Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 2)

Kemana kah cinta Randy benar-benar akan berlabuh? (Menikah)

  • Kak Ranty

    Votes: 297 27,7%
  • Anes

    Votes: 49 4,6%
  • Annisa

    Votes: 403 37,6%
  • Tante Dewi

    Votes: 168 15,7%
  • Lisa (kemungkinan kecil)

    Votes: 49 4,6%
  • Icha

    Votes: 105 9,8%

  • Total voters
    1.071
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Part 7. Night Game

Hari demi hari berlalu, masih belum ada kabar tentang hasil seleksi ku apakah berhasil atau gagal.

Semakin hari hubungan ku dengan Justin dan Anes semakin akrab. Kami sudah seperti sahabat karib.

Bahkan saat malam hari kami sering memainkan permainan, entah itu uno stacko, kartu, atau permainan lain yang bisa dimainkan.

Kemudian yang kalah akan mendapatkan hukuman. Seperti malam ini kami sedang bermain stacko, saat itu Justin yang mendapat giliran untuk menarik salah satu blok.

Dia melakukannya secara perlahan.

"Yes,, berhasil!" pekik Justin melihat blok itu keluar dari tumpukan.

Lalu giliran ku untuk melakukannya. Namun karena aku belum terbiasa bermain permainan itu aku menjadi gugup.

Tangan ku gemetar saat menarik salah satu balok sehingga...

Prakkk...

Semua tumpukan itu hancur berkeping-keping karena aku menariknya secara asal-asalan.

"Hahaha,, baru tumpukan pertama langsung jatuh," ujar Justin sambil melumuri muka ku dengan tepung.

"Hihihi..." tawa Anes sembari melemparkan sebuah piring plastik penuh tepung ke arah wajah ku sehingga wajah ku putih penuh dengan tepung.

Aku merasa Anes sangat puas melakukannya seakan dia ingin balas dendam karena di permainan kartu dia selalu menjadi bulan-bulanan ku.

Kemudian kami mulai menyusun blok-blok itu lagi untuk melanjutkan permainan.

Kali ini giliran Anes yang mencoba untuk menarik blok itu dari tumpukan. Aku berharap dia gagal melakukan. Iseng aku tiup-tiup sedikit tumpukan itu agar roboh.

Sejenak Anes berhenti bergerak dan melotot ke arah ku. Aku hanya cengar-cengir saja melihat muka sebal dari dirinya karena aku curang.

Lalu Anes kembali menarik blok itu dan...

Plukkk...

"Yee,, berhasil!" ujar Anes girang karena berhasil.

"Hahaha,, gimana nih Ran? masa kalah sama cewek," timpal Justin meledek ku karena kalah dari Anes.

"Haihh,, gue ngalah aja, masa iya gue menang semua game sih, kan gak asik," balas ku sedikit sombong.

"Alesan aja lu Ran."

Anes kemudian mencubit pinggang ku hingga aku memekik kesakitan. Mereka hanya tertawa saja melihat penderitaan ku.

Lalu giliran Justin kembali. Lagi-lagi dia berhasil dengan mudah. Kemudian dilanjutkan oleh ku lagi.

Mereka sudah senyum-senyum mengetahui aku akan gagal lagi. Namun kali ini aku tidak akan menyerah begitu saja.

Aku tarik secara perlahan sembari memicingkan alis ku untuk berkonsultasi.

Mereka berdua mencoba mengacaukan konsentrasi ku dengan cara menari-nari ala tiktok di depan wajah ku.

"Hayo Randy gagal, gagal, gagal..." pungkas mereka berdua.

"Oyy,, diem, diem, diem, ahh...haha..." jawab ku sedikit tertawa melihat tingkah mereka.

Sesaat aku langsung menarik blok itu keluar dari tumpukan.

Plukkk...

Aku berhasil melakukannya tanpa merobohkan tumpukan itu. Mereka berdua langsung terdiam.

"Yeahhh,, berhasil!"

Aku langsung berdiri untuk melakukan selebrasi. Namun naas, saat akan berdiri aku tak sengaja menyenggol tumpukan itu sehingga roboh.

Prakkk...

Seketika aku diam mematung melihat stacko itu tercerai-berai.

"Hahaha,, ancur lagi, gagal maning, gagal maning son!" ujar Justin girang.

"Bhahaha,, Randy...Randy, makannya jangan seneng dulu kalo berhasil, jadinya gagal kan," tawa puas Anes melihat kegagalan ku.

Aku hanya merengut kesal dan pasrah menerima hukuman yang akan aku terima.

Bakkk...bukkk...

Dua piring berisi tepung berhasil mendarat di wajah ku. Wajah ku semakin berantakan karena tepung dari mereka berdua.

"Anjirrr,, tinggal digoreng aja tuh muka, hahaha..." ucap Justin sambil tertawa.

"Hahaha,, jadi muka krispi nanti beib," imbuh Anes menimpali pacarnya itu.

"Awas nanti gue bales kalian."

Aku kemudian membersihkan wajah ku dari tepung yang menempel. Setelah itu kami kembali melanjutkan permainan sampai tengah malam.

Wajah kami sudah berantakan tidak karuan. Terlebih Anes, bukan hanya mukanya saja tapi juga dadanya karena Justin yang iseng menuangkan tepung itu di belahan payudaranya yang besar.

Selesai permainan Justin tertidur di sofa tanpa membersihkan badannya yang dipenuhi oleh tepung karena saking ngantuknya.

"Ran, kamu apa aku dulu yang bersihin badan?" tanya Anes kepada ku.

"Aku duluan kak, kalo kakak kan pasti lama," sergah ku meminta duluan.

"Ya udah sana, jangan lama-lama."

Aku hanya mengiyakan perkataannya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Aku membuka satu persatu pakaian ku yang kotor terkena tepung.

Kemudian aku mulai menyirami rambut ku dengan shower yang ada di situ.

"Dinginnya..." batinku.

Aku tidak mau berlama-lama berada di situ karena tubuh ku sudah menggigil. Namun saat akan beranjak keluar hanya dengan handuk yang aku kenakan, tiba-tiba perut ku merasa mulas.

Karena toilet dan kamar mandinya jadi satu, daripada aku harus membuang ampas yang ada di ujung pantat ku setelah Anes selesai mandi yang entah kapan selesainya.

Maka aku memutuskan untuk BAB terlebih dahulu sebelum aku keluar. Kembali aku lepaskan handuk yang terlilit di pinggang ku lalu ku taruh di cantelan baju.

Aku lalu duduk di atas toilet dengan bertelanjang bulat. Sambil ngeden, pikiran ku menerawang jauh memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Tujuan utama ku masih sama yaitu menjadi atlet basket profesional dan yang paling terpenting adalah menikahi kak Ranty yang tak lain adalah pacar ku sekaligus kakak kandung ku sendiri.

Ya, apapun yang terjadi aku akan tetap mencintai kak Ranty tidak peduli apa yang akan terjadi nanti. Meskipun dunia tak merestui hubungan ku dengannya.

Aku pejamkan mata ku sambil mengelus kontol ku yang setengah berdiri membayangkan betapa bahagianya diri ku ketika kelak dapat hidup bersama kak Ranty.

Aku mulai mengocok kontol ku sambil membayangkan kak Ranty berada di pelukanku.

"Ouhh,, kak Ranty, Randy kangen sama kakak, Randy cinta kakak, ouhhh..." racau ku sembari kocokan ku aku percepat.

Sedang asik-asiknya bermasturbasi, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka.

Ckrekkk...

Sontak aku sangat terkejut melihat ada seseorang yang masuk tanpa ijin. Secara reflek aku langsung menutupi area terlarang ku yang tidak tercover dengan baik karena panik dan ujung kontol ku yang mencapai pusar.

Ternyata itu adalah Anes, dia masuk dengan santainya seolah-olah tidak ada diri ku di sana.

"Dibilang jangan lama-lama malah,, ihhh..." protes Anes singkat lalu sontak kaget melihat ku sedang melakukan hal yang sering dilakukan oleh para jomblo.

Anes memicingkan matanya sembari tersenyum meringis menampakkan giginya yang tertata rapi.

Tampaknya dia terkekeh dengan apa yang sedang aku lakukan.

"K...kakak kok bisa masuk? perasaan tadi udah aku kunci kak," pungkas ku dengan mematung.

"Kamar mandi mana ada kuncinya, tuh gara-gara Justin ngerusak pintu pas lagi..."

Tiba-tiba Anes menghentikan perkataannya. Dia lalu berjalan menuju cermin yang terdapat di kamar mandi itu dengan cara membuang muka tanpa melihat ke arah ku.

"Hah...!!!" jawab ku sama sekali tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Anes.

"Gak,, lupain aja!"

Anes kemudian mulai membasuh mukanya di wastafel. Posisi ku sekarang berada di belakangnya berjarak sekitar dua meter darinya.

Saat itu tinja yang sudah keluar beberapa sentimeter dari anus ku kembali masuk.

Aku memang tidak bisa BAB kalau ada orang di samping ku. Praktis hanya dengan Lisa lah aku dapat mengeluarkan kotoran ku di dekatnya tanpa merasa sungkan.

Sedikit cerita tentang Lisa, sahabat ku itu.

Dia memang anak yang spesial bagi ku. Banyak hal yang pernah aku lakukan bersamanya tapi tidak pernah aku lakukan bersama orang lain bahkan dengan kak Ranty sekalipun.

Kami pernah BAB berhadap-hadapan di sungai saat naik gunung di suatu hari. Saat itu aku dapat melihat tinjanya keluar dari anus Lisa dan hanyut terbawa arus sungai. Lisa hanya cengengesan saat aku melihatnya. (baca : My Sex Journey Season 1)

Aku bahkan pernah merasakan tinjanya di ujung lidah ku saat melakukan oral di anusnya waktu berada di dalam gudang sekolah di hari pengumuman kelulusan.

Saat itu aku sedang asik menjilati anusnya lalu tiba-tiba dia kentut di depan wajahku.

Namun waktu itu dia sedang diare alias mencret. Alhasil kentutnya itu membawa ampas berbentuk cairan yang menetes di lidah ku yang membuat aku tidak selera makan selama beberapa hari.

Yang membuat aku jengkel, dia justru tertawa puas melihat aku mual-mual saat merasakan rasa pahit kotorannya. Tetapi momen itu juga yang aku rindukan di season satu yang mungkin tidak terjadi lagi di season ini.

Back to story

Aku masih mematung diri sambil terduduk di atas toilet.

"Kamu abis coli ya?" tanya Anes yang membuat ku mati kutu.

"E...enggak kok kak, siapa bilang?" elak ku.

"Lah itu punya mu ngaceng," jawab Anes dengan santai.

Aku tidak menjawab, malah mencari sesuatu yang dapat menutupi tubuh telanjang ku, tetapi handuk yang aku bawa berada di cantolan yang jaraknya jauh dari posisi ku dan aku tidak bisa menjangkaunya.

"Kak Ranty itu siapa? pacarmu yah?" tanya Anes lagi.

"I...iya kak," balas ku sekenanya.

"Kok manggilnya kak?"

"Ya kan dia lebih tua dari aku kak."

"Hah,, kamu manggil pacarmu kakak?" tanya Anes terkejut.

"I...iya."

"Gak mesra banget," imbuhnya lagi.

"Aduh,, di saat gini kenapa malah ngomongin hal itu sih," gerutu ku dalam hati.

Sejenak Anes menatap ke arah ku dari pantulan cermin.

"Ya udah,, lanjutin aja kalo tanggung," ujar Anes masih sambil membersihkan wajahnya.

Yang tidak aku duga, Anes justru menurunkan leher bajunya dengan tangan kiri sehingga payudara kirinya bebas tereksplor.

Dia dengan cueknya menggenggam toketnya itu lalu ia arahkan ke atas. Matanya tampak memicing. Kemudian ia kibas-kibaskan putingnya untuk membersihkan dari sisa-sisa tepung yang menempel.

Lalu dia lakukan juga di payudaranya sebelah kanan. Hal itu membuat kontol ku yang semula melemas kembali berdiri dengan tegak.

Anes hanya menyunggingkan sebelah bibirnya mengetahui hal itu.

"Masih lama gak Ran? aku udah gerah banget nih pengin mandi," sergah Anes tiba-tiba.

"Aduh,, masih mules kak, tapi gak bisa keluar kalo ada kakak di sini."

"Aihh ribet! aku udah gak tahan nih, ya udah aku mandi di sini yah, kamu jangan liat!" larangnya sembari mengambil handuk ku lalu melemparkannya ke arah ku.

Aku pun menerima handuk itu lalu menutupi tubuh telanjang ku.

"Heihh,, itu buat nutupin muka mu biar gak liat," protes Anes melihat aku hanya menutupi selangkangan ku dan tidak menutupi wajah ku.

Aku kemudian mengangkat handuk ku yang tidak terlalu besar itu ke atas, alhasil kontol ku yang sedang berdiri kembali terlihat.

"Udah belum kak?" tanya ku dari balik handuk yang menutupi wajah ku.

"Baru aja buka baju Ran!" sergahnya.

Aku jadi penasaran ingin mengintip. Maka aku singkat handuk itu sedikit hingga mata ku dapat melihat seorang bidadari yang sedang melucuti pakaiannya.

Pada saat aku mengintip Anes sedang berdiri membelakangi ku sambil mengangkat kaosnya ke atas.

Saat kaos itu melewati lehernya aku menahan nafas ku karena terkejut melihat punggungnya terdapat tatto yang besar hingga menutupi hampir seluruh punggung Anes.

Aku menelan ludah ku, sesaat kemudian Anes melirik ke arah ku. Aku buru-buru memperbaiki handuk ku agar tidak ketahuan olehnya.

"Jangan ngintip!"

Anes kembali memprotes ku.

"Enggak kak cepetan, gak enak banget posisinya kek gini," timpal ku kepadanya.

Lalu tidak ada suara lagi. Aku rasa Anes kembali melanjutkan aktifitasnya. Dengan memberanikan diri aku sobek sedikit handuk ku agar menghasilkan celah yang bisa untuk ku gunakan mengintip.

Aku lihat Anes sedang menurunkan mini jeansnya beserta CD yang berupa g-string ke bawah sehingga menampakkan bulatan pantat yang menggoda.

Aku kembali menahan nafas ku dan menelan ludah ku melihat tubuh Anes tanpa penutup sama sekali. Payudaranya yang dapat dikategorikan big boob itu

Tanpa aku sadari tangan kiri ku mulai kembali mengelus-elus kontol ku yang sedang dalam tegangan tinggi.

Entah Anes sadar atau tidak aku mengintip, dia terus menyirami tubuhnya dengan shower.

Sesekali Anes tampak melihat ke arah kontol ku sembari tersenyum sambil membasuh tubuh telanjangnya.

Aku terus mengocok kontol ku. Namun karena rangsangan yang dirasakan oleh junior ku tidak terlalu kuat, maka aku tidak juga mencapai klimaks.

Sampai saat itu Anes menyelesaikan mandinya yang cukup lama. Dia mengelap seluruh tubuhnya kemudian kembali mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya.

Lalu dia mendekati ku dan melepas handuk yang menutupi wajah ku.

"Udah Ran, lama amat belum keluar juga, padahal dari tadi kan ngintip, hihihi..." sergah Anes yang ternyata mengetahui kalau aku mengintip dia mandi tadi.

"Hehehe,, kalo cuma liat sih lama keluarnya kak," jawab ku sekenanya.

"Maksudnya?" tanya Anes kepada ku.

"Bantuin kak, hehehe,, kalo mau itu juga tapi."

Aku mencoba sehalus mungkin agar dia tidak tersinggung.

"Bantuin gimana?"

"Seikhlasnya aja kak."

Anes menarik nafasnya dalam, kemudian dia mendekat ke arah ku.

"Aku bantu kocokin aja ya."

Kemudian Anes berjongkok di depan ku hingga aku dapat melihat belahan payudaranya. Lalu dia sedikit menarik hidungnya ke atas.

"Ihh, bau banget! belum disiram ya?" pekik Anes.

"Hehehe,, iya kak belum."

Anes kemudian menjangkau flusher yang ada di bagian belakang tubuhku lalu seketika guyuran air keluar dari sisi dinding toilet.

"Ehh,, gitu caranya yah? baru tau aku," ujar ku saat mengetahui cara kerja toilet duduk itu.

"Emang biasanya gimana?"

"Disiram pake gayung," balas ku jujur.

"Hihh,, kampungan!"

"Wkwkwk..."

Anes sejenak berdiam diri mengamati batang kebanggaan ku yang sedang berdiri dengan kokoh. Kedua telapak tangannya ia letakkan di atas paha ku.

Kemudian dia sedikit meremas-remas paha ku lalu mengusapnya ke atas dan ke bawah. Hal itu membuat desiran birahi ku semakin menjadi.

"Uhhh...!!!" desah ku merasakan elusan tangannya di paha ku.

Lalu tangannya ia arahkan ke perut bagian bawah pusar. Kembali di usap-usap bagian itu hingga kontol ku bersentuhan dengan punggung tangannya.

Aku lihat Anes masih mengamati kontol ku sambil sesekali dia berkedip.

"Besar mana kak sama punya Justin?" tanya ku memecah keheningan.

Anes lalu melirik ke arah wajah ku kemudian tersenyum.

"Punya Justin lah," jawabnya singkat.

"Emm,, masa iya?"

Anes tidak menjawab, namun langsung membalikkan telapak tangannya sehingga kini bersentuhan langsung dengan kontol ku.

Digenggamnya kontol ku lalu ia gerakkan naik turun.

"Ehh,, kayaknya sama ding," ucap Anes meralat perkataan dia sebelumnya.

Aku sudah tidak memperdulikan apa yang dikatakannya barusan, yang aku rasakan kini nikmat yang tiada tara.

"Shhh...ouhhhh...!!!"

Aku menutup mata ku sambil mendesah merasakan kocokan tangan Anes di kontol ku.

Secara reflek aku raih buah dada Anes yang besar, namun saat tangan ku mendarat di payudaranya, Anes langsung menepis tangan ku. Sesaat dia menghentikan kocokannya.

"Jangan pegang!" larang Anes.

Aku langsung membuka mata ku dan menatapnya. Aku memicingkan mata ku, dia balik menatap ku.

"Maaf Ran, tapi yang ini punya Justin!" jelas Anes sembari menutupi payudara kirinya dengan tangan kanan.

Aku kemudian tersenyum seraya mengangguk pelan.

"Iya kak."

Anes membalas senyuman ku lalu ia memindahkan pandangannya ke arah kontol ku yang sedang ia pegang.

Beberapa saat kemudian Anes mempercepat kocokannya agar aku cepat klimaks, namun kontol ku belum juga memberikan tanda-tanda akan crot.

"Lama amat Ran keluarnya?" tanya Anes yang tangannya sudah lelah mengocok.

"Masih lama kak, kalo cuma dikocok ya gak sampe-sampe."

Anes mengatupkan bibirnya kuat. Kemudian perlahan wajahnya mendekat ke arah kontol ku.

Aku menahan nafas terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Anes.

Tanpa ragu dia mencium ujung kontol ku yang terdapat urat di bagian bawah. Mata Anes melirik ke arah ku.

Sambil mengocok dia kemudian menjulurkan lidahnya hingga menyentuh lubang kontol ku.

Padahal sebelum itu terjadi aku sempat mengeluarkan air seni ku namun belum sempat aku bersihkan.

Sejenak Anes melepaskan jilatannya. Dia memicingkan matanya sembari mengecap-ngecap lidahnya seperti merasakan rasa yang aneh.

Namun beberapa saat kemudian dia kembali mendekatkan bibirnya ke arah kontol ku.

Lalu seketika dia langsung melahap junior ku hingga kepala kontolnya masuk ke dalam mulutnya. Anes kemudian menaik turunkan kepalanya di kontol ku.

"Ouhhhh,, kak enakkk...!!!" pekik ku merasakan kulumannya.

Semakin lama semakin cepat.

Plokkk...plokkk...plokkk...

Aku sudah tidak tahan lagi untuk menuntaskannya. Kemudian aku pegang belakang kepalanya lalu aku dorong-dorong ke arah kontol ku.

Anes tampak tidak protes saat aku melakukannya. Telapak tangannya bertumpu pada paha ku. Aku sedikit mengangkat pinggul ku untuk mengimbangi gerakan bibirnya.

"Ouhhh...shhh...emhhh..."

Desahan ku semakin keras. Aku merasa pertahanan ku sudah hampir jebol. Maka seketika aku langsung benamkan wajahnya ke arah kontol hingga mencapai kerongkongannya dan...

Crottt...crottt...crottt...

Aku tembakkan sperma ku jauh ke dalam lambungnya. Anes menahan nafas dan memejamkan matanya dengan kuat.

"Grrrooooogkkk...!!!"

Suara Anes terdengar seperti sapi sedang disembelih saat kepala kontol ku menekan dinding tenggorokannya.

Aku sempat melihat melihat cairan putih keluar dari hidungnya dan jatuh ke area jembut ku yang tidak terlalu lebat itu.

Anes buru-buru mengeluarkan kontol ku dari dalam tenggorokannya lalu dia terbatuk-batuk.

"Uhukkk...uhukkk...!!!"

Sesaat aku dapat melihat lelehan sperma ku kembali lewat hidungnya sebelum dia mengelap cairan itu dengan telapak tangan.

"Gila kamu Ran! hampir aja aku mati keselek kontol," protes Anes kepada ku.

"Hehehe,, sorry kak habisnya gak tahan aku," balas ku sambil tertawa kecil.

Anes kemudian bangkit lalu pergi ke wastafel untuk membersihkan sisa sperma yang ada di hidungnya.

Aku lihat Anes menutup salah satu lubang hidungnya dengan jari telunjuk lalu sekeras mungkin dia hembuskan nafas dari lubang hidung yang lain seperti orang sedang mengeluarkan ingusnya.

Kemudian aku cebok lalu ikut berdiri dan memakaikan handuk ku lagi di pinggang.

Lalu aku hampiri Anes yang saat itu sedang membasuh wajahnya.

Melihat aku mendekat Anes kemudian melirik ke arah ku. Aku hanya cengar-cengir saja.

"Apa lagi? udah kan?" ujar Anes ketus.

"Hehehe makasih ya kak!"

Anes tidak menjawab lalu dia mengeringkan wajahnya dengan handuk.

"Oh ya kak, boleh nanya gak?"

"Nanya apa?"

"Soal tatto kakak yang ada di punggung," tanya ku dengan hati-hati.

Tiba-tiba Anes menatap ku tajam. Terkejut juga aku ditatap seperti itu olehnya.

"Ya kalo gak mau cerita ya gak papa," ucap ku nothing to lose.

Anes kembali mengarahkan pandangannya ke cermin.

"Aku ceritain, tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya!" sergah Anes memperingati ku.

"Iya kak."

"Termasuk Justin!"

Deggg...

Aku tersentak mendengarnya.

"What!!! Justin belum tahu? gak mungkin dia gak tau kak, orang tatto segede gaban gitu."

"Bukan gak tau tentang keberadaan tatto ini, tapi tentang latar belakangnya," pungkas Anes dengan jelas.

"Emang ada yang salah? kakak anak dari gangster? atau kakak anggota Yakuza?"

"Sembarangan aja kau! bukan lah!"

"Terus?" tanya ku semakin penasaran.

"Aku jelasin tapi bukan di sini."

Aku hanya mengangguk.

Beberapa saat kemudian kami keluar dari kamar mandi secara bergantian. Anes keluarga terlebih dahulu untuk memastikan Justin masih terlelap tidur. Setelah yakin aku kemudian menyusulnya.

To Be Continue...

Itu Photo asli Anes ?
 
Part 8. Masa Lalu Anes - Affair

Setelah keluar dari kamar mandi, aku dan Anes duduk di kursi teras depan. Aku ingin mendengarkan cerita dari Anes yang belum diketahui oleh Justin.

"Jadi gimana ceritanya kak?" tanya ku tepat saat kita duduk.

"Hah? cerita soal apa?" jawab Anes sedikit amnesia yang membuat aku menggaruk kepala ku yang tidak gatal.

Anes hanya tertawa kecil melihat tingkah ku itu.

"Gimana kak ishh...malah becanda!"

Sesaat tawanya hilang berganti dengan wajah yang serius. Pandangannya beralih ke jalanan sepi di depan rumah. Anes menghembuskan nafas berat.

"Jadi gini ceritanya..."

Wajah Anes masih ke arah jalanan tetapi matanya melirik ke arah ku. Aku dengan raut wajah penasaran kemudian duduk menyamping menghadap dirinya dengan posisi berjegang.

"Jadi dulu waktu SMA, aku pernah pacaran sama orang Bali, dia seorang tatto artist."

"Terus?"

"Yah, dia sebenernya gak pernah nuntut aku buat bikin tatto kaya dia yang tattonya full body."

Aku hanya mengangguk-angguk.

"Tapi pernah waktu itu jobnya lagi sepi dan gak ada orang yang bisa jadi media dia buat bikin tatto."

"Dia sampe uring-uringan karena passion dia gak tersalurkan."

Anes kemudian menatap ku penuh.

"Kamu tau gak sih, kalau orang yang udah kecanduan bikin tatto tapi gak ada media bisa bikin dia stress kaya orang kecanduan narkoba?"

"Gak tau," jawab ku singkat sambil menggelengkan kepala.

Anes mengangguk sesaat.

"Ya gitu, jadi aku kasihan sama dia terus akhirnya aku mau jadi media dia buat bikin tatto."

"Ohh gitu, kirain kak Anes anaknya Yakuza, hahaha..." timpal ku sedikit bercanda untuk mencairkan suasana yang sedikit tegang.

Anes kemudian memukul lengan ku.

"Kalo aku anak Yakuza, kamu udah gak ada sekarang, hihihi..." balas Anes dengan candaan juga.

"Terus gimana reaksi orang tua kakak waktu tau kakak punya tatto di punggung?"

"Marah banget pastinya Ran, sampe gak diakui anak aku," jelas Anes dengan raut wajah sedikit murung.

"What? maksudnya gak dianggap anak gitu?"

Anes hanya mengangguk, dia melirik ke arah ku singkat lalu kembali ke jalanan lagi.

"Aku kabur deh sama Hansh."

"Hansh?"

"Pacar ku dulu," ujar Anes menjelaskan.

"Oh gitu."

Aku jawab sembari mengangguk pelan.

"Hampir 6 bulan aku jadi pelarian sama dia, sebelum akhirnya..."

"Akhirnya?"

Anes terlihat ragu untuk meneruskan. Aku hanya mengernyitkan dahi ku, penasaran apa yang akan dia katakan selanjutnya.

Sesaat dia menengok ke arah dalam rumah melalui kaca jendela, mungkin untuk memastikan Justin tidak mendengar.

Aku pun sontak ikut menengok ke arah dalam. Kalau dipikir untuk apa aku melakukannya juga ya, ahh lupakan.

Anes kembali menatap mata ku. Kami saling berpandangan.

"Dia ditangkap polisi karena narkoba."

Deggg...

Mata ku melotot, mulut ku terbuka membentuk huruf 'O', sebelum jari tangan Anes mengatupkan kedua bibir ku. Anes tersenyum kecut.

"Biasa aja dong ekspresinya."

Seketika aku menepis tangan Anes lirih.

"Aih,, bibir ku dower nanti," sungut ku.

Anes hanya tertawa kecil melihat ekspresi ku.

"Ehmm,, terus kalo dia pake narkoba, apa jangan-jangan kakak juga..."

Aku mencoba menerka tapi tidak berani untuk melanjutkan karena takut dia tersinggung.

"Iya," jawabnya singkat.

Aku kembali terkejut.

"Aku pernah pake barang itu sama dia."

"Ta...tapi kakak gak ikut ketangkep kan?" ucap ku memastikan karena khawatir.

Anes menggelengkan kepala.

"Aku di tolong sama om ku, and that's another story," ujar Anes menimpali perkataan ku.

"Hah, artinya?"

Aku yang tidak bisa bahasa Inggris bertanya dengan polosnya.

"Bhahaha...!!!"

Anes malah tertawa terbahak-bahak membuat ku bingung.

"Belajar lagi ya dek, bentar lagi mau jadi pemain basket profesional harus bisa bahasa enggress..." pungkas Anes sambil menepuk-nepuk pundak ku.

Aku hanya mengatupkan bibir ku rapat.

"Terus gimana kak? lanjutin dong ceritanya."

"Intinya om ku yang nolong aku dari keterpurukan, dari titik terendah ku, dia yang buat aku bangkit dan jadi seperti sekarang ini, jadi model dan bisa lanjutin kuliah," ucap Anes panjang lebar.

"Wah, kayaknya ada cerita yang spesial nih sama om kakak?"

Anes tidak langsung menjawab, namun ia rebahkan kepalanya di samping pundak ku.

"Kalo aja om Sakti belum punya istri, hihihi..."

Hanya itu yang keluar dari mulut Anes, lalu seketika dia memeluk lengan ku. Hawa dingin menyeruak ke dalam tubuh kami.

Saat itu sudah lewat tengah malam.Anes terlihat memejamkan matanya.

"Kak!" panggil ku.

"Hmm?" jawab Anes dengan bergumam.

"Kenapa kakak mau cerita ini ke aku tapi gak mau cerita ke Justin?"

"Karena..."

"Karena?"

Aku masih menunggu jawabannya.

"Karena aku percaya sama kamu Ran, terus aku gak ceritain Justin tentang kisah ku yang sebenernya itu karena aku takut dia jadi jijik sama aku," ucap Anes.

"Jijik kenapa?"

"Aku takut Justin gak bisa terima masa lalu ku, jadi aku terpaksa bohong dan bilang kalo aku emang hobi tatto."

Aku kemudian memegang kedua bahunya, lalu aku hadapkan dia ke arah ku. Mata kami saling bertemu.

"Kak, kalo Justin memang benar-benar cinta sama kakak, dia pasti akan terima kakak apa adanya," pungkas ku kepadanya.

"Ta...tapi Ran, Justin itu lelaki yang sempurna, dia pantes dapet cewek yang jauh lebih baik daripada aku."

Anes tampak menundukkan kepalanya.

"Aku yakin kok Justin bukan orang yang begitu, aku juga laki-laki, aku tau kalo dia mencintai kakak dengan tulus."

Dia kembali menatap ku.

"Kalo kamu gimana Ran?" tanya Anes tiba-tiba.

Glegg...

Aku menelan ludah mendengar pertanyaannya.

"Aku gimana maksudnya kak?"

"Iya kamu, gimana perasaanmu sama aku?"

Anes memperjelas pertanyaan itu. Saat itu aku bingung harus menjawab apa karena di satu sisi aku memang memiliki perasaan terhadapnya, tetapi di lain sisi aku takut jika aku mengatakan yang sebenarnya itu akan membuat hubungan ku dengan Anes dan Justin akan menjadi buruk.

Aku juga masih memiliki kak Ranty yang sangat aku cintai.

"Kalo kakak sendiri gimana perasaannya sama aku?"

Aku mencoba mengelak pertanyaannya.

"Ihh,, kok ditanya malah balik nanya?" balas Anes protes.

"Hehehe...jawab aja kak!"

Anes menghembuskan nafas berat.

"Aku gak tau perasaan apa ini, tapi aku ngerasa nyaman di dekatmu Ran," ucap Anes tegas.

"A...apa kakak suka sama aku?" tanya ku dengan sedikit gugup.

"Mungkin lebih dari itu," jawab Anes singkat.

"M...maksudnya?"

Anes lalu menatap ku lebih dalam.

"Aku kayaknya jatuh cinta sama kamu Ran!"

Deggg...

Ucapan itu seolah membuat jantung ku nyaris berhenti. Aku mematung dan tidak bisa berkata apa-apa kala itu. Pikiran ku terbang jauh membayangkan apa yang akan terjadi apabila hal ini menjadi sebuah affair.

Anes kemudian melambaikan tangannya di depan wajah ku.

"Halooo...halooo Ran!" ujar Anes membuyarkan lamunan ku.

"Ehhh...iya kak?"

"Ishh...malah bengong!"

Anes melipat kedua tangannya di depan.

"Maaf kak..."

Aku sedikit ragu untuk melanjutkannya perkataan ku.

"Asal kakak tau, aku juga punya perasaan yang sama, sama kakak!" imbuh ku lagi.

Anes tampak terkejut, mulutnya melongo. Namun sesaat kemudian dia tersenyum. Anes lalu mendekatkan wajahnya ke arah wajah ku sembari berkata.

"Ran, gimana kalo kita jalanin hubungan ini diam-diam," pungkas Anes dengan nada serius.

Sejenak aku diam untuk berfikir tentang apa keputusan ku.

"Aku tau kalau kamu udah punya pacar, aku juga punya. Ini bukan soal kebutuhan tapi tentang perasaan. Jadi bisa kan kita jalanin hubungan ini..."

Anes menggantung kata-katanya sesaat.

"...tanpa seks!" lanjut Anes kemudian.

Aku memicingkan mata ku.

"Jadi kita pacaran tanpa ml?" tanya ku memastikan.

Dia tidak menjawab melainkan hanya mengangkat kedua alisnya. Aku sejenak tertawa kecil. Anes sontak memicingkan mata.

"Hmm...kenapa?"

"Gak papa sih, emangnya kakak kuat?"

Anes menaikkan sebelah bibirnya.

"Harusnya itu pertanyaan buat mu!" jawab Anes percaya diri.

"Heihh,, serius nantangin? oke kita liat aja nanti."

"Deal?!"

Anes menjulurkan jari kelingkingnya.

"Deal!"

Aku merespon dengan mengaitkan jari kelingking ku dengan miliknya.

"Berarti kita jadian nih?" tanya ku kepadanya.

"As you wish!" jawab Anes sembari tersenyum manja.

Setelah jari kami terlepas Anes kemudian bangkit dari duduknya untuk beranjak masuk ke dalam rumah.

"Aku tidur dulu, ngantuk!"

Namun sesaat sebelum dia melewati pintu, aku tiba-tiba bangkit dan menahan tangannya. Reflek Anes menoleh ke arah ku.

Tak menunggu waktu lama langsung ku tarik tubuhnya ke dalam pelukan ku, lalu ku cium bibirnya dalam.

"Emphhh...ssppphhh..."

Bibir kami saling berpagutan, dia kemudian membalas ciuman ku dengan begitu ganas.

Tangan kiri ku aku letakkan di belakang lehernya dan ku dorong agar bibir kami lebih menempel erat.

"Emmm...ccppp...sssshhh...sshhhpp..."

Anes terlihat sangat semangat dengan ciuman kami. Aku letakkan tangan ku yang satunya di payudara kirinya yang besar.

Merasa toketnya disentuh, Anes reflek menggenggam pergelangan tangan ku dan hendak ditepis.

Namun sesaat kemudian dia urungkan niatnya dan justru menggenggam punggung tangan ku yang sedang berada di payudaranya.

Dia membiarkan tangan ku meremas payudaranya yang sebelumnya tidak pernah ia ijinkan.

"Besarnya...!!!" batin ku.

Payudara terbesar yang pernah aku sentuh dan aku remas. Telapak tangan ku sampai tidak muat.

Sedikit demi sedikit dia mulai merelakan bagian tubuhnya satu per satu untuk ku jamah.

Saat itu aku sudah tidak meremasnya lagi namun aku goyangkan secara memutar.

Aku melakukan french kiss kepadanya sambil menunduk karena Anes lebih pendek dari aku.

Belum sempat aku mengeluarkan jurus andalan ku tiba-tiba...

Bukkk...

"Ouchh...!!!" pekik ku merasakan suatu benda menghantam junior ku yang tengah tegang.

Ternyata Anes baru saja memukul kontol ku dengan telapak tangannya dari luar celana.

"Tidak semudah itu!" ucap Anes sambil menyunggingkan senyum nakal lalu dengan cepat berbalik meninggalkan ku sendirian di teras rumah.

"Hmm..."

Aku hanya bergumam seraya menggelengkan kepala ku kemudian ikut masuk ke dalam rumah.

Saat sampai di dalam aku sudah tidak mendapati Justin yang tadi tertidur di sofa.

Tidak ada tanda-tanda ada orang di kamar mandi lalu kamar Justin dan Anes juga sudah tertutup. Pasti Justin sudah berada di dalam kamar bersama Anes.

Semoga Justin tidak mendengar pembicaraan ku bersama Anes.

Karena mengantuk, akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke kamar ku dan tertidur.

Skippp...

Pagi harinya aku terbangun karena mendapati sinar matahari yang terang menembus tirai jendela kamar ku.

Aku lalu memutuskan keluar kamar karena lapar. Saat sampai di meja makan ternyata sudah ada Justin dan Anes yang sedang sarapan. Anes tampak memalingkan wajahnya dari ku.

"Wih,, si kebo baru bangun wkwkwk..." canda Justin yang secara tidak langsung menyindir ku yang tidak melakukan apapun selama menumpang di rumahnya.

"Wkwkwk...beban banget gue yah," jawab ku menimpali candaannya.

Tanpa permisi aku langsung mengambil martabak telor yang ada di meja makan.

"Oyy,, mandi dulu sana, jorok amat," sergah Justin kepada ku.

"Iya-iyaaa!" balas ku sambil beranjak menuju ke kamar mandi.

Sebelum sempat aku masuk, Justin tiba-tiba memanggil ku.

"Ran!"

Aku menoleh kepadanya.

"Anes bilang katanya lu butuh kendaraan, di garasi ada motor gue lu pake aja, tapi awas jangan sampe lecet ya."

Aku terkejut namun sumringah karena akhirnya aku dapat kendaraan untuk bepergian. Jadi aku tidak jenuh berada di rumah terus.

"Wah serius nih? thanks banget yah," pungkas ku gembira.

"Makasih sama Anes, kalo bukan dia yang minta sama gue, gak akan gue kasih pinjem lu."

Aku lalu mengalihkan pandangan ku kepada Anes.

"Makasih ya Nes, ehh kak."

Anes melirik ku dan hanya mengangguk pelan. Entah dia jadi canggung karena semalam atau dia takut ketahuan oleh Justin tentang hubungan baru kami.

Aku tak ambil pusing lalu masuk ke kamar mandi dan membasuh tubuh ku dengan air dingin.

Aku melamun jauh memikirkan apakah aku salah menjalin hubungan dengan Anes di belakang Justin.

Dia sudah baik terhadap ku, namun aku malah mengkhianati kepercayaannya. Selain itu aku juga telah mengkhianati kak Ranty.

"Arkhhh...!!!" umpat ku sambil memukul tembok kamar mandi yang terbuat dari keramik.

Entah mengapa justru aku merasa bersalah jika aku berselingkuh secara hati daripada berselingkuh secara fisik.

Setelah selesai mandi, aku keluar dengan hanya menggunakan handuk yang aku lilitkan di pinggang ku.

Saat itu Justin dan Anes sudah berangkat ke kampus. Lalu aku kemudian berganti pakaian dan merenung.

Pikiran ku berkecamuk, aku merasa pusing memikirkan tentang kejadian semalam.

Aku butuh seseorang untuk setidaknya menenangkan pikiran ku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran ku untuk menghubungi Lisa.

Dia adalah satu-satunya orang yang dapat aku ceritakan tentang masalah ku. Seketika aku langsung meraih ponsel ku dan mencari kontak Lisa.

Sudah lama sejak aku terakhir mengobrol dengannya. Aku penasaran apa yang sedang dia lakukan.

Tut...tut...tut....

Belum juga diangkat.

Tut...tut...tut...

"Halo?"

Aku tersenyum mendengar suara yang aku kangeni.

"Halo sayang," jawab ku dengan nada lembut.

"Maaf ini siapa ya?"

Tiba-tiba senyum ku langsung hilang.

"Ini gue oyy, Randy!" ucap ku sedikit keras.

Aku yakin betul kalau itu adalah suara Lisa.

"Randy siapa?"

Dia malah pura-pura tidak mengenal ku.

"Aysuuuu...!!! umpat ku dengan cukup keras.

"Wkwkwk..."

Seketika terdengar suara tertawa dari seberang.

"Ehmm...!!!"

Aku hanya mendehem sedikit keras.

"Ada apa Randy, kok tumben nelfon, kirain udah lupa sama gue."

"Mana mungkin lah gue lupa sama orang yang selalu ada buat gue di saat gue susah," ujar ku dengan nada manja.

"Bacod!"

Aku sedikit tersentak, bukan karena tersinggung, melainkan kesal karena berhasil dikerjai dirinya.

"Asem ni cewek!" batin ku.

"Bau-baunya lagi ada masalah nih," terka Lisa.

"Wkwkwk...iya!"

"Nah kan, gue bilang juga apa, baru aja pindah kota udah dapet masalah aja."

"Ya gimana lagi dong, emangnya gue mau apa dapet masalah."

"Ya udah, ada masalah apa?" tanya Lisa kepada ku.

Aku kemudian mengganti voice call menjadi video call. Sesaat kemudian Lisa menerimanya.

Lalu wajah ku berubah menjadi sumringah kala aku melihat wajah Lisa yang masih sama seperti terakhir kali kita bertemu. Wajah yang aku rindukan.

Aku melihatnya berpakaian rapi dan berada di sebuah gedung yang aku tidak tahu tempatnya.

"Wih,, rapih amat, lagi dimana lu?" tanya ku kepadanya.

"Lagi ngampus lah, barusan gue sempetin keluar kelas gara-gara lu telfon," sergah Lisa.

"Wow, jadinya lu kuliah? wkwkwk...emangnya otak lu mampu?" ujar ku meledeknya karena mengetahui otaknya dan otak ku itu 11 12.

"Enak aja lu, gini-gini calon sarjana keles," jawab Lisa percaya diri.

"Kalo gak DO! hahaha...!!!" timpal ku sembari tertawa terbahak-bahak.

"Hahahaha,, asem kau yah!"

Sesaat kami tertawa bersama.

Belum sempat aku ceritakan tentang masalah ku saja, hati ku sudah agak plong hanya dengan berbicara dengan Lisa sebentar.

Dia memang orang spesial yang pernah hadir dalam hidup ku. Aku sangat beruntung memiliki sahabat seperti dirinya.

"Nah, lu sendiri gimana? udah jadi pemain pro ya? kamar lu aja keliatan bagus, kirain lu tinggal di emperan toko."

"Enak aja, kalo gue tinggal di emperan toko entar gue diculik tante-tante gimana dong, secara kan muka gue ganteng," jawab ku sambil bergaya memegang daguku dengan jari telunjuk dan jempol.

"Halah PD abis lu," sanggah Lisa sambil memajukan bibir bawahnya.

Aku hanya tertawa kecil karena terkekeh dengan Lisa.

"Hmm...tadi katanya mau cerita!"

Tiba-tiba Lisa mengingatkan ku akan hal itu. Sedikit demi sedikit senyuman ku pudar berganti dengan wajah yang datar.

"Jadi gini Lis ceritanya, gue ada main sama cewek, terus..."

"Nah kan udah gue duga, hehehe..." potong Lisa dengan sembrono.

"Ishhh, dengerin dulu," ucap ku sebal.

"Hehehe... lanjutin dah."

"Cewek itu ceweknya Justin."

"What?! lu ada main sama ceweknya temen lu sendiri?" tanya Lisa agak terkejut.

"Iya gitu deh."

"Hmm...terus masalahnya apa?"

Sesaat kemudian Lisa justru menimpalinya dengan santai.

"Ya itu masalahnya! dia itu pacarnya temen gue, yang bantu gue hidup di sini," jelas ku kepadanya.

"Emm... harusnya sih selama gak main hati fine-fine aja, kalo perlu ajakin threesome deh," jawab Lisa tanpa beban.

Duarrr meme...

Lisa yang aku harapkan bisa memberikan solusi atas masalah ku malah memberi saran yang gila dan tidak masuk akal.

"Ya ampun, kenapa gue pernah suka sama cewek gila macam Lisa...!!!" sergah ku.

"Ehh,, apa lu bilang?"

"Enggak-enggak, bukan Lisa lu, Lisa backlink!" jawab ku dengan asal.

"Ohh,, kirain gue."

"Duh begonya udah sampe ke tulang sum-sum ni anak," pikir ku.

"Berarti udah clear kan masalahnya?" ucap Lisa sambil memberi isyarat 'ok' dengan jarinya.

"Clear gundul mu!"

Lisa sedikit tersentak.

"Itu lah masalahnya, yang sekarang kebalikan dari yang sering gue alami."

"Maksudnya gimana sih?! ceritanya muter-muter mulu kaya odong-odong."

"Jadi gue sama dia belum pernah ngentot," ungkap ku dengan gamblang.

"Loh, gimana? katanya lu ada main sama dia."

"Gue ada rasa sama dia, dan dia juga ada rasa sama gue."

"Rasa?!" tanya Lisa singkat.

"Iya."

"Rasa yang gimana?"

"Rasa yang pernah gue rasain sama lu, rasa yang gue rasain sama kak Ranty," jelas ku kepadanya.

"Maksudnya cinta?"

"Mungkin," balas ku ragu.

"Tinggal bilang gitu aja repot!"

"Hehehe..."

Aku hanya tersenyum kecut. Sejenak kami terdiam, Lisa mengangguk pelan sambil memikirkan sesuatu.

"Hmm...kalo udah urusan hati repot juga, apalagi sekarang lu udah ada kak Ranty."

"Gue juga bingung Lis."

"Kenapa lu bisa suka sama dia?"

"Gue juga gak tau Lis, rasa itu datang begitu aja."

"Terus kak Ranty gimana? katanya lu mau nikahin dia."

"Kalo itu sih masih jadi prioritas gue," jawab ku.

"Jadi pacar teman lu itu cuma jadi selingan?"

Aku hanya mengangkat kedua bahu ku karena tidak tahu harus menjawab apa.

"Gini deh, kalo menurut gue sih lebih baik lu nyerah aja sama perasaan lu, kalo lu lanjut bakalan banyak hati yang terluka, terutama kak Ranty sama temen lu itu, lu bakal di cap pengkhianat karena nusuk temen lu dari belakang," jelas Lisa panjang lebar.

Aku mengangguk-anggukkan kepala ku tanda paham akan ucapannya barusan.

"Gue juga pernah ngerasain Ran, cinta gak kesampaian, rasanya sakit dan butuh waktu lama untuk sembuh, jadi sebelum terlanjur rasa lu semakin dalam sama dia, lebih baik lu akhiri sekarang juga," ujarnya lagi.

"Emangnya lu cinta sama siapa?" tanya ku kepadanya.

"Sama lu lah, bego!"

"Gue kan juga cinta sama lu!"

"Iya,, tapi waktu gue sadar, itu semua udah terlambat."

Lisa tampak tersenyum kecut. Sejenak kita terdiam, lalu aku kembali menyeletuk.

"Lis!" panggil ku.

"Apa?"

"Gue mau kok jadiin lu istri yang kedua."

"Gundul mu...!!!" sungut Lisa namun kemudian tersenyum singkat.

"Hahaha...!!!"

Aku menimpali dengan tertawa terbahak-bahak.

"Udah ahh Ran, gue masuk ke kelas dulu, udah ijin kelamaan," pungkasnya.

"Ya udah sana, belajar yang rajin, biar gak di DO, wkwkwk..."

"Fuck you...!!!" balas Lisa sambil meringis terkekeh menampakkan giginya yang tertata rapi.

Aku sangat merindukan saat-saat berbincang seperti ini bersamanya. Sesaat kemudian Lisa memutuskan sambungan video call itu.

Aku lalu melemparkan ponsel ku ke atas kasur kemudian tiduran seraya tangan ku aku lipat di belakang kepala. Aku pejamkan mata sembari tersenyum.

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd