Chapter 8
"Anissa?" Sapaku
"Eh Dave, ya ampun. Kok bisa ketemu disini sih?" ujarnya.
"Iya kebetulan aku laper jadi ya udah deh kesini aja. Kamu sendirian nis?"
"Iya sendirian aja. Abis ini mau ke toko buku di seberang sana." katanya sambil menunjuk ke arah toko buku.
"Kamu suka baca nis? Kalo gitu sama dong." Aku memang tidak berbohong. Aku memang hobi sekali membaca. Minimal seminggu sekali aku menghabiskan 1 judul buku.
"Iya aku mah hobi banget baca Dave. Dari kecil."
"Wah aku seneng cewek yang suka baca buku." Entah terlontar dari mana kata - kata itu.
"Apaan sih, Dave. Hahahaha" katanya sambil memukul lenganku.
Aku meminta kepada waitress untuk dipindahkan ke mejanya.
"So, kenapa nggak masuk hari ini? Sakit?" tanya nya.
"Nggak sih cuman kecapekan aja." Andai ia tahu alasan sebenarnya.
"Oh gitu. Eh iya aku lupa ngucapin terima kasih ke kamu ya udah nganterin hp ku waktu itu. Maaf lho jadi ngerepotin kamu."
"No problem lah nis. Kan kasian kalo hp kamu ketinggalan ntar kamu nggak bisa telponan sama pacar kamu lagi."
"Ah apaan sih Dave, aku mah belum punya pacar."
"Wanita secantik kamu belum punya pacar nis?"
"Mulai deh gombal nya. Iya emang belum. Nggak laku kali ya."
"Kamu terlalu merendah. Mungkin belum ketemu yang cocok aja nis. God's timing is always right."
"Iya Dave. Aku mah nungguin aja. Hahaha"
Waitress datang dan membawa pesanan kami. Kami pun mulai menyantap hidangan.
"Ngomong - ngomong kamu udah pernah pacaran sebelumnya?" tanyaku penasaran.
"Udah sih sekali waktu masih di Surabaya." jawabnya sambil memotong daging di piringnya.
"Oh kenapa putus? Eh sori aku nanya nya kelewatan ya." jujur aku tak enak hati. Siapa tau putusnya menyakitkan tapi aku malah jadi membuka kenangan.
"Nggak papa Dave. Emang nggak cocok aja. Lagian orangnya kekanakan. Aku lama - lama ilfeel juga."
Kami banyak berbicara setelahnya. Aku baru tau alasan dia pindah dari Surabaya kesini karena ayahnya dipindah tugaskan disini. Ternyata ibu Anissa sudah meninggal sewaktu ia kecil. Pantas saja aku tidak melihat sosok ibunya kapan hari.
Setelah menikmati hidangan dan membayar, kami langsung menuju ke toko buku. Karena jarak yang tidak begitu jauh aku mengajaknya jalan kaki saja. Ia pun tak keberatan. Coba Sheila, mana mau. Ah kenapa aku harus membandingkan mereka?
Usai 5 menit, tibalah kami di toko buku tersebut.
Mataku tertuju pada salah satu buku yang baru rilis. Karangan novelis favoritku, Mira. W. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil nya dari rak.
"Kamu suka Mira. W juga Dave?" Anissa terlihat bingung.
"Iya nih nis. Aku biasa baca punya mamaku. Lengkap."
"Aku juga suka Dave, aku beli juga ah kalo begitu." ujarnya
"Jangan. Ntar kamu tinggal pinjam dari aku aja nis. Ngapain beli dua kan?"
"Ya udah. Kalo gitu biar enak ntar aku pinjemin juga novel - novel bacaanku ke kamu."
"Wah yang benar nis? Aku excited banget nih." Mendengar itu seperti menjadi angin surga bagiku.
"Iya beneran. Ntar aku kasih list nya deh novel - novelku."
20 menit kemudian kami keluar dari toko buku. Aku membeli 5 novel baru. Sedangkan Anissa 3.
"Nis, aku anter pulang lagi ya."
"Nggak usah Dave, ngerepotin."
"Jangan nolak nis. Aku merasa lebih safe kalo kamu ikut aku. Kalo kamu takut aku macem - macemin, silahkan telpon polisi setelahnya.
"Hahahahah. Nggak gitu Dave. Ya udah kalo begitu."
Kali ini aku sudah tau jalan kearah rumah Anissa. Untung sudah malam. Jalanan tidak begitu macet jadinya. Hanya dalam waktu 15 menit kami pun sampai dirumah Anissa.
"Makasih Dave uda nganterin lagi. Sori aku ga bisa ngajak kamu kedalam ya. Aku sendirian. Ayah lagi tugas keluar kota. Nggak enak kalo ada yang liat kita berduaan. Kita kan bukan muhrim."
"Nggak papa nis aku ngerti kok. Kalo gitu selamat malam nis. See you tomorrow."
"Malam juga Dave. Hati- hati dijalan."
Entah apa yang ada dipikiranku. Aku langsung menerkam Anissa dan mencium bibirnya. Ia pun membalas ciumanku. Kami berciuman dengan hot sekali.
Tiba - tiba aku terhenyak. "Dave, kenapa?"
"Oh nggak papa nis. Ya udah aku pulang dulu ya."
Aku menuju mobilku. Damn, ada apa denganku? Untung saja aku bisa menahan nafsuku. Bisa - bisa aku dicap laki - laki mesum. Dan lebih parahnya aku bisa dilaporkan pihak berwajib dengan tuduhan percobaan pemerkosaan. Aku meraih iPhone ku. Lho, baterainy habis. Aku melanjutkan perjalanan ku kembali kerumah.
Sesampainya dirumah, Bi Sumi sudah menyambutku.
"Suamiku, lama sekali keluarnya. Mama kangen nih." Bi Sumi langsung menggamit tanganku dan mencoba menciumku.
"Bi, aku capek. Besok aja ya." Aku langsung masuk kamar ku dan mengunci pintu. Aku langsung mencharge iPhone ku. Setelah berapa saat ada WhatsApp. Dari Sheila. Aku buka.
"Asik makan di kafenya?"
Aku terkejut. 4 kata itu cukup membuatku terkena serangan jantung ringan. Ia kembali mengirimkan WA padaku.
"Saking asiknya sampai dimatiin HP nya. Jalan berdua ke toko buku lagi."
Dan rasanya ini bukan serangan jantung ringan lagi buatku setelah membaca pesan selanjutnya.
"Aku akan cari tau siapa wanita berhijab itu. Kamu akan menyesal Dave karena udah nyelingkuhin aku. Kita putus."
Aku tidak tidur sampai pagi setelahnya. Gimana ceritanya sampai dia bisa tahu? Aku merasa benar - benar sakit kali ini.