Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Wah jangan dulu lah, biar Ki Jamal aja yg hamilin :ejek:
Wah kalo sama Ki Jamal sih tiap tahun dihamili hu wkwkwk
Hu kk nya randy kk ranty di ceritain jga lah hu gimna keadaan nya ap dia udah ada cwok lain atau udah jdi gadis liar yg bebas di pakai cwok karna pergaulan sama teman nya
Apa mau dijadiin projek setelah season 3 tamat? Menggantikan cerita tentang perjalanan anaknya Randy yang gak bisa tayang di sini?
Suhu @Malinksss ijin kasih saran bisa gak randy eksekusi anisa yang dibully waktu itu wkwk penasaran aja, salam sehat sukses berkarya👍
Anisa yang itu diekse sama yang lain aja lah wkwkwk. Biar gak kelihatan maruk banget si Randy.
 
Part 45. Momen Bersama Sari

Hari minggu seperti biasa tidak ada latihan. Pagi hari Randy bersama istri tidak sahnya sedang sibuk berkutat di dapur. Mereka sedang memasak makanan favorit Randy saat tiba-tiba ponsel pria itu berdering.

Saat melihat siapa yang menelpon dia langsung mengangkatnya. Icha masih memperhatikan Randy yang terkesan santai tanpa takut Icha menguping.

"Halo assalamualaikum," sapa Randy.

"Waalaikumusalam Ran, kamu lagi sibuk gak?" jawab Sari dari seberang sana.

"Dikit, cuma lagi masak sih buat sarapan. Ada apa mbak?"

"Oh gak papa. Ini mas Pram kebetulan pagi ini ada di rumah. Kalo kamu gak sibuk bisa ke sini sekarang, tapi kalo kamu sibuk gak usah dipaksa."

"Bisa kok mbak, tapi saya selesein kerjaan dulu ya mbak."

"Ya udah mbak tunggu ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

Mereka kemudian mengakhiri telepon itu. Terlihat jelas ekspresi wajah Randy yang senang menerima telepon tersebut. Hal itu membuat Icha penasaran.

"Telepon dari siapa Ran?"

Randy menoleh tanpa mengendorkan senyumnya.

"Oh tadi dari mbak Sari. Kakaknya Annisa tau kan?"

Icha mengernyitkan keningnya.

"Loh kamu kenal sama dia? Ada rencana apalagi? Kamu belum cukup ya balas dendam ke Reza? Kak Sari juga mau kamu jadikan korban?"

Randy mencebikkan bibirnya malas.

"Ngapain negatif thinking gitu? Gue udah lupa kok sama balas dendamnya."

"Terus ada urusan apa?"

"Gue mau belajar ngaji," celetuk Randy sambil menyeruput teh yang diseduh oleh Icha.

Seketika Icha melongo dengan wajah bego saat Randy menyelesaikan kalimatnya itu.

"A...apa? Apa aku gak salah denger? Kamu mau belajar ngaji? Pfffft..."

Icha sontak menutup mulutnya menahan tawa. Randy hanya menyipitkan matanya malas untuk membalas kalimat remeh dari Icha.

"Kamu gak salah minum obat kan? Atau kamu lagi kesurupan?"

Pandang Icha dengan tatapan seolah-olah takut.

"Mana ada kesurupan minta belajar ngaji," balas Randy sewot.

Tak berselang lama tiba-tiba Randy mengendus bau-bau tidak sedap.

"Woyyy...ayamnya itu!" seru Randy sambil menunjuk ke arah wajan tempat Icha memasak.

"E...eeehhh..." pekik Icha langsung mematikan kompor.

"Yah jadi ayam goreng toping coklat krispy."

Icha mendelik seraya mencubit pinggang Randy.

Pagi itu mereka sarapan dengan lauk seadanya. Meskipun gosong Randy tetap memakannya sampai habis.

Aktivitas itu menjadi kebiasaan mereka setelah beberapa lama tinggal bersama. Perhatian Randy terhadap Icha dan Humaira tidak berubah sedikitpun malah semakin lama semakin besar.

Dia mau melakukan pekerjaan yang menurut banyak orang jijik seperti mengganti popok, menceboki Aira, sampai memandikannya dia lakukan dengan senang hati tanpa mengeluh.

Setelah selesai melaksanakan kewajiban seorang ayah, Randy kemudian pamit untuk pergi ke rumah Sari. Tidak lupa dia mengecup wajah anaknya dengan penuh kasih sayang dan juga Icha yang mencium punggung tangan Randy.

•••​

Di rumah Sari, Randy langsung disambut dengan penuh kehangatan. Rumahnya tidak terlalu besar namun bersih dan rapi. Mereka hanya tinggal bertiga Sari, Pram, dan anak semata wayangnya.

"Masuk Ran duduk dulu, mbak masuk ke dalam bentar ya."

Setelah mendapatkan anggukan dari Randy, Sari kemudian berlalu. Tak berselang lama seorang pria dengan menggunakan kaos hitam dengan tulisan denim dan celana bokser pendek masuk ke ruang tamu.

"Hai om Pram!" sapa Randy.

Pram hanya menarik salah satu sudut bibirnya dan mengangkat kedua alisnya tanpa menjawab sapaannya.

Dia duduk jegang di salah satu sofa sambil larut dengan ponselnya tanpa mengindahkan keberadaan Randy. Sebelumnya dia memang diminta oleh istrinya untuk menemaninya mengajari Randy mengaji. Awalnya Pram sangat malas tapi Sari terus membujuknya yang membuat dia luluh juga.

Randy menggigit bibir bawahnya sambil memandang ke seluruh penjuru sudut rumah, mencoba menetralisir rasa canggung. Sesekali dia juga melirik ke arah Pram yang tampak tidak bergeming dari layar ponsel itu.

"Gimana kabar Tante Dewi om?"

Tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Randy begitu saja. Mendengar nama itu disebut sontak Pram memutar kepalanya ke arah Randy dengan cepat sampai lehernya mengeluarkan bunyi kretek.

Matanya membulat sempurna, wajahnya berubah menjadi pucat. Beberapa kali dia menengok ke arah dalam untuk memastikan istrinya belum kembali.

"Kamu! Tau darimana kamu soal Dewi?!" lontarnya dengan tegas namun lirih.

Randy menatap Pram dengan tatapan datar. Dirinya tenang dan tidak merasa terintimidasi sama sekali.

"Loh, emangnya om lupa ya? Kan saya yang anterin Tante Dewi ke acara reuni SMA-nya. Giliran saya mau jemput ehh malah dibawa pulang sama om."

"Ssstttt...!!!" potong Pram cepat.

Rasa takut tercetak jelas di wajahnya. Randy tertawa kecil melihat ekspresi Pram.

"Kamu sebenarnya siapanya Dewi?" tanya Pram lagi.

"Saya sopirnya kok. Kalo om ingat saya yang nelpon Tante Dewi waktu kalian lagi..."

"Ssstttt...!!! Jangan keras-keras! Kamu sengaja ya biar istri saya dengar?"

Randy mencebikkan bibirnya lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan santai.

Pram menghela nafas pelan. Dia tidak mau Randy merasa terganggu dengannya. Dia harus bersikap baik karena bocah itu memegang kartu As-nya. Pram tidak mau kalau Sari mengetahui tentang perselingkuhan dirinya dan Dewi.

"Kita sama-sama laki-laki. Saya harap kamu gak ngomong apapun tentang Dewi sama istri saya. Kamu juga pasti pernah mengalami kan?"

Belum sempat menjawab apa-apa Sari sudah berada di ruangan itu dengan membawa nampan yang berisikan tiga cangkir teh dan dan beberapa cemilan.

"Ngomongin apa sih kok kayaknya serius amat?" celetuk Sari seraya duduk di samping Randy.

"Gak ada kok cuma ngobrol biasa," tepis Pram dengan wajah datar.

"Oh ya lupa, mbak belum ambil iqro-nya."

Sari kembali bangkit dan berjalan ke dalam kamarnya.

"Lebih baik kita bahas hal ini lain kali aja," sergah Pram kembali memainkan ponselnya.

Setelah Sari kembali, mereka kemudian mulai belajar mengaji. Pertama-tama Randy diajari untuk mengenal huruf-huruf Arab.

Beberapa kali Randy melakukan kesalahan dalam melafalkan kata-kata itu, tapi dengan sabar Sari mengarahkan agar Randy dapat mengucapkannya dengan benar.

Randy fokus dan larut dalam pembelajaran itu. Apalagi sesekali diselingi dengan candaan yang membuat situasinya sangat cair. Randy tidak pernah merasakan belajar semenyenangkan ini.

Kalau saja semua guru di Indonesia seperti Sari, dia jamin murid-muridnya akan cepat pintar. Sari yang berperan sebagai guru Randy juga merasakan hal yang sama. Dia merasa cocok dan klop dengan pria itu meskipun belum lama mereka berkenalan.

Tidak terasa waktu dua jam berlalu begitu cepat. Mereka sadar juga karena Pram yang memperingatkan soal waktu. Kalau tidak mungkin mereka akan menghabiskan waktu sampai malam hari.

"Ehh...Ran kita makan siang dulu yuk! Mbak udah masakin makanan spesial buat kamu," ucap Sari sembari menata kembali peralatan belajarnya.

"Waduh repot-repot mbak. Saya jadi gak enak. Niatnya ke sini cuma mau belajar malah diajak makan siang juga," balas Randy sambil tersenyum canggung.

"Halah gak usah sungkan gitu. Gini-gini kamu calon adik ipar mbak, jadi kamu udah mbak anggap keluarga sendiri."

Sari langsung mengarahkan Randy untuk mengikutinya ke ruang makan. Aroma sedap yang menggugah selera langsung merangsek ke dalam indera penciuman Randy.

Sari dengan telaten melayani Randy dan suaminya mengambilkan nasi dan lauk ke dalam piring masing-masing.

"Maaf ya Ran, makanannya sederhana. Semoga kamu suka ya."

Di atas meja sudah tersedia beberapa lauk yang enak. Ada rendang, ayam goreng, tumis jamur, sosis, dan beberapa sayur untuk lalapannya.

"Wah banyak banget mbak. Makanan kaya gini dibilang sederhana, saya yang biasanya makan mie instan seketika kena mental," canda Randy yang disambut gelak tawa dari Sari.

Suasana hangat yang tercipta berbanding terbalik dengan Pram yang duduk di salah satu sudut meja makan. Dia masih sibuk dengan ponselnya sambil menyuapkan sendok demi sendok ke dalam mulutnya.

Randy menyantap makanan itu dengan sangat lahap. Beberapa kali dia mengacungkan jempolnya tanda makanan itu sangat enak. Sari hanya senyum-senyum melihat ke arah Randy.

Beberapa saat kemudian tiba-tiba ponsel Pram berbunyi. Kedua pasang mata yang lain seketika menoleh ke arah sumber suara.

Melihat dirinya jadi pusat perhatian Pram lantas bangkit dari duduknya dengan masih menyisakan makanan di atas piring.

"Mas masuk ke kamar dulu ya, mau ngecek Keelan dulu."

Dia buru-buru masuk dan menghilang di balik pintu kamar lalu menguncinya. Sepertinya Randy tahu siapa yang menghubungi Pram saat itu tapi dia memilih untuk mengabaikannya dan menikmati saat bersama calon kakak iparnya itu.

"Gimana Ran makanannya enak?" celetuk Sari sesaat setelah mereka menyelesaikan makannya.

"Mantap jiwa!"

Randy mengacungkan dua jempolnya. Sari hanya tersenyum senang mengetahui Randy sangat menyukai masakannya.

"Baru kamu loh yang muji masakan mbak sampai segitunya," ungkap Sari.

"Emangnya om Pram gak pernah, gitu?"

"Ya paling cuma bilang enak, gitu doang. Tapi kamu yang paling antusias."

"Emang bener kok mbak. Makanannya enak banget. Makanan terenak yang pernah Randy makan. Mungkin om Pram udah terlalu sering makan makanan buatan mbak. Mungkin kalo dia makan di luar bakal muntah-muntah kali karena gak doyan," balas Randy hiperbola.

Sari tertawa lepas. Dia menganggap Randy terlalu berlebihan, tapi entah kenapa pujiannya membuat dirinya sangat senang. Dia merasa dihargai. Hal yang jarang ia dapatkan dari suaminya sendiri.

"Wanita kayak mbak itu limited edition," tambah Randy.

"Maksudnya?"

"Ya mbak itu istri idaman semua laki-laki tau mbak. Cuma orang yang beruntung aja bisa dapetin istri kayak mbak. Om Pram kurang bersyukur nih."

Sari memukul bahu Randy pelan. Itu adalah sentuhan pertama yang dilakukan Sari kepada Randy.

"Kamu jangan gitu lah Ran. Kamu tau kan mbak jarang dapet pujian kayak gitu. Entar mbak malah jadi kangen deh," celetuk Sari secara tidak sengaja.

"Kangen sama siapa nih? Kangen sama Randy atau..."

"Kangen sama pujian kamu lah," serobot Sari cepat.

Wajahnya mendadak memerah. Jantungnya bekerja tiga kali lipat lebih keras. Randy benar-benar tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik.

Dia tidak heran jika adiknya yang punya hati yang keras seperti batu bisa takluk kepada Randy, apalagi hati Sari yang selembut kapas? Meleleh lah kira-kira jadinya.

"Randy juga bakalan kangen terus sama masakan mbak," imbuhnya lagi.

Sari menatap mata Randy lekat. Pandangan mereka bertemu begitu dalam. Dia menggigit bibirnya mencoba menetralisir rasa gejolak yang tiba-tiba muncul.

Randy perlahan meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanan Sari. Tidak ada penolakan. Waktu seakan berhenti kala itu.

Desiran hangat dalam hati saat pertama kali bertemu dengan Pram dulu kembali hadir. Ya, Sari jatuh cinta kepada Pram pada pandangan pertama. Dia adalah cinta pertama yang juga diharapkan sebagai cinta terakhirnya.

Tapi, saat ini kenapa rasa itu muncul lagi? Kepada calon adik iparnya! Seseorang yang dicintai adiknya sendiri!

Hatinya bertarung kuat. Tidak! Dia tidak boleh merasakan hal semacam itu kepada Randy. Itu sama saja dengan mengkhianati suami sekaligus adik kandungnya sendiri.

Maka buru-buru dia menepiskan pikiran itu. Dia menggeleng cepat seraya menarik tangannya yang ditumpangi tangan Randy. Randy sadar juga menarik tangannya.

Seketika suasana kembali canggung. Randy berpikir keras untuk mencairkan suasana lagi. Dia tidak ingin menghancurkan hubungannya bersama Sari itu.

"Apa Annisa juga bisa masak mbak?"

"Bisa kok. Kita sering belajar masak bareng."

"Asik, Randy jadi makin semangat buat halalin Annisa nih. Biar bisa dimasakin setiap hari," canda Randy yang ditimpali kekehan pelan Sari.

Suasana kembali cair. Randy dan Sari masih terus berbincang-bincang dengan santai seperti mereka sudah mengenal dengan sangat dekat satu sama lain.

Randy pun menceritakan tentang silsilah keluarganya. Dan Sari begitu terkejut mengetahui kalau Randy adalah adik kandung dari Ranty yang pernah dijodohkan dengan Reza.

"Ada rahasia yang belum Randy ceritain sama mbak, tapi kayaknya ini bukan waktu yang tepat," ujar Randy di akhir perbincangan mereka.

"Rahasia apa?" tanya Sari penasaran.

"Tentang hubungan adik laki-laki mbak sama keluarga saya. Kapan-kapan Randy ceritain deh. Sekarang Randy mau pulang dulu ya. Udah siang takut ganggu quality time mbak sama om Pram."

Sari memajukan bibirnya beberapa senti namun tak ayal dia mengangguk pelan. Mereka bangkit dari duduknya lalu bersiap mengantarkan Randy ke depan.

"Mas! Randy mau pulang," seru Sari dari balik pintu kamar.

Pram keluarga dengan raut wajah sumringah.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Gak papa," jawab Pram enteng.

Mereka berdua melepas kepergian Randy setelah Randy pamit. Namun saat Randy mencoba menstarter motornya tiba-tiba motor itu tidak mau menyala.

"Kenapa Ran motornya?" tanya Sari yang merasa khawatir.

"Gak tau nih mbak. Kayaknya mogok," respon Randy masih mencoba menyalakan motornya namun tetap sia-sia.

"Duh gimana ya? Apa kamu pulang diantar mas Pram aja? Motornya di sini aja biar nanti dibawa ke bengkel sama mas Pram, ya mas ya?"

Pram sontak membuka mulutnya sambil mengerutkan dahinya menatap Sari. Dia benar-benar malas kalau harus mengantarkan Randy.

"Aduh sayang, besok kan mas kerja. Gak bisa bawa motornya ke bengkel," tolak Pram yang merasa keberatan.

"Gak papa kok mbak. Saya bisa bawa motor ke bengkel sendiri."

Randy mengeluarkan motornya dari pekarangan rumah Sari dengan dituntun.

"Mas!" lirih Sari sembari mencubit pinggang Pram hingga pria itu memekik kesakitan.

"Aduh, iya iya sayang!"

Dengan terpaksa Pram menuruti kemauan istrinya itu. Pram menyuruh Randy untuk memasukkan motornya ke dalam garasi lalu mereka pergi dengan menggunakan mobil Pram.

Sari memandang mereka berdua yang berlalu. Dia memegangi pergelangan tangannya. Walaupun tangan Randy sudah tidak ada di sana tapi rasanya masih begitu nyata dan membekas.

Dia tatap dan cium punggung tangannya sendiri yang tadi disentuh oleh Randy. Senyum terbit dari bibir Sari. Entah kenapa hatinya berbunga-bunga meski tidak tercium bau apa-apa. Dia tidak akan mencucinya sampai nanti.

Di perjalanan Randy dan Pram tampak diam. Randy melipat tangannya di depan dada sambil melihat ke arah luar jendela pintu mobil.

"Sepertinya ini waktu yang tepat untuk membicarakan masalah tadi," ucap Pram membuka pembicaraan.

"Saya merasa itu tidak penting untuk dibicarakan. Itu masalah om. Saya cuma heran aja om punya istri yang sempurna tapi masih juga selingkuh," jawab Randy tanpa menoleh sedikitpun.

"Kamu gak tau apa-apa Ran. Ini masalah hati. Hubungan saya dan Dewi itu jauh lebih dalam dari apa yang kamu kira."

"Saya tau semuanya. Om pacaran sama Tante Dewi sejak SMA sampai kuliah. Terus tiba-tiba ditinggal nikah sama orang lain," jelasnya dipersingkat.

Pram memutar kepalanya kaget karena Randy bisa tahu tentang itu. Sebenarnya siapa dia? Kalau cuma supirnya tidak mungkin Dewi menceritakan hal yang sesensitif itu. Namun dia memilih untuk mengabaikannya.

"Kamu bisa bayangkan sendiri gimana kalo jadi saya. Kamu sudah cinta mati sama seseorang. Punya mimpi untuk bisa membina rumah tangga bersamanya. Tapi tiba-tiba secepat petir menyambar dia pergi dan kamu dipaksa untuk merelakan dia dengan orang lain."

Randy menghela nafas seraya mengangguk pelan. Dia bisa merasakannya juga meski tidak sama persis.

"Beberapa tahun kemudian tiba-tiba kamu ketemu sama dia dan kamu mendapati kenyataan kalo dia juga masih cinta sama kamu. Apa yang kamu lakuin?" tanya Pram pada Randy.

"Terus apa rencana om selanjutnya? Selingkuh terus-terusan?" respon Randy tak menjawab pertanyaannya.

Pram menggelengkan kepalanya tanda tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Randy itu.

"Saya gak akan melarang atau memerintah om. Saya cuma mau memperingatkan, om jangan pernah menyesal apabila suatu saat mbak Sari tau kelakuan om dan memilih pergi."

"Wanita sesempurna mbak Sari gak akan sulit untuk mendapatkan pengganti om. Banyak laki-laki yang antri untuk bisa membahagiakan perempuan seperti dia. Apa om rela melepaskan berlian untuk sebuah emas yang belum tentu om bisa dapatkan? Saya tau kalau Tante Dewi memang cantik dan menggoda, tapi dia sudah punya suami dan gak akan semudah itu om bisa miliki sepenuhnya."

Pram sejenak kembali menatap wajah Randy dari samping sebelum kembali fokus ke jalanan.

"Apa kamu suka sama istri saya?"

Pertanyaan itu direspon dengan kekehan oleh Randy. Kalau orang lain yang ditanya seperti itu oleh suami dari si perempuan pasti sudah panik, tapi tidak dengan Randy.

"Saya kira cuma orang bodoh yang gak suka sama orang seperti mbak Sari. Kalo saya bukan pacar adiknya, saya dengan senang hati mau menggantikan posisi om untuk jadi suaminya," jawab Randy enteng tanpa ragu.

Mendengar jawaban Randy sekilas hati Pram memanas. Tidak dipungkiri kalau dirinya cemburu. Tapi seolah dia tidak memiliki kuasa apa-apa atas hal itu.

Beberapa menit telah berlalu. Mobil akhirnya sampai di depan apartemen yang Randy tempati.

"Kamu supir tapi punya apartemen?" tanya Pram tercengang.

"Ini hadiah dari Tante Dewi kok."

"Sebenarnya ada hubungan apa kamu sama Dewi itu?"

Pram mulai curiga karena Dewi yang begitu baik mau memberikan sebuah apartemen kepada lelaki yang hanya berprofesi sebagai supirnya.

"Kalo om tau Tante Dewi itu lagi mengandung anak saya om, hahaha..."

Pram mendengus kesal menganggap Randy hanya bergurau.

"Ditanya bener-bener malah jawabannya ngawur!"

Randy yang sudah keluar mobil kemudian melipat kedua tangannya di atas kaca pintu mobil yang terbuka dan kepala sedikit masuk.

"Gak perlu tau tentang hubungan saya sama Tante Dewi, om! Yang jelas sekarang kita hanya berstatus sopir dan majikan. Saya cuma punya satu pesan sama om. Jangan sakiti mbak Sari baik fisik maupun hatinya. Kalo sampai itu terjadi, saya yang akan turun tangan untuk menyembuhkan sakitnya mbak Sari."

Setelah menyelesaikan kata-katanya, Randy langsung menjauh dengan salah satu sudut bibirnya naik ke atas. Dia berbalik lalu pergi meninggalkan Pram yang masih termangu dengan ucapan itu.

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd