Flashback
Kami, aku dan Ling - Ling sudah berada di mobil. Selama perjalanan kami cukup banyak ngobrol. Mulai dari A sampai Z. Ternyata Ling - Ling usianya baru 15 tahun kala itu. Masih SMA. Aku cukup terkejut karena penampilannya cukup dewasa. Tapi tentu saja tidak kuungkapkan padanya. Bisa - bisa tersinggung. Siapa sih yang senang dibilang lebih tua dari umurnya?
"Kalau begitu aku panggil kamu koko aja ya. Soalnya kan kamu lebih tua dari aku." ujarnya padaku sedikit manja dan genit.
"Ya terserah Ling - Ling aja." kataku padanya sambil tersenyum. "Ngomong - ngomong Ling - Ling ke mall, emangnya hari ini nggak sekolah?" tanyaku heran.
"Ihh.. kan hari ini sabtu. Jadinya aku nggak sekolah dong, ko."
"Oh iya aku lupa hahaha.. Padahal aku sendiri nggak ngantor ya."
"Hahaha, koko lucu ih.. masih muda udah pikun." ledeknya
"Enak aja kamu. Eh kita udah sampe nih. Kamu sendirian apa sama temen - temen kamu?"
"Aku sendirian sih. Mau nyari kado buat papa. Kan besok papa ulang tahun."
"Masa sih? Aku nggak tahu. Kalo gitu aku temenin kamu ya. Kebetulan aku nganggur kok hari ini."
"Beneran nih ko? Ya udah kalo mau temenin. Daripada aku sendirian ntar aku diculik orang lagi. Hihihi."
Setelahnya kami pun memasuki parkiran dan turun dari mobil bersama - sama.
"Ling - Ling udah tau mau ngasih apa ke papa?" tanyaku sambil melihat - lihat toko. Barangkali ada ilham.
"Hmmm... bingung nih ko."
"Kira - kira suk suk Aliang hobi nya apa?"
"Papa sih hobi ngoleksi jam. Tapi jam papa kan jam mahal semua. Aku mana sanggup beliin nya." terdengan ia sedikit murung dan sedih.
"Kalo menurut aku sih bukan masalah mahal atau tidaknya suatu barang. Aku yakin kalo barang itu pemberian kamu pasti spesial. Kalo kamu mau aku kebetulan punya temen yang jualan jam disini. Soal harga mah gampang."
"Hmm... gitu ya ko? Kalo gitu boleh deh daripada bingung."
Kami pun segera menaiki eskalator untuk menuju toko yang dimaksud. Begitu sampai, seorang pria seusiaku menyambutku.
"Eh bro.. pakabar lu? Gua kira udah mati lu. Hahahahha"
"Iya ini arwah nya yang datang. Hahaha. Sialan lu. Eh ini kenalin Ling - Ling" kataku memperkenalkan Ling - Ling pada temanku.
"Halo gua Robin. Nah ada urusan apa lu boy kesini? Tumben banget. Kalo lu nyari Richard Mille, sori deh, toko gua levelnya belum nyampe situ."
"Bukan gua yang mau beli. Nih si Ling - Ling yang mau beli jam buat bokapnya. Diskon lu kalo nggak gua acak - acak nih toko lu." aku mengancamnya main - main.
"Aman bro. Buat lu mah pasti diskon khusus lah. Ya udah nih gua jelasin ya jam - jam apa yang kira - kira cocok."
Robin menjelaskan kepada Ling - Ling segala varian, harga. Yang aku suka dari Robin adalah dia begitu sabar melayani pembeli. Dan biasanya selalu deal seperti sekarang.
"Aku ambil yang ini aja deh." Kata Ling - Ling
"Ok deh biar gua bungkusin kado sekalian. Tenang aja, FOC kok. Daripada toko gua diacak - acak nih bajingan satu."
"Bagus lo inget. Jangan sampai kejadian kelima kalinya disini nih." Kataku membalas kata - katanya
Ling - Ling hanya tertawa. Setelah selesai membayar kami pun berpamitan. Tapi sebelumnya Robin memanggilku.
"Wih, barang bagus nih. Dapet aja lu. Cariin gua dong bangsat."
"Bukan cewe gua bangsat. Ini tuh anaknya dari pemilik restoran tempat langganan gua."
"Punya adek atau enci nggak?"
"Setau gua sih anak tunggal."
"Setan. Susah banget nyari cewe." keluhnya
"Muka lu tuh diupgrade dulu makanya"
"Siapa yang butuh tampang kalo duit berbicara."
"Nah itu lo tau. Bener lu nyari duit. Kalo duit lu banyak cewe manapun juga mau."
"Nggak juga ah. Buktinya lo masih jomblo tuh."
"Ini kan duit bokap gua. Bukan duit gua bangsat. Ya udah gua cabut dulu. Thank you ya bantuannya. Kasian Ling - Ling nungguin."
"Ya uda ati - ati lu. Kalo ga mau ama Ling - Ling, oper ke gua bro."
"Lu kira bola dioper?"
Aku meninggalkan toko nya Robin dan menghampiri Ling - Ling.
"Ling sori ya lama. Biasa Robin mah suka gitu emang." aku tak enak hati membuatnya menunggu
"Nggak papa kok ko. Nyantai aja lagi. Aku laper nih. Kita makan dulu yuk ko."
"Ya udah kalo gitu."
Selanjutnya kami hanya makan dan jalan di dalam mall saja. Kami menjadi cukup dekat setelahnya. Aku pun sering bepergian dengannya. Kebetulan saat itu aku menunggu sebelum kuliah di Los Angeles. Saat aku memberitahunya, Ling - Ling begitu sedih.
"Kok koko baru ngasitau aku sekarang? Jahat ihh." Ling - Ling menangis saat itu sambil memukul dadaku.
"Maafin aku Ling. Aku bingung juga mau ngomongnya gimana." aku mengusap rambutnya.
"Jadi minggu depan koko udah berangkat?" tanyanya
"Iya Ling." aku berat juga sebenarnya berpisah dengannya. Jangan salah. Aku hanya menganggapnya adikku sendiri. Tidak ada perasaan apapun. Tapi sepertinya Ling - Ling tidak begitu.
"Aku sayang sama koko. Aku sedih banget ditinggalin. Sebulan ini begitu indah ko. Aku.. aku.." Ling - Ling tak menyelesaikan kata - katanya dan kembali menangis.
"Ling, kan kita masih bisa video call. Teknologi jaman sekarang canggih lho." ujarku berusaha menenangkan dirinya.
"Ya tapi kan beda ko." Ling - Ling kembali menyandarkan kepalanya di dadaku.
Tanpa sadar bibir kami semakin dekat. Aku sebenarnya tak ingin melakukannya. Tapi ternyata setan dari dalam diriku sudah memenangi pertempuran batin. Aku menyesal sekali setelahnya.