Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Memaksa Mama Eksib (story + mulustrasi)

Waw....

Belum apa - apa udah ada cerita lain lagi nih....

Pantau dulu ah....
 
Agak kurang sih emang hu mulustrasiny. Tp buat ane gpp yg pntng ceritany menarik
 
285732673d1c801ce38b2c1c64727e10f27cf041.png


Pagi-pagi sekali, Ayah sudah mengetuk pintu kamarku agar aku bisa siap-siap sholat Ied di lapangan. Kedua mataku masih berat, tapi aku harus mandi secepatnya atau Ayah akan menendang pintu kamarku.

Kamar mandi di rumah kami hanya ada satu sehingga kami harus memakainya bergantian. Ayah sudah mengenakan baju koko dan beliau sudah duduk di teras rumah. Mama masih mandi, sementara aku menunggunya di dapur.

Tak lama kemudian, Mama keluar dari kamar mandi. Ia membalut tubuhnya hanya dengan handuk. Wajahnya memerah saat melihatku.

“Dasar anak durhaka,” gumamnya.

Aku cuma tersenyum mendengarnya. Durhaka atau tidak, Mama sudah berada dalam kendaliku. Aku bisa memintanya melakukan apa pun yang aku mau.

Sepulang dari sholat Ied, aku dan Ayah langsung menyusun kue-kue dan minuman untuk menyambut tamu. Gelombang pertama tamu yang datang biasanya adalah tetangga dekat, gelombang kedua adalah tetangga jauh, gelombang ketiga adalah beberapa saudara yang tinggal di kampung sebelah. Hari pertama Lebaran tentu jadi hari sibuk karena tamu-tamu yang datang tidak ada habisnya. Kami baru bisa istirahat sepenuhnya di hari ketiga atau keempat saat tamu yang datang semakin sedikit.

Hari ini Mama mengenakan pakaian yang serba merah; jilbab merah, gaun merah, dan sepatu merah untuk dipakai nanti kalau mau mengunjungi rumah tetangga. Penampilannya yang terlihat seperti cabe berjalan itu membuatku kepedasan. Bukan karena penampilannya jelek, tapi karena warna itu sesuai dengan kulit Mama yang sedikit cokelat sehingga ia terlihat lebih seksi.

Kuselipkan jari telunjukku ke belahan pantat Mama saat ia berada sendirian di dapur.

“Hari ini Mama seksi bener,” bisikku.

Mama berusaha menghindar, tapi kutahan ia dengan tanganku.

“Mau apa lagi kamu?”

“Mau nakalin Mama,” jawabku. Kujilat pipinya yang putih karena bedak. Mama refleks menjauhkan wajahnya.

“Kamu harus tobat, Nak. Kita ini ibu dan anak,” katanya.

“Terus?” kuselipkan jari telunjukku lebih ke dalam sampai menyentuh bibir anusnya. Tubuh Mama menggelinjang.

“Ki-kita jangan bersetubuh kayak kemarin,” ujarnya terbata-bata.

“Oh tidak bisa begitu. Mama ‘kan milikku sekarang,” kataku. Kucolok anusnya sampai setengah jari telunjukku. Mama sampai menjinjitkan kaki karena kaget.

“I-itu dosa Nak.”

“Yang dosa memang lebih enak Ma,” kataku. Kucabut jariku dari lubang anusnya. Kedua telapak kaki Mama menyentuh lantai lagi.

“Pak Danu dan keluarganya datang tuh,” seru Ayah dari teras rumah. “Kalian ngapain di dapur? Ayo sambut mereka dulu.”

Pak Danu adalah tetangga sebelah rumah kami. Ia datang bersama istri dan anak laki-lakinya yang sudah berumur 14 tahun. Aku dan Mama bersikap tidak terjadi apa-apa dan menyambut mereka.

“Hayo Udin, salaman sama Om. Jangan main hape mulu,” kata Pak Danu sambil mendorong anaknya maju. Udin menurunkan handphone-nya, lalu menyalami Ayah, Mama, dan aku secara bergantian. Setelah itu ia lanjut menatap handphone-nya lagi.

“Anak zaman sekarang memang kecanduan game mulu,” komentar Pak Danu. “Zaman kita dulu mana sempat main begituan. Paling sering mainan di sawah sambil macul.”

Kami berbincang-bincang soal keadaan kampung dan berita-berita di televisi. Mama pergi ke dapur untuk menyiap teh panas. Aku melihat game yang dimainkan Udin. Jauh lebih menyenangkan melihat game ketimbang ikut nimbrung ke obrolan bapak-bapak.

Tiba-tiba sebuah ide melintas di benakku.

“Din, kamu mau lihat yang lebih mantap ketimbang game?” bisikku.

Dia menoleh. “Heh? Memangnya ada?”

“Ada dong. Tapi kamu janji dulu jangan bilang ke siapa-siapa, baru aku tunjukin.”

“Boleh deh, tapi nanti ya Bang, tinggal satu ronde lagi,” ujarnya.

“Oke, santai saja.”

Lima belas menit kemudian, ia memasukkan hanpdhone-nya ke saku celana. “Mana Bang? Katanya mau nunjukin yang mantap-mantap.”

“Oke, tunggu sebentar,” kataku. Kucolek lengan Mama, lalu kuberi ia isyarat untuk ke dapur. Mama tidak banyak bertanya dan langsung beranjak ke dapur. Kutunggu agak lama agar Ayah tidak curiga, lalu kuajak Udin untuk mengikuti ke dapur.

“Yang mantap-mantap adanya di dapur?” ia kebingungan.

“Udah ikut aja, pasti kamu gak bakal nyesal,” kataku.

Di dapur, Mama berdiri menungguku. “Ada apa sih?”

“Mama, kita ke halaman belakang yuk,” kataku.

Di halaman belakang, Mama dan Udin menatapku dengan pandangan bertanya-tanya.

“Mana mantap-mantapnya?” tanya Udin.

“Sabar dulu kenapa,” kataku kesal. Ini anak memang tidak sabaran. “Mama, tolong menghadap dinding dong terus tundukin badan Ma.”

“Ta-tapi...,” Mama tampaknya mengerti rencana yang mau aku jalankan.

“Udah deh, gak usah banyak tapi. Ayo lakuin,” kataku.

Mama membalikkan badan, lalu menunduk. Bokongnya yang tebal mengarah ke Udin.

“Jangan yang aneh-aneh Nak,” isak Mama.

Kuraih karet celana panjang Mama, lalu kupelorotkan sampai ke mata kaki. Kedua mata Udin terbelalak melihat pantat telanjang Mama.

28573269dd4cdc9611991be3c7f33d3b14ddcef5.jpeg


“Anjir!” pekiknya.

“Heh pelanin suaramu,” kataku. “Jangan sampai bapakku dan bapakmu tahu kelakukan kita.”

Udin menutup mulutnya dengan kedua tangannya. “Oke Bang.”

“Kamu pasti belum pernah pegang memek dan anus cewek ‘kan?” tanyaku.

Udin mengangguk.

“Sekarang mimpimu jadi kenyataan. Silakan pegang anus dan memek ibuku,” kataku sambil menepuk pantat Mama.

“Ini beneran?” Udin takjub melihat pantat Mama yang berkeringat. “Aku cuma ngelihat cewek telanjang di film bokep doang. Gak nyangka bentuknya ternyata lebih indah hehehehe....”

“Udah cepetan pegang,” kataku.

Jari telunjuk Udin bergerak menuju memek Mama. Tubuh Mama bergetar saat ujung jari Udin menyentuh jembutnya.

“Hmmmm jembut cewek ternyata lebih halus,” komentar Udin. “Bang, jembut ibunya boleh kuminta beberapa? Buat kenang-kenangan.”

“Boleh saja,” kataku.

Udin menarik beberapa lembar jembut Mama, lalu menariknya sampai lepas. Mama nyaris menjerit, tapi dia berhasil mengendalikan diri. Udin memasukkan bulu jembut Mama ke saku celananya. “Hehehehehe, buat kupamerin ke teman-teman sekolah.”

Ia lalu memegang pinggang Mama dengan kedua tangannya, lalu membenamkan wajahnya ke belahan pantat Mama.

“Ooooh anget bener di sini. Tapi agak basah ya,” ujarnya. Ia membenamkan wajahnya sebentar, lalu menjilat memek Mama.

“Hhmmmmh...,” Mama menahan suaranya.

“Memeknya asin,” komentar Udin. Ia membuka memek Mama dengan kedua tangannya, lalu memasukkan lidahnya ke tengah memek.

“Aaaawwwh...,” suara Mama kian menjadi-jadi. Kedua kakinya gemetar.

“Sluuurp... sluuuuurp... enaaaak,” ujar Budi. “Asin tapi enak.”

“Udah cukup” kataku. “Mama, sekarang berdiri deh terus tunjukin tetek Mama.”

Mama membalikkan badan ke arah kami. Kedua tanganya gemetaran saat meraih bagian bawah bajunya. Ia menaikkan bajunya sampai melewati dada. Kedua teteknya langsung bergelayutan seperti buah pepaya.

285732703efa0ab7190edaf108b372e9c3ac03b3.jpg


“Wow!” Udin kembali menganga.

Tanpa diperintah, ia langsung mengulum pentil Mama, sementara tangan satunya memuntir-muntir pentil yang lain.

“Jangan keras-keras,” rintih Mama.

“Teteknya Bude harum sabun mandi,” ujar Udin cekikikan. Ia melepas kulumannya, lalu pindah ke pentil satunya. Begitu terus bergantian.

“Sudah-sudah jangan kelamaan,” kataku. Kutarik kepala Udin sampai kulumannya terlepas. Pentil Mama sampai belepotan air liurnya.

“Sekarang kamu boleh minta Bude ngelakuin apa saja, tapi jangan ngentot,” kataku. “Cuma aku yang boleh ngentot dia.”

Udin diam sebentar. “Aku mau lihat Bude kencing di sini.”

“Mama dengar kan? Ayo kencing sekarang,” perintahku.

Kutekan pundak Mama sampai ia terjongkok.

“Kamu jahat bener sama ibumu Nak,” ujarnya lirih. Air mata mengalir di pipinya.

“Ayo kencing sekarang,” perintahku lagi.

28573271eda3f17c18b30c70b10cda6848064c79.jpeg


Mama menarik napas panjang, lalu menekan perutnya. Hanya beberapa tetes saja yang keluar.

“Mungkin Mama butuh bantuan,” kataku.

Kumasukkan jari telunjukku ke memeknya, lalu kugesek cepat-cepat.

“Hmmmmmph!” Mama nyaris saja berteriak kalau tanganku tidak segera menutup mulutnya.

Memeknya agak basah karena liur Udin sehingga jariku bisa gampang menggeseknya. Jariku cukup panjang sehingga aku bisa menyentuh dinding rahimnya. Mama sampai berpegangan erat ke dinding.

“Hmmmmpphhh!”

Kurasakan jariku telunjukku diselubungi cairan encer. Begitu jariku kucabut dari memeknya, Mama menyemprotkan air yang luar biasa banyak sampai tergenang di lantai.

Udin bertepuk tangan. “Wah, Abang hebat bisa bikin Bude kencing!”

Kubilas tanganku dengan air keran di belakang rumah. Mama masih berjongkok dengan air kencing yang menggenang di bawahnya. Tampaknya ia masih tidak kuat berdiri.

“Mama nanti yang bersihin lantai ya,” kataku. “Itu kan kencing Mama sendiri.”

Aku dan Udin balik ke ruang tamu. Ayah dan Pak Danu terheran-heran menatap kami.

“Kalian dari mana aja? Mama mana?” tanya Ayah.

“Oh, kami tadi lagi mabar di belakang,” kataku. “Kalau Mama kayaknya lagi manasin opor deh.”

Beberapa menit kemudian, Mama datang menyusul kami. Mama terlihat murung, tapi ia berusaha keras tersenyum.

Pak Danu dan keluarganya pamit pulang. Udin mengacung jempol ke arahku. “Makasih Bang udah nemenin mabar. Abangnya hebat!”

“Nanti main lagi,” kataku. Mama mendengus kesal di belakang.

“Gimana? Asik kan?” bisikku ke Mama. “Besok-besok kita coba lagi.”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd