Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Kayanya dapet proyek lagi nih suhu kita ini, nunggu maning wesss...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Bab 19
Kerjasama



Di gedung kepolisian.

"Kamu tunggu hasilnya saja, rekan kami sedang menyidik mereka. Kami sudah lama mengawasi preman-preman itu, hanya saja belum mendapatkan bukti yang cukup, makanya kami tidak langsung menangkap..." ucap Arwan selaku Komandan Kepolisian yang ada di lokasi kejadian saat itu, yang kini sedang menerangkan dengan penuh semangat pada dokter Gunawan.


Tiba-tiba dia bersikap tegap karena terkejut melihat kedatangan seorang pucuk tertinggi di Kepolisian, "Siap Pimpinan!!" serunya sambil mengangkat tangannya tanda hormat.


"Kenapa kamu cerewet sekali?" seru Pimpinan Kepolisian bernama Drajat Wirabrata lalu bertanya kembali, "Kenapa ada dokter disini? Apakah dia juga terlibat atau sedang mengobati para anggota?"


Setelah menjelaskan secara singkat, Drajat Wirabrata sedikitnya paham, tapi tidak secara keseluruhan maka dia perlu bertemu langsung pada orang yang berada di TKP.


Drajat Wirabrata meminta Arwan untuk menyudahi para penyidik yang sedang mengintrogasi Zee didalam, dia berinisiatif mengambil alih langsung. Tanpa banyak pertimbangan, Komandan tersebut segera melaksanakan perintah dari Pucuk Pimpinan nya tersebut.


"Masih muda, penampilannya tidak seperti layaknya seorang bajingan" batin Drajat Wirabrata melihat seorang pemuda duduk di kursi pesakitan tampak rilex, tanpa sedikitpun ketegangan yang terpancar dari raut wajahnya.


"Ceritakan kronologi kejadiannya secara lengkap, dan jangan pernah bercerita omong kosong!!" ucap Drajat Wirabrata dengan tegas, tanpa basa-basi.


Zee tak bergeming apapun. Alih-alih menjawabnya, justru Zee tengah mengaktifkan Mata Langitnya.


"Oh.. jadi itu masalahnya?" seru Zee terdengar lirih seraya tersenyum simpul.


Namun senyuman simpul Zee itu, tampaknya diartikan berbeda oleh Drajat Wirabrata, ia seolah sedang diejek oleh pemuda yang masih bau kencur.


"Hanya buang waktu!! Lebih baik obati saja cedera anda secepatnya, jika terlambat siapkan saja peti mati. Waktumu hanya sampai matahari terbenam." Ucap Zee dengan lugas dan gamblang, yang sontak membuat terkejut Drajat Wirabrata.


Tentu saja beliau merasa terkejut, tak ada satu orang pun yang mengetahui betul kondisi fisiknya, bahkan keluarganya pun tak pernah diberitahu. Darimana pemuda ini tahu?


Darah Drajat Wirabrata mendidih seketika, "Laknat!! Kau cari mati rupanya" tunjuknya ke arah Zee sembari mengeluarkan tekanan aura setingkat Letnan Kolonel.


"Auramu itu, hanya akan mempercepat kematianmu saja" ungkap Zee dengan santai menganggap aura dengan tingkat Letnan Kolonel tak berarti apapun di hadapan Zee.


"Kita buat kesepakatan, aku sanggup menyembuhkan cedera mu, bahkan menaikan kultivasi milik mu, tapi…. dengan sebuah syarat!"


Mata Drajat Wirabrata terbelalak, sekian lama dia berobat tapi tak ada master pengobatan satupun yang mampu menyembuhkannya, bahkan pemuda ini membual akan menaikan kultivasinya? Kata-kata yang terdengar konyol.


"Syarat apa yang kau minta, anak muda?" Dengan hati berdebar Drajat Wirabrata bertanya, dirinya tahu bahwa tak ada satupun jagoan ahli yang mampu menolak kenaikan kultivasi. Itu seperti melepaskan gunungan harta karun.


Zee mengangguk lalu berkata, "Di Masa depan, departemen kepolisian jangan pernah ikut campur dalam masalahku. Apakah anda sanggup?"


Zee bertanya, menantang kesanggupan Drajat Wirabrata dalam mengemban tugas sebagai Pucuk Pimpinan Kepolisian.


Sebuah pilihan yang rumit, kesembuhan dan kenaikan kultivasi adalah harta yang berharga. Namun disisi lain, ia akan melanggar sumpah setianya pada kesatuan, apalagi ia seorang Pucuk Pimpinan Tertinggi. Membiarkan sebuah kasus terjadi, sama halnya menunggu bom waktu. Menjadikan kasus yang semula mudah menjadi malapetaka, yang mungkin ia sendiri suatu saat tidak akan sanggup menanganinya lagi.


"Jangan lancang kau anak muda!!" Kemarahan Drajat Wirabrata memuncak.


Zee segera melemparkan enam bilah jarum perak. Tiga diantaranya, melekat di sekitar luka yang langsung diregenerasi. Sedangkan tiga jarum perak lainnya membuka hambatan vitalitasnya.


Energi petir yang tersimpan dalam jarum perak, ditambah penguasaan titik akupuntur, membuat pengobatan yang Zee lakukan berjalan secara maximal.


Rasa panas yang menjalar dalam tubuh Drajat Wirabrata, langsung saja menghancurkan dinding penghalang kultivasinya, sebuah cincin energi tingkat Kolonel langsung meledak dari tubuhnya seketika. Kini tubuhnya lebih terasa ringan dan jauh lebih bertenaga. Bahkan luka internalnya pun tak lagi dirasakan. Merasakan perubahan besar pada tubuhnya, membuat dia terpaku.


"Jika anda mau bekerja sama, lebih dari itu kultivasi yang anda akan dapatkan di masa depan, bagaimana?" papar Zee.


Zee telah memperhitungkan bahwa sudah saatnya dia menyusun kekuatan, mengumpulkan orang-orang yang yang memiliki kedudukan dan kekuatan. Itu akan sangat membantu menyingkirkan duri-duri yang menghadang.


Renyahan suara tulang terdengar dari Drajat Wirabrata yang tiba-tiba berlutut, "Maaf kelancangan saya Master, yang tidak melihat tingginya gunung. Saya bersedia melepaskan jabatan ini dan siap menjadi pengawal anda selamanya".


"Hm… bagus!! Hah pengawal??? Sebaiknya tetaplah menjabat sebagai Pimpinan Tertinggi di Kepolisian, itu lebih bagus daripada menjadi pengawal. Wibawa mu akan tetap terjaga, daripada menjadi pengawal yang hanya akan membebani keuangan saya saja" tutur Zee beranjak pergi dengan disambut garukan kepala Drajat Wirabrata yang terlihat cengo.


Sadar dengan tingkah bodohnya, pucuk tertinggi di kepolisian itu segera mengejar Zee dan buru-buru menyerahkan kartu namanya.


"Rupanya perkelahian tadi tidak sia-sia, lumayan juga aku mendapatkan sekutu" batin Zee menatap kearah kartu nama di tangannya lalu pergi begitu saja.


Drajat Wirabrata tampak gemetar melihat mobil patroli kepolisian semakin menjauh, "Mengerikan, seberapa kuat pemuda itu? Untung saja aku mau bekerjasama dengannya."


Sesampainya di rumah, Zee diberondong segala pertanyaan oleh ibunya yang merasa khawatir. Apalagi kedatangannya yang bersama polisi barusan, telah membuat hatinya bertanya-tanya.


Namun Zee terlihat cuek, sembari mengunyah kue-kue yang terhidang di meja, namun ia juga akhirnya memberikan penjelasan yang ringan, dengan alasan bahwa dirinya hanya mengalami kecelakaan kecil dan mengharuskan dirinya diantar polisi untuk pulang. Tentu saja itu merupakan alasan yang konyol, daripada Zee menceritakan yang sebenarnya, pikirnya.


Mendengar penjelasan Zee, ibunya tak lagi bertanya, yang terpenting baginya, anaknya itu dalam keadaan baik-baik saja.


Saat Ibunya akan pergi, Zee bertanya perihal keberadaan ketiga temannya, Dani Kodok dan Belut.


Lalu Sulis menceritakan semuanya, lalu ketiganya izin pergi memancing.


"Baru datang, terus pergi mancing?" tanyaku pada ibu menaksir sebuah kejanggalan.


"Entahlah, Dani bilang sih mau ngospek untuk Kodok dan Belut sebagai penghuni baru, ibu gak ngerti apa itu ospek, jadi ya ibu iyain ajalah" tutur Sulis setelahnya meninggalkan Zee seorang diri.


Sejak kapan Dani hobi mancing? Mancing ikan atau jangan-jangan…." Batin Zee menerka-nerka.


Saat Zee akan menelpon Dani mencari tahu posisi keberadaan, matanya justru teralihkan oleh tumpukan tisu yang berserakan di sudut tembok. Hal yang jarang ditemui, mengingat ibunya yang suka sekali kebersihan. Dan itu membuat Zee merasakan kejanggalan.


Zee tak jadi menelpon Dani, lebih memilih mencari tahu rasa penasarannya. Ia memungut tisu tersebut dan mengendusnya, "Hhmm… aroma yang familiar."

------------------------------------------

Sementara dari balik kamar Sulis.

Eroh merasa gugup dan menanyakan pada Sulis, "Apakah semuanya aman Lis?"


"Lain kali jangan pernah mengajakku lagi di tempat itu, sangat memalukan jika ada yang melihatnya. Untung saja tak ada yang menyadari kelakuan kita tadi" kata Sulis dengan hati yang berdebar.


"Kenapa kamu jadi sewot sih Lis, bukannya kamu setuju juga tadi?" sahut Eroh yang merasa tak ingin disalahkan.


"Tau ah!! Pikiranku buntu, sejak otakku diracuni kamu" kilah Sulis sembari mengingat kelakuannya itu.


*Flashback

Saat itu, Sulis dan Eroh tengah berpacu dalam birahi, Sulis dikejutkan dengan suara bel yang berbunyi, menandakan bahwa ada orang lain di luar rumah.


Kekhawatiran Sulis pun terjadi, saat mendengar suara bel berbunyi itu, sontak saja Sulis seketika menjambak rambut Eroh yang saat itu sedang menjilati memeknya yang bengkak merekah.


"Roh, hentikan roh… kau dengar bel itu? coba intip siapa yang datang" pinta Sulis yang menghentikan aksi jilmeknya.


"Tapi hati-hati, jangan sampai melihatmu seperti itu" lanjut Sulis tampak was-was.


Tubuh Eroh yang gempal tanpa busana, yang hanya di tertutup kain jarik seadanya, tampak berjingkat-jingkat mendekat ke arah pintu, lalu mengintip dari balik gorden.


Setelah melihat siapa orang yang datang, Eroh hanya menyahut dari balik pintu, "Tunggu di luar, bibi akan ambilkan kuncinya."


Setelahnya mengatakan itu, Eroh berlari ke ruang tengah lagi, namun kini ia tak lagi mendapati Sulis berada di tempatnya, bahkan semua pakaian yang tercecer sebelumnya sudah tak ada. Dan itu membuat Eroh berpikir bahwa bahwa Sulis sudah balik ke kamar.


"Sialan Sulis, selamet sendiri ajah!!" geramnya lalu menuju lantai atas menuju kamarnya.


Setibanya dalam kamar, Eroh melihat Sulis sudah berpakaian rapi dengan gamis lebar dan tak lupa jilbab yang sudah terpasang di kepalanya.


"Berhubung kamu sudah rapih, ya sudah biar kamu saja Lis yang bukakan pintunya" pinta Eroh sembari membanting tubuh gempalnya yang telanjang ke arah kasur.


"Memang siapa tamunya? Kenapa mesti aku yang bukakan pintu? Bukanya aku yang punya ru-" tanya Sulis terpotong yang langsung dijawab Eroh.


"Dani dan dua orang yang aku gak kenal, aku malas turun ke bawah lagi, lagian juga aku masih nanggung nih… bikin kepala pusing" ujar Eroh memijat-mijat keningnya.


Sulis pun turun kebawah, dengan bibir mencetut yang menandakan ia juga sebenarnya ikutan kesal. Entah kesal karena ucapan Eroh yang seolah-olah majikannya, atau kesal karena dirinya yang merasa nanggung juga?


Setibanya di bawah, Sulis pun membukakan pintu dan bertanya, "Kamu sama siapa Dani? Lalu dimana Zee, kok gak kelihatan?"


"Oh, sebenarnya kami pulang berlima tadi bi Sulis, di depan gerbang Sambo pamit balik ke rumahnya, sementara Zee… dia bilang katanya ada urusan lain, kayaknya urusan cewe deh hehehe…" jawab Dani agak cengengesan.


"Kalau mereka berdua sih… teman baru kami, Zee nitip pesan agar mereka diizinkan tinggal dirumah ini, apakah bi Sulis berkenan?" terang Dani memaparkan.


Sebelum mendapatkan jawaban dari Sulis, Kodok dan Belut secara inisiatif memperkenalkan dirinya.


"Jadi kalian temannya Zee?, bibi setuju saja kalau benar Zee yang menyuruh kalian tinggal dirumah ini."


"Terima Kasih, Nyonya" sahut Kodok dan Belut menjawab bersamaan dengan nada sopan.


Selanjutnya, Sulis meminta Dani untuk mengantar temannya ke dalam, kebetulan masih banyak ruang tidur yang kosong. Menyuruh mereka bertiga untuk istirahat.


Dari ruang makan, Eroh tengah menyiapkan hidangan makan, setelah tertata ia pergi ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar Dani.


Saat ketiganya tengah berdiskusi, mereka mendengar ketukan dari balik pintu, Dani pun spontan bertanya, "Siapa disana?"


"Ini bi Eroh, ibunya Zee minta kalian segera turun untuk makan".


"Makasih bi Eroh, nanti kami akan turun kok" sahut Dani dari balik kamar.


"Aku tak mau mengambil resiko, bagaimana jika Master marah dan akhirnya mengusir kami karena kebodohan kita?" Kodok mengutarakan pendapatnya.


"Halah…!! Siapa yang kalian sebut itu sebagai master? Master apaan sih, gak usah lebay deh! Gue kenal baik siapa Zee itu. Zee gak bakalan marah, hanya karena gua ajak kalian pergi mancing. Dah nurut ajah kalian berdua, ribet amat jadi orang" ujar Dani.


"Sebaiknya kita turun makan sekarang, gak baik menolak rezeki. Setelah itu aku akan ijin pada bi Sulis".


Awalnya Kodok merasa ragu atas ajakan Dani tersebut, namun kebimbangannya seakan sirna, manakala Belut ikut bersuara, "Dah lah ikut aja apa kata Dani barusan, lagian cuman mancing doang, sekali kali-kali kita cari hiburan."


Selepas mereka bertiga makan, Kodok berinisiatif diri untuk membereskan hidangan di meja, sedangkan Belut sendiri mencuci semua piring-piring kotor, semua itu mereka lakukan dengan kesadaran diri.


Melihat kedua temannya itu seakan mencari muka, Dani berkata "Cih… bisa saja mereka mengambil hati penghuni rumah ini".


Sulis yang mendengar gerutuan Dani pun hanya menggelengkan kepalanya saja. Tak lama Dani mengutarakan keinginannya untuk pergi mancing.


Mereka bertiga akhirnya pergi, setelah mendapatkan izin dari Sulis.


"Pada pergi kemana mereka?" tanya Eroh.


"Mancing" jawab Sulis sambil ngeloyor begitu saja.


"Mancing?? Kenapa mereka gak bawa pancingan, ya?" pikir Eroh merasa aneh.


Eroh pun tak ambil pusing, ia kemudian menutup pintu.


Seperti biasanya, mereka berdua akan ngumpul di ruang tengah hanya untuk bersantai ria.


"Mumpung di rumah cuman kita berdua, bagaimana kalau kita mainan Dildo di ruangan ini, Lis?" celetuk Eroh.


"Hush!! Jangan ngaco kamu Roh!!" pekik Sulis, "Bagaimana kalau ada orang datang dan melihat kelakuanmu itu?".


"Justru itu asiknya Lis… kita bisa merasakan sensasi berdebar, enak-enak takut gimana gitu" timpal Eroh.


"Gak! dasar gila kamu itu!!" jawab Sulit tampak bersungut.


Namun Eroh tetep ngeyel, ia memilih mengambil mainannya dan kembali ke ruang tengah.


Sulis hanya terfokus pada siaran tv yang ditontonnya, namun lambat laun matanya teralihkan pada sosok Eroh yang sedang menikmati mainan barunya itu. Suara lenguhan Eroh yang bercampur bunyi getaran Dildo, membuat keimanan Sulis akhirnya luntur juga.

*Flashback End

-----------------------------

Di tempat lain.

Sambo terdiam sesaat, melihat pintu rumahnya terbuka begitu saja. Hal yang tak biasa dilakukan istrinya.


Intuisinya mengatakan ada hal yang tak beres di dalam rumahnya. Sambo melangkah dengan mengendap-ngendap, dilihatnya seorang pria kisaran tiga puluh tahun sedang duduk dengan santainya diatas sofa di samping istrinya, sambil melingkarkan tangan kirinya ke bahu istrinya tanpa rasa bersalah. Pria tak dikenal itu juga seperti sedang membisikan sesuatu di telinga istrinya.


Kelakuannya itu memancing aura tingkat Letnan Satu merembes keluar. Sambo tampak muak, ia berpikir bahwa istrinya selama ini telah selingkuh.


"Apa yang kalian perbuat!!?" teriak Sambo yang membuat kaca kaca jendela rumahnya pecah seketika.


Namun jawaban yang tak masuk akal yang didengar oleh Sambo, "Hey.. hey.. hey… Apa apaan kamu? Berani beraninya masuk ke rumah ini, keluar!" bentak pria yang di samping istrinya dengan tingkah pongahnya.


"Siapa kau?" bentak Sambo dengan sengitnya, dia pikir ini rumah miliknya apa?


"Kau sendiri siapa? Sialan! Aku tak ada urusan denganmu, pergi!!" balas tak kalah sengit dari pria tak dikenal.


Sambo hendak melumpuhkan pria kurang ajar tersebut, namun ia urungkan seketika setelah ia mengetahui kebenarannya bahwa istrinya sedang di ikat.


"Pak sebaiknya segera pergi, jangan katakan apapun dan lindungi anak kita" seru istri Sambo.


Setelah mengatakan itu, istri Sambo pingsan karena telah ditampar oleh pria di sampingnya itu.


"Jadi kau suaminya? Bagus!! Sekarang katakan dimana yang lainya? atau kamu terpaksa melihat istrimu aku perkosa, hahahaha" ancamnya sambil merobek pakaian istrinya itu hingga seluruh kancingnya terlempar ke segala arah.


"Biadab!! Mati kau bajingan!!" seru Sambo melancarkan serangan mematikan.


Merasakan aura yang kuat, dari arah dapur melesat sosok pria berbadan tegap dengan jejak-jejak nasi di sekitar mulutnya. Lalu seketika meredamkan serangan mematikan milik Sambo. Ia berkata "Aku lah lawanmu, jika kau mampu, bertarunglah denganku".


"Tingkat Kapten??" pikir Sambo tampak terkejut karena serangan mematikannya diredam dengan mudah oleh orang yang tidak mungkin berada dibawah levelnya.


"Bereskan dia, biarkan aku menikmati tubuh istrinya" ucapnya pada pengawal pribadinya itu.


Dengan cerdik Sambo menghilang dengan sangat cepat, dan tiba-tiba muncul dihadapan pria yang akan memperkosa istrinya.

DUAK

Sambo mencengkram dan menendangnya sekuat tenaga, hingga membuat pria brengsek itu terbang sejauh tiga meter.


Pengawal dengan tingkat Kapten itu telah lengah, kini ia tampak frustasi dan memutuskan membantu bosnya yang telah pingsan daripada mengejar Sambo yang membawa istrinya, "Aduh bos, maafkan saya".

-------------------------------

Di Cafe Anggrek.

Sebotol wine telah membuat Dani mabuk sambil berjoget ria, ditemani seorang wanita berpakaian mini, saking mininya setengah payudaranya tampak keluar.


Kodok dan Belut pun hampir sama, mereka berdua dikelilingi para wanita sexy. Bedanya Kodok dan Belut tidak sampai mabuk total. Bagi jagoan ahli, akan mampu mengendalikan kesadaran akalnya saat dalam keadaan mabuk, itu karena kumparan energi dalam tubuhnya mampu menekan kadar alkohol. Itupun tergantung tingkat kultivasinya, semakin tinggi akan semakin kuat daya tahan tubuhnya.


Lagi asik-asiknya mereka, seorang pegawai cafe meminta Kodok untuk segera mengosongkan tempatnya. Karena ada orang lain juga yang akan menyewa ruang VIP.


"Maaf tuan, saya tidak bisa menolaknya. Sebaiknya anda segera pergi" terang pegawai cafe tampak ketakutan.


"Bukannya kami sudah melunasi sewa ruangan ini untuk tiga jam? Enak seja mengusir kami. Sana pergi, kami tidak peduli" kata Belut yang juga ikutan protes.


Bagian resepsionis tampak ketakutan, ia berharap orang yang disuruhnya membawa kabar baik. Bagaimanapun juga orang yang memaksanya ini adalah orang yang tidak bisa diganggu gugat. Sekali minta A ya harus A.


Dengan nafas yang memburu, pegawai tadi datang mengabari, "Maaf tuan, mereka tidak ingin pergi sebelum jam sewanya berakhir".


"Apa?!!" Dengan menggebrak meja seorang pria bertato tampak kecewa.


Namun langsung ditenangkan anak buahnya, "Biar kami yang mengurusnya, bos!".


Dengan sekali anggukan, sepuluh orang tampak langsung menyerbu ruangan VIP yang sedang disewa oleh Dani, Kodok dan Belut.


Sesampainya di ruangan VIP, langsung mereka bersepuluh mengeroyok ketiganya, para wanita yang berada di dalamnya begitu ketakutan, berlari keluar ruangan dengan tubuh yang sempoyongan karena mabuk.


Dani yang sedang asik berjoget, seketika dihantam kepalanya dengan sebotol wine yang masih utuh. Sebenarnya sangat menyakitkan, namun dalam keadaan mabuk membuatnya tidak merasakan apapun. Dirinya langsung tersungkur dengan kepala berlumuran darah.


Sementara Kodok dan Dani merasakan ancaman, mereka berdua tengah dikelilingi orang-orang yang siap menghajar mereka kapan pun. Ada yang membawa pentungan, botol, bahkan mengangkat kursi.


Sekali komando, mereka berdua tinggal menunggu babak belur saja.


Sebenarnya cukup mudah mengatasi orang-orang yang tengah mengepungnya, karena sekumpulan itu hanyalah kroco-kroco di tingkatan prajurit kepala yang itu adalah tujuh tingkat di bawah mereka berdua. Meski begitu, mereka berdua tampak khawatir karena kondisi mereka berdua setengah mabuk, akan sedikit menyulitkan tentunya.


"Habisi mereka berdua" salah satunya memberi komando yang langsung terjadi baku hantam diantara dua kubu.


"Biarkan aku saja yang tangani ini, cari celah dan segera kau bawa pergi Dani" pinta Kodok pada rekannya itu.


"Baik, jaga dirimu" balas Belut yang mempercayai kemampuan rekannya itu. Ia sadar bahwa mudah bagi mereka berdua menghadapinya meski dalam keadaan mabuk sekalipun, tapi ia juga harus segera menyelamatkan nyawa Dani. Apa yang akan dikatakannya pada Masternya nanti, jika Dani tak terselamatkan nyawanya?


Dengan kerja sama yang apik keduanya, Belut akhirnya mendapatkan kesempatan kabur dan tak lupa membawa Dani bersamanya.


-------------------------------


Dering telfon seketika membuyarkan pikiran Zee, "Ganggu aja sih?" Ucapnya sembari memungut serakan tisu yang tercecer dan membuangnya ke dalam tempat sampah.


Setelahnya, Zee mengangkat panggilan masuk, kemudian terdengar suara Sambo yang meminta tolong padanya, "Master tolong obati istriku, dia sedang terluka".


"Share Loc alamat rumahmu, aku akan kesana" sahut Zee.


"Tidak perlu, aku bersama istriku sedang menuju rumahmu sekarang, master".


Jawab Zee, "Kebetulan aku dirumah, aku tunggu".


Mencoba memikirkan apa yang terjadi pada istri Sambo, tak lama dering telpon kembali teedengar.


Zee memicingkan matanya, menatap layar handphone dan membaca sebuah tulisan 'Panggilan Masuk Belut'.


Zee mengangkatnya, lengkingan dari seberang telpon mengatakan, "Dani terluka dan pingsan, Master".


Setelahnya panggilan terputus begitu saja.


"Hah?? Apa yang terjadi?" ucap Zee.


Bersambung…..

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd