CATATAN KEENAM
Dimas Haryadi Wijayatmoko
H + 7 Jam, Cikarang - Indonesia
Kepalaku terasa sakit sekali.
Darah mengucur cukup deras dari atas jidatku.
Aku mencoba menyadarkan diriku dan melihat situasi di sekitarku.
Aku mendapati diriku berada di setengah di luar mobil yang terbalik ini.
Aku terlibat kecelakaan?
Ada apa ini?
Ko bisa?
Aku lalu mulai sadar apa yang sedang terjadi.
Ya betul, aku sedang pergi kabur dari kota ketika mobil Herry yang kukendarai ini terguling.
Ah! Istriku? Dimana dia? Dia tidak ada bersamaku di mobil ini.. Kemana dia?
Di luar kulihat suasana sedang panik - paniknya. Banyak orang berlarian lalu lalang. Bahkan beberapa kali terdengar letusan tembakan. Bunyi alarm mobil
Aku lalu merangkak keluar dari mobil Herry dan mendapati istriku terlempar keluar dari mobil. Aku bisa melihat ia terkapar tak jauh dari mobil. Segera saja aku menghampirinya dan mencoba membangunkannya. Tidak kupedulikan suasana sekitarku yang panik, mereka pun juga sepertinya tidak ingin menolong sama sekali.
"Maahh.. bangun sayaanngg!" Ucapku sembari membalikkan badannya ketika sudah berada di dekat istriku. Ia tidak terlihat terluka parah, hanya ada sedikit luka sayat saja di sekitar tangannya. Ia lalu tersadar dan menanyakan apa yang terjadi. Alhamdulilah dia sadar..
"Mas Herry mana?" tanya dia sambil berusaha berdiri. Aku membantunya berdiri.
"Ow!" Teriaknya meringis kesakitan.
"Kamu kenapa mamah?" Tanyaku panik.
"Kaki aku.. sakit banget yang.." Jawabnya sambil meringis menahan sakit.
Oh tidak.. sepertinya terkilir.. Aku mencoba melihat ke kiri dan kanan ku mencari bantuan. Namun nampaknya sia sia.. Orang orang di sekitarku sudah terlalu sibuk dengan diri mereka sendiri.
"Yaudah sini aku gendong yaahh" Ucapku sambil mencoba menggendongnya. Tidak ada pilihan lain.
"Ah Itu Mas Herry.." Kata istriku tiba tiba sambil menunjuk seseorang yang sedang terduduk di trotoar memegangi kepalanya. Aku langsung menengok ke arah yang ditunjuk istriku.
"Her!" Teriakku, Herry nengok. "Gapapa?" Tanyaku lagi, dia mengangguk kemudian berdiri dan mengambil barang barang dari mobilnya.
Saat sedang mengambil barang barang, muncul orang rabies itu dan segera menyerangnya, namun Herry sigap dan segera memukulnya dengan batang besi yang entah dia dapat dari mana.
"Ah, mana lagi tu pistol.." Ucapnya sambil mencari cari pistol yang hilang saat tabrakan tadi. "Ah sialan.. Ayo pergi.. mereka dimana mana nih.." Ujarnya menyerah mencari.
Kami bertiga lalu berjalan kaki entah kemana ditengah kekacauan ini. Semua orang nampak tergesa gesa dan kami hanya mengikuti arah dimana rombongan paling banyak pergi. Semuanya nampak tegang dan hati hati, mengawasi sekitar apabila ada orang rabies itu yang bisa tiba tiba menyerang. Tiba tiba rombongan kami yang di depan terlihat panik dan berlari kembali ke arah kami. Di belakang mereka Nampak puluhan orang Rabies itu menyerang. Astaga harus bagaimana ini..
"Lewat sini!" Kata Herry kepadaku sambil menunjuk sebuah gang. Dari belakang kami sebuah ambulans melaju kencang melewati kami dan menabrak beberapa orang hingga akhirnya kehilangan kendali dan menabrak pom bensin. Ledakan besar terjadi dan semua orang berteriak histeris ketakutan. Situasi makin tidak terkendali..
"Ayo cepet cepet!" Teriak Herry. Kami segera mempercepat langkah kami dan menuju ke gang tersebut. Sebuah gang sempit menuju rumah - rumah kumuh. Dari belakang kami, terdengar raungan orang orang rabies itu seperti mengejar kami. Herry memimpin kami melewati tiap tiap belokan gang dan tak jarang muncul orang rabies itu entah darimana dan Herry terpaksa memukulnya dengan keras menggunakan batang besi yang ia temukan itu. Orang orang rabies itu semakin banyak di belakang kami dan kami semakin terpojok, untunglah aku melihat sebuah pintu kecil yang setengah terbuka.
"Her, kesitu!" Teriakku sambil menunjuk pintu tersebut. Herry menganguk dan menuju pintu tersebut. Kami segera berlari sekuat tenaga menuju pintu tersebut dan begitu kami masuk, Herry segera mencari sesuatu di sekitar kami untuk memalang pintu itu namun terlambat, orang orang itu sudah keburu berusaha mendobrak pintu itu.
Beberapa tangan orang itu menahan pintu hingga tidak bisa ditutup. Walaupun sudah beberapa kali dipukul oleh Herry tapi beberapa tangan itu tidak bergeming. Mereka seperti tidak bisa merasakan sakit sama sekali.
Aku dan istriku melihat sekitaran untuk mencari apapun yang dapat digunakan agar bisa membantu Herry. Namun ruangan yang seperti gudang ini kosong dan tidak terdapat apapun.
Hanya ada sebuah pintu kecil di belakang.
"Buruan lo cabut sana! Kata Herry sambil melihat ke pintu itu. "Gw nyusul!" Teriaknya sambil menahan pintu itu dengan kedua tangannya agar tidak terdobrak.
"Her.. " Ujarku memelas. "Jangan sok pahlawan! Ayo ikut!" Ucapku miris melihat dirinya yang berkorban.
"Udah cepetan sanaa! Ini udah deket tol! Cari pos evakuasi! Gue gapapa udah! Mereka ga akan bisa ngejar gue, kan gue gesit!" Teriaknya kepadaku, masih bisa aja dia bercanda di saat begini.. Istriku masih berusaha membujuknya.
"UDAH CEPETAANN!!!" Teriaknya makin keras menolak bujukan istriku. Kami terpaksa menurutinya dan segera pergi.
"Hati hati Mas Herry" Kata istriku saat kami pergi meninggalkannya yang masih menahan pintu itu.
Saat kubuka pintu tersebut ternyata terdapat jalan setapak yang dibatasi padang ilalang yang tinggi disamping nya.
Aku menatap herry terakhir kalinya sebelum pergi keluar dari pintu dan berjalan menyusuri jalan setapak itu.
"Sayang.. Mas Herry gimana?" Bisik istriku yang kugendong di punggungku saat kami menyusuri jalan setapak itu.
"Aku ga tau sayang.. berharap aja dia bisa selamat." Jawabku singkat. Ujung jalan setapak itu adalah sebuah jalan aspal kecil yang entah menuju kemana. Kanan kirinya hanyalah rerumputan dan ladang kosong yang dihiasi pohon tinggi.
Yang jelas aku bisa mendengar bunyi kerusuhan di sisi kanan, jadi aku memutuskan mengikuti jalan aspal itu ke kiri.
"Kamu masih kuat sayang? Aku diturunin aja, coba jalan kaki aja dulu.. " Ucap istriku.
"Ga apa apa sayang.. Aku masih kuat.. " Jawabku berusaha menyembunyikan nafasku yang terengah engah.
Langkah ku lalu terhenti ketika melihat ada sebuah warung kecil yang masih buka.
Warung pinggir jalan yang lebih berupa kios kecil dengan aneka dagangan yang dijajakan di etalase depan nya serta ada botol botol minuman berisi bensin yang dijual secara eceran.
Disamping warung itu terdapat sebuah pondok kecil beralaskan tikar. Dan di belakang pondok itu terdapat sebuah gubuk kecil.
Tampak seperti warung khas pinggir jalan.
"Minta bantuan coba sayang.." Pinta nya. "Paling engga beli salep untuk kaki aku.. " lanjutnya lagi.
Aku mengangguk sambil mengatur nafas.
Suasana yang hening itu membuat hatiku tidak enak.
Di tengah antah berantah begini ada warung yang buka, lampunya menyala, namun tidak terlihat ada yang jaga di dalam warung.
Di pondok itu juga dapat terlihat sebuah papan catur yang bidak nya masih berdiri seperti sedang dalam permainan namun tidak ada yang memainkan.
Di asbak yang berada di dalam pondok jtu juga terlihat beberapa batang rokok yang masih terbakar.
Kemana orang - orang ini?
Aku mendudukkan istriku di pondok tersebut kemudian mencoba mencari dimana keberadaan orang - orang disini.
Perlahan lahan aku mencoba melihat ke dalam warung. Bau amis langsung tercium.
Perasaanku tidak enak.
Jangan bilang aku akan melihat mayat disini.
Aku menguatkan tekad dan menengok ke dalam warung.
Aku terkejut begitu melihat banyak sekali darah berceceran, dan ada sebuah tangan buntung tergeletak disitu.
Reflek aku segera menjauhi warung.
"Kenapa sayang?" Tanya istriku. Aku mencoba terlihat tenang.
"Ato kita pergi sayang.. " ajakku.
"Ha? Kenapa? Tanya istriku bingung.
" Engga apa apa.. " jawabku. Kemudian mengambil beberapa snack dan minuman air yang ada di warung.
"Sayang kamu ngapain??" Suara istriku semakin keras. "Kenapa kamu jarah ini warung?"
Belum sempat aku menjawab, terdengar sebuah erangan panjang dari balik gubuk.
Aku yang kaget tak sengaja menjatuhkan sebuah minuman kaleng hingga menggelinding ke balik warung.
Spontan aku melihat ke bawah dan berusaha mengambil mengikuti kaleng yang menggelinding itu.
Akhirnya kaleng itu berhenti dan aku langsung bergidik ngeri saat melihat kaleng itu berhenti dimana.
Sebuah sandal jepit yang dipenuhi bercak darah.
Saat aku menengok ke samping kiri, aku melihat beberapa manusia sedang memakan seorang pria dewasa yang tangannya sudah buntung.
Mereka menengok melihatku dan langsung berdiri mengejarku.
Aku segera berlari kencang dan menggendong istriku.
"Kenapa sayaangg?" Teriak istriku panik melihat ekspresiku ini.
Aku tidak menjawab dan terus berlari.
Di depanku terlihat kelap kelip lampu di kejauhan. Semakin dekat semakin terdengar suara kendaraan dan suara megaphone.
Mungkin itu yang Herry maksud dengan Pos Evakuasi. Berarti depanku ini jalan Tol.
Aku terus berlari hingga akhirnya tiba di samping jalan tol.
Akhirnya!!
Aku mempercepat langkahku hingga akhirnya kami bertemu salah satu prajurit yang baru saja menembak orang rabies yang berusaha menyerangnya.
Ia segera mengacungkan senjatanya kepada kami berdua.
"Pak jangan tembak pak!" Pintaku memohon.
Tentara itu kemudian menyorotiku dengan lampu senter, kemudian bertanya, "Kalian digigit tidak?" Kami berdua menggeleng.
Tentara itu lalu menurunkan sedikit senjatanya dan mengontak radionya. "Lapor, Pak, ada dua orang yang selamat di perimeter luar, menunggu perintah.." Ujarnya kepada radio. Aku kemudian menenangkan diriku dan istriku di depannya.
"T-Tapi pak.. Mereka tidak terlihat seperti mahkluk mahkluk itu.." Ujar si tentara itu kemudian.
Oh tidak.. apakah tentara itu diperintahkan untuk menembak kami?
"Ba.. baik pak, laksanakan. Tentara itu kemudian mengarahkan kembali senjatanya kepada kami berdua. Aku segera mengangkat tanganku dan memohon kepadanya.
"Tolong pak.. jangan tembak kami pak.. Kami bukan mereka pak!" Ucapku lirih. Istriku mendekapku erat.
"Iya pak jangan tembak pak toloongg.." Ucap istriku juga. Si Tentara tampak gusar.
"Ma-Maafkan saya.. " Kata Tentara itu kemudian membidik kami. "Ini perintah.. "
"JANGAAANNN!!!" Teriakku sambil berbalik berusaha lari dan menarik istriku untuk pergi dari sini.
"TAR! TAR! TAR! TAR!"
Bunyi tembakan terdengar beberapa kali. Aku bisa merasakan sebuah timah panas mengenai paha kananku dan membuatku terjatuh, pegangan tanganku ke istriku langsung terlepas.
Aaarrgghh sakitnya.. Sebuah sensasi panas dan perih yang membakar bersarang di dalam daging pahaku. Kakiku seperti langsung mati rasa.
Aku berbalik badan dan melihat tentara itu sudah mendekatiku dan membidikku di depan mata.
"Pak jangaann.." Lirihku memohon kepadanya. Tentara itu tetap bersikeras menodongkan senjatanya. Aku bisa melihat jarinya yang semakin menekan pelatuk senjatanya.
Aku menutup mataku..
BUG!!!
Tanpa disangka sangka sebuah batang besi mengenai kepalanya dan menjatuhkannya. Aku membuka mataku dan melihat si Herry!
Dipukulnya lagi tentara itu di kepala beberapa kali hingga akhirnya tentara itu tergeletak tak bernyawa.
Alhamdulilah Herry selamat.. Aku segera mencoba berdiri dan menghampiri istriku yang terjatuh saat aku tertembak tadi.
Dan pada saat itulah.. istriku sedang memegangi perutnya yang berdarah karena tertembak.
Tanpa kupikirkan lagi luka ku, aku segera berlari kepadanya.
"Maahh Ya Allahh!!" Teriakku bingung aku harus apa melihat istriku begini.
"Pap--aaahh.. " Ucap istriku lemah. "Sak-it pah.."
"Iya sayang aku tau.. aku tau.. tahan sedikit ya sayaangg" Pintaku kepadanya sambil menekan lukanya yang terus mengeluarkan darah. Kepalanya kusandarkan di pahaku. Kubelai lembut mukanya yang mengeluarkan keringat dingin.
"Sayang aku ta-kut sayaangggg.." ujarnya pelan. Mukanya semakin pucat dan tak kuasa menahan sakit. Aku langsung menangis, aku tidak tahan melihatnya seperti ini.
Herry langsung mencari sesuatu di tas nya tentara untuk yang bisa digunakan, namun tidak menemukan apapun.
"Aaahhkkk sayang.. sayaangg.." Ujarnya lagi sambil terbatuk. Tubuhnya bergetar getar tak karuan. "Ya Allah sayaanngg.. jangan tinggalin aku yaahh? Tahan sayaanggg.. " Pintaku sambil menangis. Tangan istriku kemudian mencoba meraih mukaku dan dengan lemah dia membelai mukaku dan merapihkan rambutku, langsung kupegang tangannya dan kucium. Aku menangis tak karuan.
Aku menatap istriku saat ia tersenyum lemas kepadaku dan kemudian berkata "Ba-bagus kan j-jam dari a-aku, s-s-sa-yang?" Tanya dirinya. Aku mengangguk, air mataku sudah tumpah ruah. Mata istriku mulai menutup.
"Sayang.. jangan sayang!!!" Ucapku memohon. "Sayang?? Jangan tinggalin aku sayaangg!! jangaaannn!" Aku mengguncang guncangkan badannya, namun ia sudah tidak bergerak lagi.
Ia telah pergi untuk selamanya. Herry lansung memegang pundakku.
Aku langsung menangis sekuat tenagaku dan memeluk erat istriku.