---My Love Journey ---
By Tio12TT
Chapter 29
"Pak Stop pa!."
Sebuah Taksi bandara berwarna biru berplat kuning B 471 GUR Berhenti di sisi jalan depan sebuah rumah sakit swasta, penumpang taksi tersebut terlihat sedang mencari suatu di dalam tas wanita yang iya bawa sambil melirik kearah mesin argo meter yang menempel di dasbor depan mobil.
"Nihh pak." Ucap penumpang taxi yang ternyata adalah Leva, memberikan uang pecahan seratus ribuan lima lembar kepada supir taxi.
"Wahh nona saya gak ada kembaliannya nih, soalnya baru penglaris." Ucap supir taxi.
"Ya sudah ambil saja kembalian nya." Ucap Leva.
"Waduh bener nih nona?." Ucap supir taxi.
"Iya." Ucap singkat Leva.
"Kalo begitu terimakasih banyak yah." Ucap supir taxi."
"Iya sama-sama." Ucap Leva.
Setelah menyelesaikan pembayaran ongkos taksi Leva turun dari mobil dengan perlahan setelah turun Leva sedikit merapihkan bajunya yang agak berantakan.
"Baru beberapa bulan gak ke sini tapi terasa udah setahun, huftttt gua harus selidiki kejanggalan yang sedang terjadi." Ucap Leva sambil menatap ke arah gedung Rumah sakit.
Leva mulai melangkahkan kaki nya menuju ke arah gedung Rumah sakit, dengan membawa sejuta pertanyaan di dalam hati nya tentang semua yang telah terjadi.
--- ooo ---
Di depan area paviliun tempat dahulu Reza di rawat, Sinta terlihat duduk bersebelahan dengan Boski, ekspresi wajah mereka berdua tampak sangat bingung, Sinta sedang berfikir keras mencari jawaban dari teka-teki mengenai pulangnya Reza secara tiba-tiba tanpa sepengetahuan dirinya bahkan Leva yang notabene adalah kekasihnya.
"Oh ya nama kamu kalo gak salah Rizki Dinata kan?." Tanya Sinta sambil menengok ke arah Boski.
"Iya nama ku itu betina pikun." Ucap Boski dengan nada Bercanda.
"Bisa gak sih gak bilang betina, aku manusia bukan hewan!." Ucap Sinta dengan nada suara kesal.
"Haha selera Humor kamu rendah yah." Ucap Boski sambil tersenyum jahil ke arah Sinta.
"Ini bukan masalah bercanda, aku tak suka bercandaan kamu yang seperti itu." Ucap Sinta.
"Haha nanti juga lama-lama suka." Ucap Boski.
"Ihhh nyebelin." Ucap Sinta sambil memanyunkan bibir nya.
Boski tertawa kecil melihat tingkah dan ekspresi wajah Sinta.
"Hihihi kamu tuh lucu yah sok jaim dan sok jutek di depan cowo, tapi aku yakin hati kamu sebenarnya lembut dan baik." Ucap Boski sambil tersenyum ke arah Sinta.
"Gombal, aku gak bakal tertipu dengan rayuan manis para pejentan seperti mu!." Ucap Sinta.
Boski tampak memepetkan jarak duduk nya dengan Sinta, lalu Boski menengokankan wajahnya ke arah Sinta lalu Boski perlahan memajukan wajahnya ke arah Sinta.
"Mau ngapain kamu?." Ucap Sinta dengan nada suara panik.
"Hahaha liat saja satu caturwulan lagi kamu akan tersenyum di pelukan ku." Ucap Boski.
"Iiihh apa-apaan sih nih cowo!." Ucap Sinta didalam hati.
"Pasti lu lagi ngomong ihhhh apa-apaan sih nih cowo hahahahah." Ucap Boski sambil tertawa di hadapan Sinta.
"Kok nih cowo tau sih apa yang gua omongin." Ucap Sinta didalam hati.
"Kok nih cowo tau sih apa yang gua omongin hahahahaha." Ucap Boski sambil tertawa.
"Lu dukun yahhh hayoo ngaku luh!." Ucap Sinta sambil mengacungkan jari telunjuk di hadapan Boski.
"dukun apa nya sih haha, aku tuh cowo yang peka dengan isi hati wanita." Ucap Boski sambil mengacak ngacak hijab bagian atas kepala Sinta.
"Ihhh jangan pegang pegang bukan muhrim." Ucap Sinta dengan nada suara tegas.
Boski terlihat makin mendekatkan wajahnya ke arah Sinta sambil tersenyum jahil.
"Tar aku muhrim-in." Ucap Boski.
"Ihhhhhhh." Ucap Sinta kesal.
"Hahahahaha." Tawa Boski di hadapan Sinta.
Saat Boski dan Sinta sedang asik berbincang bincang dan bercanda, terlihat di samping mereka Leva sedang berdiri sambil memperhatikan Sinta dan Boski.
"Ehemmm." Leva berdehem pelan.
Sinta terkejut menyadari Leva sedang berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dirinya dan Boski.
"Leva kamu udah sampe." Ucap Sinta sambil berdiri menghadap ke Leva.
"Gak nyangka gua sama lu Taa, lu malah pacaran di sini lagi dan sama ehhh om Boski?." Ucap Leva.
"Engga...engga kok, lu salah paham justru gua di sini lagi nungguin lu Vaa sama nih orang, tapi lu kok bisa kenal cowo yang di sebelah gua ini?." Ucap Sinta.
"Bohong bohong Va kita emang lagi pacaran, iya kan." Ucap Boski.
"Ihhh apan sihh loo gak jelas." Ucap Sinta.
"Om Boski ini teman nya Doni kaka tingkat kita jadi gua kenal, Dan oh iya Gimana taa Soal keterangan Reza?." Ucap Leva.
"Yaaaa...seperti yang gua bilang di telfon Vaa." Ucap Sinta.
"Ayo Ta kita kedalam gua harus cari tau apa yang sedang terjadi." Ucap Leva sambil membalikkan badan lalu berjalan masuk kedalam area faviliun mawar.
"Iya." Ucap Sinta.
Sinta dan Boski berjalan pelan mengikuti arah langkah Leva dari belakang.
--- ooo ---
"Permisi sus." Ucap Leva.
Leva berdiri di depan pintu ruangan suster sambil menatap tajam ke arah seorang suster yang sedang duduk.
"Iya ada yang bisa saya bantu?." Ucap suster.
"Begini saya dapat info dari teman saya ini, apa benar pacar saya atas nama Reza Genta Veno sudah sadar dan keluar dari rumah sakit?." Ucap Leva dengan nada menginterogasi.
Sinta dan Boski hanya diam di belakang Leva sambil menatap ke arah Suster.
"Yaa benar dan sudah saya sampaikan kepada rekan anda." Ucap Suster sambil menujuk ke arah Sinta.
"Hufttttt." Leva menghembuskan nafas secara perlahan.
"Saya ingin bertanya serius kepada anda, kenapa rumah sakit sebesar dan sebonafit ini bisa dengan mudah nya memulangkan pasien tanpa sepengetahuan dari penanggungg jawab pasien dan tidak memberitahukan kondisi terbaru pasien !!." Ucap Leva dengan nada suara sedikit emosi.
Suster tersebut terlihat agak terkejut melihat ekspresi wajah Leva yang agak emosi dan menatap tajam ke arah wajah nya.
"Maaf tapi saya hanya suster shift jaga saya tidak bisa menjelaskan tentang hal-hal di luar tugas fungsi saya." Ucap suster.
"Tapi anda kan suster di rumah sakit ini masa iya tidak bisa menjelaskan keadaan yang sedang terjadi!." Ucap Sinta.
"Sekali lagi maaf Mbak mbak saya tidak bisa menjelaskan karena saya hanya suster sift pengganti di sini!." Ucap suster dengan nada suara tegas.
--- ooo ---
Saat Leva dan Sinta sedang terlibat perbincangan serius dengan Suster, Di luar ruangan faviliun mawar terlihat empat orang pria berpakain rapih dan resmi dengan kemeja putih disertai dasi melingkar di leher mereka. ketiga orang itu adalah staf manajerial operasional rumah sakit sedangkan satu orang lagi adalah Direktur utama rumah sakit, mereka sedang berjalan santai menuju ke arah dalam faviliun.
"Begitu tuan Albert penjelasan tentang fasilitas alat-alat penunjang operasional rumah sakit ini." Ucap Salah satu staf manajerial rumah sakit.
"Ohh oke...oke bagus." Ucap tuan Albert pria berusia empat puluh lima tahun, direktur utama di rumah sakit ini.
"Dan saya akan menujukkan alat-alat medis yang terbaru di dalam ruangan-ruangan di area faviliun VVIP mawar." Ucap staf manajerial.
"Yaaa kita liat." Ucap Albert direktur utama rumah sakit.
Mereka berempat berjalan pelan bergerombol menuju ke area ruang faviliun mawar.
--- ooo ---
"Mbak...mbak saya hanya memiliki Data salinan dokumen kepulangan pasien yang sudah ditandatangani, dan riwayat medis pasien berhubung pasien sudah sadar dari awal bulan ini dan kondisi nya sudah mulai membaik Jadi karna itu sudah di izin kan pulang setelah pasien sudah melunasi sisa biyaya perawatan rumah sakit." Ucap suster.
"oh iya dan satu lagi ini ada selebar dokumen pelunasan sisa biayanya pengobatan pasien sebelum diperbolehkan pulang." Sambung suster sambil menyerahkan selembar surat ke tangan Sinta.
"Vaaaa ini gak masuk akal vaa mana mungkin Reza punya uang untuk melunasi biayanya rumah sakit." Ucap Sinta.
"Itu masalahnya Taaa jangal banget." Ucap Leva.
"Tapi Mbak dalam salinan dokumen pernyatan pasien pulang, dokumen ini sudah di tandatangani penanggung jawab atas nama Leva Cahya Aprilia." Ucap suster sambil menyerahkan selembar surat hitam di atas putih ke pada Leva.
Leva langsung mengambil dan membaca selembar surat dokumen yang suster itu berikan.
"Astagaaaa Sintaaaa permainan apa yang sedang berjalan." Ucap Leva dengan nada suara shock dan kebingungan.
"Maksudnya?." Ucap Sinta.
"Lu liat nih." Ucap Leva sambil menyerahkan selembar surat tadi kepada Sinta.
Sinta langsung mengambil surat yang di berikan Leva.
"Memang itu tandatangan gue tapi gue gak tau menau Ta mengenai surat ini, dan gua gak merasa tandatangan." Ucap Leva.
"Kayak ada yang sabotase Va." Ucap Boski serius.
"Iya bener tuh Va." Ucap Sinta.
Lalu Leva kembali menatap wajah suster dengan ekspresi wajah kebingungan.
"Yaa saya akui itu sepertinya tandatangan saya tapi sumpah saya tidak tau menahu tentang hal ini, kekasih saya aja sadar saya tidak di beri informasi apa pun." Ucap Leva.
"Tapi kenyataannya seperti itu Mbak ini ada surat ada tandatangan Mbak nya." Ucap suster.
Saat Leva Sinta dan Boski saling berbincang bincang menerka-nerka keadaan, tepat di belakang mereka tuan Albert direktur utama rumah sakit sedang berdiri memperhatikan Leva Sinta dan Boski.
"Ehhemmm, permisi maaf jika boleh saya tau ada apa ini? Tampak nya gaduh sekali." Ucap tuan albert.
Suster yang sedang berbicara dengan Leva dan Sinta tampak terlihat terdiam saat melihat tuan Albert berdiri di hadapan mereka, lalu suster itu tersenyum memberikan salam penghormatan.
"Anda siapa?." Tanya Leva.
"Perkenalkan saya Albert direktur utama di rumah sakit ini." Ucap tuan Albert.
"Oooh anda direktur utama nya." Ucap Leva.
"Iya saya, dan saya amati tampaknya sedang ada persoalan yang sangat serius." Ucap tuan albert.
"Begini tuan Albert, saya Leva Cahaya Aprilia penanggung jawab dan sekaligus keluarga dari pasien atas Nama Reza Genta Veno ingin mempertanya kan ke bonafid tan rumah sakit ini." Ucap Leva.
"Maksud anda?." Tanya tuan Albert.
"Kekasih saya yaitu Reza Genta Veno beberapa bulan lalu di rawat di rumah sakit ini karna luka pendarahan yang cukup parah yang ada di kepalanya, kekasih saya koma di rumah sakit ini dan pada awal nya di tangani dengan baik oleh tim medis yang ada. yaa walau pun dokter tidak bisa memprediksi kapan kekasih saya sadar, setelah segala tindakan yang sudah di lakukan." Ucap Leva.
"Selang dua bulan saya harus pergi meninggalkan kekasih saya sendiri karena saya harus melakukan perjalanan bisnis, awalnya saya percaya dengan rumah sakit ini. karna saya yakin rumah sakit ini akan merawat kekasih saya dengan baik selama saya pergi." Ucap Leva dengan Serius.
Tuan Albert tampak serius memperhatikan keluhan yang di sampaikan kepada nya.
"selang satu bulan saya pergi saya merasa banyak keanehan yang terjadi. Saya saat menelfon ke bagian rumah sakit dulu untuk menanyakan keadaan kekasih saya tiba-tiba telfon saya mendadak terputus dari rumah sakit, dan sejak saat itu saya sulit sekali untuk menghubungi rumah sakit pada bagian VVIP ini. Karena penasaran waktu itu saya menyuruh rekan saya ini untuk melihat kondisi keadaan terbaru kekasih saya, tapi saat rekan saya ini sampai di tempat ini ada salah satu orang suster seolah-olah mempersulit teman saya untuk bertemu dengan kekasih saya!!, dengan dalih pasien sudah di pindahkan ke ruang observasi tidak bisa di temui. Padahal selama dua bulan saya menemani pacar saya di tempat ini dari dia awal koma sampai saya akan pergi tidak masalah tidak ada yang melarang!." Ucap Leva dengan nada suara tegas dan sedikit emosi.
"Dan asal anda tau tuan Albert tadi sebelum saya sampai di sini, teman saya ini datang lagi ke rumah sakit untuk mencoba melihat keadaan kekasih saya. Tapi yang membuat saya terkejut kekasih saya ternyata sudah sadar dan yang paling jangal pagi hari tadi kekasih saya sudah pulang dari rumah sakit ini." Ucap Leva.
Saat Leva sedang berbicara serius dengan tuan Albert, Boski yang dari tadi hanya diam memperhatikan kini berjalan mendekati Leva dan tuan Albert ingin menyampaikan pendapat tentang kejadian ini.
"Maaf saya Boski rekan wanita ini, saya ingin makin memperjelas keganjilan yang terjadi pada persoalan ini, Anda sebagai direktur di rumah sakit ini coba anda analisa dari cerita keluhan dari teman saya. Rumah sakit sebesar ini kok sampai tidak bisa di hubungi itu adalah hal yang mustahil, lalu jika seseorang pasien berada di rumah sakit sedang menjalani observasi pasti kelauarga maupun rekan bisa dong untuk menjenguk walau sebentar sedangkan pasien yang sedang di ICU aja bisa untuk di liat dan kenapa seolah olah dipersulit?, Lalu kenapa tiba tiba baru sekarang kami mengetahui pasien Reza sudah sadar dan bahkan sudah pulang tanpa sepengetahuan dari kami?!." Ucap Boski dengan nada suara tegas dan lantang.
"Pasien Reza Ini di rawat di ruang VVIP loh bukan ruang biasa kenapa bisa terjadi seperti ini kan tidak masuk di akal sekali!." Sambung Boski.
"Maaf pak Albert memang saya baru datang shift siang tadi jadi saya juga tidak terlalu tau dengan persoalan ini, tapi di arsip ruangan suster ada satu lembar dokumen pelunasan biayanya rumah sakit dan salinan pernyataan pulang yang sudah di tandatangani oleh penanggung jawab atas nama Leva Cahya Aprilia yaa Mbak ini orang nya." Ucap suster.
Tuan Albert terlihat tampak kebingungan mendengar statement keluhan dan penjelasan yang Leva Sinta Boski dan suster karyawannya yang mereka ucapkan dan suster mempunyai pendapat dan data tersendiri, tuan Albert berusaha tenang menganalisa keadaan yang sedang terjadi, dengan penuh wibawa tuan Albert mencoba mencari jalan tengah dari persoalan ini.
"Sebelumnya terimakasih kepada Mbak Leva, mbak yang ini dan mas nya, sudah mencerita kan persoalan ini langsung kepada saya. Sebelumnya saya ingin membahas tentang statement anda tentang ke bonafid tan rumah sakit ini, rumah sakit ini mendapat julukan itu karna kami selalu memberikan pelayanan prima dan fasilitas yang mempuni dari segi alat-alat medis dan tenaga medis. Nah untuk persoalan yang Mbak Leva ini sampaikan saya selama menjabat sebagai direktur di rumah sakit ini baru pertamakali mendengar keluhan yang menurut saya penuh dengan konspirasi." Ucap tuan Albert.
"Saat ini saya tidak bisa berstatement lebih karna saya butuh waktu untuk menganalisa dari data yang ada, dan alangkah baiknya kita lanjutkan pembahasan ini di ruang rapat rumah sakit. kita musyawarah kan secara baik-baik, kita cari jalan pemecahan permasalahan bersama sama." Sambung tuan Albert.
"Bagai mana Mbak Leva?." Tanya tuan Albert.
"Iya oke saya setuju." Ucap Leva.
"Oh ya dan sebelumnya ada selembar surat dokumen pernyataan pulang yang sudah di tandatangani Mbak nya yah kan?." Tanya tuan Albert.
"Itu yang jangal tuan Albert Memang itu tandatangan saya tapi saya tidak pernah menandatangani surat itu, kekasih saya sudah sadar saja saya tidak tau." Ucap Leva.
"Kalo seperti itu, apakah anda sudah mencari tau keberadaan kekasih anda?, siapa tau kekasih anda di bawa pulang oleh saudara anda tampa memberitahu kan anda terlebih dahulu kerna suatu hal." Ucap tuan Albert.
"Untuk saat ini belum, dan tentang dugaan anda itu saya rasa tidak mungkin." Ucap Leva.
"Oke kita akan bahas persoalan ini di ruang rapat rumah sakit pada pukul sembilan malam, tapi saya sarankan untuk anda mencari keberadaan pasien di kediaman nya terlebih dahulu atau mungkin di rumah rekan atau saudara nya yang lain. Ketemu atau tidak kita bahas malam ini." Ucap tuan Albert.
"Oke baik pak Albert." Ucap Leva.
Lalu tuan Albert membalikkan badan nya setelah itu berdiri menghadap ke arah salah satu staf manajerial.
"Tolong siap kan ruangan rapat malam ini dan kumpulkan semua data medis riwayat pembayaran rumah sakit dan berkas berkas yang berhubungan dengan pasien atas nama Reza Genta veno." Perintah tuan Albert kepada staf managerial.
"Baik pak." Ucap Salah satu staf managerial.
"Oke Mbak Leva persoalan ini akan kita bahas bersama sama nanti kita cari letak sumber permasalahannya dimana, dan saya mohon kerjasamanya dengan Mbak Leva agar jangan menyebar kan persoalan ini kepada media luar. Karna saya mewakili rumah sakit ini akan mengusutnya." Ucap tuan Albert.
"Iya asal tidak ada unsur kesengajaan dari pihak rumah sakit, saya tidak akan membuka ke media." Ucap Leva.
"Siap saya bisa jamin, oke mohon maaf sebelumnya saya permisi." Ucap tuan Albert.
Setelah terlibat perbincangan yang penuh teka teki dan penuh konspirasi tuan Albert bersama ketiga orang staf manajerial melanjutkan survey alat-alat medis yang terdapat di dalam faviliun mawar.
Leva Sinta dan Boski saling melihat ke arah satu dengan lain nya, mereka berusaha menerka nerka keadaan, berjuta juta prasangka dan dugaan di dalam hati Leva mengenai keluar nya Reza dari rumah sakit secara misterius.
"Vaa ada bener nya loh kata si bapak Albert itu, kita harus cari dulu Va keberadaan Reza." Ucap Sinta.
"Iya bener Va." Timpal Boski.
"Tapi Taa, Om, Reza tuh ga ada saudara lagi di sini Dia hidup sebatang kara, jadi mana mungkin si Reza di bawa sodara nya lah apa lah temen nya lah, sekalipun Reza pulang dengan sodara teman dan bla bla bla pasti dia itu bakal yang paling utama kabarin gua. dan Kalian tau sendiri semua ini udah di luar nalar dan logika gua ga merasa tandatangan tapi ada tandatangan atas nama gua." Ucap Leva.
"Gua ngerti Va ngerti tapi ga ada salah nya dong kita cek dulu sbelum nanti malem kita bahas bersama dengan pak Albert itu, yaa biar makin yakin aja Reza itu sedang dalam konspirasi." Ucap Sinta.
"Iya Va kita coba dulu aja." Ucap Boski.
"Oke kita cek ke rumah Reza sekarang." Ucap Leva sambil membalikkan badan lalu melangkah kan kaki nya dengan cepat menuju luar rumah sakit.
"Tunggu Vaa." Ucap Sinta sambil berjalan menyusul Leva.
Boski hanya berjalan santai mengikuti Sinta dan Leva dari arah belakang mereka, sedangkan suster yang tadi berbincang dengan mereka bertiga hanya menatap kepergian Leva,Sinta dan Boski dengan penuh kebingungan.
--- ooo ---
Cuaca di daerah Puncak kali kini cukup cerah lain dari hari-hari biasa nya yang selalu mendung, dan tak lama kemudian di guyur hujan dengan intensitas kecil hingga lebat, karna itu salah satu alasan kenapa daerah kota ini di juluki kota hujan.
Mobil Honda HRV warna putih berplat polisi B 111 NDA milik Winda sedang berjalan sangat pelan menyusuri jalanan daerah puncak yang menanjak dan menurun di sertai tikungan yang cukup tajam, Winda terlihat sedang fokus menyetir mobil yang iya kendari, sedangkan Reza tampak sedang tertidur nyenyak dikursi sebelah pengemudi.
Raut wajah lelah tercetak jelas di wajah Winda, sesekali iya menepi kan mobil nya hanya untuk sekedar beristirahat, dan jika iya sudah merasa kembali segar Winda kembali melanjutkan perjalanan. sudah hampir cukup lama iya menyetir mobil menyusuri jalan, Jarak antara kota jakarta dan jalur puncak sebenarnya tidak memakan waktu lama, walau hari ini bukan hari libur weekend atau hari libur nasional tetapi jalur puncak kali ini tetap di ambang macet yang cukup parah.
"Haooamzzz cape juga." Ucap Winda sambil menutup mulut nya dengan satu tangan kiri karna menguap.
Lalu Winda memalingkan wajahnya ke arah kiri, Di dapati Reza sedang tertidur nyenyak di kursi sebelah nya sambil menyadarkan kepalanya di pintu mobil.
"Tapi Rasa lelah ku sekejap hilang saat aku melihat wajah mu Za." Ucap Winda sambil tersenyum ke arah Reza.
Winda mengelus kepala Reza dengan lembut dan penuh kasih sayang, Winda sangat bahagia bisa merebut Reza secara halus dari tangan Leva. Walaupun kondisi jiwa dalam diri Reza tidak utuh sepenuhnya, akan tetapi Winda tidak meperdulikan hal itu, justru Winda senang karna iya tak repot-repot keluar banyak tenanga dan cara agar bisa memisahkan Leva dan Reza.
Setelah Winda berhasil keluar dari jalanan yang cukup ramai padat dan macet, Winda mengarahkan mobilnya menyusuri jalanan yang hanya bisa di lewati satu mobil. Kontur jalanan yang Winda lewati berbatu batu kecil dan di dikelilingi kebun teh yang cukup luas.
Setelah sekitar sepuluh menit Winda mengarahkan mobilnya menyusuri jalanan yang dikelilingi kebun teh yang luas, Mobil yang Winda kendarai berhenti di sebuah bangunan Villa pribadi yang cukup luas dan bagus. Bangunan Villa ini cukup klasik dengan fisik babangunan yang masih kokoh walaupun dinding ruangan terpadu antara kayu jati dan beton. Halaman depan Vila ini cukup luas di ditumbuhi rumput, berbagai jenis bunga dan pepohonan. Di sisi samping kanan Vila terdapat sebuah kolam renang berukuran 2m x 7m dengan air yang cukup bersih dan bening di pandang mata.
"Ahhh akhirnya sampai juga." Ucap Winda.
Winda bersandar sebentar di kursi pengemudi untuk sekedar beristirahat menurunkan tensi darah karna teralu lama menyetir, setelah mereka cukup beristirahat sebentar Winda memaling -kan wajahnya ke arah Reza, lalu dengan perlahan dan suara lembut Winda berusaha membangunkan Reza yang masih terlelap.
"Sayang bangun kita udah sampai." Ucap Winda dengan nada suara lembut sambil meguncang-guncang tubuh Reza dengan perlahan.
Merasa tubuh nya di ada yang menyentuh sambil sedikit mengguncang-guncang kan dan terdengar sayup-sayup suara Winda yang memanggil nama nya, Perlahan Reza terjaga dari alam mimpi.
"Hooamzz Dimana kita?." Tanya Reza sambil mengusap kedua matanya.
"Kita berada di Puncak Bogor, ini memang bukan rumah mu sayang tetapi kita dulu sering kesinih berdua." Ucap Winda.
"Ohh, tapi kenapa kita ga pulang saja ke rumah ku?." Ucap Reza.
"Aku sengaja bawa kamu ke tempat ini supaya kamu ingat lagi sejarah cinta yang kita bangun di sinih, dan yaa kita liburan sejenak aja di tempat ini, udara nya kan sejuk dan pemandangan nya sangat asri cocok bagi kamu yang baru keluar dari rumah sakit." Ucap Winda sambil tersenyum manis Ke Reza.
"Ya sudah aku ngikut kamu saja." Ucap Reza.
"Iya, kita masuk kedalam yuk ." Ucap Winda.
Di jawab dengan angukan kepala kecil oleh Reza, setelah itu Winda dan Reza turun dari mobil, Winda berusaha memapah tubuh Reza saat berjalan ke arah dalam Villa.
"Kamu duduk di sini dulu yah, aku mau manggil bibi dulu." Ucap Winda.
"Iya." Ucap Reza .
Winda membalik kan badan nya lalu berjalan masuk kedalam villa meninggalkan Reza seorang diri duduk di sebuah bangku ukiran kayu.
"Ini di mana yah Spertinya tempat ini cukup asing bagiku." Ucap Reza sambil menatap ke sekeliling area pekarangan Villa.
"Jika dulu aku sering menghabiskan waktu ku bersama wanita itu, kenapa aku tak bisa sedikit pun mengingatnya." Sambung Reza.
"Tapi aku tidak mau mebuat wanita itu bersedih lagi karna aku banyak lupa dengan kisah yang pernah ku lalui bersama nya, jika aku berkata tak mengingat tempat ini pasti dia akan sedih." Ucap Reza.
Saat Reza duduk termenung sendiri di depan sambil memandang ke arah pekarangan Villa, Di dalam Villa Winda sedang berjalan santai menuju pintu keluar untuk menghampiri Reza kembali. Di belakang Winda terlihat seorang wanita berumur sekitar lima puluh tahun berperawakan wajah Khas sunda mengenakan pakaian daster dengan sebuah lap dapur di letakan di atas pundak nya, sedang mengikuti Winda dari arah belakang.
"Bi Asih angkat barang-barang yang ada di bagasi yah." Ucap Winda sambil berjalan.
"Iya baik non." Ucap Bi asih.
Saat Winda sudah berada di hadapan Reza, Winda tersenyum manis lalu duduk di kursi sebelah Reza.
"Kita masuk yuk, aku antar kamu Langsung ke dalam kamar biar kamu langsung istirahat, soal barang-barang nanti biar di pindahhin sama bi asih." Ucap Winda.
"Iya aku mau langsung istirahat saja, badan ku terasa lelah." Ucap Reza.
"Yaudah yuk masuk." Ucap Winda sambil berdiri.
Reza hanya menjawabnya dengan senyuman lalu berdiri dan mulai berusaha berjalan sendiri masuk kedalam Villa.
"Biar ku bantu." Ucap Winda.
"Tidak apa-apa aku bisa jalan sendiri." Ucap Reza.
Lalu Reza berjalan secara perlahan masuk kedalam Villa, sedang kan Winda hanya mengawasi Reza dari arah belakang, sambil menujukkan Letak kamar yang akan Reza tempati.
"Welcome to the Bedroom!!." Teriak Winda sambil duduk di tepi kasur yang berukuran cukup luas muat untuk ditiduri dua orang dewasa.
Saat sudah berada di dalam ruangan kamar Reza tampak termenung memperhatikan ke arah sekeliling area kamar, kamar yang akan Reza tempati ini berukuran 5 x 5 meter dengan kamar mandi dalam berada di sisi sebelah kanan ruangan. Kamar ini cukup bagus untuk standar kamar Villa pada umumnya, dengan pintu kaca geser dan dinding kamar di hiasi wallpaper menambah keunikan tersendiri.
"Non bibi taruh di sinih yah barang-barang nya." Ucap Bi Asih.
"Baik bii, makasih yah." Ucap Winda.
"Oh yah sami-sami, dan aden perkenalkan saya Bi asih asisten rumah tangga di tempat ini dan sekaligus yang merawat nya. Jika aden perlu buruh apa-apa jangan sungkan untuk menyuruh Bibi." Ucap Bi Asih.
"Iya." Jawab singkat Reza.
"Ya sudah kalu begitu, Bibi pamit kebelakang yah." Ucap Bi asih.
"Iya bi." Jawab Winda.
Lalu bi asih membalikkan badan nya dan pergi menuju ke arah Dapur meninggal kan Winda dan Reza berdua di dalam kamar.
"Kamu tidur di mana jika aku tidur di kamar ini?." Tanya Reza sambil menatap wajah Winda.
Winda hanya tersenyum lalu menjawab perkataan Reza.
"Yaa di sini lah sayang berdua sama kamu." Ucap Winda.
"Kok seperti itu kan ranjang nya cuma ada satu?." Ucap Reza.
"Yaa aku tidur berdua lah sama kamu, ranjang nya luas kok lebih cukup untuk dua orang." Ucap Winda.
"Hahhh, bukaan nya tidak baik jika kita tidur satu kasur yang sama." Ucap Reza.
"Hahaha sayang heii kamu lupa sih, kita kan dulu sering tidur berdua di sinih." Ucap Winda.
"Tapi aku tak ingat." Ucap Reza.
"Haha kamu terlalu banyak lupa sayang." Ucap Winda sambil berjalan menuju ke arah lemari pakaian.
Winda tampak memilih-milih baju yang terlipat rapi di dalam lemari pakaian, setelah menemukan pilihan baju yang akan di gunakan, Winda berjalan mendekati Reza yang sedang duduk di tepi kasur.
"Nih pakai, ganti baju dan celana kamu yangg." Ucap Winda sambil meberikan satu stel kaos lengan panjang dan celana pendek kepada Reza.
Reza hanya terdiam melihat ke arah Winda.
"Ini baju dan celana siapa?, sepertinya ini bukan punya ku." Ucap Reza.
"Duhh kamu mah pikun melulu, yaa ini baju dan celana kamu lah sayang, kan kamu sendiri yang naruh di sinih kata nya buat salinan jika kamu menginap lagi di tempat ini." Ucap Winda.
Reza tampak sedang berfikir keras berusaha mengingat-ngingat kembali apa yang Winda ucapkan.
"Dahh nih ganti baju dan celana nya, kamu jangan terlalu banyak berfikir, nanti kepala kamu sakit lagih loh." Ucap Winda sambil menaruh kaos dan celana di pangkuan Reza.
Reza masih terdiam sambil melihat ke arah kaos dan celana yang Winda berikan.
"Dah jangan banyak bengong sayang dah pake, atau mau aku pakai in?." Ucap Winda dengan nada menggoda.
Reza sontak terkejut dan canggung mendengar perkataan Winda, mimik wajah Reza berubah menjadi aga malu dan canggung di buat nya.
"Ehhh tidak apaaa-apaa aakkku bbisa sendiriii." Ucap Reza dengan nada grogi.
"Hahaha tegang amat sih kamu sayang." Ucap Winda sambil tersenyum dan sedikit mencubit pelan pipi Reza.
Reza tampak tersenyum menahan malu.
Tampa di sangka-sangka, Tiba-tiba Winda melepaskan stelan baju wanita yang sedang ia gunakan di depan Reza, Reza sangat terkejut dan bingung melihat Winda yang melepaskan baju dan celana yang ia kena kan di hadapan Reza tampa ada rasa malu dan canggung sedikit pun. Hingga kini Winda hanya mengunakan tanktop berwarna putih dan celana pendek yang melekat pada diri nya.
"Hahaha biasa aja kali ga usah lebay begitu." Ucap Winda ketika melihat Reza memejam kan kedua matanya seolah-olah iya tak ingin melihat ke arah diri Winda.
"Kamu ga malu apa ganti baju di depan aku." Ucap Reza.
"Hahaha ngapain malu, aku masih pake pakaian ini dan dulu aku biasa seperti ini di depan kamu." Ucap Winda sambil berusaha membuka kedua mata Reza denagn jari tangan nya.
"Dah sekarang kamu ganti baju dulu, aku mau ke dapur mau ngambil makanan buat kamu, soal nya kan kamu harus minum obat yang sesudah makan." Ucap Winda.
Reza hanya tersenyum kearah Winda.
"Yaudah aku mau ke dapur dulu yah sayang." Ucap Winda.
Mmmmuuuuaaaccchh :*
Reza sedikit terkejut mendapat ciuman mendadak yang mendarat di kening nya, lalu Winda berjalan pelan meninggalkan Reza di dalam kamar seorang diri menuju ke arah Dapur.
--- ooo ---
"Masih jauh ga Va rumah nya si Reza?." Tanya Sinta sedang duduk di kursi sebelah kiri mobil bersebelahan dengan Leva.
"Engga kok Ta dikit lagi." Ucap Leva sambil memperhatikan ke sekeliling arah jalan.
Taksi yang Leva dan Sinta naiki bergerak dengan perlahan menyusuri jalan yang mengarah ke rumah Reza, sepanjang jalan Leva hanya terdiam, ekspresi wajahnya murung dan aga tegang. Leva berusaha mengendalikan batin nya yang berkecamuk, sudah hampir satu bulan iya tidak bertemu Reza membuat badai rindu menerjang dirinya, akan tetapi badai itu makin kuat menghempas kan dan memporakporanda kan hati Leva, dengan kembali hilang nya Reza secara misterius dengan penuh konspirasi.
"Masih jauh Va?." Tanya Sinta sambil menengok kan wajah nya ke Leva.
Sinta melihat Leva sedang termenung kosong mentap keluar jendela dengan wajah sedih, Sinta tau dan bisa merasakan apa yang di alami Leva
saat ini.
"Vaa jangan bengong gitu ah." Ucap Sinta memecah lamunan Leva.
"Ehh iya apa?." Ucap Leva dengan nada suara pelan.
"Rumah Reza masih jauh ga?." Tanya Sinta kembali.
"Ehh ngga dikit lagi, di depan sana ada tiang listrik nah di sebelah nya ada gang rumah Reza masuk ke dalam gang itu, jadi kita berhenti di depan gang nya." Ucap Leva.
"Ohh, Pak berhenti di dekat tiang listrik itu yah?." Ucap Sinta kepada supir taksi.
"Oh iya baik." Ucap supir taksi.
Supir taksi tersebut menekan tombol sen mobil sambil membelok kan setir ke arah kanan dengan perlahan dan hati-hati.
"Nih pak ongkos nya." Ucap Leva sambil menyerahkan uang pecahan seratus ribu ke supir taksi.
"Oh ya terimakasih." Ucap supir taxi.
"Yuk Va turun." Ucap Sinta sambil membuka pintu mobil.
Leva dan Sinta saat ini berada di depan gang yang menuju kearah rumah Reza, taksi yang mereka naikki tadi sudah pergi menjauh meninggalkan mereka, Sinta terlihat sedang berdiri di pinggir jalan sambil menengok ke arah jalan sebelah kiri seperti menunggu sesuatu hal.
"Ini si Rizki kemana yah kok ga muncul -muncul, apa jangan-jangan dia ketinggalan kali yah Va." Ucap Sinta.
Sinta sedikit bingung karna Leva tidak mejawab perkataan nya, karna penasaran Sinta menoleh ke arah belakang.
"Yeeee itu anak gua ngomong malah di tingal kabur, Va heii Va." Ucap Sinta sambil melihat Leva berjalan masuk kedalam gang yang mengarah ke rumah Reza.
"Bodo lah ketinggalan terus nyasar kali dia." Ucap Sinta, lalu Sinta membalik kan tubuh nya setelah itu berjalan menyusul Leva yang sudah terlebih dahulu menuju ke arah rumah Reza.
BRRRUUMMM... BBRUUMM .. BBRUUMM!!
Saat Sinta sudah berada di depan gang, seunit motor sport bermerek Ducati yang Boski kendarai berhenti di sisi jalan dekat gang, setelah mematikan mesin motor dan meninggal kan helm yang tadi ia pakai di atas Motor, Boski langsung berlari menyusul Sinta.
"Ehhh tungguu!. " teriak Boski.
Sinta yang menyadari Boski sudah berada di belakang diri nya, membalikkan badan lalu menatap lurus ke arah Boski.
"Kirain kamu nyasar trus pulang." Ucap Sinta.
"nggak laah tadi cuma agak kejebak macet dikit, jadi agak ketingallan." Ucap Boski.
"Ohh." Ucap singkat Sinta.
"Rumah si Reza di mana?." Tanya Boski.
"Tuhh di dalam gang ini, Leva udah jalan duluan." Ucap Sinta.
"Ya udah yuk susul tuh anak." Ucap Boski.
Sinta hanya menjawab dengan anggukan kecil lalu kembali berjalan menyusuri gang yang mengarah ke rumah Reza di susul Boski di Bilangnya.
Saat Sinta dan Boski berjalan seiringan di gang yang mengarah ke rumah Reza, langkah Sinta tiba-tiba terhenti saat Sinta melihat Leva sedang berdiri di depan pintu rumah yang tampak cukup sederhana dengan menunduk kan wajahnya dan ekspresi wajah Leva sangat sedih berusaha menahan air mata nya agar tidak keluar.
"Vaaa." Ucap Sinta sambil memegang bahu Leva dengan santu tangan.
"Gua bilang apa Taa Reza itu pasti di sabotase dengan niatan penculikan hikss hikss." Ucap Leva dengan nasa suara sedih dan air mata mulai keluar dari kedua mata nya.
"Huss jangan ngomong gitu Vaa." Ucap Sinta berusaha menenangkan Leva.
"Nyata nya Gitu Taaa! nyata gitu!!!..Hhikks." Leva mulai terbawa rasa sedih di dalam hati nya yang tak dapat terbendung lagi.
"Tapi Vaa kita belum cari Reza ketempat yang lain mungkin Reza ga kesini atau ga di bawa ke sinih." Ucap Boski.
"Engga om engga Reza pasti di culik om pasti!, Reza tuh ga pernah ke mana-mana, kalo ga kerja dia kuliah atau hanya sekedar di rumah. Sedangkan ini rumah nya aja masih dalam posisi sama terakhir gua kemari untuk gambil barang-barang, Hikkss...tiada tanda-tanda orang baru saja masuk kedalam nya." Ucap Leva.
"Bisa jadi juga sih Va." Ucap Boski.
"Udah Va lu yang sabar yah, gua yakin Pasti Reza bakal ketemu dan Reza ga bakal kenapa-kenapa kok, cinta kalian sedang di uji aja sekarang." Ucap Sinta sambil memeluk tubuh Leva.
"Hhhiikksss gaaa Taa hhiikss gaa gua ga bisa tenang Ta ga bisa, gua takut Reza di culik dan di apa-apa in lagi Hhiikks." Ucap Leva sambil menangis.
"Justru itu kita positif thinking dulu Va yakin aja Reza ga bakal kenapa kok, data dari rumah sakit aja Reza udah sadar dan pulih." Ucap Sinta sambil memeluk dan mengusap ngusap punggung Leva.
"Yang sabar Va yang sabar." Ucap Boski.
"Hikksss hati gua ga bisa sabar dan tenang hhiikss." Ucap Leva.
Sinta membiarkan tubuh nya di peluk dengan erat oleh Leva untuk sekedar berusaha menenangkan kondisi Leva yang saat ini cukup terpukul dengan kembali hilang nya Reza.
Boski hanya berdiri sambil menatap ke arah Leva yang sedang bersedih, Boski sedang berfikir keras untuk mencari jalan pemecahan persoalan yang sedang Leva hadapi.
Lalu Boski terlihat berjalan pelan sedikit menjauh dari Leva dan Sinta, setelah itu Boski meraba saku celana jeans yang ia kenakan untuk mengambil smartphone yang ia taruh di dalam nya, lalu Boski tampak sedang menelfon seseorang.
--- ooo ---
Disalah satu restoran Sushi yang beralamat di Grey Building Lantai 3, Jl. Tuna Raya No. 5 Penjaringan, Kota Jkt Utara, ini adalah salah satu restoran sushi yang cukup terkenal dengan hidangan Sushi yang cukup enak dan sebanding dengan kocek yang harus di keluar kan jika kita makan di restoran ini. Banyak selebriti dan youtubers yang sudah mampir makan dan Review tempat tersebut.
Di antara beberapa pengunjung yang sedang mampir untuk mencicipi hidangan sushi yang di jual di tempat ini, terlihat di deretan meja makan yang berada di sudut ruangan yang menghadap ke arah pantai luas, Niken dan Doni tampak asik duduk berdua sambil makan beberapa jenis Porsi Sushi yang sudah mereka pesan. Niken tampak sangat menikmati hidangan potongan daging salmon yang sedang ia kunyah di dalam mulutnya.
"Iiihh yangg enak banget daging salmon nya." Ucap Niken sambil menyantap potongan daging salmon.
"Haha enak sih enak tapi makan nya jangan sampai ngiler gitu ah." Ucap Doni sambil tertawa melihat Niken yang seperti orang norak yang baru pertama kali makan enak.
"Ihh gedek deh, tapi sumpah yang ini enak banget." Ucap Niken sambil menyeka bibir nya dengan selembar Tisue.
"Haha siapa dulu dong yang milih tempat makan nya Akuu gitu loh." Ucap Doni.
"Haha iyah deh iya kali ini kamu bener milih tempat makan nya." Ucap Niken.
"Haha, ehhh ngomong-ngomong yanggg si Reza gimana kabar nya yah?." Tanya Doni.
"Hemm aku ga tau kabar terbaru nya sih, tapi terakhir Leva ngabarin aku Reza masih belum sadar, dan si Leva mau ke singapura." Ucap Niken.
"Singapura?." Ucap Doni.
"Iya di paksa mamah nya buat ngurusin perusahan, tau deh sekarang dia udah balik atau belum." Ucap Niken.
"Ohh." Ucap Doni.
"Tapi aku sedih ngeliat hubungan mereka selalu di uji dengan cobaan cinta yang cukup berat, padahal mereka dua orang yang saling mencintai." Ucap Niken.
"Yaa gitu lah tapi aku berharap hubungan mereka jangan sampai sad ending." Ucap Doni.
"Amin dah." Ucap Niken.
Saat Doni dan Niken sedang asik berbincang bincang sambil menikmati hidangan yang tersaji di hadapan mereka, tib-tiba smartphone milik Doni berbunyi.
"Sayang nih ada yang telpon kamu." Ucap Niken.
"Oh iya mana telfon ku." Ucap Doni sambil meminta smartphone milik nya yang Niken simpan di dalam tas milik nya.
"Nih." Ucap Niken sambil memberikan smartphone kepada Doni.
Saat Doni menggenggam smartphone milik nya dengan gerakan cepat tiba-tiba Niken merebut kembali smartphone Doni.
"Ihhh apan sih kamu orang aku mau angkat telfon juga!." Protes Doni.
"Benar aku kudu cek siapa yang telfon!." Ucap Niken dengan nada penuh kecurigaan.
"Yaa tuhann nih orang masih ga percayaan amat." Ucap Doni.
Niken tampak sangat serius menatap layar smartphone Doni.
"Nihh si Om telfon." Ucap Niken sambil meberikan kembali smartphone kepada Doni.
"Sinihh, curigaan banget sih jadi orang." Ucap Doni sambil mengambil kembali smartphone milik nya.
"yeee, harus lahh siapa tau Mbak-Mbak SPG yang sok cantik telfon lagi." Ucap Niken.
"Udah lah yangg, engga...engga udah tobat aku, dahh aku mau telfon dulu." Ucap Doni sambil bangkit dari kursi nya untuk pergi menelfon di luar ruangan restoran.
Ketika Doni akan bangkit berdiri dari kursinya Niken mengacungkan jari telunjuk nya dan memberikan kode kepada Doni agar kembali duduk di kursi nya.
"Duduk lagi gak!, tefon di sinih aja di depan aku." Ucap Niken dengan nada tegas.
"Yaa tuhannn masih ga percayaan nih aku loudspeaker!." Ucap Doni.
"Hallo Donn." Ucap Boski di ujung telfon.
.........
"Oh iya Kii ada apa?." Tanya Doni.
........
"Posisi sekarang di mana?." Tanya balik Boski.
........
"Nih lagi makan sama ibu negara di daerah penjaringan, ada apa emang kaya nya serius banget?." Ucap Doni.
.........
"Reza hilang dari rumah sakit secara misterius dan penuh konspirasi." Ucap Boski.
Niken dan Doni sangat terkejut mendengar berita tentang hilang nya Reza yang Boski ucap kan, lalu niken mendekat kan wajah nya dengan posisi handphone.
"Ini seriusan om??." Tanya Niken.
.......
"Iya ken, susah di jelasin deh lalo lewat hp mending kita ketemuan di rumah Reza lokasi nya nanti gua share ke Doni, Lu tenangin si Leva dia kaya nya terpukul banget." Ucap Boski.
........
"Oke om gua langsung ke berangkat sama Doni kerumah Reza." Ucap Niken.
.........
"Oke cepet yah." Ucap Boski.
........
"Siipp....siipp om." Ucap Doni.
TTTTUUTTT...TTTTUUUUTT...TTTUUTT
Setelah menutup telfon Doni langsung menyerahkan kembali smartphone milik nya kepada Niken.
"Baru kita omongin yangg." Ucap Doni.
"Haduhhh kenapa lagi yahh mereka, ya tuhan semoga aja Reza ga kenapa kenapa lagi." Ucap Niken.
"Amin, yaudah kita langsung caw kerumah Reza deh yangg." Ucap Doni.
"Yuk GC." Ucap Niken.
Niken dan Doni langsung bergegas menyelesaikan makan nya, setelah itu Doni membayar bill tagihan makanan. Niken dan Doni dengan gerak langkah cepat kembali menuju ke mobil yang mereka parkir di sisi samping restoran, saat Niken dan Boski sudah berada di dalam mobil, tampa menunggu lama Doni langsung tancap Gas menuju ke arah Rumah Reza.
--- ooo ---
"Hhiikkss..jadi begitu ka cerita nya." Ucap Leva dengan nada suara sedih sambil bersandar di bahu Niken.
Leva,Sinta,Boski,Niken dan Doni saat ini berada di dalam Ruang tamu rumah Reza, Niken dan Sinta berusaha menenangkan Leva yang saat ini cukup terpukul dengan hilangnya kembali Reza. Niken dan Doni yang baru mengetahui hilang nya Reza cukup bingung dan bertanya-tanya kenapa hal itu bisa terjadi, Doni terlihat sedang menganalisa kronologis persoalan Hilang nya Reza yang tadi Leva cerita kan.
"Vaa menurut gua nih yah, perumpamaan jika gua itu luh Va seharusnya pihak rumah sakit tuh kalo ada apa-apa pasti hubungi lu dan jika akan melakukan tindakan apa pun pasti harus mengetahui pihak pertama yang bertanggung jawab atas pasien." Ucap Doni.
"Dan lah ini penuh kejanggalan Va, rumah sakit lah ga bisa di hubungi ga ngasih kabar pula tentang perkembangan kondisi pasien, tiba-tiba Reza sudah pulang aja tampa lu ketahui dan tidak jelas siapa yang bawa Reza pulang dan yang paling gua makin curiga Reza tuh ada yang sabotase, ada bukti tandatangan atas diri lu tapi lu ga Merasa pernah tandatangani surat itu iyah kan." Sambung Doni.
"Iya Don dan gua rasa orang yang sabotase Reza itu ada kerjasama dengan pihak rumah sakit untuk melakukan tindakan ini, dengan bukti dan fakta-fakta yang ada." Ucap Boski.
Niken terdiam dan berfikir sesuatu, Niken menatap serius ke wajah orang-orang yang berada di dalam ruangan tamu rumah Reza.
"Kalian curiga ga sih Guys sama Suster yang halang-halangi Sinta buat ketemu Reza, Gua curiga deh sama suster itu kaya nya ada yang ga beres." Ucap Niken.
"Gua juga sedikit curiga sih." Ucap Leva.
"Iya bener Memang ada gelagat yang ga beres dari sikap suster itu." Ucap Doni.
"Taaa lu liat ga suster itu makai name tag di baju nya." Tanya Niken.
Sinta tampak mengingat-ngingat kembali saat iya bertemu dengan Suster Riana.
"Kaga kak suster itu ga pakai name tag cuma pakai baju perawat putih polos." Jawab Sinta.
"Susah juga sih kalo begitu." Ucap Niken.
"Ehhh Sinta kamu masih ingat ga mimik wajah suster itu?." Tanya Boski.
"Eeee iyah aku masih ingat." Jawab Sinta.
"Ginih deh di antara kalian ada yang bawa pensil sama buku gambar ga?." Tanya Boski kepada Leva,niken,sinta dan doni.
Mereka berempat tampak kebingungan mendengar pertanyaan yang Boski ucapkan.
"Hehhh buku gambar emang kita anak TK bawa buku gambar di dalam tas." Celetuk Niken.
"Hahaha ada-ada aja lu." Ucap Doni.
"Tau nih. Emang buat apa sih?." Tanya balik Sinta.
"Udah nanti juga kalian tau kok, udah sediain gih." Ucap Boski.
"Benar kayanya Reza punya deh." Ucap Leva.
Lalu Leva bangkit dari kursi yang tadi iya duduki lalu berjalan ke arah kamar Reza, setelah beberapa menit iya mencari buku gambar dan pensil yang Boski pinta leva berjalan kembali keluar menghampiri Boski.
"Nih om." Ucap Leva sambil meberikan buku gambar dan sebuah pensil.
"Emang buat apa sih om?." Tanya Leva.
"Dahh, ehh Sinta kan kamu ingat tuh wajah si suster sekarang kamu tolong jabarkan secara detail mimik wajah orang itu mulai dari lingkar wajah bentuk hidung, kelopak mata, mulut, telinga bentuk dan gaya rambutnya." Ucap Boski.
"Oh.. jadi begini." Sinta menjabarkan bentuk wajah suster Riana sepenglihatan saat ia bertemu dengan nya.
Boski mendengarkan dengan Serius perkata-an yang Sinta jabarkan kepadanya sambil mencoret-coret pensil ke selembar kertas putih kosong, sekitar lima belas menit Boski berkutik dengan pensil dan buku gambar yang iya pegang. Dan di atas kertas putih itu terlukis sebuah sketsa wajah seorang wanita berkisar berumur empat puluh hingga lima puluh tahunan, Boski berhasil mengambar sketsa wajah suster Riana dengan informasi ciri fisik yang Sinta sampaikan. Setelah menurut nya selesai Boski menujukkan hasil gambarannya kepada Sinta.
"Apa kah ini orang yang kamu temui?." Tanya Boski sambil menujukkan hasil gambarannya kepada Sinta.
Sinta tampak memperhatikan dengan serius sketsa wajah suster Riana yang Boski tunjukan.
"Iyaa yaaa ini orang nya yang aku temui!." Ucap Sinta.
Niken langsung mengambil buku gambar yang Boski pegang dengan gerakan cepat setelah itu Niken melihat dan memperhati kan nya.
"Serius Taa ini gambaran wajah si suster yang lu liat?." Tanya Niken.
"Iya lu yakin?." Sambung Leva.
"Iya kak Niken..iya Leva itu orangnya." Ucap Sinta.
"Mana coba gua liat." Ucap Doni sambil merebut buku gambar yang Niken pegang.
"Hemmmm ini petunjuk awal untuk mengungkap persoalan yang sedang kita temui." Ucap Doni.
"Betul Don kita fokus ke orang itu, gua yakin ada yang tidak beres, Orang ini kita jadikan target utama untuk sementara ini." Ucap Boski.
Leva bangkit dari kursinya yang ia duduki, setelah berdiri Leva berjalan mendekati Doni dan mengambil secara perlahan sketsa wajah suster Riana yang ter lukis pada buku gambar.
Leva memandang lukisan sketsa wajah suster Riana dengan sorotan mata tajam, emosi Leva tiba-tiba bergejolak di dalam diri nya setelah melihat lukisan wajah suster Riana. Akan tetapi Leva masih berusaha menahan emosi yang memberontak dalam jiwa nya.
Sinta yang menyadari Leva sedang menahan emosi nya dan melihat leva mengepalkan satu tangan nya, langsung berdiri lalu berjalan menghampiri Leva.
"Vaaa sabar yah Vaa." Ucap Sinta sambil mengusap pundak Leva dengan pelan.
"Gua harus ke rumah sakit sekarang!." Ucap Leva dengan nada suara sedikit emosi.
"Vaaa." Ucap Niken.
"Gua harusss ke rumah sakit!!." Ucap Leva dengan nada suara tegas.
Lalu Leva dengan cepat mengambil tas yang iya letakkan di atas kursi, lalu bergegas pergi menuju ke arah luar rumah.
"Levaaaa tunggu." Teriak Sinta sambil berjalan menyusul Leva.
"Don siapin mobil biar aku aja yang kunci nih rumah." Ucap Niken.
"Yaudah, yukk kii." Ucap Doni
--- ooo ---