Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Makasih update nya @Malinksss,mending focus sama scene randy dulu yang konflik restu adibah belum tuntas eh ada konflik pram dewi kesannya dramanya numpuk gak tuntas tuntas. sedikit kritik mohon maap karena gua sayang sama lue wkwk semoga sehat sukses selalu hu
Di season 2 gak akan dibahas konflik keluarga Sari dan Ginanjar. Part ini cuma buat meyakinkan Sari untuk cerai sama Pram ya, secara Pram kan ngemis cinta sama Sari minta balikan. Wkwkwk

Kalo di season 3 gak tau, hehehe...
Waduhhhh kalo sampe test DNA bisa bahaya itu buat randy wkwk
Anaknya juga udah meninggal suhu 😢
 
Part 53. Icha ngambek

Sore hari pukul 15.00 wib akhirnya Randy sampai di kota Bandung. Perjalanan pulang pergi Bandung - Bogor membuat badannya cukup lelah.

Randy terlebih dahulu mengganti mobil milik mantan majikannya dengan motornya yang berada di rumah Dewi. Mungkin itu terakhir kalinya dia mengendarai mobil Audi itu.

"Randy! Gimana keadaan nyonya?" tanya Bu Lastri sesaat setelah mobil masuk ke dalam garasi.

"Dia baik-baik aja kok. Udah diurus sama suaminya," jelas Randy.

"Apa? Nyonya sama tuan Ginanjar?"

Randy hanya mengangguk pelan. Bu Lastri terlihat sangat cemas mengetahui hal itu.

"Kamu yang kasih tau ya?" terka Bu Lastri sembari menunjuk muka Randy.

"Mana mungkin aku kasih tau. Randy juga kaget om Ginanjar dateng."

Randy kemudian menyerahkan kunci mobil itu.

"Mulai sekarang Randy gak akan ke sini lagi," ucap Randy singkat.

"Kenapa?"

"Randy udah gak kerja untuk Tante Dewi lagi. Randy udah dipecat!"

"Apa?!" seru Bu Lastri tidak percaya.

"Iya, sampein salam buat Reihan ya. Kalo mau ketemu ke tempat latihan basket aja."

"Kamu gak serius kan?"

"Serius lah. Kalo gitu Randy pulang dulu. Badan pegel-pegel semua."

Randy tersenyum seraya mengacungkan jempolnya. Bu Lastri hanya mengangguk pelan seperti tidak rela Randy pergi apalagi Reihan kalau mengetahui Randy tidak akan pernah ke rumahnya lagi mungkin dia akan ngamuk.

•••​

Randy menghembuskan nafas dalam sebelum memasuki apartemen miliknya. Dia sudah bersiap untuk mendapatkan omelan dari istri tidak sahnya. Dia akan sedikit meredam amarah Icha dengan beberapa kantong berisi makanan kesukaan Icha.

Di dalam suasananya sepi. Randy masuk sudah tidak seperti maling melainkan jalan seperti biasa. Di sana dia mendapati Humaira tengah terlelap tidur sambil dipeluk oleh ibunya.

Perlahan Randy hampiri kedua malaikatnya itu. Dia duduk di tepi ranjang seraya mengusap bahu kiri Icha. Wanita itu hanya menoleh sesaat lalu kembali berpaling.

Perasaannya tidak enak. Icha yang kemarin mengomelinya habis-habisan karena tidak mengabari saat dirinya tidak pulang kini hanya diam membisu. Randy menarik bahu Icha hingga tubuhnya sedikit berputar.

"Cha!" panggil Randy singkat.

"Hmm..." gumam Icha tanpa menoleh sedikitpun.

Sejenak Randy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung dengan sikap Icha yang acuh terhadapnya. Randy lebih suka kalau dirinya dimarahi saat dia melakukan kesalahan daripada didiamkan seperti ini.

"Marah ya?" tanya Randy dengan bodohnya.

Icha sama sekali tidak bergeming. Dia justru memejamkan mata berpura-pura tertidur. Randy kemudian menjorokan badannya untuk menengok wajah Icha yang disembunyikan.

"Kamu nangis ya? Maaf ya Cha! Aku bawain nasi goreng kesukaan kamu nih!" ucap Randy ketika melihat lelehan air mengalir dari sudut mata Icha.

Icha masih diam membisu. Dia hanya menarik nafasnya untuk menyedot ingus yang ada di dalam hidungnya.

Sungguh Randy merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia lebih baik di pukul dengan bogem mentah oleh preman pasar daripada didiamkan oleh Icha seperti ini. Ingin meminta maaf tapi Icha terus saja membeku.

"Cha, marahin aku please!" mohon Randy.

Dia menyodorkan gagang sapu yang ada di dekat tempat tidur itu.

"Nih, kalo mau mukul."

Lagi-lagi Randy tidak mendapatkan respon apapun dari Icha. Pria itu hanya menggigit gagang sapu itu gemas dengan sikap cuek Icha.

Randy lalu beranjak memutari ranjang dan merebahkan dirinya di samping kanan Humaira. Saat itu posisinya berhadapan langsung dengan Icha. Benar saja Icha menatap dirinya dengan tatapan datar. Genangan air memenuhi bola mata Icha.

"Maafin aku Cha, semalam aku..."

"Gak perlu minta maaf, Ran," potong Icha yang sempat mendengar kata maaf yang kesekian kalinya diucapkan Randy.

"Aku yang minta maaf sama kamu."

"Gak seharusnya aku ngatur-ngatur kamu. Aku sadar aku bukan siapa-siapa di sini. Hubungan kita cuma sebatas mengasuh anak. Kamu bebas mau ngapain aja."

Icha mencium puncak kepala Humaira saat anak itu menggeliat. Dada Randy terasa nyeri saat mendengar Icha bukan siapa-siapa dirinya, mereka hanya sebatas mengasuh anak.

Randy merasa hubungan mereka lebih dari itu. Meskipun mereka juga belum memiliki kejelasan tentang status hubungan mereka tapi dia menyayangi Icha sebagai ibu dari anaknya.

"Cha, aku merasa hubungan kita gak seperti itu. Aku sayang sama kamu dan juga Aira. Aku seneng kalo kamu khawatirin, maafin aku Karena beberapa hari ini aku sibuk."

Icha menatap mata Randy lekat. Raut wajah Randy dipenuhi rasa bersalah. Icha kemudian bangkit dari tidurnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang kusut dan ada bercak air mata yang mengering.

Randy pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan yang tadi barusan dibeli dan membuatkan Icha susu untuk kesehatannya karena kesehatan Icha adalah kesehatan Aira juga.

Icha keluar dari kamar mandi. Dia heran melihat Randy ada di dapur sedang memunggunginya. Randy menoleh ketika mendengar derap langkah mendekatinya.

"Duduk Cha, dimakan nasi gorengnya. Aku buatin susu dulu."

Icha mensejajarkan badannya di samping Randy.

"Gak usah, biar aku sendiri aja yang buat," jawab Icha ketus dengan ekspresi wajah datar.

Sebenarnya dia sudah tidak marah, hanya saja dia ingin lebih lama mengerjai Randy. Siapa suruh membuat dia resah menunggu lelaki itu pulang sampai tidak bisa tidur.

Seperti yang diharapkan Icha, Randy benar-benar seperti orang bingung. Ya, dia bingung bagaimana cara menghadapi sikap acuh darinya. Dalam hati Icha tersenyum penuh kemenangan.

"Udah aku aja yang bikin, kamu duduk aja terus nasi gorengnya dimakan," cegah Randy yang masih ngotot ingin membuatkan Icha susu.

"Udah gak usah, bukannya kamu cape baru pulang. Aku gak mau ngerepotin kamu."

"Siapa yang ngerepotin sih Cha? Aku ngelakuin ini ikhlas kok. Kamu ngambekan terus ihh."

"Aku sadar diri aja udah numpang masih aja dilayani. Harusnya aku yang ngelayani kamu."

Randy terpaksa mengalah. Dia mundur beberapa langkah sambil masih memperhatikan punggung Icha yang mengambil alih pekerjaannya barusan.

Randy mengelus-elus dadanya seraya menghembuskan nafas berat. Dirinya memang tidak tahu harus bagaimana untuk menghadapi wanita yang ngambek. Hal itu membuatnya pusing.

Dia kemudian duduk di kursi meja makan. Icha menyusul duduk di kursi yang jaraknya agak jauh. Randy mencoba tersenyum sembari menyodorkan sendok yang sudah ada nasi gorengnya ke mulut Icha.

"Buka mulutnya, aaaa..."

Icha hanya menggelengkan kepala.

"Aku punya tangan kok. Aku bisa makan sendiri," ujarnya menolak.

Lagi-lagi Randy dibuat kecewa dengan sebuah penolakan. Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, Randy menggeser piring itu ke hadapan Icha.

Wanita itu kemudian menyantap nasi goreng yang diberikan Randy. Sesekali matanya menangkap raut wajah sedih dari Randy. Icha jadi merasa menyesal. Dia berpikir tindakannya sudah kelewatan.

"Kamu gak makan Ran?" tanya Icha.

"Enggak. Aku masih kenyang kok," jawab Randy dusta.

Randy menggelengkan kepalanya. Dia hanya membeli satu bungkus nasi goreng. Saking khawatirnya dia hanya memikirkan Icha tanpa ingat dirinya sendiri belum makan.

Kruyuukkk...

Tiba-tiba terdengar suara dari perut Randy. Icha sontak melirik ke arah pria itu.

"Mau?" tawar Icha sembari menyodorkan piringnya.

"Udah gak usah. Kamu aja yang makan."

Icha lalu menyendok kan nasi itu ke mulut Randy. Icha menarik sudut bibirnya untuk memberi isyarat kalau dia sudah tidak marah lagi. Tega kalau Icha membiarkan Randy menahan lapar seperti itu. Randy mengangguk lalu menerima suapan dari istri tidak sahnya.

"Enak?"

Icha mengangkat kedua alisnya.

"Enak, apalagi bekas mulut mu, hehehe..." canda Randy mencoba mencairkan suasana.

Icha hanya memajukan bibir bawahnya tanpa menimpali ucapan Randy.

"Ehh Cha, besok jalan-jalan yuk!"

"Jalan-jalan?"

Randy mengangguk antusias. Dia berniat menebus kesalahannya dengan mengajak Icha dan Humaira jalan-jalan.

"Bahaya, terlalu riskan Ran. Gimana kalo ada orang yang kita kenal lihat?"

"Maksudnya Annisa?"

"Dan keluarganya," tambah Icha.

"Kamu tenang aja, kita bawa mobil terus ke tempat yang aman," ucap Randy sambil mengacungkan jempolnya.

Sejenak Icha berpikir.

"Sepertinya bukan ide yang buruk. Aira pasti senang diajak jalan-jalan sama ayahnya," batinnya.

"Boleh deh."

Senyum mengembang di bibir Icha lalu diikuti Randy. Mereka lalu melanjutkan makan dan suap-suapan.

Tak lama berselang tiba-tiba terdengar suara Aira memanggil dengan tangisan. Mereka berdua lantas langsung menghampirinya.

Mata Randy dan Icha membulat kala melihat Humaira berada di tepi ranjang sedang merangkak dan sepersekian detik kemudian tubuh itu terjun ke bawah yang jaraknya cukup tinggi.

"Aira...!!!"

Tanpa pikir panjang Randy langsung melompat menyongsong tubuh mungil itu hingga kepalanya terbentur kaki ranjang dengan keras.

Dughhh...

"Aduhhh...!!!" pekik Randy saat berhasil menyelamatkan anaknya meski harus mengorbankan kepalanya.

Icha yang panik mendekat ke arah mereka berdua. Tangis Humaira semakin keras. Randy mencoba duduk dengan memeluk Humaira. Kepalanya yang pusing tidak ia hiraukan.

"Randy kamu gak papa? Aira?" tanya Icha khawatir.

Pria itu tidak menjawab. Dia malah menatap anaknya yang berada di atas pahanya. Mulutnya terbuka, sudut bibirnya sedikit terangkat ke atas.

"Cha, Aira Cha!" ujar Randy.

Wanita itu cemas. Dia takut terjadi apa-apa dengan anaknya.

"Aira kenapa Ran?"

Dia kemudian beralih menatap Icha.

"Aira udah bisa merangkak Cha!"

Nafas yang sedari tadi Icha tahan akhirnya keluar juga. Randy benar-benar mengerjainya. Dia kira Humaira terluka saat terjatuh barusan.

Randy memeluk anaknya senang. Satu lagi perkembangan Humaira yang ia lihat. Sungguh bahagia dapat menemani Humaira dalam tumbuh kembangnya.

Icha merasa tersentuh melihat adegan itu. Randy menyayangi anaknya dengan segenap hati. Akhirnya Humaira dapat merasakan kasih sayang seorang ayah.

•••​

Keesokan harinya saat istirahat latihan, Randy mendekati Justin yang sedang berjalan ke pinggir lapangan.

"Tin! Gue mau ngomong bentar dong," ujar Randy disela-sela latihan.

"Apaan?"

Mereka berdua menepi, Randy mengikuti langkah Justin yang berjalan sembari meminum air dari botolnya.

"Gue boleh pinjem mobil lu gak?"

"Hah? Buat apaan?"

"Buat nyenengin istri orang, wkwkwk..." canda Randy.

Justin memutar bola matanya malas.

"Nyenengin Anes aja noh. Lu minta gue jamin dia langsung ngangkang," balas Justin santai.

"Bukan itu masalahnya. Dia ini cewek spesial, gak bisa diganti sama yang lain."

Justin menampilkan wajah cengonya.

"Lu lagi jatuh cinta apa gimana? Mana ada cewek spesial buat lu. Semua cewek kan lu kangkanging!" sindir Justin yang membuat Randy mendengus kesal.

"Lagian resiko Ran main-main sama istri orang, ketahuan suaminya karir lu bisa ancur tau gak? Udah main sama yang aman-aman aja," imbuhnya.

"Udah lu tenang aja, resiko ditanggung gue pokoknya. Gue bayar deh sehari aja."

Justin melirik dengan ekspresi wajah datar.

"Ya udah kalo gitu."

Randy sontak melebarkan senyumnya. Dia lantas memeluk sahabatnya itu yang membuat Justin risih.

"Lepas oyy! Gue bukan maho!"

Randy melepaskan pelukan itu dari Justin.

"Lu mau dibayar berapa?" tanya Randy.

Justin menepuk-nepuk bahu Randy seraya menggelengkan kepalanya.

"Gue gak mau dibayar pake duit, duit gue udah banyak," celetuk Justin menyombongkan diri.

"Terus?"

Justin mendekatkan mulutnya ke telinga Randy.

"Ajak satu cewek entar kita main berempat."

Randy mengerutkan dahinya dengan mulut melongo. Justin hanya meringis menampakkan giginya sambil mengacungkan jempol. Sejenak Randy berpikir siapa wanita yang mau diajak orgy.

Sari? Ahh...dia tidak akan mau melakukannya. Bahkan justru akan membuat hubungan dia dan Sari akan meregang. Walaupun sekarang wanita itu sedang rapuh.

"Annisa? Dia sedang hamil muda. Sangat riskan apabila dia digarap oleh dua orang. Lagian siapa juga yang mau berbagi calon istrinya dengan orang lain. Randy mencintai Annisa dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Kenapa dia bisa berpikir ke arah sana?

Icha? Ya dia dulu memang seorang wanita penggoda yang ulung, tapi sekarang Randy tidak bisa dan tidak mau membayangkan wanita itu bersenggama dengan pria lain. Dia tidak rela membaginya meskipun dengan temannya sendiri.

Randy kembali menimbang-nimbang mencari kandidat yang cocok. Beberapa saat kemudian dia tampaknya menemukan seseorang yang pas, tapi dia ragu kalau Justin menyukainya.

"Ada sih, tapi gue ragu lu bakal suka apa enggak."

"Siapa emangnya?"

"Stw hot!" jawab Randy dengan penekanan.

"Stw? Setua apa emangnya?"

"Kurang lebih sama kaya emak lu."

Justin tampak terkejut namun ekspresinya terlihat antusias.

"Empat puluh lima tahun?"

"Emm...hampir kepala lima sih kayaknya," balas Randy sembari menjentikkan jarinya di bawah bibirnya.

"Wow...gue belum pernah sih sama yang setua itu. Dulu waktu SMA gue juga suka gonta-ganti pasangan tapi masih seumuran. Waktu kuliah gue cuma main sama Anes waktu kita masih pacaran. Hmm...menarik juga...tapi bukan istri orang kan?"

"Janda bolong, wkwkwk..." jawab Randy seraya tertawa ngakak.

"Waduh anjirrr...kok gue jadi merinding sedap gini ya."

Justin mengusap tonjolan yang ada di dalam celananya. Membayangkannya saja sudah membuat dirinya konak. Dia membayangkan seorang wanita matang yang sudah menuju masa penuaan merintih di bawah kungkungan tubuhnya. Wanita yang bahkan lebih tua dari ibunya.

"Gimana? Deal?" ucap Randy menyodorkan tangannya.

"Deal!"

Mereka lalu berjabat tangan.

To Be Continue...
 
Part 53. Icha ngambek

Sore hari pukul 15.00 wib akhirnya Randy sampai di kota Bandung. Perjalanan pulang pergi Bandung - Bogor membuat badannya cukup lelah.

Randy terlebih dahulu mengganti mobil milik mantan majikannya dengan motornya yang berada di rumah Dewi. Mungkin itu terakhir kalinya dia mengendarai mobil Audi itu.

"Randy! Gimana keadaan nyonya?" tanya Bu Lastri sesaat setelah mobil masuk ke dalam garasi.

"Dia baik-baik aja kok. Udah diurus sama suaminya," jelas Randy.

"Apa? Nyonya sama tuan Ginanjar?"

Randy hanya mengangguk pelan. Bu Lastri terlihat sangat cemas mengetahui hal itu.

"Kamu yang kasih tau ya?" terka Bu Lastri sembari menunjuk muka Randy.

"Mana mungkin aku kasih tau. Randy juga kaget om Ginanjar dateng."

Randy kemudian menyerahkan kunci mobil itu.

"Mulai sekarang Randy gak akan ke sini lagi," ucap Randy singkat.

"Kenapa?"

"Randy udah gak kerja untuk Tante Dewi lagi. Randy udah dipecat!"

"Apa?!" seru Bu Lastri tidak percaya.

"Iya, sampein salam buat Reihan ya. Kalo mau ketemu ke tempat latihan basket aja."

"Kamu gak serius kan?"

"Serius lah. Kalo gitu Randy pulang dulu. Badan pegel-pegel semua."

Randy tersenyum seraya mengacungkan jempolnya. Bu Lastri hanya mengangguk pelan seperti tidak rela Randy pergi apalagi Reihan kalau mengetahui Randy tidak akan pernah ke rumahnya lagi mungkin dia akan ngamuk.

•••​

Randy menghembuskan nafas dalam sebelum memasuki apartemen miliknya. Dia sudah bersiap untuk mendapatkan omelan dari istri tidak sahnya. Dia akan sedikit meredam amarah Icha dengan beberapa kantong berisi makanan kesukaan Icha.

Di dalam suasananya sepi. Randy masuk sudah tidak seperti maling melainkan jalan seperti biasa. Di sana dia mendapati Humaira tengah terlelap tidur sambil dipeluk oleh ibunya.

Perlahan Randy hampiri kedua malaikatnya itu. Dia duduk di tepi ranjang seraya mengusap bahu kiri Icha. Wanita itu hanya menoleh sesaat lalu kembali berpaling.

Perasaannya tidak enak. Icha yang kemarin mengomelinya habis-habisan karena tidak mengabari saat dirinya tidak pulang kini hanya diam membisu. Randy menarik bahu Icha hingga tubuhnya sedikit berputar.

"Cha!" panggil Randy singkat.

"Hmm..." gumam Icha tanpa menoleh sedikitpun.

Sejenak Randy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung dengan sikap Icha yang acuh terhadapnya. Randy lebih suka kalau dirinya dimarahi saat dia melakukan kesalahan daripada didiamkan seperti ini.

"Marah ya?" tanya Randy dengan bodohnya.

Icha sama sekali tidak bergeming. Dia justru memejamkan mata berpura-pura tertidur. Randy kemudian menjorokan badannya untuk menengok wajah Icha yang disembunyikan.

"Kamu nangis ya? Maaf ya Cha! Aku bawain nasi goreng kesukaan kamu nih!" ucap Randy ketika melihat lelehan air mengalir dari sudut mata Icha.

Icha masih diam membisu. Dia hanya menarik nafasnya untuk menyedot ingus yang ada di dalam hidungnya.

Sungguh Randy merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia lebih baik di pukul dengan bogem mentah oleh preman pasar daripada didiamkan oleh Icha seperti ini. Ingin meminta maaf tapi Icha terus saja membeku.

"Cha, marahin aku please!" mohon Randy.

Dia menyodorkan gagang sapu yang ada di dekat tempat tidur itu.

"Nih, kalo mau mukul."

Lagi-lagi Randy tidak mendapatkan respon apapun dari Icha. Pria itu hanya menggigit gagang sapu itu gemas dengan sikap cuek Icha.

Randy lalu beranjak memutari ranjang dan merebahkan dirinya di samping kanan Humaira. Saat itu posisinya berhadapan langsung dengan Icha. Benar saja Icha menatap dirinya dengan tatapan datar. Genangan air memenuhi bola mata Icha.

"Maafin aku Cha, semalam aku..."

"Gak perlu minta maaf, Ran," potong Icha yang sempat mendengar kata maaf yang kesekian kalinya diucapkan Randy.

"Aku yang minta maaf sama kamu."

"Gak seharusnya aku ngatur-ngatur kamu. Aku sadar aku bukan siapa-siapa di sini. Hubungan kita cuma sebatas mengasuh anak. Kamu bebas mau ngapain aja."

Icha mencium puncak kepala Humaira saat anak itu menggeliat. Dada Randy terasa nyeri saat mendengar Icha bukan siapa-siapa dirinya, mereka hanya sebatas mengasuh anak.

Randy merasa hubungan mereka lebih dari itu. Meskipun mereka juga belum memiliki kejelasan tentang status hubungan mereka tapi dia menyayangi Icha sebagai ibu dari anaknya.

"Cha, aku merasa hubungan kita gak seperti itu. Aku sayang sama kamu dan juga Aira. Aku seneng kalo kamu khawatirin, maafin aku Karena beberapa hari ini aku sibuk."

Icha menatap mata Randy lekat. Raut wajah Randy dipenuhi rasa bersalah. Icha kemudian bangkit dari tidurnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang kusut dan ada bercak air mata yang mengering.

Randy pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan yang tadi barusan dibeli dan membuatkan Icha susu untuk kesehatannya karena kesehatan Icha adalah kesehatan Aira juga.

Icha keluar dari kamar mandi. Dia heran melihat Randy ada di dapur sedang memunggunginya. Randy menoleh ketika mendengar derap langkah mendekatinya.

"Duduk Cha, dimakan nasi gorengnya. Aku buatin susu dulu."

Icha mensejajarkan badannya di samping Randy.

"Gak usah, biar aku sendiri aja yang buat," jawab Icha ketus dengan ekspresi wajah datar.

Sebenarnya dia sudah tidak marah, hanya saja dia ingin lebih lama mengerjai Randy. Siapa suruh membuat dia resah menunggu lelaki itu pulang sampai tidak bisa tidur.

Seperti yang diharapkan Icha, Randy benar-benar seperti orang bingung. Ya, dia bingung bagaimana cara menghadapi sikap acuh darinya. Dalam hati Icha tersenyum penuh kemenangan.

"Udah aku aja yang bikin, kamu duduk aja terus nasi gorengnya dimakan," cegah Randy yang masih ngotot ingin membuatkan Icha susu.

"Udah gak usah, bukannya kamu cape baru pulang. Aku gak mau ngerepotin kamu."

"Siapa yang ngerepotin sih Cha? Aku ngelakuin ini ikhlas kok. Kamu ngambekan terus ihh."

"Aku sadar diri aja udah numpang masih aja dilayani. Harusnya aku yang ngelayani kamu."

Randy terpaksa mengalah. Dia mundur beberapa langkah sambil masih memperhatikan punggung Icha yang mengambil alih pekerjaannya barusan.

Randy mengelus-elus dadanya seraya menghembuskan nafas berat. Dirinya memang tidak tahu harus bagaimana untuk menghadapi wanita yang ngambek. Hal itu membuatnya pusing.

Dia kemudian duduk di kursi meja makan. Icha menyusul duduk di kursi yang jaraknya agak jauh. Randy mencoba tersenyum sembari menyodorkan sendok yang sudah ada nasi gorengnya ke mulut Icha.

"Buka mulutnya, aaaa..."

Icha hanya menggelengkan kepala.

"Aku punya tangan kok. Aku bisa makan sendiri," ujarnya menolak.

Lagi-lagi Randy dibuat kecewa dengan sebuah penolakan. Tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, Randy menggeser piring itu ke hadapan Icha.

Wanita itu kemudian menyantap nasi goreng yang diberikan Randy. Sesekali matanya menangkap raut wajah sedih dari Randy. Icha jadi merasa menyesal. Dia berpikir tindakannya sudah kelewatan.

"Kamu gak makan Ran?" tanya Icha.

"Enggak. Aku masih kenyang kok," jawab Randy dusta.

Randy menggelengkan kepalanya. Dia hanya membeli satu bungkus nasi goreng. Saking khawatirnya dia hanya memikirkan Icha tanpa ingat dirinya sendiri belum makan.

Kruyuukkk...

Tiba-tiba terdengar suara dari perut Randy. Icha sontak melirik ke arah pria itu.

"Mau?" tawar Icha sembari menyodorkan piringnya.

"Udah gak usah. Kamu aja yang makan."

Icha lalu menyendok kan nasi itu ke mulut Randy. Icha menarik sudut bibirnya untuk memberi isyarat kalau dia sudah tidak marah lagi. Tega kalau Icha membiarkan Randy menahan lapar seperti itu. Randy mengangguk lalu menerima suapan dari istri tidak sahnya.

"Enak?"

Icha mengangkat kedua alisnya.

"Enak, apalagi bekas mulut mu, hehehe..." canda Randy mencoba mencairkan suasana.

Icha hanya memajukan bibir bawahnya tanpa menimpali ucapan Randy.

"Ehh Cha, besok jalan-jalan yuk!"

"Jalan-jalan?"

Randy mengangguk antusias. Dia berniat menebus kesalahannya dengan mengajak Icha dan Humaira jalan-jalan.

"Bahaya, terlalu riskan Ran. Gimana kalo ada orang yang kita kenal lihat?"

"Maksudnya Annisa?"

"Dan keluarganya," tambah Icha.

"Kamu tenang aja, kita bawa mobil terus ke tempat yang aman," ucap Randy sambil mengacungkan jempolnya.

Sejenak Icha berpikir.

"Sepertinya bukan ide yang buruk. Aira pasti senang diajak jalan-jalan sama ayahnya," batinnya.

"Boleh deh."

Senyum mengembang di bibir Icha lalu diikuti Randy. Mereka lalu melanjutkan makan dan suap-suapan.

Tak lama berselang tiba-tiba terdengar suara Aira memanggil dengan tangisan. Mereka berdua lantas langsung menghampirinya.

Mata Randy dan Icha membulat kala melihat Humaira berada di tepi ranjang sedang merangkak dan sepersekian detik kemudian tubuh itu terjun ke bawah yang jaraknya cukup tinggi.

"Aira...!!!"

Tanpa pikir panjang Randy langsung melompat menyongsong tubuh mungil itu hingga kepalanya terbentur kaki ranjang dengan keras.

Dughhh...

"Aduhhh...!!!" pekik Randy saat berhasil menyelamatkan anaknya meski harus mengorbankan kepalanya.

Icha yang panik mendekat ke arah mereka berdua. Tangis Humaira semakin keras. Randy mencoba duduk dengan memeluk Humaira. Kepalanya yang pusing tidak ia hiraukan.

"Randy kamu gak papa? Aira?" tanya Icha khawatir.

Pria itu tidak menjawab. Dia malah menatap anaknya yang berada di atas pahanya. Mulutnya terbuka, sudut bibirnya sedikit terangkat ke atas.

"Cha, Aira Cha!" ujar Randy.

Wanita itu cemas. Dia takut terjadi apa-apa dengan anaknya.

"Aira kenapa Ran?"

Dia kemudian beralih menatap Icha.

"Aira udah bisa merangkak Cha!"

Nafas yang sedari tadi Icha tahan akhirnya keluar juga. Randy benar-benar mengerjainya. Dia kira Humaira terluka saat terjatuh barusan.

Randy memeluk anaknya senang. Satu lagi perkembangan Humaira yang ia lihat. Sungguh bahagia dapat menemani Humaira dalam tumbuh kembangnya.

Icha merasa tersentuh melihat adegan itu. Randy menyayangi anaknya dengan segenap hati. Akhirnya Humaira dapat merasakan kasih sayang seorang ayah.

•••​

Keesokan harinya saat istirahat latihan, Randy mendekati Justin yang sedang berjalan ke pinggir lapangan.

"Tin! Gue mau ngomong bentar dong," ujar Randy disela-sela latihan.

"Apaan?"

Mereka berdua menepi, Randy mengikuti langkah Justin yang berjalan sembari meminum air dari botolnya.

"Gue boleh pinjem mobil lu gak?"

"Hah? Buat apaan?"

"Buat nyenengin istri orang, wkwkwk..." canda Randy.

Justin memutar bola matanya malas.

"Nyenengin Anes aja noh. Lu minta gue jamin dia langsung ngangkang," balas Justin santai.

"Bukan itu masalahnya. Dia ini cewek spesial, gak bisa diganti sama yang lain."

Justin menampilkan wajah cengonya.

"Lu lagi jatuh cinta apa gimana? Mana ada cewek spesial buat lu. Semua cewek kan lu kangkanging!" sindir Justin yang membuat Randy mendengus kesal.

"Lagian resiko Ran main-main sama istri orang, ketahuan suaminya karir lu bisa ancur tau gak? Udah main sama yang aman-aman aja," imbuhnya.

"Udah lu tenang aja, resiko ditanggung gue pokoknya. Gue bayar deh sehari aja."

Justin melirik dengan ekspresi wajah datar.

"Ya udah kalo gitu."

Randy sontak melebarkan senyumnya. Dia lantas memeluk sahabatnya itu yang membuat Justin risih.

"Lepas oyy! Gue bukan maho!"

Randy melepaskan pelukan itu dari Justin.

"Lu mau dibayar berapa?" tanya Randy.

Justin menepuk-nepuk bahu Randy seraya menggelengkan kepalanya.

"Gue gak mau dibayar pake duit, duit gue udah banyak," celetuk Justin menyombongkan diri.

"Terus?"

Justin mendekatkan mulutnya ke telinga Randy.

"Ajak satu cewek entar kita main berempat."

Randy mengerutkan dahinya dengan mulut melongo. Justin hanya meringis menampakkan giginya sambil mengacungkan jempol. Sejenak Randy berpikir siapa wanita yang mau diajak orgy.

Sari? Ahh...dia tidak akan mau melakukannya. Bahkan justru akan membuat hubungan dia dan Sari akan meregang. Walaupun sekarang wanita itu sedang rapuh.

"Annisa? Dia sedang hamil muda. Sangat riskan apabila dia digarap oleh dua orang. Lagian siapa juga yang mau berbagi calon istrinya dengan orang lain. Randy mencintai Annisa dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Kenapa dia bisa berpikir ke arah sana?

Icha? Ya dia dulu memang seorang wanita penggoda yang ulung, tapi sekarang Randy tidak bisa dan tidak mau membayangkan wanita itu bersenggama dengan pria lain. Dia tidak rela membaginya meskipun dengan temannya sendiri.

Randy kembali menimbang-nimbang mencari kandidat yang cocok. Beberapa saat kemudian dia tampaknya menemukan seseorang yang pas, tapi dia ragu kalau Justin menyukainya.

"Ada sih, tapi gue ragu lu bakal suka apa enggak."

"Siapa emangnya?"

"Stw hot!" jawab Randy dengan penekanan.

"Stw? Setua apa emangnya?"

"Kurang lebih sama kaya emak lu."

Justin tampak terkejut namun ekspresinya terlihat antusias.

"Empat puluh lima tahun?"

"Emm...hampir kepala lima sih kayaknya," balas Randy sembari menjentikkan jarinya di bawah bibirnya.

"Wow...gue belum pernah sih sama yang setua itu. Dulu waktu SMA gue juga suka gonta-ganti pasangan tapi masih seumuran. Waktu kuliah gue cuma main sama Anes waktu kita masih pacaran. Hmm...menarik juga...tapi bukan istri orang kan?"

"Janda bolong, wkwkwk..." jawab Randy seraya tertawa ngakak.

"Waduh anjirrr...kok gue jadi merinding sedap gini ya."

Justin mengusap tonjolan yang ada di dalam celananya. Membayangkannya saja sudah membuat dirinya konak. Dia membayangkan seorang wanita matang yang sudah menuju masa penuaan merintih di bawah kungkungan tubuhnya. Wanita yang bahkan lebih tua dari ibunya.

"Gimana? Deal?" ucap Randy menyodorkan tangannya.

"Deal!"

Mereka lalu berjabat tangan.

To Be Continue...
Waahh ini sih teh adibah udah fiks gangbang wkwkwk mantap keknya nih teh adibah merintih² 🤣🤣
 
Adibahh dooonngg tuuuuhhh???
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd