan mereka dengan punggung tangannya.

"Mending kamu ke kamar mandi sana. Cuci muka, kusut banget muka mu kaya pakaian belum disetrika," lanjutnya lagi mencoba sedikit bergurau.

Tanpa menjawab lagi Annisa berjalan menuju toilet dengan kepala tertunduk melewati kakaknya.

Setelah Annisa hilang dari pandangan, Sari kemudian mendekati Randy yang masih santai duduk dan membiarkan bekas yang ditinggalkannya oleh Annisa di sekitar area mulutnya.

"Kayaknya kamu gak punya banyak waktu lagi Ran!" celetuk Sari tiba-tiba.

"Maksudnya mbak?"

Sari kemudian menoleh ke arah Randy sambil mengangkat kedua tepi bibirnya.

"Kayaknya Annisa udah gak tahan pengin memiliki kamu sepenuhnya."

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd