Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT METEOR AZKA

Bimabet
Gila makin rame aje ni thread

Mukin karna yangnpunya orangnya emak jadi makin pade demen maen di marih

Masih menunggu up date @Aswasada
He he he ... Udah kaya pasar malem ...
Oalah Sri.... Belum bisa move on tibane
Durung hu ...
Sami-sami hu ... Kenapa sekarang gak mau di pojokan lagi?
Di tunggu kelanjutannya kang
Siap hu ... Nantikan saja kelanjutannya ...
Absen siang suhu TS
Dicatat hu ... Tapi tadi pagi gak absen ... Kenapa?
Cerita bagus...mengalir begitu saja.. ku harap sampai tamat.. dan semoga lancar updatenya..
Terima kasih hu ... Jangan khawatir tidak tamat hu ... Semasih ada kopi dan udud, dijamin cerita ini akan tamat.
Sri kapan kowe bali,
Lungomu kok ora pamit aku,
Jarene neng pasar pamit tuku lombok,
Nganti saiki kok kowe melbu hotel....

Nang balio sri......
Nang balio......

Patroli siang dulu
Ha ha ha ... Lombok e tuku di hotel ...
Akhir kisah, akhirnya azka menikah dengan 2 orang wanita dewasa. Wanita pertama adalah ibu nya sri, dan wanita satu nya adalaaaaah? Hahahaha
Kapan updt huuu? Malem minggu nih, kali aja hujan kan enak di rmh sambil baca @Aswasada 🤣
Minta malam mingguan, pas ditunggu gak muncul ... Kecewa ah ...
Lanjut terus aska
Siap hu ... Laksanakan ...
Duh telat.. makasih up datenya suhu...
Ini juga tukang telat seperti suhu @PaijoKenthir1976 ... Itu artinya kurang asupan kafein ...
Luar biasa......
Makasih hu ...
Suhu, bagi udud sama kopinya. Buat teman baca cerita suhu ini.
Yey ... Beli dong hu ... Saya yang minta ...
Sore ngene wayahe Azka ngopi Karo Kakek...
Saiki waktune yang tepat hu ...
Menunggu apa yang akan dilakukan azka terhadap sri dan pacarnya.. Semoga diluar dugaan seperti jendral yg dibikin gancet 😁
Ha hay ... Memang akan diluar dugaan suhu ...
Nunggu apdet sambil ngopi karo ngudud
Ke sini hu ... Mau update nih ...
Nunggu update terbaru, penasaran dengan petualangan lendir
Siap hu ... Sabar menanti ...
Mantappp. Di tunggu hu chapter selanjutnya.
Siap ... Laksanakan ...
1hari 3× update bisa engga suhu😁😁
Ha ha ha ... Klenger aku hu ...
Wilujeng wayah kieu..

Tetap semangat & ulah poho ngupi ☕🚬
Sugeng wengi hu ... Kopi lan udud selalu siap ...
 
CHAPTER 11


Aku tahu Sri masih bertemu dengan pria tampan yang dia cintai. Aku merasa sikap manisnya padaku adalah kepura-puraan. Apakah aku marah? Tentu tidak. Aku akan menanggapinya dengan santai. Dalam konteks dengan kasusku ini, sikap Sri itu sangat sepele. Namun demikian aku butuh pengakuan untuk mengungkap kebenaran. Aku membutuhkannya agar dalam perjalananku nanti bersama Sri tidak ada kepura-puraan. Aku tidak ingin ada kepura-puraan, karena kepura-puraan hanya akan berujung pada pengkhianatan. Selanjutnya, satu tindakan pengkhianatan menyebabkan sebuah perpisahan yang penuh permusuhan. Ya, aku sangat menghindari permusuhan.

Pukul 16.15 sore aku keluar dari kantor desa. Aku berjalan kaki hanya tiga menit ke rumah orangtua Sri. Tentu aku disambut sangat ramah oleh Pak Haji Yanto dan Bu Hajah Nengsih, tetapi aku tidak disambut Sri karena memang dia sedang keluar sejak pagi. Pak Haji Yanto mengatakan jika Sri pergi ke kota kabupaten untuk menemui saudaranya. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku putuskan untuk menunggu barang sejam, kalau dalam waktu satu jam Sri tidak pulang, aku akan menemuinya besok pagi sebelum jam kerja mulai.

Aku dan Pak Haji Yanto ngobrol sesuatu yang tidak penting sama sekali sambil menunggu Sri di ruang depan. Untung saja aku tidak menunggu terlalu lama, Sri pun datang dengan wajah berseri-seri. Namun wajah berseri-serinya berubah seratus delapan puluh derajat saat melihatku berada di rumahnya. Dengan gugup gadis itu mencium tangan ayahnya dan tanganku.

“Sudah lama mas?” Tanyanya sangat manis.

“Lumayan. Ada kali lima belas menitan.” Jawabku sambil tersenyum.

“Kalau begitu. Silahkan kalian bicara. Mas Azka ingin bicara sesuatu denganmu.” Kata Pak Haji Yanto sambil bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan kami berdua.

“Emangnya ada apa mas?” Raut wajah Sri yang cantik agak menekuk mungkin karena terkejut atau juga heran.

“Begini.” Jedaku lalu menghela napas. “Sebelumnya mas mau ngasih tau, kalau apa yang mas katakan ini gak berarti apa-apa untuk mas. Posisi mas sekarang ini netral.” Lanjutku.

“Apaan sih mas? Aku gak ngerti ucapan mas?” Tanya Sri sembari mengambil tanganku dan meremasnya. Pelan-pelan aku melepaskan genggaman tangannya.

“Kenapa kamu masih menemui pacarmu?” Aku sudah kehabisan kata-kata. Terpaksa aku ‘tembak’ langsung.

“Mas bicara apa sih?” Ada kepanikan terasa dalam ucapan Sri.

“Sri ... Kebohongan hanya akan menyelamatkanmu sementara, tetapi menghancurkanmu selamanya. Jujurlah dan jangan menutup-nutupi kebenaran.” Kataku.

Sri menatap mataku lalu menunduk. Aku bisa melihat matanya berkaca-kaca. “Maafkan aku!” Ucapnya sambil menyeka air matanya yang jatuh setitik ke pipinya.

“Sebelum aku bicara padamu, aku sudah memaafkanmu. Sejujurnya, aku sudah tidak peduli lagi. Sekarang kamu bebas menetukan keinginan sendiri. Tapi, aku akan menarik syarat perkawinanku.” Kataku lemah lembut.

“Maksud mas?” Sri tampak terperanjat.

“Awalnya aku memintamu untuk menjadi istriku yang sesungguhnya. Kamu harus memperlakukanku sebagai suami dan aku pun akan memperlakukanmu sebagai istri. Sekarang itu aku tarik. Aku akan menjadi suami bohongan sampai bayi di kandunganmu lahir, setelah itu kita bercerai. Kita akan satu atap tetapi beda kamar.” Jelasku.

“Hiks ... Hiks ... Hiks ... Aku nurut mas saja ...” Sri mulai menangis.

“Kamu gak usah menangis. Menangis tidak akan menghasilkan apa-apa. Kamu harus tegar dan kuat dek. Jalani semuanya dengan sabar dan ikhlas. Aku akan selalu membantu dan menolongmu.” Aku coba menghiburnya.

“Maaf mas ... Aku memang sangat mencintai Gilang. Dia sebenarnya ingin menikahiku tetapi ayah dan ibu tidak menyukainya. Ayah dan ibu menolak lamarannya dengan alasan Gilang urakan dan sudah merusak masa depanku. Ayah dan ibu memilih Mas Azka untuk menjadi suamiku. Mereka memaksaku untuk menikah dengan Mas Azka walau untuk sementara.” Jelas Sri disela isakannya.

Aku tertegun dan untuk sesaat otakku tidak berfungsi. Aku rasa aku seperti salah dengar. Aku menatap mata Sri yang berair lalu berkata, “Jadi bukan masalah lepas tanggung jawab? Pacarmu memang benar-benar ingin menikahimu? Tapi orangtuamu tidak menyetujuinya?” Tanyaku beruntun.

“Ya.” Jawab Sri sangat singkat sambil mengangguk.

“Kalau begitu, aku mau bicara dengan orangtuamu.” Kataku sembari hendak berdiri, namun Sri langsung menahannya.

“Jangan mas! Mereka tidak akan mendengar. Nanti malah mas yang jadi gak enak. Percuma, tidak akan berhasil. Percayalah!” Larang Sri sangat tegas. Tangannya mencengkram erat tanganku.

Aku pun terduduk lagi di tempat semula. Lagi-lagi aku harus putar otak memikirkan cara menyelesaikan kemelut ini. Dan otakku membuktikan lagi kepiawaiannya, tiba-tiba aku mempunyai ide cemerlang. “Ayo! Ikut denganku.” Kataku kemudian.

“Kemana?” Tanya Sri bingung.

“Ayo ikut saja! Oh ya, pamit dulu sama orangtuamu.” Kataku sambil berdiri dan diikuti Sri menemui orangtua Sri yang ternyata ada di halaman belakang.

Kamu pun pamit pada Pak Haji Yanto dan Bu Hajah Nengsih berpura-pura ingin jalan-jalan jajan bakso di pasar. Setelah mendapat ijin mereka, aku dan Sri segera meluncur menunggangi Si Black. Tak seperti biasanya, Sri tiba-tiba memeluk perutku dengan erat sampai terasa daging empuk di dadanya menempel di punggungku. Aku jalankan motorku agak pelan. Menikmati buah dadanya di punggungku. Lumayan juga, aku menjadi konak sendiri.

Sekitar dua puluh menitan, aku sampai ke rumahku dan langsung menemui kakek di ruang depan sedang ngopi dan merokok. Kakek tersenyum melihatku datang dengan Sri, kiranya aku akan membawa kabar gembira buat kakek, padahal aku akan memberitahu sesuatu padanya yang mungkin akan mengejutkannya. Aku dan Sri sudah duduk menghadapi kakek.

“Kek ... Aku tidak ingin berbasa basi. Aku akan memberitahu kakek suatu fakta tentang Sri.” Aku sengaja menjeda ucapanku karena hanya ingin melihat reaksinya.

“Fakta apa?” Tanya kakek terlihat mulai serius.

“Jadi begini ceritanya kek ... Sebenarnya pacar Sri itu, ayah dari bayinya, mau bertanggung jawab menikahi Sri. Bahkan dia sudah melamar Sri tapi ditolak Pak Haji Yanto dengan alasan urakan dan telah merusak masa depan Sri. Dan kenyataannya mereka ini masih saling menyayangi. Aku pikir, Pak Haji Yanto dan Bu Hajah Nengsih itu sudah salah. Bukan saja mereka sudah memisahkan Sri dan pacarnya tetapi juga sudah memisahkan bayi yang dikandung Sri dengan ayahnya.” Jelasku padat dan jelas.

Kakek sempat memperbaiki duduknya tanda terkejut, “Benarkah itu Sri?” Tanya kakek sembari menghadapkan wajah super seriusnya kepada Sri.

“Benar eyang ... Apa yang dikatakan Mas Azka adalah kebenaran.” Jawab Sri.

“Ayahmu mengatakan kalau laki-lakimu tidak tanggung jawab.” Ujar kakek seperti ingin keyakinan.

“Bukan begitu ceritanya, eyang. Ayah dan ibu tidak suka sama pacarku.” Sahut Sri sendu.

“Ya kalau begitu orangtuamu salah besar. Tidak bisa memisahkan ayah dari bayi yang dikandungmu. Wes, biar kakek yang bicara dengan orangtuamu.” Ujar kakek dengan mimik terlihat kecewa. Kakek pun berdiri dan berjalan keluar rumah.

“Minta anter Sugeng kek! Jangan bawa motor sendiri!” Kataku agak kencang.

“Ya ...” Jawab kakek singkat.

Aku langsung menoleh ke arah Sri yang sedang memandangku lembut. Aku pun berkata, “Aku yakin kalau kakek yang bicara, orangtuamu akan menyerah. Aku yakin kamu akan menikah dengan pacarmu tampanmu.” Sri tiba-tiba menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, bahunya naik turun dan terdengar isakannya yang pelan. Aku pun melanjutkan ucapanku, “Jangan menangis ... Menangis tidak akan mengubah apa-apa.”

Sri menurunkan tangannya. Mata gadis cantik itu menatapku lekat-lekat, “Terima kasih ya mas ... Sebenarnya ayah dan ibu tidak salah memilih Mas Azka untuk menjadi suamiku. Mas Azka memang sangat baik dan sangat pengertian dan juga bisa melindungi.”

“He he he ... Kamu sangat berlebihan dek. Ya, sudah jangan menangis. Sebaiknya kita kembali ke rumahmu.” Kataku.

Kami pun kembali menaiki Si Black. Sepanjang perjalanan kami bercanda dan tertawa. Syukurlah, kini Sri sudah bisa tertawa keras yang sebelumnya aku tak pernah melihatnya tertawa keras seperti itu. Kebahagiaannya terpancar dalam setiap inchi perjalanan kami. Sampai tak terasa kami pun sampai di rumahnya. Saat aku dan Sri masuk, aku langsung disuguhi wajah menunduk dalam dari Pak Haji Yanto dan Bu Hajah Nengsih karena sepertinya kakek sedang memberi keduanya ‘ceramah’.

“Nah kebetulan Sri datang. Sini nduk, duduk di samping eyang.” Ujar kakek dengan suara tegasnya yang membuat aku juga merinding. Lantas Sri pun duduk di sebelah kakek. Kakek pun melanjutkan ucapannya kembali, “Kenapa kalian berbohong padaku tentang kehamilan anak kalian?”

“Kami tidak suka saja dengan pacarnya, pak.” Jawab Pak Haji Yanto masih dengan menundukan kepala.

“Ya ... Kenapa kalian tidak suka sama dia? Apa kesalahan dia?” Tanya kakek dengan suara tinggi.

“Jawab dengan jujur pak.” Aku yang berdiri di samping sofa yang kakek duduki turut berbicara. “Jangan menjawab kalau pacar Sri itu urakan dan telah menghancurkan masa depan Sri. Aku pernah bertemu dengan pacarnya Sri. Dia sangat tampan dan elegan. Berpakaian sangat rapi dan bersih. Perangainya pun sangat sopan, bahasanya lemah lembut. Dia juga tidak bisa dikatakan merusak masa depan Sri karena dia mau bertanggung jawab menikahinya. Lagi pula aku bisa menebak kalau pacarnya Sri itu sudah mapan dan memiliki pekerjaan yang baik. Aku bisa menilai dari kendaraannya yang dia pakai.” Jelasku.

“Tuh ... Sekarang apa yang akan kalian jelaskan padaku? Kenapa kalian menolak lamaran ayah dari bayi yang dikandung Sri?” Tanya kakek lagi dengan nada marahnya.

“Orangtua pacarnya Sri ...” Ucapan Bu Hajah Nengsih tertahan saat Pak Haji Yanto melirik ke arahnya.

“Katakan! Kenapa dengan orangtuanya?” Kakek memaksa.

“Sa..saya ... Sebenarnya saya mengenal orangtua pacaranya Sri. Saya berseteru sejak muda, sampai sekarang pun saya tidak baik dengan mereka. Dan saya yakin orangtua pacarnya Sri pun masih membenci saya, buktinya dia tidak datang saat acara lamaran. Saya yakin orangtua pacar Sri juga tidak menyutujui hubungan mereka. Jadi saya putuskan untuk menolak lamaran pacarnya Sri.” Jelas Pak Haji Yanto membuat kakek tiba-tiba berdiri dengan wajah marahnya.

“Wong gendeng!!! Wong edan!!! Kamu tega mengorbankan kebahagiaan dan nama baik anakmu hanya untuk keegoisanmu!!! Nikahkan mereka segera, kalau tidak aku cabut kejayaanmu!!!” Kakek benar-benar murka sambil menunjuk-nunjuk Pak Haji Yanto.

“Ba..baik pak ... Sa..saya akan menikahkan mereka.” Pak Haji Yanto benar-benar ketakutan dengan ancaman kakek. Tubuhnya membungkuk-bungkuk dengan kedua tangannya bertumpu pada sisi meja.

Kakek langsung beranjak pergi ke luar rumah megah ini. Aku pun mengikuti kakek di belakangnya. Kami kemudian pulang dengan menggunakan Si black, sementara pengantar kakek menunggangi kuda besinya sendiri. Di perjalanan aku bertanya pada kakek maksud kata-kata kakek tadi yang mengancam Pak Haji Yanto akan mencabut kejayaannya. Kakek bilang kalau kekayaan dan kemakmuran Pak Haji Yanto adalah hasil tirakatnya. Dulu Pak Haji Yanto adalah orang miskin, berkat tirakat kakek lah Pak Haji Yanto menjelma menjadi orang kaya yang cukup disegani warga desa.

“Kok kakek mau membantu Pak Haji Yanto bertirakat?” Tanyaku yang baru tahu sejarah kejayaan Pak Haji Yanto.

“Kakek dengan bapaknya sejak kecil bersahabat, bahkan sudah seperti saudara. Waktu bapaknya Pak Haji Yanto meninggal, kakek dititipkan oleh Bapaknya untuk mengurus dan menyayanginya. Sebenarnya kakek sudah menganggap Pak Haji Yanto itu seperti anak sendiri.” Jawab kakek yang juga aku baru mendengarnya.

“Kalau begitu, aku juga mau dong kek ditirakati biar makmur seperti Pak Haji Yanto.” Kataku dengan nada bercanda namun sesungguhnya serius juga.

“Sekarang kakek sudah tua. Kakek gak sanggup lagi tirakat untuk kejayaan. Kamu bisa melakukannya sendiri. Nanti kakek ajarin cara-caranya.” Ujar kakek.

Aku pun tersenyum dan tidak lagi menyoal tentang Pak Haji Yanto lagi. Si Black terus melaju hingga akhirnya sampai di kampungku. Saat akan sampai di rumah, aku melihat Mbak Warsih, tetanggaku yang berstatus Janda, sedang berjalan menuju ke arah rumahku. Aku pun menghentikan Si Black di sampinya janda itu.

“Mau kemana mbak?” Tanyaku yang membuat Mbak Warsih lumayan terperanjat.

“Aih ... Bikin kaget saja ... Kebetulan eyang ada di sini. Eyang gas saya susah menyala. Tolong pasangan gas ya eyang.” Kata Mbak Warsih yang menghadapkan wajahnya pada kakek.

“Yo ... Ayo ...” Jawab kakek sembari turun dari motorku.

Keduanya langsung jalan balik arah menuju rumah Mbak Warsih. Tiba-tiba otakku seperti memerintahkan agar kakek bersenang-senang dengan Mbak Warsih. Langsung saja aku membayangkan dan menghayal, kakek dan Mbak Warsih bercinta sampai malam. Kalau sudah begitu, aku tak pernah menyangsikan lagi kalau kakek akan mendapatkan service yang memuaskan dari Mbak Warsih. Setelahnya, aku langsung memburu rumah dan berbaring di kamar sambil ngobrol dengan Pet.

“Pet ... Bisakah kau memberiku kekuatan agar aku bisa bercinta tanpa henti. Kalau aku bisa bercinta seperti itu, aku akan mencari tehoa sekaligus banyak. Kamu kan bisa segera keluar dari batu meteor itu.” Kataku.

“Aku ini bukan makhluk yang super yang serba bisa. Aku hanya makhluk cahaya yang mempunyai kekuatan pengendalian pikiran saja. Ya, aku penguasa alam pikiran semua makhluk di jagat raya. Untuk kekuatan fisik, aku tak mempunyainya karena aku cahaya.” Jelas Pet.

“Ah ... Aku pikir kau bisa segalanya.” Kataku kecewa.

“Tidak.” Jawabnya singkat.

“Pet ... Menurutmu bangsa apa di jagat raya ini yang mempunyai banyak wanita cantik, bahkan wanita tercantik dari segala macam bangsa di jagat raya?” Tanyaku.

“Di sebuah planet yang disebut Azumath di gugusan galaxy GN-z11. Ada sebangsa peri yang orang-orang bumi menyebutnya bangsa Elf. Bangsa itulah yang penduduk wanitanya tercantik di jagat raya.” Jawab Pet.

“Elf ... Aku mendengarnya di film-film. Ya, mereka disebut juga bangsa peri.” Kataku mulai tertarik.

“Apa yang digambarkan di film-film sedikit menyerupai, tetapi sesungguhnya para wanita Elf itu sangat cantik. Tidak ada satu makhluk pria pun yang tidak jatuh hati pada para wanita Elf. Tetapi mereka tidak akan menerima pria dari bangsa lain karena jika mereka merima cinta dari pria bangsa lain, keabadiannya akan hilang.” Jelas Pet lagi.

“Oh ... Aku jadi penasaran ingin melihatnya.” Kataku.

“Keluarkan dulu aku dari batu ini.” Respon Pet.

“He he he ... Iya ... Sabar ...” Aku terkekeh.

Kami ngobrol sampai larut malam, semuanya terasa menyenangkan dan tidak membosankan sama sekali. Cerita Pet memang selalu aku sukai. Berbagai pengalamannya bertemu berbagai bangsa di jagat raya menjadi cerita seru yang sangat bervariasi. Dari seluruh cerita Pet, aku bisa menyimpulkan kalau Pet adalah makhluk yang cinta damai, tidak suka kerusakan, meskipun mempunyai kekuatan pengendalian pikiran yang sangat besar tetapi Pet tidak pernah menggunakannya secara semena-mena. Malam semakin larut, aku pun menguap, rasa ngantuk pun datang. Akhirnya aku tertidur begitu saja walau Pet belum mengakhiri ceritanya.

.....
.....
.....

Setelah bekerja seharian melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat, saatnya ku bersiap-siap pulang. Selepas membereskan meja kerja, aku menyambar smartphone dan mengamankannya di dalam saku celana. Baru saja dua langkah dari meja kerja hendak keluar ruangan, tiba-tiba smartphoneku berdering tanda seseorang meneleponku. Aku mengambil ponsel pintarku dari saku celana, melihat id call sang penelpon, tertera nama 'Sri' di layar ponselku.

“Hallo ...” Sapaku ramah.

Mas ... Ke rumah ya ...” Pinta Sri.

“Oh ... Ada apa ya?” Tanyaku kaget.

Aku dan ibu akan merayakan acara lamaran Gilang.” Sahut Sri suaranya begitu bahagia.

“Wah ... Selamat ya ... Akhirnya kamu menikah juga dengan gilang.” Aku pun turut bahagia.

Tadi pagi Gilang melamarku, mas ... Sekarang aku dan ibu ingin merayakannya bersama mas.” Kata Sri terdengar sebagai permintaan.

“Baiklah ... Mas ke sana sekarang.” Aku pun menyetujui undangannya.

“Ditunggu ya mas ...”

“Ya ...”

Aku membawa Si Black ke rumah Sri. Di sana aku langsung dibawa ke dapur. Ada cukup banyak hidangan tersaji di atas meja makan, mulai dari makanan pembuka hingga makanan penutup. Gelas dan piring ditata rapi, lengkap dengan sendok di tiap-tiap kursi. Pada acara perayaan ini, Sri secara pribadi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pertolonganku yang pada akhirnya Pak Haji Yanto memberikan restu kepada gadis cantik itu untuk menikah dengan pria yang sangat dicintainya. Kami pun makan dengan khusyuk. Setelah selesai makan kami kembali bercerita cerita ria.

“Bu ...” Aku berkata pada Hajah Nengsih. “Ibu kenapa? Kok kelihatannya kurang sehat?” Tanyaku padanya yang memang yang kuperhatikan dia kurang bersemangat.

“Ibu tidak apa-apa?” Jawabnya sambil tersenyum kecil.

“Kalau kurang enak badan. Ibu istirahat saja.” Sambung Sri sembari memegangi tangan ibunya.

“Ibu tidak apa-apa. Tapi, ibu tinggal ya. Silahkan kalian berdua teruskan sendiri. Ibu mau ke kemar.” Ucap Hajah Nengsih benar-benar terlihat sangat tidak bersemangat.

Aku dan Sri memandang kepergian Hajah Nengsih yang meninggalkan dapur. Setelah tak terlihat aku mengalihkan pandangan pada Sri lalu bertanya, “Kenapa ibumu?”

“Hhhmm ... Ibu itu sebenarnya lagi sedih.” Jawab Sri pelan.

“Oh ... Pantas saja sejak tadi kuperhatikan ibumu memang murung. Aku sangka sakit.” Kataku lalu mengambil gelas minumku. “Aku kalau gak ngopi seperti ada yang kurang. Bisa buatkan kopi, dek?” Pintaku.

“Oh ya ... Sebentar ...” Ujar Sri dan langsung bangkit dari duduknya yang kemudian membuatkan kopi untukku.

“Seharusnya ini moment yang bahagia. Tapi ibumu sebaliknya. Apakah ini ada hubungannya dengan rencana pernikahanmu. Apa jangan-jangan ibumu menyesal menikahkanmu dengan Gilang?” Tanyaku.

“Bukan ... Bukan itu masalahnya. Ibu selama ini hanya nurut sama ayah. Dia tidak berani membantah ayah. Saat ayah mengijinkan aku menikah dengan Galang sebenarnya ibu turut bahagia.” Jelas Sri yang tentu membuatku penasaran.

“Terus ... Apa masalah dengan ibumu?” Tanyaku.

“Ah ... Masalah rumah tangga.” Jawab Sri singkat tapi semakin membuatku penasaran.

“Orangtuamu bertengkar.” Aku asal nebak.

“Gak sepenuhnya bertengkar, tapi semacam perang dingin.” Jawab Sri lagi sambil meletakkan gelas kopi di depanku.

“Perang dingin? Alasannya?” Aku terus bertanya seperti menjadi wartawan.

“Ibu itu merasa ayah terlalu memperhatikan Ibu Yuni, istri muda ayah. Ya, kira-kira cemburu.” Jawab Sri dengan senyum kecilnya. Aku tahu kalau Pak Haji Yanto beristri dua.

“Oh begitu ya ...” Hanya itu responku dan tak ingin melanjutkan percakapan dengan tema ini lagi.

“Hi hi hi ... Cemburu emak-emak ...” Canda Sri sambil cekikan pelan yang memaksaku membalas candanya.

“Ibumu kurang dibelai kali sama ayahmu, jadi murung begitu.” Candaku dengan agak berbisik.

“Emang ...” Jawab Sri dan aku pun menjadi tertawa walau dengan menahan suara agar tidak keras keluar.

“Kasian tuh ibumu ... Cariin brondong saja.” Candaku lagi.

“Mas aja yang jadi brondongnya ... Mau gak?” Balas Sri masih dengan cekikikannya.

“Mas sih mau saja. Tapi apa ibumu suka sama mas? Itu masalahnya.” Kataku selepas-lepasnya.

“Serius mas?!” Tiba-tiba Sri berkata penuh penekanan.

“Ya, serius lah. Ibumu kan masih cantik.” Aku menjawabnya masih dengan bercanda.

Tiba-tiba Sri memegang tanganku, “Mas! Aku serius!”

Barulah aku terkejut, “A..apa?”

“Mas mau sama ibu?” Pertanyaan itu kutangkap sebagai penawaran.

Aku menatap mata Sri ingin melihat kesungguhan di sana. Jika ini sungguhan berarti ini juga kesempatan. Selain sebagai cara untuk mengumpulkan tehoa, aku juga sebenarnya ‘naksir’ pada Hajah Nengsih karena ia termasuk dalam kategori makhluk cantik. Hasratku mulai menggebu seolah terus memaksa, bahkan menawanku. Jantungku mulai berdetak lebih kencang, adrenalinku pun mulai dan aku menjadi terangsang.

“Mas ...” Ucap Sri sambil menggoyang-goyangkan tanganku.

“Oh ... i..ya ... Apa ...” Aku tergagap.

“Mas ibu sangat kesepian. Dia membutuhkan belaian laki-laki. Bisakah mas membantu ibu?” Tanya Sri yang kini semakin terbuka.

“Kamu tidak keberatan kalau ibumu aku belai?” Tanyaku ingin keyakinan.

“Ayo mas! Ikut aku!” Tiba-tiba Sri berdiri dan menarik tanganku.

Ternyata Sri membawaku ke kamar ibunya. Tanpa permisi Sri membuka pintu dan menarikku masuk. Wow! Aku melihat hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna merah muda. Hajah Nengsih memekik keras melihat kedatangan aku dan Sri. Hajah Nengsih yang rupa-rupanya baru ingin mandi langsung menyambar handuk di dekatnya, lalu melilitkan ke tubuhnya. Sementara itu aku terus ditarik Sri mendekati ibunya.

“Apa-apaan kalian!” Pekiknya agak marah. Matanya menatap nyalang ke arah Sri.

Sri malah mengambil tangan ibunya lalu mempersatukan tanganku dengan tangan ibunya lalu berkata, “Kalian sekarang pasangan kekasih. Aku merestui kalian.”

“A..apa ... A..apa yang ka..kamu lakukan?” Hajah Nengsih sangat terkejut. Wajahnya pucat pasi.

“Mas Azka menyukai ibu.” Ucap Sri sambil tersenyum dan ucapan Sri membuat mata Hajah Nengsih terbelalak, wajahnya langsung terarah padaku.

“Ya, bu ... Saya menyukai ibu dan ingin sekali ...” Kataku yang sudah kepalang basah. Aku ingin bersenang-senang bersama wanita cantik ini.

“Ta..tapi ...” Kata Hajah Nengsih yang langsung disambar Sri.

“Bu ... Bukankah ibu mengatakan kalau aku tidak ingin menikah dengan Mas Azka, ibu akan menggantikan aku yang akan menikahi Mas Azka?” Kata Sri.

“Oh ... Apakah betul?” Tanyaku pada Sri.

“Iya ... Dulu ibu bilang begitu ...” Ujar Sri sambil tersenyum.

Tekadku yang sudah seribu persen pun berkata, “Sekarang tinggalkan kami, dek ... Aku akan mengawani ibumu sekarang juga.”

“Hi hi hi ... Selamat bersenang-senang.” Sri pun segera meninggalkan kami. Tak lama terdengar pintu kamar tertutup.

Kami saling bertatapan lalu tiba-tiba Hajah Nengsih memalingkan wajah sambil mengulum senyum. Tanda bahwa dia senang aku ada di sini. Tanganku bergerak perlahan menarik handuk yang melilit tubuhnya dan handuk itu terjatuh ke lantai. Hajah nengsih tidak bereaksi dia membiarkan aku berbuat tidak senonoh seperti itu. Tampak payudaranya yang terbungkus bra merah muda dan menantang. Kedua tanganku merangkup pinggangnya dan tubuh kami saling merapat satu sama lain. Hajah Nengsih tampak sudah bisa menerima kehadiranku. Wanita cantik itu menghadapkan wajahnya ke wajahku yang hanya beberapa inchi saja. Mata kami saling bersitatap untuk sesaat, sebelum akhirnya bibir kamu mulai saling bersentuhan.

Entah siapa yang memulai, bibir kami mulai saling mengecap, melumat dan menginginkannya sesuatu yang lebih. Gerakan bibir kami mulai seirama. Lidah kami mulai saling membelit. Saling berlomba untuk menggali kenikmatan yang ada di dalam rongga mulut kami berdua. Tubuhku bereaksi, birahiku menggeliat seakan lupa dengan siapa sekarang aku ini, dan kejantananku meronta di balik celana.

Entah iblis jenis apa yang sedang menggodaku, kini aku tergerak untuk memiringkan wajahku, lantas melumat lebih ganas bibir Hajah Nengsih yang kenyal itu. Tubuh ini seperti bergerak sendiri, mengikuti kehendak atma yang menginginkan tubuhnya lebih banyak lagi. Hajah Nengsih membalas ciumanku tak kalah ganas dengan ciumanku. Sehingga aku dapat menikmati ciuman hangat yang kian lama kian mengerat.

"Mngghh... Aaahh mnccphh..."

Aku terdiam lama dengan posisi itu, hingga kini bibir kami saling mendecap, lidah kami saling bergulat, merasakan saliva masing-masing yang sudah bercampur satu sama lain. Kini ciuman hangat yang terasa penuh kelembutan berubah menjadi ciuman yang terasa menuntut lebih dalam. Aku tidak ingin berhenti, bibir dan lidahnya menjelma candu yang membuatku melupakan seisi semesta. Semestaku kini hanya ada Hajah Nengsih seorang.

"Anhhh, Mas..." Ucapnya sembari memukul pundakku. Ciuman kami terlepas, menyisakan benang saliva yang menetes diantara mulut kami. Napasnya memburu, sepertinya ia kehabisan napas, aku terlalu lama membungkam mulutnya dengan mulutku.

"Ah, maaf bu, aku..." Ucapku tertahan.

"Tidak apa-apa, Mas ... Ayo lanjutkan lagi." Ucapnya dengan wajah sayunya yang memerah. Wajah paling indah dan paling menggoda sealam semesta, mengalahkan keindahan paras Dewi Hera yang katanya melebihi keindahan paras malaikat di surga sana.

Hajah Nengsih mengalungkan kedua tangannya di pundakku dan menatapku dengan wajah penuh gairah, lantas berkata, "Aku mau mandi dulu sebelum kawin dengamu." Ucapnya lirih. Aku membelalakkan mataku kaget, lantas tersenyum penuh kemenangan.

“Saya juga ingin mandi.” Kataku.

“Bukalah bajunya.” Ujar Hajah Nengsih setengah mendesah.

Tak perlu diperintah dua kali, aku pun melucuti seluruh pakaianku tanpa tersisa. Hajah Nengsih tersenyum kagum ketika matanya menatap kejantananku yang sudah tegak berdiri. Tak lama, wanita cantik itu melepaskan bra dan celana dalamnya. Kini giliranku yang tersenyum takjub saat melihat tubuh bahenolnya yang tak terlapisi sehelai benang pun. Hajah Nengsih mengambil tanganku lalu memarikku. Aku mengikutinya ke kamar mandi. Akhirnya kami berdiri di bawah shower yang sudah menyala. Air shower mengguyur tubuh kami yang sedang berpelukan dan bibir kami yang sudah berciuman. Kami terus saling menggesek dan menekan, tangan kami juga saling mengelus dan meremas-remas.

Kami berciuman dengan panas. Saling meremas pantat dan kelamin masing-masing. Lalu kubalikkan tubuh Hajah Nengsih menghadap ke tembok. Dua tangannya diletakkan di tembok. Kembali aku bermain-main di gunung kembar Hajah Nengsih. Penisku yang telah panas dan mengacung kudekatkan ke vaginanya. Kukecup-kecup pundak dan leher belakangnya. Hajah Nengsih terlihat makin seksi kala menggeliat-geliat dan rambutnya tergerai ke sana kemari. Aku geser-geserkan penis di pintu surgawinya, sengaja aku mempermainkan rangsangan pada Hajah Nengsih.

”Ooohh... Maass... Mmaassuukkkiinn... Maasss...”. Pintanya.

”Ibu mau burungku kumasukkin... hmm... ”

”Iyyyaa... Maasss... Aaayyyoo Masss...” Rintihnya makin kencang. Dengan segera kumasukkan penisku pelan-pelan ke dalam vaginannya. ”Eemmppff...” Erang Hajah Nengsih merasakan dirinya dimasuki kejantananku.

Aku menggerakkan tubuh pelan-pelan, kunikmati jepitan dinding-dindingnya yang masih kuat. Dua tanganku tak henti bermain di dadanya. Kumainkan irama di vaginanya dengan hitungan 3 hentakan dangkal dan 1 kuhentakkan dalam. Lalu tangan kananku meraih kepalanya dan kucium panas bibirnya. Dinding vagina Hajah Nengsih makin hangat dan banjir sepertinya. Erangannya pun mulai terdengar lebih keras dengan kepala menengadah. Beberapa menit berselang, hujamanku tanpa hitungan. Kumasuk keluarkan penis cepat dan kuat.

”Oohh... Ooohh... Hhmmppffftt...” Erang Hajah Nengsih berulang.

Jarak pinggangku dan pantat Hajah Nengsih makin rapat. Tangan kanan kuusap-usapkan di vaginanya. Kejantananku semakin bersuka cita di dalam liang nikmat Hajah Nengsih. Denyut-denyut nikmat semakin kurasakan berlarian di sepanjang batang kejantananku. Seluruh otot di tubuhku serasa meregang. Tak kusadari mulutku mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan silih berganti dengan erangannya. Dalam kamar mandi hanya ada suara air shower yang jatuh deras, bunyi beradunya paha dan pantat, serta erangan keras kami berdua.

”Maaasss... Sssaaayyyaa mmaaauu... Oooohhh...”

”Tttuunnggguu Buuuu... Aaakkkuuu jjjuuggggaa...”

Segala yang ada di tubuhnya aku remas. Dua tangan Hajah Nengsih tak tahan di tembok. Kini tangannya mencengkeram paha serta pantatku. Bibirku dicarinya lalu, ”hhhmmmpppfffttt...” Pantatku diremas kuat-kuat. Aku terus menekan dan menarik penisku semakin cepat, dan Hajah Nengsih semakin merengek-rengek tidak karuan. Tusukan penisku semakin tak terkendali seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah heboh. Kami memacu kenikmatan dengan gairah tinggi. Hajah Nengsih melepaskan bibirnya dariku dan akhirnya ...

”Oooouuggghhh...” Desah Hajah Nengsih panjang. Lava yang hangat terasa mengaliri penisku yang masih bekerja. Kepalanya tertunduk. Kudekap erat tubuh depannya. Kukecup dan kugigit leher belakangnya. Lalu tangan kiriku meraih kepalanya dan kucium dalam-dalam. Dengan satu hentakan dalam kumuntahkan magmaku berkali-kali.

”Ooouugghhh Buuuu... Keelluuaaarr...” Kepalaku tertunduk di pundaknya dengan tangan kiri di susu sedang yang kanan di vaginanya.

Tak lama, kami pun tertawa bersama, lalu melanjutkan acara mandi kami. Hari yang menyenangkan. Kami saling menyabuni sambil sesekali bercumbu di bawah guyuran shower yang hangat. Akhirnya mandi kami pun selesai.

"Bu, handuknya mana?" Tanyaku.

Hajah Nengsih melihat sekeliling dan menyadari ada yang kurang di kamar mandi ini. Ia pun tersenyum lalu berkata, “Aku lupa membawa handuk. Handuknya kan di lantai.”

Aku mengendik. "Ya sudah, nggak apa-apa. Kita saling meneringkan badan aja gimana?”

"Nggak mau!" Tolak Hajah Nengsih.

"Nggak mau kenapa sayang?" Aku menggodanya.

"Pokoknya nggak mau titik."

Melihatnya aku merasa gemas. Aku memeluk tubuhnya sementara Hajah Nengsih berusaha melepas pelukanku. Kami saling tertawa. Aku menggelitikinya sampai ia menjerit-jerit minta ampun. Hajah Nengsih berusaha melarikan diri, ia membuka pintu kamar mandi dan keluar dengan cepat. Aku segera menyusulnya. Tanpa mengelap tubuh yang masih basah, Hajah Nengsih naik ke atas tempat tidur dan menelengkupkan tubuhnya. Aku pun mengikutinya segera. Di atas ranjang inilah kami melanjutkan percintaan kami.

Desah dan erangan Hajah Nengsih begitu menggema di kamar ini ketika sodokan batang penisku menjarah vaginanya dengan cepat dan penuh tenaga. Aku terus menghujam spot kenikmatan Hajah Nengsih dengan gerakan yang semakin liar. Aku tidak bisa memikirkan apapun kecuali kenikmatan demi kenikmatan yang aku rasakan. Deru napas kami saling menyatu. Kulit kami saling bergesekan. Keringat sudah membasahi tubuh telanjang kami. Desahan, erangan, gaungan menjadi saksi bagaimana kami menikmati semua ini. Malam ini kami benar-benar puas. Sama-sama terkulai lemas dengan keringat yang penuh bercucuran. Kami saling memeluk tubuh masing-masing.

Dalam pelukanku, Hajah Nengsih lalu berkata, "Besok malam kita lakukan lagi ya... Mas..."

“Ya ...” Aku hanya bisa mengiyakan.

Sungguh aku sangat menikmati permainan cinta bersama Hajah Nengsih hingga aku lupa hitungan klimaks-ku sendiri. Untuk beberapa saat aku dan Hajah Nengsih bercerita dan bercanda. Aku terkadang bertingkah konyol agar bisa membuat suasana menjadi lebih asik. Akhirnya kami memutuskan untuk tidur karena tenaga kami sudah terkuras. Setelah beberapa saat kami pun tertidur lelap hingga esok paginya.

.....
.....
.....


Aku berangkat ke tempat kerja sekitar pukul delapan pagi dengan diantar Hajah Nengsih di teras rumahnya. Tak lebih dua menit, aku sudah memarkirkan Si Black di pelataran parkir kantor desa. Saat di pintu gedung kantor desa, aku berpapasan dengan Pak Kades. Wajah Pak Kades beberapa hari ini terlihat kurang fresh, aku yakin dia kurang tidur.

“Azka ... Ikut denganku!” Kata Pak Kades sambil menatapku aneh.

“Kemana, Pak?” Tanyaku lumayan terkejut.

“Nanti aku beritahu kalau di mobil. Cepatlah!” Kini tampak Pak Kades seperti kepanikan.

Aku tak lagi bertanya hanya mengikuti langkah cepat Pak Kades di belakangnya. Kami pun sampai di Honda Accord tahun 2000 milik Pak Kades. Aku langsung duduk di jok depan samping Pak Kades. Mobil pun segera melaju kencang meninggalkan kantor desa. Aku diam menunggu Pak Kades berbicara. Sampai sekitar lima menitan akhirnya Pak Kades bersuara.

“Adikku diculik.” Ucap Pak Kades yang sontak saja aku terperanjat.

“Diculik? Diculik siapa?” Tanyaku sambil menatap wajah kusutnya yang sedang menghadap ke depan.

“Mereka ingin barter. Adikku dibarter dengan si Jafar. Mereka itu kelompok mafia yang mengejar-ngejar si Jafar.” Jelas Pak Kades. Aku pun akhirnya baru ingat kalau adik Pak Kades adalah ibu dari Jafar.

“Sekarang kita kemana?” Tanyaku.

“Ke tempat adikku disekap. Kita akan ke Pandesari. Di sana mereka menyekap adikku.” Jawab Pak Kades.

“Kita lapor polisi saja.” Saranku.

“Aku tidak mau mengambil resiko. Mereka mengancamku akan melenyapkan nyawa adikku kalau aku melaporkan hal ini ke polisi.” Jawab Pak Kades.

Ternyata polisi belum juga menuntaskan gangguan keamanan di wilayah ini. Jujur, aku sangat kecewa dengan kinerja polisi yang kuanggap lambat dan tidak tanggap. Setelah berpikir aku memutuskan untuk memberangus komplotan ini sendiri. Aku merasa percaya diri dengan kekuatanku, sekaligus akan mencoba kekuatan baruku yang diberi oleh Pet. Entah kenapa aku malah merasa bersemangat untuk segera bertemu dengan komplotan mafia yang telah beberapa hari ini mengganggu kedamaian desaku.
Bersambung

Chapter 12 di halaman 78 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd