Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part 18. Back to Business

Aku memegang benda itu gemetar. Yang jadi pertanyaan ku sekarang, siapakah ayah dari anak yang dikandung oleh Tante Dewi?

Om Ginanjar sepertinya tidak mungkin, mereka bahkan sudah tidak bertemu lebih dari sebulan. Bahkan dia sudah tidak ada di rumahnya saat aku pertama kali datang.

Kalau aku adalah ayah kandungnya, kenapa Tante Dewi tidak menceritakan hal itu kepada ku?

Saat sedang berfikir tiba-tiba ponsel ku berdering, setelah ku lihat ternyata Tante Dewi yang menelfon. Ku angkat telefon itu.

"Halo Tan?" Sapa ku takut di dekatnya ada orang yang mendengar percakapan kami.

"Halo sayang, kayaknya tas ku ketinggalan di situ yah?" tanya Tante Dewi yang masih berada di mobil.

"Iya nih, teledor banget sih, hehehe..." balas ku setengah bercanda.

"Duh iya kelupaan, nanti sore kamu bisa kan anterin tasnya sama mas Ginanjar katanya mau ketemu sama kamu."

"Oh ya oke Tan, nanti kabarin aja kalo om Ginanjar udah sampe."

"Iya."

Kemudian telefon langsung dimatikan dari pihak Tante Dewi.

"Waduh salah ngomong gak sih, keknya gak deh."

Aku bertanya-tanya dalam hati.

Setelah itu aku memutuskan untuk mandi karena aku akan bertemu 'the real big boss' maka aku harus memberi kesan yang baik.

Sore harinya saat aku sedang bersiap-siap ponsel ku kembali berdering.

Tante Dewi mengabari ku untuk segera ke rumahnya. Aku pun mengiyakan lalu bergegas untuk pergi.

Namun saat di koridor apartemen sejenak aku terdiam. Aku ingat kalau aku pergi ke apartemen menggunakan mobil dan tadi mobilnya dibawa pulang oleh Tante Dewi.

"Duh naik ojol lagi nih," batin ku.

Dengan terpaksa aku memesan ojol untuk pergi ke rumah Tante Dewi. Jarak dari apartemen dengan rumahnya tidak terlalu jauh jadi hanya perlu beberapa menit untuk sampai ke sana.

Di depan rumah aku memencet bel. Dengan penampilan yang rapi aku bersiap untuk bertemu dengan suami Tante Dewi itu.

Ckrekkk...

Pintu terbuka, seperti biasa Bu Lastri lah yang membukakan pintu. Aku langsung memberikan tas Tante Dewi yang tertinggal tadi.

"Ehh, Randy udah ditungguin dari tadi sama tuan dan nyonya."

Aku mengangguk pelan.

"Ssttt...jangan sampai tuan curiga," ucapnya berbisik.

"Iya tenang aja Bu."

Aku pun dipersilahkan duduk, sedangkan Bu Lastri masuk untuk memanggil si empunya rumah.

"Halo Randy, apa kabar?" sapa seseorang yang muncul dari ruang tengah.

Aku berdiri seraya menjawab.

"Baik tuan."

Aku coba bersikap formal layaknya kepada bossnya.

"Gak usah formal gitu, bagaimana pun kamu sudah berjasa sama keluarga kami, silahkan duduk."

Kami kemudian duduk secara bersamaan. Tak berapa lama muncul Tante Dewi dengan menggunakan setelan daster santai bergabung dengan kami.

"Gimana Ran, sebulan kerja jadi supir istri saya, pasti repot yah, hahaha..."

Om Ginanjar mencoba bercanda untuk mencairkan suasana.

"Ahh, enggak kok tuan, malah nyonya baik banget sama saya," timpal ku.

"Dia ini pinter banget loh pah, awal dia dateng ke sini dia gak bisa nyetir, terus baru beberapa kali latihan langsung bisa, dia juga jago main basket, udah daftar di Garuda Bandung tapi belum ada panggilan," jelas Tante Dewi panjang lebar.

"Oh ya? loh kan coach Garuda Bandung si Roy, suaminya Lilis kakak mu, kenapa gak bilang sama dia mah."

"Mamah udah bilang sama mba Lilis, tapi suaminya gak respon katanya, coba papah yang ngomong langsung sama mas Roy, siapa tau kan dia langsung acc," bujuk Tante Dewi.

"Hmm,, gimana ya mah, papa kan gak terlibat langsung sama tim dan manajement GB, gak enak takutnya papa dikira terlalu ikut campur."

"Ya dicoba dulu dong pah, inget Randy yang nyelametin Reihan loh dulu, kalo gak ada dia mungkin Reihan udah..."

"Udah gak usah dilanjutin," potong om Ginanjar.

Dia menatap istrinya dalam, mungkin curiga mengapa Tante Dewi begitu ngotot untuk membantu ku.

"Iya udah nanti papah ngomong sama Roy, tapi papah gak janji dia bakalan acc, karena semua tergantung kemampuan Randy."

Tante Dewi tersenyum mendengar penuturan suaminya terlebih diri ku. Ekspresi wajah ku memang terlihat biasa saja namun dalam hati ku sangat euforia.

"Tenang aja pah, mas Roy kan segan sama papah, lagian mamah yakin kalo kemampuan Randy juga mumpuni."

Om Ginanjar mengangguk yakin.

"Terus kalo semisal kamu jadi pemain basket, apa kamu bisa membagi waktu dengan menjadi supir pribadi istri saya?"

"Bisa tuan, jangankan jadi supir, jadi bodyguard juga saya sanggup," tegas ku.

"Baik kalo gitu, oh iya sekarang kamu tinggal dimana?"

Aku terdiam, ku lirik Tante Dewi, dia mengernyitkan dahinya sambil menggelengkan kepala memberi ku kode untuk jangan mengatakan yang sebenarnya.

Otak ku dengan cepat berusaha mencari jawaban yang masuk akal agar tidak dicurigai oleh om Ginanjar.

"Ee...itu om ehh...tuan, saya ngekost," jawab ku gugup karena ide yang belum matang sudah keburu ku ucapkan.

"Oh dimana?"

"Di itu deket perum ******."

Aku sebutkan saja perumahan tempat Justin tinggal karena nama tempat itu yang tiba-tiba terlintas di pikiran ku.

"Wah jauh dong kalo gitu, kenapa gak nyari deket sini aja?" tanya om Ginanjar lagi.

"Udah nyari sih, tapi gak nemu," balas ku ngasal.

"Emm, terus kamu ke sini pake apa kalo gitu?"

"Naik ojol om ehh...tuan."

"Udah panggil om aja gak papa."

"Siap om."

"Ya sudah, biar kamu gak repot ke sana kemari naik ojol, nanti saya belikan kamu motor ya," ujarnya membuat ku terkejut.

"Se...serius om?" jawab ku tidak percaya.

"Iya, kamu alamat kostnya dimana? biar nanti saya kirim motornya langsung ke sana."

"Makasih banyak om, kalo boleh kirim ke sini aja biar saya yang ambil sendiri soalnya kost saya masuk gang."

"Oh gitu, oke lah besok saya kirimkan motornya langsung ke sini."

Aku masih menampilkan sikap kalem namun dalam hati ku benar-benar terlonjak kegirangan.

"Sekali lagi terima kasih om Ginanjar!" papar ku sambil mengangguk tersenyum.

"Ya sudah kalo gitu saya mau ke kamar dulu, mau rebahin punggung ini belum dikasih istirahat sejak pulang."

Om Ginanjar lalu bangkit berdiri dan tersenyum pada ku seraya mengangguk pelan kemudian berlalu masuk.

Tante Dewi masih di ruang tamu bersama ku, sejenak dia menoleh ke arah suaminya, saat punggung suaminya sudah tidak terlihat lagi, dia lalu berpaling ke arah ku.

"Untung kamu gak bilang tentang apartemen itu," ucap Tante Dewi lirih sambil tertawa kecil.

"Iya lah aku ngerti kok, oh ya Reihan kemana? kok dari tadi gak keliatan?"

"Reihan di dalem sama bi Lastri, tau sendiri kan kalo papanya pulang dia maunya ngumpet."

"Kok bisa gitu?" tanya ku penasaran.

"Gak tau kenapa Reihan gak nyaman kalo deket mas Ginanjar, beda kalo sama kamu," tukasnya.

"Ya udah sih kalo ada papanya titipin aja Reihan ke apartemen ehh, kost-kostan ku maksudnya hehehe..." timpal ku setengah bercanda.

Tante Dewi tersenyum remeh.

"Mau mu itu sih."

Kami tertawa bersamaan. Setelah itu aku kemudian pamit kepada Tante Dewi.

"Kalo gitu aku pamit dulu ya Tan."

Kami pun bangkit dari duduk lalu menuju pintu.

"Hati-hati di jalan yah," ucap Tante Dewi seraya mendekatkan bibirnya ke bibir ku, namun ku tahan.

"Ada om Ginanjar," cegah ku mengingatkan.

Tante Dewi sejenak menoleh ke dalam lalu kembali berbalik.

"Dia kalo udah masuk kamar pasti langsung tidur," balasnya kemudian mengecup bibir ku dalam.

Ku balas ciumannya dengan lumatan hangat. Setelah puas dengan percumbuan sesaat itu aku lalu pergi dari rumah itu.

Sore itu aku kembali ke apartemen dengan menggunakan ojol lagi. Aku habiskan waktu ku di dalam apartemen yang nyaman itu.

Waktu yang ku gunakan untung ngebucin bersama kakak ku atau lebih tepatnya pacar ku.

Skip...

Keesokan harinya aku terbangun di pagi hari. Ku dengar ponsel ku berdering, ternyata om Ginanjar yang menelfon langsung.

"Selamat pagi om!" sapa ku.

"Selamat pagi Randy, kamu ke sini sekarang bisa kan? anterin kami jalan-jalan ya!" perintah dari om Ginanjar.

"Bisa om, kalo gitu Randy siap-siap dulu ya."

"Oke, jangan lama-lama," ujarnya lalu telepon terputus.

Aku secepat kilat bangkit dari ranjang ku yang empuk dan bergegas mandi lalu berangkat karena itu perintah langsung dari big boss.

Sesampainya di rumah om Ginanjar aku sudah di sambut oleh mereka.

"Randy, kamu sudah sarapan belum?" tanya Tante Dewi yang sudah berpakaian rapi dan memoles make up di wajahnya.

"Belum Tante," jawab ku singkat.

"Ya udah makan dulu sini," tawarnya kepada ku.

Melihat keluarga itu sudah siap untuk berangkat maka ku putuskan untuk menolak tawaran itu secara halus.

"Gak usah Tante, Randy masih belum laper kok."

"Ya sudah, ayo berangkat sekarang," ucap om Ginanjar yang matanya masih fokus ke ponsel yang ia pegang.

Kami pun berangkat, aku berada di kursi kemudi sedangkan om Ginanjar, Tante Dewi, dan Reihan berada di belakang.

Untung saja saat itu Reihan tidak keceplosan untuk memanggil ku dengan sebutan 'papa', kalau itu terjadi bisa gawat.

Namun ada yang beda dari Reihan, sejak pagi tadi aku melihat dirinya diam saja tidak cerewet seperti biasanya.

Hari itu kami pergi jalan-jalan ke tempat lokawisata, awalnya aku memilih untuk menunggu saja di dalam mobil selagi mereka menikmati momen kebersamaan.

Tapi aku dipaksa ikut untuk membawa perlengkapan renang, karena saat itu kami pergi ke water boom.

Di sana kami bermain air. Seperti yang pernah dikatakan oleh Tante Dewi, om Ginanjar lebih banyak menghabiskan waktu bersama ponselnya ketimbang menikmati quality time bersama mereka.

Alhasil aku yang menemani Reihan bermain di kolam ombak.

"Kamu kenapa kok dari tadi cemberut terus?" tanya ku kepadanya.

"Papa hat, ayin eyan inggal ndiyan iyumah!" (Papa jahat, kemarin Reihan ditinggal sendirian di rumah!)

"Hehehe,, kemarin papa ada urusan sama mama, jadi Reihan gak bisa diajak sayang!"

"A mo au, eyan nta Iyah oonya." (Ga mau tau, Reihan minta hadiah pokoknya)

"Reihan minta apa kalo gitu?"

"Alan-alan Ama papa mama wang!" (Jalan-jalan sama mama papa doang!)

"Ya udah kapan-kapan yah, eh ya tapi ada syaratnya, Reihan jangan panggil papa Randy 'papa' kalo ada papa Ginanjar yah, oke!"

"Oe ehh." (Oke deh)

Kami kembali bermain air bersama, aku juga menikmati waktu itu karena sudah lama tidak berenang.

Dari kejauhan aku melihat Tante Dewi sedang duduk di samping suaminya sedang mengamati kami bermain.

Aku tahu kalau dia ingin bergabung dengan kami tapi suaminya pasti akan curiga melihat kedekatan ku dan dia.

Setelah puas bermain air di water boom, kami melanjutkan pergi ke tempat yang tak lain adalah mall.

Bagi para wanita mall adalah tempat yang wajib dikunjungi saat ada waktu luang.

Di sana tampaknya om Ginanjar sudah tidak fokus terhadap ponselnya, dia gendong Reihan dengan erat, mungkin trauma atas apa yang terjadi saat terakhir mereka pergi ke sini.

Maka aku memutuskan untuk berpisah di dalam mall untuk memberi kesempatan mereka bersama.

Saat sedang berjalan-jalan di dalam mall tiba-tiba aku melihat seseorang yang tak asing lagi bagi ku. Saat itu dia sedang berada di rak khusus untuk susu bayi. Aku lalu mendekatinya.

"Halo Cha, apa kabar?" sapa ku kepada wanita berhijab ungu yang sedang menggendong bayi.

Sontak dia terkejut mendengar namanya dipanggil lalu memutar kepalanya ke arah panggilan itu.

"Ra...Randy?! ka...kamu ngapain ada di sini?!" jawabnya tergagap.

"Ini kan tempat umum, masa gue gak boleh sih dateng ke sini."

Pandangan ku berpaling ke bayi yang ada di gendongannya.

"Halo Humaira, anak papa yang cantik."

Ku coba mengelus pipinya dengan punggung jari ku namun langsung ditepis oleh Icha.

"Diam, dia bukan anak kamu tau!" protesnya.

"Lah, jelas-jelas dia anak gue, kan lu yang bilang sendiri dulu."

"Gak!"

Dia mencoba berpaling pergi dari hadapan ku namun ku cegah dengan menahan bahunya. Dia pun berontak.

"Apasih!? Jangan pegang-pegang, bukan muhrim!"

Aku tertawa mendengar perkataannya, kalau dulu dia pasti sudah memohon-mohon untuk disodok memeknya dengan rudal ku.

"Kakak!"

Seseorang memanggil dari jarak yang tidak terlalu jauh, kami kemudian menoleh ke sumber suara secar bersamaan.

Dia tidak lain dan tidak bukan adalah Annisa adik Reza. Dia mengernyitkan dahinya saat bola matanya menangkap sosok lelaki bersama kakak iparnya.

Annisa lalu berlari kecil menghampiri kami.

"Kakak kok bisa sama dia?" tunjuknya kepada ku.

"Eng...enggak tadi kakak lagi nyari susu buat Ara tiba-tiba dia dateng, kamu udah beli bahan-bahannya?"

"Udah nih kak," jawab Annisa sambil menyodorkan dua tas plastik di kedua tangannya.

Tatapannya berpindah ke arah ku. Dengan ekspresi wajah tidak bersahabat dia lalu berkata.

"Mau apa kamu datang lagi? jangan dekati kak Icha lagi, dia itu gak suka sama kamu dan dia juga udah nikah jadi gak ada kesempatan buat kamu!" hardik Annisa.

Aku pun bingung dengan apa yang dikatakannya. Ku tatap Icha untuk menemukan sebuah jawaban.

Bola matanya tampak bergerak ke sana kemari menunjukkan dia sedang tidak nyaman dengan situasi ini.

"Hah?! maksudnya gimana?" tanya ku kepada Annisa.

"Aku udah tau semua dari kak Icha kalo kamu itu dulu playboy teman kuliah kak Icha sama kak Reza kan? terus kamu coba deketin kak Icha tapi kak Icha maunya sama kak Reza."

"What?!"

Nada bicara ku sedikit meninggi. Aku setengah menahan tawa atas penjelasan dari Annisa. Tertawa karena sebuah cerita karangan yang dibuat oleh Icha untuk menutupi sebuah fakta.

"Terus kamu percaya sama dia?"

Aku balik bertanya dengan menunjuk Icha. Annisa diam melihat respon ku.

"Apa gue buka aja ya Cha, mumpung kalian berdua ada di sini," ujar ku penuh percaya diri.

"Ja...jangan,, mm...maksudnya kamu jangan ganggu aku lagi, aku udah nikah," balas Icha seraya menarik tangan Annisa untuk pergi dari situ.

Melihat gelagat yang mencurigakan dari kakak iparnya itu membuat Annisa melepas genggaman tangan Icha secara paksa.

"Bentar kak! Annisa mau dengerin penjelasan dari dia dulu kak."

Mata Icha berkaca-kaca kala dibentak oleh Annisa.

"Maaf kak, Annisa ingin percaya sama kakak tapi hati kecil Annisa bilang sebaliknya."

Pandangan Annisa beralih ke arah ku.

"Ayo katakan, sebenarnya kamu ini siapa dan ada apa tentang masa lalu kalian?"

Aku diam sejenak untuk berpikir. Kalau aku katakan yang sejujurnya mungkin karir Icha sebagai istri Reza akan tamat, atau mungkin aku harus bermain-main dengan situasi ini?

Aku tersenyum jahat.

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd