Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Bimabet
Part 18
Rendang Dracula?



Sialan apakah semua dokter memiliki penciuman yang abnormal? Padahal busuk sekali aroma kentut itu, mereka seakan tak mencium apapun. Dasar gila!!.


Kurogoh saku celana dan mendapati sebungkus rokok yang masih terisi sebagian. Kunyalakan sebatang dan menghisapnya perlahan demi perlahan, sambil berjalan melempar pandangan ke segala arah mencari pedagang minuman. Terasa kurang nikmat bila tidak ditemani secangkir kopi panas.


Namun sial di saat sedang celingukan, aku justru menabrak seorang anak kecil yang tengah menikmati es krim di tangannya, tak ayal es krim itu pun terjatuh dan membuat anak kecil tersebut mengumpat kesal.


"Apakah orang dewasa senang sekali menindas anak kecil?" Umpatnya dengan mencetutkan bibirnya yang mungil.


"Maaf dek.. kakak tidak sengaja" jawabku seadanya karena memang aku sendiri tidak sengaja menabraknya.


"Apakah dengan kata maaf, membuat es krimku kembali? Tidak!! Kakak itu orang jahat dan aku akan lapor pada ibuku" seloroh anak itu kemudian bersiap mengambil langkah seribu.


Dengan sigap aku menahan tubuhnya, sehingga membuatnya diam tak jadi berlari, lalu aku berkata jahil padanya, "Masa kakak mau di laporin sama ibumu, apakah tidak kasihan pada kakak? Bagaimana jika kakak dipukul oleh ibumu nanti?".


"Bagus itu! Bila perlu dipukul yang keras! hingga kakak masuk rumah sakit ini!!" sahutnya dengan nada yang cempreng.


Andai ini yang bicara orang dewasa, sudah aku gampar mulutnya, tapi sayang.. dia hanyalah seorang bocil, jadi aku harus bersikap sabar padanya.


Kusodorkan selembar uang lima puluh ribuan dan berkata pada anak itu, "Ini ambillah, sebagai pengganti es krim mu tadi."


"Huh!" sahut anak itu dengan memalingkan wajahnya.


"Cuman lima puluh ribu?!!" Lanjutnya mendengus.


Ku gelengkan kepala karena tak habis pikir, memang berapa harga es krim itu? Setahuku es krim jenis itu harganya sepuluh ribuan.


"Segini kurang? Memangnya minta berapa, dek?" tanyaku.


"Dua ratus ribu!!" ujarnya sambil mengangkat ketiga jarinya.


Apa-apan bocil ini, menyebutkan dua ratus ribu tapi mengangkat tiga jarinya? Sepertinya bocil ini masih polos dan belum bisa berhitung.


"Cepat berikan uangnya dua ratus ribu!!" Pekik anak itu sambil membuka tutupkan telapak tangannya yang kecil ke arahku.


"Iya sebentar, kakak ambilkan uangnya" kataku merogoh pecahan rupiah di saku celana dan memberikan padanya dua lembaran uang sepuluh ribuan dengan tersenyum jahil ke arahnya.


"Hah?! Apaan ini? Aku tak mau yang ini, aku maunya yang warna merah dua lembar, titik!" Protesnya.


Kesel juga lama-lama dengan kelakuan bocil ini, karena aku tak ingin merusak suasana hatinya, terpaksa kuserahkan dua lembar uang berwarna merah seperti yang dia mau dan berkata padanya, "Nih dua ratus ribu!".


Saat anak itu akan meraih uang yang kusodorkan padanya, aku menarikny kembali "Eits.. tunggu dulu, janji dulu pada kakak, bahwa kamu akan membelikan kakak kopi. Oke?"


Dia meletakan jari kecilnya di dagu dan mengusapnya perlahan, terlihat seperti sedang berpikir sesuatu.


"Oke!" serunya, lalu berkata kembali, "Berikan uangnya dua ratus ribu dan uang untuk beli kopinya yang warna merah juga".


"Serah kamu deh!" Memberikan tiga lembar uang ratusan padanya.


Dari sudut bibirnya tersungging senyuman saat dia telah mendapatkan uangnya. Kemudian dia berkata, "Kakak tunggu disini, aku akan belikan kopinya!".


Kemudian dia pergi berlari, namun jarak sepuluh langkah dirinya berhenti dan berteriak ke arahku, "Terima kasih ya kak, Kakak beli sendiri aja kopinya!!".


Aku tercengang dibuatnya, berdiri mematung dengan mulut yang ternganga, seakan tak percaya bila telah tertipu oleh seorang bocil.


Saat sedang tercengang, aku dikejutkan oleh sesuatu yang jatuh di sebelah pundakku. Setelah menoleh.. ternyata itu tangan milik dokter Gunawan dan disampingnya juga ada dokter Rehan.


"Sedang apa kamu disini, nak?" tanya dokter Rehan. Kali ini panggilannya terdengar lebih sopan tak lagi terdengar angkuh seperti sebelumnya.


Belum sempat aku menjawabnya, dokter Gunawan sudah menyela lebih dulu, "Aku telpon dari tadi, tapi gak diangkat".


Kuraba saku pakaian dan celana, tapi tak menemukan benda pipih yang aku cari, dengan menahan gengsi aku menjawab dengan santai, "Maaf.. ketinggalan di mobil".


"Manager Zee.. apakah kamu yakin sudah menyembuhkan pak Wiguna?" dokter Gunawan bertanya dengan gugup.


"Jangan khawatir dokter Gunawan. Saat ini.. kondisi pak Wiguna sudah sembuh sekitar delapan puluh persen" jawabku sambil menepuk pundak dokter Gunawan.


Dokter Rehan berdiri dengan tubuhnya yang gemetaran lalu berkata, "Nak.. dokter tua ini masih punya sebuah pertanyaan, semoga kamu bersedia menjawabnya."


"Apakah metode akupunktur kedua yang kamu katakan tadi benar-benar ada? Aku sudah lama berkecimpung di bidang medis, tapi tidak pernah mendengar hal yang begitu ajaib!"


"Sejak lahir, manusia sudah terhubung dengan energi yang ada di dunia ini, hanya saja hubungan itu berakhir saat ubun-ubun di belakang kepala manusia tertutup.


Cakra yang berada dalam tubuh manusia akan selalu terhubung oleh jalur energi, namun itu sangat misterius. Dengan jarum akupunktur, kita bisa menghubungkan energi manusia dengan energi yang ada di dunia ini. Kemudian, ditambah dengan keahlian dokter, energi itu bisa diarahkan ke bagian tubuh yang berpenyakit" Kataku menjelaskan semua hal yang telah aku ketahui dari mata langit.


Saat ini, dokter Rehan seperti anak muda yang sedang belajar. Dia mendengarkan penjelasan ku dengan serius sambil terus mengangguk. Adegan ini membuat orang yang melihatnya merasa aneh. Aku yang masih terbilang muda seolah sedang mengajari orang yang lebih tua.


Dokter Gunawan yang berada di samping pun, turut mendengarkan penjelasan ku dengan sangat serius. Pembicaraan ini mungkin tidak akan berhenti kalau bukan karena kedatangan bu Ambar.


Melihat ekspresi wajah bu Ambar yang terlihat senang, dia berkata, "Manager Zee.. terima kasih banyak, kondisi suamiku sudah jauh lebih baik!"


"Baguslah kalau begitu!" Jawabku dengan mengangguk.


Dokter Rehan berkata, "Nak.. kamu sudah layak bersanding dengan sepuluh daftar dokter hebat. Bahkan aku berani bertaruh.. kamu mampu bersaing dengan mereka semua. Kamu sudah seperti layaknya dokter sungguhan, bahkan lebih genius."


"Aku sependapat dengan dokter Rehan, nyatanya manager Zee bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh kami para dokter resmi. Pengobatannya hanya dalam sekejap, itu benar-benar hebat!" timpal dokter Gunawan.


"Jangan berlebihan, aku hanya menggunakan metode yang tepat terhadap penyakitnya, itu saja" Kataku menyangkal pujiannya.


"Ini adalah sedikit tanda terima kasih dariku, oh bukan! lebih tepatnya dari suamiku, tolong diterima!" bu Ambar menyerahkan sebuah amplop padaku.


Njir.. padahal barusan saja aku ketipu tiga ratus ribu dengan sia-sia oleh si bocil, sekarang malah disuguhi amplop. Tapi kenapa amplop itu terlihat tipis sekali?
Tunggu! mata langitku menginformasikan bahwa isinya adalah satu miliar dalam lembaran cek?


"Tidak usah" Kataku malu-malu kucing, sebenarnya dalam hati aku tak menolak disuguhi nominal sebegitu besar.


"Tidak bisa begitu! Tolong diterima!" bu Ambar pun langsung memasukkan amplop itu ke dalam saku celanaku sambil berbisik "Gak usah sok jaim deh!".


Aku terkekeh geli mendengar bisikan nya itu.


"Sayang sekali aku harus segera pergi karena masih ada rapat yang harus kuhadiri. Kalau tidak, hari ini aku pasti akan mentraktirmu makan!" kata bu Ambar.


Jawabku, "Tidak apa-apa, pergilah!".


"Baiklah! Aku akan mengajak suamiku untuk makan bersama denganmu saat dia sudah sembuh, jadi kamu harus datang!"


"Oke!" kataku dengan mengedipkan sebelah mata bermaksud menggodanya.


Namun dibalas dengan tatapan yang melotot ke arahku, aku tahu maksud dengan kodenya itu, dia hanya tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang hubungan terlarang kami.


Bu Ambar pun bergegas pergi, sedangkan dokter Rehan pamit undur diri, katanya dia harus segera kembali ke rumah sakit tempat dia bekerja di kota asalnya.


Aku sebenarnya tidak tahu harus senang atau sedih atas pengobatan ini, di lubuk hati terdalam.. aku merasakan kehilangan saat melihat bu Ambar pergi dari pandangan mataku begitu saja. Apakah setelah suaminya sehat nanti, hubunganku dengannya tak lagi intim? Entahlah..


"Manager Zee.. anda pasti sudah lapar kan? Di sekitar sini, ada restoran yang menjual hidangan rusa panggang yang sangat lezat, aku akan membawa anda ke sana!" Ajak dokter Gunawan sebelum aku sempat menolaknya.


"Mari manager Zee, kita berjalan saja, restorannya tak jauh kok dari sini".


Sambil kami berjalan, dokter Gunawan menelpon pemilik restoran, rupanya dia memesan tempat dan memesan hidangannya terlebih dahulu. Karena dia tahu restoran itu ramai sekali dengan pengunjung. Mungkin khawatir kehabisan.


Tak lama kemudian, kami pun tiba di sebuah restoran yang menjual hidangan rusa panggang yang dikatakan dokter Gunawan tadi.
Aku lihat-lihat, restoran ini terbilang kecil, di dalamnya hanya ada dua puluh meja yang hampir semuanya sudah terisi.


Rupanya dokter Gunawan dan pemilik restoran saling mengenal satu sama lain, tidak lama setelah kami duduk, olahan rusa panggang pun dihidangkan.


"Manager Zee.. mau minum anggur putih atau bir?"


"Aku tidak mau minum alkohol, aku makan saja" Aku langsung menolak tawarannya itu, karena aku memang tidak terlalu suka minum alkohol.


"Baiklah, kita tidak usah minum alkohol! Hari ini kita makan saja yang banyak! Rusa panggang ini hanya hidangan pembuka, akan ada lagi hidangan berikutnya yang lebih utama yaitu Rendang Dracula."


"Rendang Dracula? Hidangan apa itu" tanyaku penasaran.


"Hidangan itu sangat langka, karena merupakan olahan campuran dari daging kelelawar, labi-labi, trenggiling, dan ular phyton yang sudah direndam dengan darah ular phyton itu sendiri.


"Benarkah?"


"Memang seperti itu, apakah anda belum pernah mencoba Rendang Dracula?" kini giliran dokter Gunawan yang bertanya balik.


"Belum, bahkan aku baru mendengarnya".


"Nanti anda menilai sendiri kualitas dari rasanya, saya yakin bahwa anda akan menyukainya manager Zee, sekarang kita makan dulu rusa panggang ini. Mari, silahkan dimakan".


Saat kami tengah menikmati hidangan rusa panggang, aku melihat seorang pria tambun berusia sekitar tiga puluh tahunan mendorong pintu dan berjalan masuk. Dia langsung berseru, " Bos Tomi, cepat siapkan sebuah ruangan pribadi untukku! Hari ini udaranya panas sekali!".


Pemilik restoran yang ternyata bernama Tomi itu pun segera berlari menghampiri pria tambun yang berseru tadi dengan tertawa, "Wah, ternyata bos Sando sudah datang! Benar-benar tamu yang terhormat!"


"Hentikan omong kosongmu!, cepat siapkan meja pribadi untukku!"


Raut wajah Tomi sedikit berubah, tapi dia masih menyahut dengan senyuman, "Sudah tidak ada meja pribadi, semuanya sudah penuh!".


Sando langsung melotot dan mengumpat, "Sialan! Kamu sedang meremehkanku? Kenapa kamu tidak menyiapkan meja pribadi untukku?!"


"Tidak, tidak! Tapi apa boleh buat, beberapa pejabat dari luar kota sedang makan di dalam sini. Kalau mereka hanya orang biasa, aku pasti akan mengusir mereka untukmu!".


"Cih! Pejabat zaman sekarang bukannya berpikir bagaimana mensejahterakan rakyat, mereka malah makan enak disini, cepat atau lambat mereka akan mendapatkan karmanya!".


Mendengar itu, Tomi hanya tersenyum kecut kearah Sando yang berbicara sok bijak, dan dirinya segera mengubah topik pembicaraan, "Silakan, duduk di sebelah sana saja!".


Tomi menuntun Sando untuk duduk satu meja dengan kami, awalnya aku hendak memprotes, tapi di urungkan niatku, karena memang benar yang dikatakan pemilik restoran tadi, bahwa sudah tidak ada lagi meja yang kosong, bahkan semua kursi pun sudah terisi semua.


"Aku akan mengampunimu kali ini saja. Kalau lain kali kamu menyuruhku satu meja dengan orang tak berguna seperti dia, aku akan memberimu pelajaran!".


"Tidak akan, tidak akan! Telepon saja aku sebelum kamu datang lain waktu, aku akan menyiapkan meja pribadi untukmu!".


"Apa kamu lihat-lihat!" bentak Sando ke arahku.


Lalu dia berkata kembali pada Tomi, "Bawakan seporsi Rendang Dracula!, Masakan itu sangat lezat, aku tidak akan bosan walaupun harus menyantapnya setiap hari!".


Raut wajah Tomi sontak berubah dan dia berkata dengan nada canggung, "Rendang Dracula sudah habis terjual, bagaimana kalau anda menggantinya dengan masakan yang lain".


BRAK


Sando seketika menggebrak meja dan memaki, "Kamu ini sedang mempermainkanku, ya? Tidak hanya tidak ada meja pribadi, masakan yang kuinginkan juga tidak ada! Jadi apa yang ada?!"


Raut wajah Tomi terlihat suram, amarahnya sendiri berkobar karena dimarahi terus oleh Tomi, dalam hatinya dia mengumpat, "Dia pikir.. dia itu siapa? Dasar gendut!!".


"Memang sudah habis! Rendang Dracula untuk hari ini
sudah habis terjual. Besok saja belum tentu ada lagi!" sahut Tomi.


"Aku tidak peduli! Kalau kamu tidak menghidangkannya untukku hari ini, kuhajar kamu habis-habisan!" ancam Sando dengan angkuh.


Tepat setelah itu, seorang pelayan datang sambil membawa nampan, di atas nampan tersebut terdapat piring besar yang menghidangkan menu andalan dari restoran ini. Dari aromanya saja sudah memikat, menandakan bahwa hidangan ini tergolong spesial.


Raut wajah Sando berubah saat mengenali aroma hidangan itu, matanya langsung bersinar. Dia pun bertanya dengan penuh semangat, "Katamu sudah tidak ada? bukankah itu Rendang Dracula?"


Si pelayan yang tidak tahu apa-apa pun, langsung meletakan hidangannya di atas meja dan menatanya dengan baik.


"Wah, beruntung sekali! Aku bisa langsung makan tanpa perlu menunggu!" Sando langsung mengulurkan tangannya hendak mengambil hidangan itu.


Aku yang sedari tadi sudah kesal dengan sikap Sando pun, sontak menepis tangannya dan berkata dengan nada dingin, "Hidangan ini milik kami!".


Dia melirik ku dengan tatapannya yang tajam, "Wah! Kamu sombong sekali! Apa kamu tahu siapa aku?!".


"Aku tidak peduli kamu itu siapa, jangan bersikap kurang ajar di depanku! Kamu tidak pantas!" Aku membalas ucapannya tanpa terlihat takut sedikitpun.


Menghadapi perilaku seperti Sando, aku tidak boleh bersikap lemah. Begitu aku terlihat lemah, dia akan langsung mengecapku sebagai orang yang gampang ditindas. Ini merupakan hukum pergaulan, meski aku sadar bahwa aku akan kalah bila berkelahi dengannya.


Mata langitku memberikan data bahwa Sando merupakan jagoan ahli tingkat Sersan Mayor. Sial! Jika ada salah satu anak buahku disini, mereka pasti bisa menghadapi si gendut ini. Apa yang harus kulakukan saat ini?


"Bedebah! Kamu sudah bosan hidup, ya?" ujar Sando sambil mengayunkan tinjunya mengenai wajahku, bahkan sudut bibirku pun mengeluarkan darah.


"Itu akibat kamu, berani melawanku" ucapnya dengan berkacak pinggang.


Rasa sakit dan panas di wajahku seketika memompa jantung berdegup lebih kencang, emosiku pun meledak. Meski aku bukan seorang jagoan ahli, tapi aku masih sanggup berkelahi dengannya. Ini soal harga diri, jadi aku harus melawan, apapun yang terjadi.


Bergegas aku bangkit berdiri, mengayunkan pukulan balasan ke arah wajahnya.
Hah, ini..?!!
Aku menyadari sesuatu barusan, tapi sudah terlambat, karena pukulanku telah mendarat di wajah Sando.


BUGH


Sando terjungkal di lantai, dia mengerang kesakitan dan mendapati mulutnya berdarah, disertai giginya yang telah rontok berjatuhan.


Energi apa itu tadi? Aku merasakan kumparan energi dari dalam tubuhku yang meledak seketika. Aku seorang jagoan ahli? Tidak! Aku tidak pernah berlatih beladiri, hanya sebatas tahu dasar-dasar berkelahi saja.


"Cuih!" Sando meludah bercampur dengan darah.


"Rupanya kamu seorang jagoan ahli, punya nyali juga kamu!" Pekik Sando kembali.


"Aku tidak peduli, apa itu jagoan ahli! Yang mesti kamu waspadai saat ini adalah kematianmu sendiri!" Kataku kini dengan percaya diri, setelah mata langit memberikan data mengenai tubuhku saat ini.


"Bangsat! Kau yang akan mati bocah!!" Sando bangkit berdiri, kali ini dia menerjang dan melayangkan tinjunya untuk kedua kali.


Layangan tinjunya kali ini terlihat melambat dimataku, aku merapatkan keempat jari dan langsung menusuk bagian ketiaknya.


KREK


"Akh!" Sando menjerit dan langsung memegang ketiaknya, sambil melangkah mundur sampai akhirnya dia menabrak meja yang berada di belakangnya.


Tusukanku barusan telah mematahkan lengannya, tulangnya terlepas dari engselnya. Membuat Sando tidak lagi dapat menggerakan sebelah tangannya lagi.


"Pemuda itu hebat sekali! Dia melumpuhkan lawannya dengan mudah" gumaman pengunjung yang terperangah melihat kejadian ini.


"Akh! Akh! Akh!" jeritan Sando itu terdengar tanpa henti.


Kemudian, aku kembali duduk lalu melanjutkan makan. Sambil menyantap rusa panggang, kuperhatikan hidangan Rendang Dracula itu, mata langitku memberikan informasi bahwa olahan masakan ini meninggalkan efek buruk bagi kesehatan dalam jangka panjang.


Artinya masakan Rendang Dracula ini akan berefek di kemudian hari? Huh.. aku pikir tak ada efek apapun. Aku beralih menatap dokter Gunawan yang sepertinya sedari tadi memperhatikanku.


"Ada apa?" Tanyaku padanya.


Dia bergumam dalam hatinya, "Aku selalu saja mendapatkan kejutan dari bocah ini".


"Tidak ada" sahut dokter Gunawan sambil menggelengkan kepalanya.


"Sebaiknya.. jangan anda makan makanan itu!" kataku sambil mengunyah potongan rusa panggang.


"Kenapa memangnya dengan hidangan Rendang Dracula itu?" tanyanya penasaran sambil menatap hidangan tersebut.


"Silahkan dimakan! Jika dokter Gunawan ingin berumur pendek!" penjelasanku membuatnya seketika menelan makanan yang berada di mulutnya.


Kembali suara Sando pun terdengar, bahkan suaranya kini terdengar begitu murka, "Bagus! Bagus sekali! Kamu hebat!".


"Tunggu pembalasanku!" Ancamnya lalu kemudian dia melangkah pergi.


Kutuangkan air kemasan kedalam gelas lalu kuminum, seolah tak mendengar ancaman barusan.


Tomi sang pemilik restoran pun segera berkata dengan gelisah, "Anak muda, cepatlah pergi! Si gendut itu pasti sedang memanggil bantuan. Kamu tidak akan bisa kabur kalau tidak pergi sekarang!".


Aku tertawa, "Apa yang perlu ditakutkan? Kalau dia mau datang lagi bersama bala bantuan, ya datang saja, akan kuhajar mereka semua!".


Tomi berkata dengan nada panik, "Ya ampun, kamu ini tidak tahu apa-apa, ya? Orang-orang itu adalah sekumpulan preman yang berada di bawah komando Juki sebagai kepala preman, dan dia sendiri seorang jagoan ahli tingkat pembantu letnan satu (Peltu).


"Juki pasti akan menghajarmu kalau kamu tidak segera pergi dari sini!" Ungkapnya lanjut.


Dokter Gunawan sontak panik begitu mendengar nama Juki, "Apa katamu? Juki, si jangkung itu?!".


"Manager Zee, ayo kita segera pergi! Juki bukan orang sembarangan".


"Makanya, kalian cepat pergi dari sini! Kalian tidak usah bayar makanan kalian hari ini" Tomi melakukan cara apapun agar aku segera pergi.


"Serius gratisan nih?" dokter Gunawan tampak senang mendengarnya.


"Ayo manager Zee, mumpung gratis" ujarnya lagi.


Aku tertawa mendengar seorang dokter begitu tertarik dengan gratisan, "Baiklah.. baiklah! Ayo kita pergi, tapi tolong bungkuskan hidangan rusa panggang yang lezat ini, tapi tidak dengan Rendang Dracula itu".


"Ya ampun, mana ada waktu lagi? Kenapa kamu masih ingin bungkus makanan! Cepat pergi, lain kali aku akan mentraktir kalian!" Tomi benar-benar gelisah seperti cacing kepanasan. Restorannya akan rugi besar kalau
sampai benar-benar terjadi perkelahian.


"Tidak usah gelisah, datang ya datang saja! Hal ini lebih baik diselesaikan sekarang, daripada jadi masalah di kemudian hari!" Aku pun berubah pikiran dan kembali duduk menyantap hidangan rusa panggang.


Melihat sikap ku ini, pemilik restoran itu pun segera mencari kotak pembungkus yang besar. Dipikirannya aku harus segera pergi.


Dokter Gunawan juga sangat gelisah, "Manager Zee,, apa kamu tidak tahu sehebat apa si Juki itu? Dia sangat terkenal dengan kekejamannya di wilayah sini! Ayo kita pergi sekarang!".


Aku menjawab sambil mengunyah, "Tidak usah takut! Untuk apa takut? Bukannya ada aku disini?".


"Haih! Anak muda memang tak menganal rasa takut!" dokter Gunawan menghela napas berat.


"Dokter Gunawan, cepat bujuk keponakanmu itu!"


Dokter Gunawan menjawab dengan ketus, "Dia bukan keponakanku, sembarangan!! Dia itu adalah..."


Ketika dokter Gunawan hendak menjelaskan identitasku, sekumpulan orang berjalan memasuki restoran, yang berjalan paling depan sepertinya si Juki, terlihat paling jangkung sendiri, memang benar apa yang di katakan dokter Gunawan tadi.


"Gawat! Mampuslah kita!" Dokter Gunawan memasan ekspresi getir. Dia sibuk berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah ini.


Aku menengadah menatap pria jangkung yang mengenakan kaos berwarna hitam. Sorot matanya terlihat tajam dan otot-ototnya menonjol ketika dia berjalan.


"Kak Juki, itu orangnya! Dialah yang memukulku!" ujar Sando sambil menunjuk ke arahku.


"Hei, bocah! Berani-beraninya kamu melukai kaki tanganku?!" ujar Juki sambil melangkah menghampiriku.


Dokter Gunawan segera bangkit untuk menghadang, lalu mencoba menjelaskan duduk perkaranya, "Begini Kak, ada sedikit kesalahpahaman".


"Minggir sana! Kalau kamu tidak mau mati!" Juki mendorong dokter Gunawan dengan kasar hingga membuatnya hampir terjatuh, tapi dia berhasil berdiri kembali karena ditopang olehku.


Melihat dokter Gunawan sudah berdiri, aku berkata pada Juki, "Jangan berlaku kasar pada seorang dokter, jika kamu sakit, siapa yang akan mengobatimu?!".


"Hei, apa yang kalian bicarakan? Maaf Kak, ada sedikit kesalahpahaman di sini. Hari ini, biar aku yang traktir kalian. Ayo semuanya, mari kita semua berteman," ujar Tomi berdiri dihadapan Juki.


"Berteman? Memangnya kamu pantas jadi temanku?!" sahut Juki sambil mengibaskan telapak tangannya ke arah Tomi.


Aku bereaksi, dengan cepat langsung menarik Tomi. Telapak tangan Juki hanya menampar udara kosong, hingga membuat tubuhnya menjadi oleng dan berlutut di lantai.


Jika orang lain tak mengetahui kejadian yang sebenarnya, mungkin akan berfikir jika Juki sedang memohon ampun padaku.


Sadar dirinya tengah berlutut, terdengar suara menggeram. Kedua tangannya terkepal begitu erat, urat-uratnya menegang menandakan dia sudah tersulut emosinya "Grrr…. Mati kau bo-"


DUAK


Belum sempat dia mengatakan sepenuhnya, aku sudah melayangkan tendangan kearah bahunya, "Si bodoh itu bicara apa!".


BRAK


Tubuh Juki seketika terlempar kebelakang, lalu menabrak dinding dan terjatuh dilantai. Anak buahnya terpaku ditempat, tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya.


Juki bangkit berdiri dengan menahan sakit dibahunya, "Bocah, ingat ini! Ada orang yang tidak seharusnya kamu singgung!".


"Haha! Ada orang yang tidak seharusnya kamu singgung juga!" Kataku balas mengancam sambil berjalan mendekat kearahnya.


"Sialan! Dasar bedebah! Kurang ajar! Akan kukirim kamu ke Neraka!".


Juki mengulurkan tangannya untuk mencekikku, sadar bahwa serangannya itu mematikan, aku bergerak kesamping untuk menghindar, kemudian balik mencengkeram sikunya hingga sendinya terlepas.


Aku yang mengerti struktur tubuh manusia dengan baik, mudah saja bagiku untuk melepas sendi seseorang.


KRAK


Bentuk tangan Juki yang dicengkeram olehku, menjadi pengkor begitu sendinya terlepas.


"Akh!" Keringat dingin membanjiri wajah dan punggungnya, oleh rasa sakit yang menyerangnya. Dia
menggertakkan giginya dan melihat ku yang terlihat tenang.


Kemudian dia berseru, "Sialan! Mati sana! Akan kubunuh kamu hari ini!" Lalu, dia mengambil belati yang dia sembunyikan dibalik pinggangnya dan mengayunkannya ke wajahku.


Dalam sekejap, aku sudah menghindar ke samping dan balas menyerang dengan melayangkan tendangan ke arah salah satu lulut belakangnya.


KRAK


Juki terjatuh berlutut di lantai, namun aku tidak berhenti dan kembali menendang, kini bagian belakang kepala yang kutargetkan.


DUAK


Tendangan yang kerasku ini membuat kepalanya membentur lantai. Dia bersujud di lantai dengan bersimbah darah.


Posisisnya yang seperti sedang bersujud, seolah mengakui kesalahannya, membuat semua orang yang melihatnya diam mematung.


Keheningan yang sangat mencekam!
Semua orang tercengang melihat adegan ini.
Ekspresi mereka penuh dengan kebingungan.


Terutama anak buah Juki, mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Juki yang kuat itu akan dikalahkan semudah ini.


Dokter Gunawan juga terkejut untuk kesekian kalinya, dia berkata dengan lirih" Anak itu benar-benar membuatku sinting, dia tidak hanya ahli pengobatan.. bahkan dia juga seorang jagoan ahli!".


"Sial, kalian kenapa diam saja? Kak Juki sudah dikalahkan, kalian malah berdiri diam begitu, cepat hajar!" Sando bergerak mudur, tidak lupa untuk menghasut dan membujuk para anak buah Juki untuk menyerangku.


Kalian semua bukanlah lawanku, perkelahian ini pasti meninggalkan dendam. Terlebih lagi si pengecut Sando, dia tipikal orang pendendam. Kelak dia pasti akan menuntut balas.


Mendengar kata-kata Sando, para anak buah Juki langsung maju menyerang ke arahku.


"Pengecut kau Juki! Datanglah, kubantai kalian semua!!" Dalam sekejap, mereka semua telah terkapar di atas lantai.


Sando lagi-lagi berteriak, "Cepat pergi panggil bantuan! Orang yang membuat keributan di wilayah kekuasaan kak Juki, tidak boleh sampai keluar hidup-hidup!".


Seeorang anak buah Juki yang terkapar di dekat pintu, bangkit dengan terhuyung-huyung, kemudian keluar dengan berlari sempoyongan.


Dokter Gunawan langsung panik, "Manager Zee, ayo kita pergi dari sini!".


Aku lalu menginjak punggung Juki yang masih berlutut dilantai dan berkata, "Jangan panik, tunggu mereka semua datang saja. Aku suka menyelesaikan masalah sampai tuntas!".


Dokter Gunawan semakin menjadi panik, "Juki adalah kepala preman, dia punya puluhan kaki tangan di wilayah ini. Kalau sampai semuanya datang, sehebat apa pun kamu, tetap tidak akan bisa menang!".


Tomi juga semakin gelisah, "Benar! Seperti kata pepatah, sehebat apapun seseorang, tetap tidak bisa menang dari pemimpin lokal di wilayahnya".


"Juki adalah kepala preman yang terkenal di wilayah ini. Meskipun sekarang kamu belum kalah, nantinya belum tentu. Kamu akan dikeroyok oleh puluhan orang, belum lagi terhadap serangan diam-diam dari belakang" Lanjut Tomi yang sebagai pemilik restoran menasehatiku.


"Untuk kali ini saja, tolong kerja samanya. Kalau tidak.. restoran milik ku ini akan hancur lebur. Jadi aku mohon, segera pergilah!".


"Ayo manager Zee kita pergi, biarkan polisi saja yang menanganinya!" dokter Gunawan menarik-narik lenganku, sambil sebelah tangannya menggenggam handphone.


Juki yang masih di injak olehku, justru tertawa dan berkata, "Brengsek, sekarang sudah ketakutan? Kalau tidak mau mati, lepaskan aku, lalu potong satu tanganmu. Dengan begitu, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk melepaskanmu."


"Kalau tidak, begitu puluhan anak buahku tiba, kamu bahkan tidak akan punya kesempatan untuk meminta ampun!".


Aku langsung mencengkram lehernya, mengangkatnya ke atas lalu menampar wajahnya yang telah berlumuran darah sekuat tenaga.


PLAK


"Memangnya aku mengizinkan kamu bicara? Panggil semua anak buahmu ke sini, aku paling suka menyelesaikan masalah sampai tuntas!".


Juki yang sudah tidak berdaya, membelalakan matanya karena marah, tapi dia tidak berani melakukan apa-apa. Dia hanya berani melototi aku dengan matanya yang seakan-akan bisa menyemburkan api.


Tepat setelah itu, mulai terdengar keributan dari arah luar. Orang-orang melihat ke arah luar dari jendela dan melihat puluhan preman telah datang bergerombol sambil membawa golok, tongkat kayu, dan batang besi.


Melihat pemandangan ini, semua orang pun langsung panik. Tomi sebagai pemilik restoran sampai berkeringat dingin. "Aku mohon! Tolong keluar! Kalau mereka sampai masuk ke sini, restoran ini pasti akan
hancur!".


Aku melihatnya sekilas, lalu berkata, "Kalau begitu, ayo keluar."


Ketika aku berencana menyeret Juki keluar, dokter Gunawan menahanku.


"Jangan keluar! Di luar sudah begitu banyak puluhan orang, kalau kamu keluar sekarang, kamu sudah pasti mati!"


"Tenang saja, dokter Gunawan. Anda dan pak Tomi tunggu saja di dalam sini, kalian jangan keluar. Lihat saja bagaimana aku menghajar mereka semua!" Kataku sambil melangkah keluar dengan menyeret Juki.


"Haih! Bagaimana ini, anak itu cari mati!!" Dokter Gunawan sangat gelisah kemudian menekan angka-angka dilayar ponselnya.


"Semoga saja, polisi bisa datang secepatnya" Lanjutnya penuh haarap.


Zee yang keluar sambil menyeret Juki langsung menyebabkan kerusuhan.
Semua kaki tangan Juki langsung marah-marah, karena bos yang mereka kagumi diseret-seret seperti anjing mati.


Ketika mereka berencana menerjang maju, seorang pemuda yang wajahnya yang tirus dengan dagu yang lancip pun berjalan maju.
Dia adalah salah satu orang terhebat di antara anak buah Juki, namanya Hans.


Meskipun orang ini tidak sehebat Juki dalam berkelahi, dia sangat licik. Orang yang menjadi lawan tandingnya pasti akan berakhir menyedihkan.
Begitu Hans mengangkat tangannya, suara riuh puluhan preman di belakangnya langsung terdiam.


Kemudian dia berseru, "Bocah, lepaskan bosku. Kalau kamu memang hebat, satu lawan satu denganku!"


Hans tentu saja tidak akan benar-benar satu lawan satu dengan Zee. Juki saja sudah dihajar seperti itu, bagaimana mungkin dia bisa menang melawan Zee.


Siasatnya, jika saja Zee tertipu dan setuju melepaskan Juki, maka mereka akan langsung mengeroyoknya dan menghajarnya habis-habisan.


"Kamu mau orang ini? Kalau begitu, tangkap!" Aku langsung menendang Juki ke arah Hans.


Juki yang satu tangan dan satu kakinya telah patah, langsung terlempar lurus ke arah Hans seperti sebuah bola. Gaya gravitasi yang sangat besar pun langsung menabrak Hans sampai dia jatuh ke tanah.


Sedangkan Zee, malah berjalan dengan sangat santai, berdiam diri diluar restoran. Dia tidak ingin melibatkan pemilik restoran, karena bagaimanapun juga, pemilik
restoran itu tidak bersalah.


Melihat Zee begitu berani, orang-orang yang datang menonton pun mulai berdiskusi, "Menurutmu.. apakah dia bodoh? Kenapa dia tidak kabur?".


"Haih, anak muda itu terlalu temperamental. Hari ini mungkin dia akan mati di sini."


"Benar, orang yang menyinggung kak Juki mana mungkin bisa selamat?".


Saat ini, Juki dan Hans sedang dipapah oleh anak buah mereka.


Juki langsung berseru marah, "Teman-teman, bunuh dia sekarang juga!".


Mendengar perintah Juki, para anak buahnya pun langsung menerjang ke arah Zee.


Ketika kedua belah pihak akan segera bertarung, tiba-tiba terdengar suara penuh wibawa dari pengeras suara, "Semuanya telungkup di tanah!".


Beberapa truk polisi pun tiba, puluhan polisi turun dan mengepung para preman. Mereka para polisi langsung mengendalikan para preman tersebut. Tidak ada satu pun dari preman-preman itu yang berani bergerak lagi.


Seorang lelaki paruh baya yang memakai seragam polisi pun berjalan mendekat dengan ekspresi tegas di wajahnya. Dia kelihatannya mempunyai pangkat yang lumayan tinggi.



"Lepaskan senjata kalian dan jongkok sambil memeluk kepala kalian sekarang juga!" Begitu lelaki paruh baya itu berseru, para polisi lainnya juga ikut berseru.


Para preman yang tadinya masih terlihat galak dan ganas pun langsung membuang senjata mereka dan berjongkok.


Sedangkan Juki yang terluka parah tetap memandang ke arah Zee dengan tatapan dingin, dan dia satu-satunya preman yang tidak mau berjongkok.


Lelaki paruh baya itu menghiraukannya, dan langsung mengibaskan tangan, "Bawa mereka semua ke kantor polisi!".


Salah seorang polisi datang menghampiri Zee, dokter Gunawan pun segera menjelaskan apa yang terjadi.


"Tidak apa-apa, kami hanya perlu mencatat kronologi kejadiannya, hanya sebentar saja sudah selesai. Kalian berdua juga ikut saja" Sikap polisi itu sangat baik.


Ketika mendengar penjelasan polisi ini, dokter Gunawan menghela nafas lega. Setelah tiba di kantor polisi, mereka menceritakan kronologi kejadiannya.


Hanya saja, Zee dan dokter Gunawan masih belum bisa di izinkan pergi, karena harus menunggu kapolsek untuk memastikan apakah mereka berdua boleh langsung pergi atau tidak.
Bagaimanapun juga, Zee telah melukai banyak orang sampai mereka terluka parah.



Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd