Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Menarik....tinggalin jejak ah biar gk ktngglan updte..lmbt updte tk mslah yg pnting tamat suhuuu bnykan crtanya bgus gk tau knpa brhnti dijalan tnpa kejelasan.
 
Ya ..... Berarti dah tamat dong Beler , Yuli dan Dosa ....

Engga ko.. Emang lg gbs dilanjutin aja dulu ceritanya

Wahh Keren neh

Makasih huu

Menarik....tinggalin jejak ah biar gk ktngglan updte..lmbt updte tk mslah yg pnting tamat suhuuu bnykan crtanya bgus gk tau knpa brhnti dijalan tnpa kejelasan.

Siap 86 suhuu.. makasih udh ninggalin jejak

Lanjutkan suhu

Siaapp

Seru nih - izin ngelapak suhu

Monggo huu..

bwaang adek nitib absen ya bwaang

Okeehh, tenang aja bukan absen panggil ko..

Aduh aduh aduh, genre survival apocalypse. Jadi pengen ikut nambahin catetan penyintas.

Wah potensi penulis catatan tambahn pertama nih.. mantaapp
 
CATATAN KEDUA
JANSEN STEFANUS WOWOR​


H+2,5 Jam 10.000 Kaki diatas laut Jawa


"flight attendant, 10 minutes to land"

Suara pengumuman yg terdengar cukup jelas lewat speaker itu menyadarkanku bahwa pesawat akan segera mendarat.

Aaahh Jakarta, setelah berulang kali aku ke kota ini dengan membawa penumpang, barulah sekarang ini aku pergi ke Jakarta bersama keluargaku tercinta.

Aku adalah pilot pesawat maskapai Garuda Indonesia.

Sudah cukup banyak kota kota di Indonesia dan luar Indonesia yang kudatangi karena pekerjaannku ini. Berkat gaji dari pekerjaan ini aku bisa menikah dan mempunyai anak.

Tapi lucunya, pernikahanku hampir hancur juga karena pekerjaanku ini. Jarang pulang ke rumahku di Manado sana membuat istriku yang cantik ini mencari kesenangan di luar. Tidak susah baginya untuk mendapatkan pria yang dapat memenuhi kebutuhannya, apalagi profesinya sebagai model saat dulu dia belom menikah..

Yaa, mungkin ini balasan dia untukku yang dulu juga pernah pergi dengan si pramugari itu..

Lidya, si cantik kecil putri kesayangan kami lah yang membuat kami sadar pernikahan kami pantas dipertahankan. Melihat Lidya tumbuh menjadi anak yang secantik ibu nya membuatku lupa akan semua kesalahanku, dan kesalahan dia dulu.

Kami berdua bersumpah untuk memulai kembali dari awal. Dan untuk membuktikannya, aku mengambil cuti dan mengajak mereka pergi ke luar negeri, ke Thailand. Tapi karena tidak ada pesawat langsung dari Manado ke Thailand, maka kami terbang dulu ke Jakarta untuk kemudian pergi ke Bangkok.

"Lidya, anak papa sayaanngg, bangun sayang, kita so mo sampe Jakarta.." Ujarku membangunkan anak kesayanganku yang tertidur nyenyak.

"Aaahh.. papaa, kita dang masih mau bobo noo.." Ucapnya saat aku bangunkan, setiap kata yang keluar dari mulutnya makin membuat ku sayang padanya.

"Iyo, nanti jo tidur lagi.. pesawat so mo mendarat ini, ade nyanda mo liat pemandangan duluu?" Tanyaku berusaha membujuknya untuk tidak tidur lagi.

Dengan alasan keamanan, semua penumpang pesawat harus dalam keadaan bangun apabila pesawat sedang dalam posisi mendarat. Supaya Penumpang siaga apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, atau mereka juga bisa melihat kondisi pesawat bila ada yang janggal, Flap pesawat tidak terbuka dengan baik misalnya.

"Dedee, manurut koa klo papa suruh.. ade kang anak pintar toh?" Sahut istriku membelaku. Muka istriku terlihat sangat pucat. Dari semalam ia mulai mengeluh tidak enak badan dan mual. Tapi dia memaksa ikut pergi, keinginan dia untuk memperbaiki pernikahan ini sama besarnya dengan keinginanku.

Aku sebenarnya sudah mulai curiga, jangan - jangan dia tertular virus viral itu. Tapi entah kenapa gejalanya tidak pernah parah, baru pagi ini dia mulai benar - benar terlihat seperti orang sakit. Tapi aku buang jauh - jauh pikiran itu. Aku akan melakukan apapun untuk memperbaiki pernikahan ini, demi Lidya.

Lagipula..

Mungkin memang dia jodohku. Dan mungkin memang kita ditakdirkan Tuhan untuk hidup bahagia sampai kita mati nanti.


Mendengar nasehat yang keluar dari mama nya langsung, Lidya akhirnya menurut dan memasang safety belt nya sendiri. Aku dan istriku tersenyum melihatnya. Kami berdua bergantian mencium keningnya.

Tidak lama kemudian Lidya merengek karena dia ingin pipis. Aku segera bertanya ke pramugari, yang kebetulan adalah temanku juga, apakah anakku masih boleh pipis ke toilet. Dan ternyata masih boleh. Aku segera mengantar anakku ke toilet.

"Tapi cepetan ya, capt?" Kata Shinta sembari mengantarkan kami ke toilet.

"Iyalah, ngerti ko saya, Shin.. " jawabku. Shinta mengangguk kemudian berjalan ke arah telepon di pesawat.

"Cabin ready for landing" Sahut Shinta di telepon yg tersambung langsung ke kokpit pesawat, menandakan kalo semua kru di kabin sudah siap untuk posisi landing, dan penumpang sudah sesuai dengan prosedur pendaratan pesawat.

Shinta menyapa lidya sebentar sesudah lidya keluar dari toilet, kemudian sempat berkata kepadaku "Selamat liburan, capt" sebelum ia membuka tempat duduk pramugari di dekat pintu depan pesawat. Captain, itulah nama panggilan dari setiap pramugari ke setiap pilot pesawat.

Istriku tertidur saat aku kembali ke tempat duduk kami di kelas bisnis, previllege pilot ya ini salah satunya, dan tidak bergeming saat aku mencoba membangunkannya.

Di saat itulah aku mendengar suara teriak orang kesakitan dari arah belakang pesawat, yang kemudian disusul suara orang ketakutan. Aku segera menengok ke belakang pesawat, yang sayangnya tertutup tirai, karena kami duduk di kelas bisnis, dan segera menoleh ke Shinta yang juga penasaran ada apa.

Ia segera melepas safety belt dan menelepon ke kokpit. "Cabin crew on stations" ucapnya ke speaker pesawat. Kode kru pesawat untuk keadaan emergency/gawat darurat.

Aku kembali membangunkan istriku, namun ia tidak juga bangun, Kenapa dia? Apa mungkin ia pingsan? Gawat.

Aku segera melepas safety beltku untuk mengambil kotak p3k yg ada di ruangan pramugari.

"Istriku pingsan, badannya panas sekali, shin.." Ujarku sebelum Shinta sempat bertanya apapun kepadaku. "Ada apa di belakang?" Tanyaku kemudian saat melihat ke belakang.

"Entahlah, capt.. Aku harus gimana ini?" Jawabnya bernada panik.

Situasi penumpang di kelas bisnis pun mulai resah, apalagi setelah ada teriakan demi teriakan yang berasal dari belakang pesawat. Shinta dan aku segera berjalan mendekati tirai dan melihat ke ke kelas ekonomi pesawat.

Kekacauan! Banyak penumpang yang berdiri, berjalan dan bahkan menggigit penumpang lain! Ada penumpang yang berusaha membela diri dari penumpang yang menggigitnya, ada penumpang yang sudah tergeletak di lantai pesawat bersimbah darah dan beberapa penumpang mulai berlarian ke arah kelas bisnis sambil meminta tolong. Aku bergidik ngeri saat melihat semuanya itu. Namun sebagai pilot, aku sudah terlatih untuk tetap tenang dan berpikir jernih. Entah apa yang terjadi di sini, tapi diam saja menunggu semua jawaban datang bukanlah pilihan.

Penumpang di kelas bisnis juga semakin resah. Beberapa yang mengintip di balik tirai juga panik dan memberitahu ke penumpang lain.

Aku langsung menjelaskan kepada para penumpang untuk tidak panik dan tidak berisik. Kemudian aku menghampiri Shinta.

"Cepat beritahu kokpit! Kita harus segera mendarat!" Ucapku ke Shinta setelah cukup melihat situasinya. Banyak penumpang yang sudah berdatangan ke kelas bisnis dengan panik dan ketakutan. Beberapa bahkan sudah dipenuhi darah karena dicakar atau digigit hingga baju mereka sobek.

"Kita memang sudah mau mendarat, capt!?" Jawab Shinta bingung.

"Terlalu jauh, Shin! Tidak ada waktu lagi! Kita harus mendarat sekarang!" Ucapku tegas. Shinta terbelalak.

"Di-di- Laut?" Tanya Shinta panik.

Gue mengangguk. "Iya, di laut.. Kita mendarat sekarang juga atau kita tidak akan selamat! Cepat info kapten!" Lanjut ku.

Shinta yang dalam keadaan panik segera mengontak kapten kokpit, dia lgsg berlari ke arah kokpit dan mengetuk.

Aku lalu segera menghampiri Lidya yang sudah melepaskan safety bealtnya dan mencoba membangunkan istriku yang tak kunjung bangun. Aku segera menggendong Lidya dan membawanya ke Shinta yang sedang mengetuk kokpit.

Keadaan kelas bisnis semakin tidak terkendali, apalagi beberapa penumpang ekonomi mulai merangsek masuk melewati tirai pembatas.

"Shinta, jaga anak saya, tolong.. Adeee, kmu sama tante shinta dulu ya sayang, papa mau bangunin mama dulu." Ujarku sambil setengah teriak, suaraku pasti tidak terlalu terdengar dengan baik di tengah kegaduhan penumpang yang panik dan kesakitan ini.

Kebingungan, Shinta menurut dan mnggendong Lidya sambil menjelaskan situasi ke pilot.

Aku kembali lagi ke istriku yang masih juga tertidur-atau pingsan. Aku segera membuka safety bealtnya dan segera kugotong. Namun belom sempat kugotong, dia sudah membuka matanya, namun matanya dipenuhi darah.. dan badannya berguncang dengan keras seperti orang ayan.

Aku panik melihatnya begitu. Sangat lama ia berguncang keras dan kemudian dia berteriak kencang sekali dan menakutkan seisi kelas bisnis yang sudah tidak ada lagi yang duduk.

Tidak lama kemudian, muncul seorang penumpang dari balik tirai. Mulutnya penuh dengan darah, mukanya pucat seperti mayat. tatapannya kosong, dan tak lama kemudian mencoba menyerangku. Namun aku dengan sigap mendorongnya kembali keluar dari kelas bisnis. Ia menyangkut di tirai sebelum akhirnya terjatuh bersama tirai pemisah kelas bisnis dan ekonomi. Dan terlihat jelas bahwa lebih dari setengah kelas ekonomi sekarang sudah seperti arena pembantaian.

Banyak yang sudah terbujur kaku di tempat duduk pesawat ataupun di lantai pesawat. Darah dimana mana.. Dan banyak juga yang sedang memakan para penumpang yang terbujur kaku itu. Iya, memakan! Sungguh sulit dipercaya melihat pemandangan itu. Semua penumpang di kelas bisnis itupun Menatap kelas ekonomi dengan keadaan ngeri.

Aku segera menghampiri istriku kembali, yang kali ini sudah berdiri. Aku sedikit lega melihatnya. Namun apa yang kulihat kemudian di luar akal manusiaku. Ia segera menggigit muka penumpang yang duduk didepannya. Teriakan kembali pecah diiringi suara orang kesakitan.

Istriku.. Aku mematung di depan istriku.

Kenapa istriku memakan orang itu?

Shinta segera menarikku dari tempatku berdiri dan membawaku ke Lidya yang terduduk sambil menutup telinganya. Ia menangis ketakutan. Akupun panik dengan situasi yang belom pernah aku alami ini. Bahkan di latihan pun tidak pernah diajarkan situasi seperti ini..

Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan..

Banyak penumpang yang berteriak dan mengetuk ngetuk pintu kokpit.. Situasi sudah mulai putus asa sekarang. Aku mencoba menerima kenyataan bahwa Istriku sudah bukan istriku lagi.. Ia tidak mungkin menggigit orang, ia bahkan tidak bisa menyakiti semut.

Lidya kemudian menggengam tanganku erat, aku otomatis mengangkatnya dan menggendongnya. Di sela tangisnya ia bertanya, "Kiapa mama, pa?"

Dan pecahlah tangisanku..

Aku sadar aku tidak bisa berbuat apa apa. Aku bahkan tidak dapat menjawab pertanyaan Lidya ku.

Aku melihat beberapa penumpang mulai memukul beberapa penumpang yang menggigit itu dengan apa yang mereka punya. Tas, koran, handphone, jas. Beberapa orang bahkan sudah berhasil mendobrak kokpit dan berhamburan masuk ke kokpit.

Pesawat langsung berbelok patah ke kiri, para penumpang yang masuk ke kokpit itu sepertinya panik dan berusaha mengendalikan pesawat sendiri.

Aku dan Lidya, bersama beberapa penumpang lain yang berada di dekatku terjerembab dan terhimpit di pintu depan pesawat..

Lidya menangis kesakitan. Teriakan penumpang yang putus asa semakin keras kudengar di samping telingaku. Aku berusaha menutup Lidya dari dempetan orang orang dengan badanku.

Aku melihat Shinta sedang berjuang menghindari gigitan penumpang gila itu. Aku melihat istriku sedang memakan daging penumpang yang sudah tidak bernyawa lagi.

Pesawat makin menukik ke kiri.. dari jendela pintu pesawat aku bisa melihat lautan terhampar. Lautan itu berada tidak jauh dari pesawat ini.


Hancur sudah.

Disinilah akhir hidupku.

Lidya tampak panik dan menangis melihat keadaan sekitar yang sudah sangat amburadul.

Aku memeluk Lidya dengan erat.

"Lidya tahu kan klo Papa Mama sayang Lidya?" Bisikku ke telinganya.

Anggukannya membuatku tenang.

Sebentar lagi pesawat ini akan jatuh.

Kupeluk kembali Lidya dengan erat, ia memelukku balik.

"Papaaaa.. Lidya takuuttt... "

"Papa disini naaakk.. Papa disini.. "




Tuhan, Hambamu siap. Terimakasih Tuhan sudah memberikan Istri yang cantik dan sayang pada Hamba, Terimakasih untuk anak yang boleh dianugerahkan kepada kami ini. Maafkan segala dosa dan kesalahanku ya Tuhan.

Bukan kehendak ku, tapi kehendak MU lah yang jadi.

Amin.

Tenang..

Semuanya terasa begitu tenang sekarang.

Istriku, Aku dan Lidya akan segera bertemu kembali denganmu..











H+32, Di suatu tempat yang aman


"Lalu?" Tanya saya.

"Maaf?" Jansen bertanya kembali kepada saya.

"Lalu bagaimana anda bisa selamat dari situasi itu?" Saya memperjelas pertanyaan saya sambil memperbaiki posisi duduk saya..

Jansen nampak mengambil waktu sejenak untuk mengambil nafas panjang seperti berusaha menahan emosinya.

"Entah bagaimana caranya.. Ada penumpang yang berhasil membuka pintu depan pesawat." Jansen mulai bercerita kembali. "Aku dan beberapa penumpang yang terhimpit di pintu pesawat terjatuh ke laut."

"Anda tidak terluka?" Tanya saya, takjub mendengarkan ceritanya.

"Entahlah pak.. sepertinya saya luka ringan di bagian lengan dan kaki." Jawab Jansen.

"Lidya?" Tanya saya penasaran.

"Saat saya siuman saya sudah berada di sebuah rumah pinggir pantai di daerah kampung, saya langsung mencari Lidya saat sadar, namun menurut beberapa penduduk setempat, Lidya terluka parah dan harus segera dibawa ke Rumah Sakit." Cerita Jansen.

"Tunggu sebentar, anda pingsan?" Tanya saya bingung.

"Iya pak, saya pingsan beberapa jam. Setelah tahu Lidya dibawa ke rumah sakit terdekat, saya langsung mengumpulkan kekuatan dan pergi bersama beberapa orang nelayan yang menolong saya untuk bertemu dengannya." Jawab Jansen.

"Lalu anda bertemu Lidya?" Tanya saya.

"Ya, saya bertemu dengannya di sebuah rumah sakit kecil dekat situ. Tangannya patah dan kepalanya bocor dan harus dijahit. Tapi dia saat itu bisa selamat."

"Wah, syukurlah kalau begitu ya Pak Jansen.. Dimana Lidya sekarang?" Tanya saya sambil menghela nafas lega.

"Dia.. meninggal saat kami akan pergi mengungsi dari Halim.." Jawab Jansen pelan.

Saya sangat amat terkejut mendengarnya. Ada perasaan sedih yang sangat amat mendalam saat mendengarnya bercerita.

Inilah penderitaan yang warga negara ini harus alami. Dan aku akan mencari tahu, kenapa virus ini bisa ada. Siapa pelaku nya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd