Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Bimabet
Part 16
Akibat Berani Melawanku



Setelah menunggu kedatangan mang Odang yang cukup membosankan, akhirnya kami berempat berangkat menuju kota Berastagi dengan menggunakan mobilku, sedangkan Kodok dan Belut lebih dulu berangkat menggunakan motor milik pak Sambo. Pastinya mereka sudah jauh di depan sana.


"Ngapain luh?" tanyaku pada Dani, karena aku melihat dia masuk kedalam kemudi mobil.


"Mancing!!" Ketus Dani menjawab.


"Lagian.. elu gak bakalan mau nyetir, kalau ada gue" lanjut Dani.


"Untuk kali ini biar pak Sambo yang kemudikan, anda bisa membawa mobil kan, pak..?" kataku


"Siap Master!" jawab pak Sambo


"Jangan sebut panggilan itu lagi!!" sergahku tak suka tapi pak Sambo seolah tak mendengarnya. Dirinya masuk kedalam kemudi menggantikan Dani.


"Halah apa bedanya dengan aku yang mengemudi" gerutu Dani yang kini duduk di belakang bersama mang Odang.


"Aku ingin kalian merasakan wahana jet darat" kataku terkekeh, karena aku yakin pak Sambo akan membawa mobil secepat kilat, aku yang pernah merasakan dibonceng pak Sambo dengan motor hampir dibuat lepas jantung.


"Nikmati perjalanan kalian, ayo pak Sambo.. gas poll!" kataku yang kemudian aku melihat dia menganggukan kepalanya.


Pak Sambo menginjak dalam tuas gas, tanpa sedikitpun rasa takut, beda halnya dengan Dani yang mengemudikannya. Jangan berpikir jalanan yang kami lewati adalah jalanan ramai seperti di perkotaan, yang mana padat dengan berbagai macam kendaraan.


"Bangsat lu Sambo!! Pelan-pelan woi, Kalau mau mati jangan ngajakin gue anjing, setan!!" Pekik Dani ketakutan sambil memeluk kursi di depannya.


Tiga puluh menit, akhirnya kami telah memasuki wilayah kota.. aku merasa lapar seolah cacing didalam perutku semuanya berdemo. Lantas aku menelpon Belut, mencari tahu keberadaan posisi mereka saat ini.


Sementara mang Odang dan Dani yang berada di jok belakang, keduanya telah pingsan. Aku terkekeh telah berhasil menjahili mereka.


"Hallo Master" jawab Belut di ujung telepon menerima panggilan masuk.


"Beritahu posisi kalia" kataku


"Sudah masuk wilayah kota, kurang lebih dua kilometer lagi akan sampai di titik share loc yang master berikan. Lebih tepatnya kami sedang berada di SPBU Tarakan, karena motornya kehabisan bensin, tadi saja kami harus mendorongnya."


"Eh gak usah disebutin yang itu, bahlul!!" kata Kodok protes, yang turut terdengar olehku.


Setelah mengetahui posisi mereka, aku memintanya untuk menunggu kami karena jarak aku dan mereka sudah sangat dekat.


"Apa katanya?" tanya Kodok


"Disuruh nunggu disini, diajakin makan di restoran" jawab Belut.


"Baik banget ya.. tau aja kalau kita lapar" sahut Kodok menepuk perutnya.


"Ngomong-ngomong tentang master, elu sebenernya tau gak sih awalnya, tau gini kan kita bakalan berani minta bayaran sebagai spionase untuk master Zee" kata Belut.


"Mana gue tau lah kalau dia itu master! Wong aku nerima kerjaan ini dari agent, terus gue ngajakin elu biar bisa bantuin gue" sahut Kodok.


"Ooohh gitu.. tapi elu dah nerima bayaran setengahnya kan? Lebih baik uang yang udah elu terima, balikin deh.. lagian pekerjaan kita sudah gagal kan? wong tahanan juga terlepas, ditambah lagi.. master sudah mengobati luka kita berdua" kata Belut.


"Benar kata elu dok.. pasti bakal gue balikin duitnya kok, mana berani gue nyimpen duit dari orang yang sudah menyelamatkan kita" tandas Kondok membenarkan lalu berkata lagi, "Itu mobilnya master kan.. yuk kita kesana".


Aku melihat Kodok dan Belut menghampiri kami dan aku berkata padanya" Kita makan dulu.. kalian sudah pada lapar bukan? Kalian berdua ikuti mobil ini dari belakang".


Setibanya di Restoran, aku tidak bersikap otoriter dimana apapun yang aku makan mereka juga harus memakannya, tetapi aku lebih memberi kebebasan pada mereka, untuk memilih menu sesuai seleranya masing-masing.


Sambil menunggu hidangan tersaji, aku membahas tentang Baron, bagaimana dia bisa lolos dan mengapa gudang yang dipakai untuk menyekap diketahui oleh penyusup.


"Maaf master Zee, kami lalai dalam menjalankan tugas, tapi.." kata Kodok dengan wajah yang terlihat suram.


"Tapi belakangan ini, gudang kami sering didatangi pemulung. Sepertinya pemulung itu yang memberikan informasi, atau sebenarnya pemuling itu adalah spionase? bodoh sekali aku tak menyadari itu" lanjut Kodok terlihat geram.


"Pemulung? Wuah rugi dong gue!" timpal Dani yang ikut bicara membuatku menoleh ke arahnya.


"Tiap kali pemulung itu datang.. gue sering ajak dia masuk kedalam, lalu gue kasih dia makanan dan rokok, tau dia pelakunya.. udah gue kepret!!" lanjut Dani yang seolah ikut murka.


"Tapi yang buat aneh mamang ya.. kenapa mamang gak pernah liat pemulung itu kalau lagi midang di luar gudang?" kata mang Odang sambil memijat keningnya terlihat seperti sedang berpikir.


"Kayaknya pemulung itu hanya akan mendekat saat melihat Dani, karena dipikirnya Dani adalah anak yang baik" kini giliran pak Sambo yang mengeluarkan pendapatnya.


Aku setuju dengan pak Sambo, masuk akal dengan pendapatnya itu. Apakah pak Sambo memiliki keahlian sebagai spionase? Layaknya Kodok dan belut, tapi kenapa nalurinya lebih tajam dari mereka berdua?


"Lupakan pemulung itu, apa saja informasi yang kalian tahu dari Baron sebelum dia lepas?" kataku mengganti topik.


"Maaf master.. sebelumnya aku tidak sependapat jika melupakan pemulung itu, sebaiknya.. siapa saja yang pernah melihat wajah pemulung itu sebaiknya kalian mengingatnya, jika suatu saat melihatnya kembali.. akan menjadi keuntungan bagi kita untuk mengambil balik informasi darinya."


Aku mengangguk setuju, nalurinya sangat tajam dan pola pikirnya begitu cerdas sekali. Sepertinya dia cocok menjadi pengawal pribadiku suatu saat nanti, akan sangat disayangkan jika hanya menjadi security di gerai saja.


"Apa yang dikatakan pak Sambo ada benarnya, kalian yang pernah melihat wajah pemulung itu jangan pernah melupakannya" kataku mengulang apa dikatakan pak sambo.


"Seperti pertanyaanku tadi, informasi apa yang kalian dapatkan dari Baron" tanyaku yang kedua kalinya.


Belut berkata, "Waktu itu Baron pernah mengatakan.. bahwa jangan pernah menyakiti dirinya, karena dia di back up oleh geng Arwana. Yang aku tahu, geng Arwana adalah kumpulan para jagoan ahli yang yang terorganisir dibawah kendali Arwana, dan Arwana sendiri adalah seorang jagoan ahli sekaligus pengusaha muda dari kota Bandar".


"Anda masih ingatkan Dani, aku pernah berkata seperti itu tempo hari" lanjut Dani.


"Hm.." jawab Dani singkat, lalu memasukan potongan ikan bakar kedalam mulutnya.


"Kenapa melihat ku seperti itu? Apa kalian tidak kelaparan? jika perut tak terisi.. maka otak kalian akan menjadi bodoh" lanjut Dani seolah tanpa beban, lalu berkata lagi.


"Makanan yang sudah tersaji.. tidak boleh dibiarkan, benar kan Zee..?"


Mendengar perkataan Dani yang seolah menganggap sepele masalah ini, membuat pandangan mata semuanya tertuju pada Dani, seolah ingin menelannya hidup-hidup.


"Sudah.. sudah.. lebih baik kita makan" perintahku meredakan ketegangan.


Akhirnya kami bersantap makan, mengisi perut kami yang sudah sangat menderita.


"Jangan malu-malu makan yang banyak" kata Dani disela santap makan kami.


"Diem lu setan!! Mau gue sleding?!" umpatku yang sudah merasa kesal.


----------------------------------


Di markas Arwana, seorang pemuda seumuran Zee sedang dikelilingi para wanita sexy, ada yang memijatnya, ada yang menuangkan segelas wine ke dalam minumannya.. bahkan ada yang mengipasinya dari arah belakang. Padahal ruangan itu sudah ada pendinginnya.


*POV Arwana


"Jambrong! Bawakan kemari santapanku"


Tak berselang lama, aku melihat jambrong tengah membopong wanita hamil yang kuperkirakan usia kandungannya 6 bulan.


"Lepaskan!! bajingan kalian!!" pekik wanita hamil yang sekarang menghadap ke arahku tengah memberontak diri, karena dijegal oleh anak buahku.


"Siapa kalian? Lepaskan! Biarkan aku pergi!!" lanjutnya lagi dengan bibir yang gemetar.


PLAK


Sebuah tamparan mendarat, meninggalkan bekas merah pada pipinya. Aku terobsesi dengan wanita hamil, tapi jika berisik.. maka tak segan melukainya.


Jambrong berkata, "Suami dari wanita hamil ini adalah seorang pengusaha yang menolak kerja sama dengan anda bulan lalu bos, ketika suaminya pulang.. saya telah menguntit hingga ke rumahnya.


"Berhubung bos suka sekali dengan wanita hamil.. jadi saya memutuskan untuk menculiknya saja, ketimbang harus membunuh suaminya itu" lanjut Jambrong menjelaskan.


"Kerja bagus!! Kau memang bisa kuandalkan Jambrong!" pujiku padanya.


"Telanjangi wanita ini!" lanjutku berseru.


Wanita hamil di hadapanku ini terperanjat, kembali berusaha berontak untuk kesekian kalinya. Suara riuh dari anak buahku seakan menenggelamkan rengekan wanita hamil dihadapanku ini.


SRAK SRAK SRAK


"Dengan senang hati Bos!" sahut Jambrong yang terbahak diikuti yang lainnya mulai melucuti gamis wanita hamil ini hingga menyisakan jilbab di kepalanya. Wanita bergamis ini tengah mengandung, kini terlihat lebih jelas perutnya yang membuncit karena tak ada lagi gamis yang menutupi tubuhnya lagi.


Kubisikan dekat telinga wanita ini untuk mengintimidasi, "Ini semua salah suamimu yang berani membangkang dengan bisnisku".


“CUIH!! Lepaskan aku, maumu apa? kamu mau duit berapa?!!" gertaknya setelah meludah ke arahku, sontak membuatku menahan emosi. Ternyata istrinya sama-sama menyebalkan dengan suaminya.


PLAK


"Aku gak butuh duit mu!!" Kataku setelah melepaskan tamparan padanya. Kali ini aku sudah benar-benar tak bisa menahan diri.


“Aku cuman minta kamu buat nurutin semua keinginan ku selama seminggu, akan kubuatkan video mesum untuk hadiah suamimu, itu udah cukup untuk membuat suami mu sadar diri. Ini akibat dari suamimu yang berani melawanku" Kataku yang tak lagi berempati.


"Aku ga mau!! atau saya lapor polisi!” ancam wanita hamil ini.


"Hahaha… lapor polisi? Bagaimana bisa, elu aja tertindas begitu." sahut Jambrong disebelahku.


Wanita hamil ini pun terdiam karena perkataan Jambrong yang menyudutkannya. Tubuhnya mendadak lemas seakan tak ada lagi harapan.


"Sudah kamu turuti saja keinginanku, nyonya manis!" kataku sembari meremas lembut gundukan sebelah payudaranya.


“Tapi anda menginginkan apa dari saya?”


Wanita hamil ini bego apa emang polos sih, aku tak habis pikir dengan jalan pikirannya.


“Semuanya! Ahahaha... dan sekarang aku ingin kamu sepongin punyaku ini!” perintahku sambil membuka ikat pinggang. Dan menyuruh anak buahku untuk melepaskan jegalan pada wanita hamil ini.


“Tapi.. aku gak mau dan aku memang gak bisa”


"Suamimu memang bodoh, bercinta saja masih kuno. Sudah isap ini, pasti lebih enak dari milik suamimu itu!!"


“ayo buka celana ku!”


Dia pun berlutut dengan hati hati karena perutnya yang membuncit, lantas membuka celanaku dan dia pun terkejut karena penis ku yang besar sudah mengeras dengan urat-urat yang terlihat, membuat dia merinding ketakutan.


“Ahahaha, baru liat kontol segede itu ya? Punya suamimu pasti kecil kan! Sekarang lu isep cepet” pinta Jambrong.


Aku melirik ke arah Jambrong yang sepertinya dia juga tertarik dengan wanita hamil ini, terlihat dia meremas penisnya sendiri dari balik celananya. Hahaha.. Itulah utamanya jadi bos, salah dia sendiri kenapa mau jadi anak buah. Tapi kalaupun dia berniat berkhianat maka aku tak segan membunuhnya.


Wanita hamil ini pun tanpa menjawab langsung memegang penisku dengan ragu, lalu memasukan ke mulutnya, dia menjilati kepala nya terlebih dahulu karena dia tidak yakin penis itu bisa masuk semua.


“Jilatin semuanya, terus kamu jilatin juga tuh pelerku juga!”


Dia mengangguk dan mulai menjilati setiap bagian inchi penisku, dia menjilat dari kepala sampai pangkalnya, membuat batang penisku yang panjang dan besar melintang di wajahnya dan juga membasahi sebagian dari jilbab bermotif bunganya.


“Enak kan kontolnya? Enakan mana sama kontol suamimu?”


Kenapa wanita hamil ini tidak menjawab? Apa dia malu untuk membenarkan apa yang aku tanyakan barusan?
Aku mendengus kasar, dasar wanita munafik! Kenceng juga pegang penisku seakan tak mau melepaskannya.


“Heh lonte, kalo aku tanya kamu jawab! Keenakan kamu ya nyepongin kontolku?”


Wanita hamil ini terkejut sekaligus terlihat terangsang ketika aku merendahkannya, apalagi posisinya yang sedang menjilati.


“Iya, tapi tolong jangan sebut kata-kata itu, aku merasa jadi terhina” jawabnya.


"Heh! Beraninya menyangga, terserah bosku manggil elu lonte kek.. lontong kek.. apa hal kedudukan elu?!" sentak Jambrong, membuatku mendengus kasar, sejak tadi nih orang ikutan nyela mulu. Bangke juga nih anak buah.


“Iya apa? Mulai sekarang lu panggil aku tuan. Ngerti nyonya lonte?".


Ketika wanita hamil ini akan menjawab, aku malah memegang kepalanya sambil memaju mundurkan penisku ke dalam mulutnya.


“Iya tuan, enakan emmhh…kon…mpph tol…tuan, ahhh”


“Ahahahah.. bagus kalo lo suka, sekarang kamu isepin yang kuat."


Wanita hamil ini pun melakukan tugasnya, dia mengulum kepala penis ku sambil mengocok batangnya, namun tiba tiba aku mendorong penis ku masuk ke dalam mulutnya sambil menarik jilbabnya sehingga kepalanya terdorong, membuat penis ku melesak menyentuh tenggorokannya.


“Hmmmpp, Hmmmph, Hmmmp” Dia mengerang namun suaranya tertahan oleh batang penis ku.


“Hahahah, rasain ni kontol, dasar kamu lonte” sambil terus menahan kepalanya yang terbalut jilbab.


Setelah satu menit, aku baru melepaskan penisku dalam mulutnya.


“Uhuk uhuk!” Dia terbatuk sambil terengah engah mencari udara.


“Aku udah mau keluar nih, sekarang kamu kocokin”


“Iya tuan” Dia mulai mengocok penisku di depan wajahnya, rupanya dia tampak ketakutan bila sperma ku berbekas di jilbabnya.


Setelah bersusah payah lima menit dia mengocok penis ku, akhirnya aku mulai mengerang merasakan kedutan-kedutan.


"Kamu telen semua pejuhnya!!"


Dia tidak punya pilihan selain menelan semua sperma ku.


Croot Croot Croot Croot Croot


"Aarrgghhht enaak bangeeet mulut mu, nyonya lonte!”


“Emmmhp” Dia membiarkan penisku muncrat didalam mulutnya.


“Jangan ditelan dulu, kamu tampung dulu, aku mau liat pejuh ku dimulut nyonya berjilbab sepertimu.”


"Jambrong! Siapkan ponsel, lalu jepret dan kirimkan gambar itu pada suaminya".


"Si- si- siap bos" gagap Jambrong yang sejak tadi mengocok penisnya sendiri.


*Arwana POV End

----------------------------------


Setelah perut kami kenyang saat makan di restoran, aku mengajak mereka berenam melanjutkan perjalanan ke rumahku yang tinggal beberapa kilo lagi.
Kodok dan Belut yang menggunakan motor milik Sambo kini mengekor dari belakang mobilku.


Saat sudah memasuki komplek perumahan, layar di ponselku tiba-tiba menyala dan tampak berdering. Aku melihatnya dengan mengerutkan dahi, "Bu Ambar? biasanya dia chat dulu sebelum telpon".


"Ya Hallo" aku menerima panggilan telpon darinya. Dan dari balik seberang telpon dia mengatakan bahwa dirinya berada di rumah sakit.


Aku meminta penjelasan, namun diabaikan olehnya. Dia kemudian berkata akan memberikan alamat rumah sakitnya melalui chat, setelah itu menutup panggilan telponnya. Membuatku diam membisu seakan dibuat mati kutu olehnya.


"Hei, kaga turun lu? Udah sampe rumah elu ini" ujar Dani membuatku terkesiap.


"Oh.. Gue mesti cabut lagi, dan gue minta tolong buat atur segala keperluan Kodok, Belut dan Sambo. Juga katakan pada ibuku bahwa gue yang minta mereka untuk sementara tinggal dirumah."


"Serius banget wajah elu, emang ada masalah apa?" ujar Dani seakan ingin tahu sahabatnya ini.


"Kepo luh ah! Dah sana masuk, atur seperti yang gue bilang tadi." Kataku sembari beralih duduk dibalik kemudi.


"Iya iya.. sabar napa jenglot! Mentang-mentang jadi bos gue luh!" rutuk Dani kesal.


"Ck! Gue potong gaji elu!!" ancamku membuat Dani memberengut kan wajahnya sembari melangkah masuk ke dalam gerbang rumahku.


"Eh kalian mau gue potong gajinya juga? udah cepet masuk" sentak Dani pada mereka yang berjajar di depan gerbang.


"Hei bocah! Bos kami adalah master, bukan kamu! jadi jangan berlagak jadi bos!" Bentak Kodok yang memang temperamental orangnya. Dan aku semakin sedikit tahu sifat-sifat dari anak buahku itu.


"Denger lu Kodok bangkong! Meski elu adalah jagoan ahli, gue adalah tangan kanan dari master kalian, jadi selama master kalian tidak ada, kalian berada dibawah kendaliku. Paham itu!!" ucap Dani dengan nada bicara penuh wibawa di hadapan Kodok.


Dari balik kemudi aku menganggukan kepala ke arah Kodok, aku mengerti bahasa tubuhnya itu saat melirik ke arahku barusan seolah ingin mengatakan, apa yang dikatakan oleh Dani itu benar apa tidak.


Setelah kupastikan mereka telah masuk gerbang dan masuk kedalam rumah, aku menstaterkan mobil dan menginjak gas, melajukan mobilku menuju rumah sakit yang telah bu Ambar kirimkan.


Sesampainya di rumah sakit, aku disambut oleh seorang dokter. Dan.. bukankah itu dokter yang mengobati kepalaku ya?


"Selamat datang manager Zee" sambut seorang dokter dengan membungkukan setengah badannya.


"Tak usah seformal itu dokter Gunawan" jawabku setelah melihat name tag di dadanya.


"Saya tak mengira, pasien yang dulu saya rawat kini menjadi orang terpenting di kalangan keluarga Ambar Wiguna." Selorohnya dengan mengulurkan tangan.


Aku lantas menyambut salam tangan darinya dan berkelakar, "Nasib orang tak ada yang tahu dok".


"Oh ya dok.. apa bu Ambar telah menceritakan pada anda akan identitas saya?" tanyaku penasaran.


"Sebagian tak semuanya, tapi itu tak penting. Karena yang terpenting saat ini, saya hanya disuruh oleh bu Ambar untuk menyambut anda dan mengantarkan ke ruang perawatan pak Wiguna." jawab dokter Gunawan.


Lalu dokter Gunawan berkata lagi namun kini dalam hatinya, "Apakah anak ini dipercaya oleh bu Ambar untuk mewarisi kekayaan suaminya? Terlebih suaminya sudah lama sekali mengidap penyakit. Siapa anak ini sebenarnya, sebegitu spesial kah?"


"Mari manager Zee, saya antar anda ke dalam" ujarnya mempersilahkan ku untuk melangkah masuk lebih dulu. Dan perlakuan ini membuatku merasa jengah, dimana banyak pasang mata yang kini menatap ke arahku.


Setelah beberapa langkah berjalan, aku berhenti dan menoleh ke belakang, berkata pada dokter Gunawan, "Dok.. bisakah anda berjalan di sampingku, lagian aku ingin bertanya soal penyakit suami bu Ambar itu, bisakah dokter menceritakannya?"


Dia mengangguk lantas berdiri sejajar bersamaku, sambil berjalan dokter Gunawan mulai menceritakan.


"Begini, pasien laki-laki ini bernama Wiguna Wijaya. Dia berumur 52 tahun terkenal sebagai sultan gurita di kalangan pebisnis. Dia adalah suami dari Ambar Wiguna."


"Saat pertama kali dibawa ke rumah sakit ini, dia mengeluhkan tentang perutnya yang sakit. Awalnya aku mengira sakit perut itu disebabkan masuk angin, tapi aku tidak menyangka kondisinya menjadi semakin parah."


"Ternyata, pak Wiguna mendapati masalah komplikasi yang cukup serius. Sejak dia pertama kali mulai merasa perutnya sakit hingga sekarang ini. Sudah terhitung hampir dua tahun lamanya dia tidak pernah buang air besar".


"Hah! dua tahun?" Kataku yang terkejut mendengar penjelasan dokter Gunawan, dan dokter itu hanya menganggukan kepalanya.


"Anda seorang berpengetahuan medis, seharusnya anda tahu konsekuensi tidak buang air besar selama dua tahun, kan dok!" kataku kesal, bagaimana mungkin seorang dokter membiarkan pasien menderita selama itu.


"Kami juga terkejut saat mendengar informasi itu. Awalnya kami memberikan pak Wiguna dengan obat-obatan yang paling umum seperti gliserin enema, tapi obat-obatan ini tidak ada efek apa pun. Kami bahkan memberikan obat pencahar, hasilnya sama saja, pasien tidak dapat buang air besar."


"Apa kalian sudah melakukan rontgen? Seharusnya bisa terlihat apa penyebabnya, 'kan?" Kataku lagi.


"Sudah, tapi tidak terlihat masalah apapun. Kondisi pasien selain tidak bisa buang air besar semuanya baik dan sangat sehat. Intinya, semua hasil pemeriksaan mengatakan kondisi pak Wiguna sangat sehat!"


"Sekarang pasien sudah mencapai kondisi yang sangat berbahaya. Tinjanya sudah menumpuk di usus dan tidak bisa keluar. Hal ini tidak hanya membuat pasien menderita kesakitan, tapi juga membuatnya kehilangan selera makan. Sekarang dia hanya minum air putih, tidak ada selera untuk makan. Karena setiap dia makan sesuatu, perutnya akan langsung kesakitan.
Karena tidak ada makanan dan nutrisi yang masuk, kondisi fisik pasien semakin melemah." tutur dokter Gunawan.


"Sekarang pasien dikatakan dalam kondisi berbahaya, sementara anda mengatakan hasil medis awalnya sehat. Bagaimana bisa begitu, apakah anda dokter abal-abal?" Kataku yang terdengar sarkas.


"Maaf jika pengetahuan kedokteran saya membuat anda kecewa, anda tahu sampai saat ini saya berpikiran bahwa pasien terkena santet".


"Anda ini dokter apa dukun? Bisa-bisanya mengatakan santet, santet itu tidak ada! yang ada kalian para dokter yang kurangnya pengetahuan medis, jika terbukti anda dokter gadungan, aku sendiri yang menyeretmu ke pengadilan" Kembali aku mengeluarkan kata-kata sarkas yang terdengar mengancam.


"Cih, tahu apa bocah ini" dengus dokter Gunawan dalam hati yang mulai terintimidasi.


"Anda tenang dulu manager Zee.. Saya juga sudah mengatakan pada bu Ambar, bahwa hari ini akan datang dokter ahli lainnya yang akan menangani."


Tak terasa perbincangan kami telah sampai di depan ruangan perawatan yang dituju. Sesaat setelah dokter Gunawan membuka pintu ruangan, langsung saja aku mencium bau yang menyengat, yaitu bau tinja yang keluar dari tubuh manusia.


Jika di dalam usus manusia ada tinja yang menumpuk dan tidak dapat dikeluarkan untuk jangka waktu yang lama. Beberapa bagian kotoran akan dikeluarkan dari pori-pori kulit. Apa inilah yang menjadi alasan di dalam ruangan ada bau tinja?


"Loh, ternyata dokter Rehan sudah disini, maaf saya tidak menyambut anda" ucap dokter Gunawan sambil menyalami dokter Rehan.


Aku tak peduli dengan kedua dokter tersebut, mataku justru menuju kearah seorang pria paruh baya yang sedang terbaring tidak berdaya di atas ranjang, tatapan matanya begitu kosong, ekspresi wajahnya juga tersirat kesedihan, ditambah tubuhnya yang juga terlihat sangat kurus. Apakah pria itu adalah suami bu Ambar? Sepertinya iya, karena bu Ambar sendiri berdiri di samping suaminya dengan tangan yang menggenggam erat, seolah memberikan kekuatan agar suaminya itu kuat.


Melihat itu membuatku cemburu, namun setelah dipikir untuk apa cemburu padanya, toh dia adalah suami sahnya, sedangkan aku hanyalah.. ah sudahlah.


Aku berjalan mendekat untuk menyapa bu Ambar dan pak Wiguna, lalu menyadari bahwa pak Wiguna hanya bisa membuka mulutnya sedikit dan mengeluarkan suara serak yang sangat lemah.
Terlihat jelas bahwa kondisinya itu sudah tidak begitu baik, bahkan sekarang sudah tidak ada tenaga untuk berbicara lagi. Suami bu Ambar ini terlihat seperti berada di ambang kematian.


"Sampai kapan kalian berbincang seperti itu!" Ketus bu Ambar menegur dokter Gunawan dan Rehan.


Pria botak dan sedikit gemuk yang ternyata dokter Rehan itu terkesiap, dan bergegas mendekat ke arah ranjang pasien dan diikuti oleh dokter Gunawan.


Dokter Gunawan mengambil inisiatif memperkenalkan dokter Rehan pada bu Ambar, maksud hati untuk menghilangkan kecanggungan justru malah cibiran yang dia dapatkan.


"Saya sudah tahu, tidak usah berbasa basi. Segera tangani suami saya!" kata bu ambar sedikit mengeluarkan emosinya.


Dalam hati aku tertawa, memang konyol juga dokter Gunawan ini. Untuk apa coba pake perkenalan, wong dokter Rehan lebih dulu masuk dan bertemu bu Ambar di ruangan ini.


"Ka- ka- kalau begitu.. silahkan dokter Rehan memulai pemeriksaanya" kata dokter Gunawan mempersilahkan.


"Baik" jawab dokter Rehan, lalu memeriksa penyakit pak Wiguna.


Awalnya dokter Rehan berjalan mengelilingi ranjang pak Wiguna terlebih dulu, setelah itu dia membuka
mulut dan memeriksa lidah pak Wiguna. Hingga
akhirnya, dokter Rehan membuat suatu kesimpulan.


"Penyakit ini tidak ringan, tapi tidak juga dibilang berat. Aku sudah periksa, bahwa limpa pak Wiguna masuk angin, ususnya juga mengandung hawa panas. Yang menjadi masalah adalah seluruh tubuh pak Wiguna terasa sangat lembab."


"Sembelit akan semakin parah kalau kelembabannya semakin berat. Masalah ini berhubungan erat dengan kebiasaan istirahat atau pola tidur pak Wiguna."


"Racun dari kelembaban yang tersembunyi di dalam tubuh, akan menumpuk di bagian dalam usus untuk jangka waktu yang lama, bercampur dengan feses yang menumpuk di bagian dalam usus, sehingga bisa menyebabkan akibat yang serius seperti sekarang ini."


"Untung saja kalian mencariku, kalau ditunda dua hari lagi, takutnya suami anda sudah tidak bisa diselamatkan, melihat dari kondisinya yang sekarang!"


"Benar sekali! bu Ambar mengangguk sambil menjawab, "Beberapa tahun lalu sebelum jatuh sakit, suamiku memang sangat kepayahan, setiap hari harus mengurus banyak hal menyangkut berbagai bidang bisnisnya, bisa dikatakan bahwa suamiku ini kelelahan fisik dan mental!"


"Semua ini salahku karena tidak memperhatikan kondisi tubuh suamiku, aku mengabaikan kesehatannya karena pekerjaan!"


"Dokter Rehan, aku mohon kamu harus menolong suamiku. Jangan sampai terjadi apa-apa pada suamiku ini!"


Dokter Rehan mengeluarkan sebuah botol kaca yang terlihat bening dari saku almamater kedokterannya, kemudian dia berkata, "Jangan khawatir, karena aku sudah turun tangan, pasti bisa menyembuhkan penyakit suami anda!"


"Bisa dikatakan suami anda lumayan beruntung juga,
kalau saja ditunda dua hari lagi, suami anda akan meninggal!".


"Benar, mohon bantuanmu dokter Rehan!" bu ambar terlihat sangat bahagia saat melihat dokter bersedia membantu.


Dokter Rehan membelakangi semua orang, lalu dengan hati-hati mengeluarkan sebuah pil obat berwarna hitam dari botol kaca bening.
Pil ini kurang lebih berukuran sebesar ibu jari, aroma obat herbal yang sangat kuat langsung tercium saat pil ini dikeluarkan.


Dokter Rehan saat ini langsung membual, "Obatku ini
adalah resep rahasia keluarga yang diwariskan secara turun-temurun. Obat ini mengandung banyak bahan obat herbal yang berharga termasuk ginseng, akar bawang, lidah buaya, madu putih. Dengan sekali minum obat ini dijamin menyembuhkan penyakit pak Wiguna!"


Saat dokter Rehan akan menyuapi pak Wiguna dengan obat itu, aku tiba-tiba berteriak keras, "Tunggu! Obat itu tidak boleh dimakan!"


Semua orang terkejut mendengar ucapanku, dokter Rehan sontak mengamuk, "Apa maksudmu? Maksudmu obatku ini tidak berguna? Memang kamu siapa? Aku sudah mengobati orang selama puluhan tahun, sejak kapan kamu untuk ikut campur dalam urusanku?!"


Dokter Gunawan tercengang tapi sebenarnya dia juga kesal, tapi berhubung Zee adalah orang kepercayaan bu Ambar. Sama saja dengan bertindak ceroboh padanya, sama dengan mengusik bu Ambar juga bukan?


"Maaf manager Zee.. Ada apa sebenarnya dengan obat itu? Kenapa tidak boleh dimakan?"


Bu Ambar segera menghentikan tangan dokter Rehan lalu bertanya, "Manager Zee.. coba katakan mengapa obat ini tidak boleh dimakan?"


Melihat reaksi bu Ambar atas kejadian ini, dokter Rehan menarik tangannya kembali dengan marah, "Baiklah!"


Setelah mengatakan itu, dokter Rehan tidak jadi menyuapi obat tersebut, tapi duduk di sebuah kursi
dan berbicara dengan sikap angkuh, "Aku ingin lihat
pendapat apa yang kamu punya!"


Aku menjawab dengan tenang, "Tekanan usus besar dan usus kecil dari pak Gunawan disebabkan oleh racun dari kelembaban, jadi tidak salah mengkonsumsi obat yang mengurangi kelembaban untuk meningkatkan aliran energinya."


"Tapi perlu diingat, bahwa gangguan usus pak Wiguna sudah berlangsung lama, energinya sudah tersumbat dari awal. Makan obat pun juga tidak akan bisa mengalirkan nutrisi ke seluruh tubuhnya, sebaliknya menambah beban tekanan pada limpa itu sendiri."


"Hahaha! Konyol, konyol sekali!" dokter Rehan yang duduk di kursi tertawa terbahak-bahak sambil menepuk kaki sendiri. "Aku mengira kamu adalah dokter yang memiliki wawasan yang luas. Apakah menurutmu aku tidak tahu tentang hal sekecil ini?"


Bu Ambar terkejut dan menatap penuh dokter Rehan
lalu bertanya, "Oh.. dokter Rehan sudah tahu sebelumnya?"


"Tentu saja, tapi pertimbangan bocah ini tidak salah
juga, sebuah pemikiran yang bagus." Lantas dokter Rehan berdiri, dia mengambil pil obat itu lagi dan menatapku dengan tatapan meremehkan.


Dokter Gunawan dan bu Ambar juga menatapku dengan tatapan yang aneh.


"Aku tahu tentang kualitas inspeksi dari matamu Zee, awalnya aku berpikir bahwa obat itu mengandung racun. Tapi apa maksudnya? Apa inspeksi mata Zee juga mampu melihat penyakit?" ucap bu Ambar dalam hatinya menatap ke arah Zee.


Bu Ambar berpikir secara rasional bahwa Zee tak mungkin mengerti dengan dunia medis, segera dia menyalami tangan ku lalu berkata dengan penuh syukur, "Terima kasih atas kerja kerasmu manager Zee.. kelak kalau kamu ada masalah boleh langsung mencariku, aku pasti akan berusaha semampuku untuk membantu."


Apa maksud yang dikatakan bu Ambar barusan? apa dia mengusir sekaligus memecatku? Aku tersenyum kecut ke arahnya, dan membuang nafas kasar, "Bu Ambar.. jika anda ingin mengucapkan kata terima kasih sebaiknya nanti saja, yang terpenting obat itu jangan sampai dimakan!."


Mendengar kata-kataku tadi, ekspresi wajah bu Ambar berubah seketika. Sebelum bu Ambar kembali berbicara, dokter Rehan lebih dulu menyela.

"Hei bocah! Kamu benar-benar tidak ada habisnya, apa aku harus sampai memanggil satpam? Dasar tidak tahu malu."


Part 17
Dia Akan Mati



Mendengar kata-kataku tadi, ekspresi wajah bu Ambar berubah seketika. Sebelum bu Ambar kembali berbicara, dokter Rehan lebih dulu menyela.


"Hei bocah! Kamu benar-benar tidak ada habisnya, apa aku harus sampai memanggil satpam? Dasar tidak tahu malu."


Dokter Gunawan berkata dengan cemas, "Tidak perlu, biar aku saja yang mengantarnya keluar, mari manager Zee.. saya antar anda keluar".


"Kita jangan mengganggunya, biar dokter Rehan menyelesaikan pengobatannya" lanjut dokter Gunawan.


Aku masih bersikap tenang, bagaimanapun juga nyawa manusia lebih penting. Dia harus bertanggung jawab terhadap pasiennya, jadi aku mengabaikan ajakan dokter Gunawan.


"Maaf dokter Rehan, anda seperti orang yang kebakaran jenggot, apa anda tidak ingin mendengarkan penjelasan aku dulu" kataku, lalu berkata lagi dengan tersenyum, "Aku akan pergi kalau memang salah!".


"Baik, katakanlah! Jangan membuang banyak waktuku!" sahut dokter Rehan.


Songong sekali dokter Rehan ini, aku menghembuskan nafas pelan dengan menahan emosi.


"Kalau tebakan aku tidak salah, nanti anda akan memberinya infus, kan?"


Dokter Rehan mengangguk mendengar tebakanku sambil menjawab, "Huh! Ternyata kamu hebat juga."


Apa dokter Rehan berpikir bahwa infus adalah metode pengobatan modern, tapi sebenarnya pengobatan infus sudah dilakukan sejak zaman tradisional, hanya saja bahan dan alatnya saja yang berbeda. Doktor songong! Jangan-jangan pengobatan infus merupakan metode andalan yang paling dibanggakannya?


"Setelah anda menginfus, anda berencana akan menggunakan obat pemecah energi yang langsung disuntikkan ke pembuluh darah, lalu ditambah dengan obat-obatan yang dimakan untuk mengatasi penyumbatan energi" Kataku kembali.


"Baguslah kalau kamu tahu. Eh.. kenapa sekarang kamu malah memamerkan pengetahuanmu?" kata dokter Rehan dengan mengibaskan tangannya.


"Sudahlah, kamu sudah boleh pergi sekarang! dia akan mati kalau kamu kebanyakan ceramah!"


Aku tidak menatap dokter Rehan lagi dan langsung berbicara kepada bu Ambar, "Kalau anda tetap mengizinkan dokter Rehan menggunakan metode infus ini, persentase kematian suami anda sebesar 80%. Sekarang keputusan ada ditangan anda sendiri".


Dokter Rehan langsung berjalan menghampiri ku, saat mendengarnya barusan. Emosinya tersulut lalu dia menarik kerah pakaianku dengan mata yang menyalak. Seperti singa kelaparan yang menemukan mangsanya, "Bocah tengik!! Aku akan menuntutmu karena sudah memfitnahku! Jangan sembarangan bicara bocah!!".


Dokter Gunawan dan bu Ambar seketika memisahkan kami berdua.


"Dokter Rehan, Tenang.. tenangkan diri anda" ucap dokter Gunawan.


Ekspresi wajah bu Ambar pun berubah. Dia berteriak marah, "Semuanya berhenti! Manager Zee.. coba kamu katakan penyebabnya. Kalau penjelasanmu adalah omong kosong, aku tidak akan segan-segan memecat mu!"


Semua orang langsung terdiam saat mendengar ucapan bu Ambar, sementara aku menjawab dengan perlahan dan santai, "Saat aku memeriksa pak Wiguna tadi, aku menyadari adanya varises di leher dan kedua tangannya. Selain itu, lidah pak Wiguna juga sangat kaku. Kalau tebakanku tidak salah.. pak Wiguna juga memiliki riwayat penyakit jantung yang sangat parah".


Ekspresi wajah bu Ambar pun membaik saat mendengar penjelasanku. Lalu, dia berkata kepada ku, "Benar, suamiku pernah melakukan operasi penggantian katup aorta sepuluh tahun yang lalu, tapi apa hubungannya dengan ini?"


Beda halnya dengan ekspresi wajah dokter Rehan yang langsung berubah pucat dan dahinya langsung berkeringat saat mendengar pasien ini pernah melakukan operasi penggantian katup aorta, dalam hatinya dia bertanya kapan bocah ini memeriksanya? Apakah dia dokter ahli?


"Hah?! Kenapa anak ini bisa tahu riwayat penyakit pak Wiguna? Aku tak melihat anak ini memeriksanya tadi!" gumam dokter Gunawan dalam hatinya.


Kenapa wajah kalian semua terlihat cengo? Kalian telah merendahkanku tadi, sekarang bingung kan kenapa aku bisa mengetahuinya. Itu semua berkat mata langitku. Makannya jangan melihat buku dari sampulnya.


Aku menjawab pertanyaan bu Ambar sambil melirik ke arah dokter songong ini, "Biar dokter Rehan saja yang menjelaskan hal ini!"


"Dokter Rehan, cepat jelaskan!" Ekspresi wajah bu Ambar sudah berubah sepenuhnya, bahkan nada bicaranya terhadap dokter Rehan juga seperti sedang mengintrogasi penjahat.


Dokter Rehan menghela nafas lalu menjawab, "Tekanan di vena portal pak Wiguna sekarang sudah sangat tinggi, jantungnya mungkin akan berhenti berdetak kalau di diinfus!"


"Fiuh!" bu Ambar menghela nafas lega saat mendengar penjelasan dokter Rehan.


Kemudian, bu Ambar balik menatapku dengan wajah penuh penyesalan lalu berkata, "Aku minta maaf manager Zee.. saran terbaik apa yang harus aku lakukan sekarang untuk menyelamatkan suamiku?".


Tadi marah-marah.. sekarang merajuk! Menyebalkan sekali, kalau bukan bos ku sendiri, mana mau aku membantunya.


"Bu Ambar jangan khawatir, karena aku sendiri yang akan mengobatinya."


JEDER !! Jantung mereka bertiga seakan berhenti seketika.


"Kenapa? Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa kalian tidak percaya padaku? Kalian tidak perlu cemas, aku tahu cara menyelamatkannya".


Ucapanku barusan membuat dokter Rehan dan dokter Gunawan berbalik menatap bu Ambar.


"Aku percaya padanya, biarkan manager Zee yang mengobati suamiku" ucapnya dengan ketegasan, namun dilubuk hati.. dirinya masih meragukan ucapan Zee.


"Kamu benar-benar tahu caranya?" tanya lirih bu Ambar terdengar ditelingaku saja, saat aku telah berdiri di samping suaminya. Tapi aku mengabaikan rasa penasarannya.


Aku minta disesiakan satu set jarum akupuntur pada dokter Gunawan.


Namun dia malah menyahut, "Jarum akupuntur? Apakah terapi akupuntur bisa menyembuhkannya?
Energi pasien sekarang sudah tersumbat, takutnya terapi akupunktur juga tidak ada gunanya!"


Aku tidak memberinya penjelasan, hanya melirik pada bu Ambar, dokter Gunawan yang melihat ekspresi wajah bu Ambar segera mengambil apa yang aku minta.


Saat dokter Gunawan tengah mensterilkan jarum akupuntur, mataku terpejam memusatkan pikiran untuk menarik energi petir yang tersimpan di kundalini, lalu menyebarkannya ke tanganku.


Sebenarnya jarum akupuntur hanya sebagai alasanku saja, tak mungkin juga aku mempertontonkan metode penyembuhan seperti yang pernah kulakukan pada Kodok dan Belut. Bisa-bisa mereka kena serangan jantung berjamaah, karena menganggapku sakti.


Setelah aku merasakan aliran listrik di jari-jariku, aku merasa bahwa aku sudah siap untuk menyalurkannya. Dengan arahan informasi mata langitku, aku mulai menusukan jarum akupuntur yang telah dialiri energi petir di tiga titik penting pada perut pak Wiguna.


Kemudian menambah tusukan di titik punggung tangan dan lengan untuk menghilangkan hawa panas di tubuhnya. Setelah itu, aku baru memutar jarumnya dengan perlahan.


Dokter Rehan bertanya dengan nada penasaran, "Hei nak.. kamu seharusnya tahu pasien seperti ini tidak akan bisa disembuhkan dengan terapi akupunktur."


"Dokter Rehan, sebenarnya sejak zaman dulu, ada dua jenis terapi akupunktur. Yang pertama adalah merangsang energi di tubuh pasien untuk membantu pergerakan energi. Yang kedua adalah menggunakan energi ahli akupunktur dan memasukkannya ke tubuh pasien melalui jarum akupunktur untuk membantu pergerakan energi pasien. Sekarang ini, aku sedang menggunakan yang terapi yang kedua, efeknya akan terlihat sebentar lagi." Aku menjelaskannya dengan sabar, meskipun sebenarnya aku menjelaskan ini untuk bu Ambar.


"Yang kedua?" Dokter Rehan pun tenggelam dalam pikirannya.


Setengah jam kemudian, pak Wiguna mengeluarkan kentut yang berbau sangat busuk. Setelah itu, aku segera mencabut satu persatu jarumnya.


"Sudah sembuh!" Kataku dengan menahan nafas, jujur saja aku tak tahan lagi dengan aroma busuk ini. Rasanya ingin muntah.


Bu Ambar bertanya dengan nada terkejut, "Sudah sembuh?"


"Sudah!" Kataku sekali lagi tapi dengan rasa sedikit jengkel, apa hidung kalian mati rasa? Menyebalkan sekali.


Bu Ambar masih agak tidak percaya saat mendengar jawaban ku. Masa penyakit yang sudah membuat suaminya menderita selama dua tahun bisa sembuh begini saja.


"Oh ya, masih ada satu hal lagi." Aku menatap dokter Rehan.


"Selanjutnya, tolong dokter Rehan berikan resep pil obat untuk pak Wiguna. Dengan begitu, pasien akan pulih dalam waktu kurang dari seminggu." Setelah selesai berkata itu, aku segera berlari keluar ruangan mencari udara segar. Aku sudah tak tahan lagi dengan aroma busuk di ruangan ini.


"Baik, baik!" Sahut dokter Rehan lalu mengeluarkan pil obatnya.


Dokter Rehan merasa ingin menampar dirinya sendiri. Merutuki kebodohannya dalam hati, "Rehan Sanjaya, apa gunanya kamu menjadi dokter selama ini? Kamu tidak ada apa apanya kalau dibandingkan dengan bocah tadi!"


Setelah pasien memakan pil obat yang diberikan dokter Rehan, bu Ambar membawa suaminya pergi buang air besar.


Sedangkan dokter Rehan dan dokter Gunawan keluar dari kamar pasien sambil menunggu di ruang kerja pribadi dokter Gunawan.


Di dalam ruang pribadi tersebut, dokter Rehan memegang gelas dengan tangannya yang gemetaran, sedangkan dokter Gunawan memandang ke arah luar jendela dengan tatapan yang kosong. Mereka berdua tenggelam dalam pikirannya masing-masing.



Bersambung…
 
@LAZZADA menarik bang lanjut lagi ceritanya. jangan lupa kasih index biar mudah baca kelanjutnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd