Leah_Dizon
Semprot Lover
Sekedar shere buat yang belum baca..
Lumayan ceritanya gan!
Sambil menunggu updetenya para maestro clotingk dgn juwita hatinya dan maestro ethar dgn tepian hatinya..Hehe ditunggu updetenya suhu Caiyo!!
PART 1
Namaku Elang. Usiaku saat ini
awal tiga puluh. Bekerja di
salah satu stasiun televisi
swasta di Jakarta. Aku punya
pengalaman yang ingin
kuceritakan dan persembahkan kepada pengunjung setia
cerita dewasa. Pagi itu awal Mei, pukul 7:00,
aku mendapat telepon yang
tak kuduga-duga di kantor.
(Memang aku biasa datang
pagi untuk menghindari macet).
"Hallo, siapa nih?" "Hai, lupa sama aku ya?"
"Iya, siapa ya?"
"Coba tebak. Masih ingat Ilen?"
"Ilen?"
"Iya. Yang tinggal di Wastu
Kencana, Bandung." "Oh, yang anak Inggris?"
"He eh. Tapi kamu bukan dia.
Karena aku kemarin ketemu
dia di Bandung."
"Makanya. Tebak siapa aku.
Ilen is the clue. Aku sobat baiknya. Anak Inggris juga."
Aku mencoba mengingat-ingat
suaranya. Tapi tetap saja
tidak ingat. Iyalah, mana aku
ingat anak-anak angkatan 91.
Lain jurusan lagi. "Sombong. Lupa ya sama aku?"
"Aku nyerah deh."
"Ini Srida."
Srida. Emh, aku ingat dia.
"Hai! Dimana kamu sekarang."
"Di kantor. Aku kerja di Jakarta sekarang."
"Dimana?"
Dia menyebutkan nama sebuah
bank asing dari Amerika yang
sangat terkenal.
"Hebat kamu. Boleh dong aku ambil kredit? Di bagian apa
kamu?"
"Cuma di bagian Telemarketing.
Tapi lumayan deh."
"Dapat teleponku dari Ilen ya?"
"He eh. Tiap pagi kutelepon dia. Dari kantor."
"Enak banget. Di kantorku,
telepon lokal saja dibatasi."
"Iya. Di sini sih mau interlokal
berjam-jam juga boleh. Khan
bagian tele, apalagi aku dateng pagi banget. Maklum,
numpang kakak."
"Sama. Emh, senang sekali
dapat telepon dari kamu."
"Lang, tidak nyangka kamu
ada di sini juga. Kemarin- kemarin sih aku ada lihat kamu
di TV. Hebat kamu."
"Biasa saja. Lagian kenapa
baru sekarang telepon?"
"Barusan aku dapet dari Ilen."
"Sering balik ke Bandung?" "Tiap minggu. Jumat pulang,
Minggu atau Senin pagi kembali
ke Jakarta."
"Gila. Nggak capek?
"Abisnya bosen. Tidak punya
teman sih." "Sekarang khan ada aku."
"Iya deh." Kami pun berbincang di telepon
sampai pukul 8.00. Saat dia
harus benar-benar bekerja.
Sedang jam kerja kantorku
pukul 8:30. Kami bicara banyak.
Soal pengalaman masa kuliah dulu. Kenanganku muncul
setelah telepon ditutupnya. Srida. Gadis itu teman kuliahku
di Fakultas Sastra. Hanya kami
beda jurusan. Aku di Perancis,
sedang dia di Inggris. Terus
terang dulu aku naksir dia.
Anaknya manis, pendiam, berkulit putih. Dengan berat
dan tinggi badan proporsional.
Wajahnya mirip Shinta Bella
dimixed dengan Cornelia
Agatha. Pokoknya oke banget.
Dia sejurusan dengan Ilen, teman baikku waktu Opspek
dan telah kuanggap sebagai
adikku sendiri. Dulu aku pernah
minta tolong pada Ilen untuk
membantuku mendekatinya.
Tapi aku hanya diberikan telepon dan alamat Srida saja.
(Nantinya aku tahu kalau Ilen
itu menaruh harapan
kepadaku. Pantas Ilen 'dulu'
kayaknya menggodaku setiap
kali main ke kostku). Dulu aku pernah menelepon Srida
beberapa kali. Biasa, merayu.
Tapi dia tidak bergeming.
(Nantinya aku juga tahu kalau
dia mengira aku tidak serius,
dan menyangka aku playboy tengil. Padahal suwer; dia
benar! Hahaha!). Ya sudah
akhirnya kami nggak jadian.
Aku tetap sebagai playboy, dia
setahuku pacaran dengan
anak angkatan 90. Sebenarnya aku waktu kuliah
di Sastra itu sudah kerja di
perusahaan familiku, asli
karena kebisaanku, bukan KKN
dan juga kuliah di D3 Tehnik
Informatika swasta. Iseng dan penasaran saja untuk kuliah di
dua tempat. Apalagi di Sastra
khan rata-rata banyak
ceweknya. Jadi ya itu, playboy
kampung ini makin betah saja.
Di kampus, aku cukup populer dengan panggilan Abang. Iyalah,
aku tua-an, sudah kerja, dan
berasal dari Kalimantan. Karena
sudah kerja, sudah punya
cukup uang. Makin banyak saja
cewek-cewek yang lengket denganku. Credit card can buy
everything, man. Utamanya
pada tahun awal 90-an. So,
aku bisa dengan mudah pilih-
pilih cewek. Dan lagi tampangku
tidak malu-maluin deh buat digandeng. Tidak sombong,
korbanku sudah banyak! Aku
jahat ya. Tapi akhirnya
kutakluk juga dengan seorang
gadis, adik tingkatku. Yang
akhirnya menjadi istriku tercinta. Aku ngelantur ya? Bosen?
tidak apa-apa. Aku bingung
juga buat cerita. Aku bukan
pengarang sih. Aku cuma
mencoba menceritakan ulang
pengalamanku. Aku lanjutkan ya.
Sejak pagi itu. Srida
menelponku paling tidak tiga
kali sehari. Pagi-pagi seperti
tadi, siang saat makan siang.
Dan sore sebelum pulang kantornya. Rata-rata tiap kali
menelepon satu jam sampai
satu setengah jam. Gila ya?
teman-teman kantorku juga
bingung. Kenapa aku jadi males
makan keluar pada jam istirahat. Aku pasti hanya nitip,
atau pesen delivery saja.
Mereka mulai curiga. Apalagi
atasanku, perawan(?) tua
yang ceriwis dan nyinyir.
Beberapa bahkan langsung menebak aku selingkuh. Ooops,
lupa ceritain kalau aku itu
sebenarnya sudah tunangan
dengan Venus.
Lumayan ceritanya gan!
Sambil menunggu updetenya para maestro clotingk dgn juwita hatinya dan maestro ethar dgn tepian hatinya..Hehe ditunggu updetenya suhu Caiyo!!
PART 1
Namaku Elang. Usiaku saat ini
awal tiga puluh. Bekerja di
salah satu stasiun televisi
swasta di Jakarta. Aku punya
pengalaman yang ingin
kuceritakan dan persembahkan kepada pengunjung setia
cerita dewasa. Pagi itu awal Mei, pukul 7:00,
aku mendapat telepon yang
tak kuduga-duga di kantor.
(Memang aku biasa datang
pagi untuk menghindari macet).
"Hallo, siapa nih?" "Hai, lupa sama aku ya?"
"Iya, siapa ya?"
"Coba tebak. Masih ingat Ilen?"
"Ilen?"
"Iya. Yang tinggal di Wastu
Kencana, Bandung." "Oh, yang anak Inggris?"
"He eh. Tapi kamu bukan dia.
Karena aku kemarin ketemu
dia di Bandung."
"Makanya. Tebak siapa aku.
Ilen is the clue. Aku sobat baiknya. Anak Inggris juga."
Aku mencoba mengingat-ingat
suaranya. Tapi tetap saja
tidak ingat. Iyalah, mana aku
ingat anak-anak angkatan 91.
Lain jurusan lagi. "Sombong. Lupa ya sama aku?"
"Aku nyerah deh."
"Ini Srida."
Srida. Emh, aku ingat dia.
"Hai! Dimana kamu sekarang."
"Di kantor. Aku kerja di Jakarta sekarang."
"Dimana?"
Dia menyebutkan nama sebuah
bank asing dari Amerika yang
sangat terkenal.
"Hebat kamu. Boleh dong aku ambil kredit? Di bagian apa
kamu?"
"Cuma di bagian Telemarketing.
Tapi lumayan deh."
"Dapat teleponku dari Ilen ya?"
"He eh. Tiap pagi kutelepon dia. Dari kantor."
"Enak banget. Di kantorku,
telepon lokal saja dibatasi."
"Iya. Di sini sih mau interlokal
berjam-jam juga boleh. Khan
bagian tele, apalagi aku dateng pagi banget. Maklum,
numpang kakak."
"Sama. Emh, senang sekali
dapat telepon dari kamu."
"Lang, tidak nyangka kamu
ada di sini juga. Kemarin- kemarin sih aku ada lihat kamu
di TV. Hebat kamu."
"Biasa saja. Lagian kenapa
baru sekarang telepon?"
"Barusan aku dapet dari Ilen."
"Sering balik ke Bandung?" "Tiap minggu. Jumat pulang,
Minggu atau Senin pagi kembali
ke Jakarta."
"Gila. Nggak capek?
"Abisnya bosen. Tidak punya
teman sih." "Sekarang khan ada aku."
"Iya deh." Kami pun berbincang di telepon
sampai pukul 8.00. Saat dia
harus benar-benar bekerja.
Sedang jam kerja kantorku
pukul 8:30. Kami bicara banyak.
Soal pengalaman masa kuliah dulu. Kenanganku muncul
setelah telepon ditutupnya. Srida. Gadis itu teman kuliahku
di Fakultas Sastra. Hanya kami
beda jurusan. Aku di Perancis,
sedang dia di Inggris. Terus
terang dulu aku naksir dia.
Anaknya manis, pendiam, berkulit putih. Dengan berat
dan tinggi badan proporsional.
Wajahnya mirip Shinta Bella
dimixed dengan Cornelia
Agatha. Pokoknya oke banget.
Dia sejurusan dengan Ilen, teman baikku waktu Opspek
dan telah kuanggap sebagai
adikku sendiri. Dulu aku pernah
minta tolong pada Ilen untuk
membantuku mendekatinya.
Tapi aku hanya diberikan telepon dan alamat Srida saja.
(Nantinya aku tahu kalau Ilen
itu menaruh harapan
kepadaku. Pantas Ilen 'dulu'
kayaknya menggodaku setiap
kali main ke kostku). Dulu aku pernah menelepon Srida
beberapa kali. Biasa, merayu.
Tapi dia tidak bergeming.
(Nantinya aku juga tahu kalau
dia mengira aku tidak serius,
dan menyangka aku playboy tengil. Padahal suwer; dia
benar! Hahaha!). Ya sudah
akhirnya kami nggak jadian.
Aku tetap sebagai playboy, dia
setahuku pacaran dengan
anak angkatan 90. Sebenarnya aku waktu kuliah
di Sastra itu sudah kerja di
perusahaan familiku, asli
karena kebisaanku, bukan KKN
dan juga kuliah di D3 Tehnik
Informatika swasta. Iseng dan penasaran saja untuk kuliah di
dua tempat. Apalagi di Sastra
khan rata-rata banyak
ceweknya. Jadi ya itu, playboy
kampung ini makin betah saja.
Di kampus, aku cukup populer dengan panggilan Abang. Iyalah,
aku tua-an, sudah kerja, dan
berasal dari Kalimantan. Karena
sudah kerja, sudah punya
cukup uang. Makin banyak saja
cewek-cewek yang lengket denganku. Credit card can buy
everything, man. Utamanya
pada tahun awal 90-an. So,
aku bisa dengan mudah pilih-
pilih cewek. Dan lagi tampangku
tidak malu-maluin deh buat digandeng. Tidak sombong,
korbanku sudah banyak! Aku
jahat ya. Tapi akhirnya
kutakluk juga dengan seorang
gadis, adik tingkatku. Yang
akhirnya menjadi istriku tercinta. Aku ngelantur ya? Bosen?
tidak apa-apa. Aku bingung
juga buat cerita. Aku bukan
pengarang sih. Aku cuma
mencoba menceritakan ulang
pengalamanku. Aku lanjutkan ya.
Sejak pagi itu. Srida
menelponku paling tidak tiga
kali sehari. Pagi-pagi seperti
tadi, siang saat makan siang.
Dan sore sebelum pulang kantornya. Rata-rata tiap kali
menelepon satu jam sampai
satu setengah jam. Gila ya?
teman-teman kantorku juga
bingung. Kenapa aku jadi males
makan keluar pada jam istirahat. Aku pasti hanya nitip,
atau pesen delivery saja.
Mereka mulai curiga. Apalagi
atasanku, perawan(?) tua
yang ceriwis dan nyinyir.
Beberapa bahkan langsung menebak aku selingkuh. Ooops,
lupa ceritain kalau aku itu
sebenarnya sudah tunangan
dengan Venus.
Terakhir diubah oleh moderator: