Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Part 13
Kebenaran Yang Mengejutkan



"Selamat siang manager Zee.." sapa Heni saat melihat Zee masuk ke dalam gerai Ambar Future.


"Siang Hen.. sudah berapa kali saya peringatkan kalian memanggil namaku saja dan tak usah berlebihan begitu, apakah kalian berdua sudah makan siang?" jawab Zee mengeluh, baginya risih tiap kali karyawan Ambar Future memanggil dengan sebutan manager untuknya.


"Belum manager.." dijawab Dinar disebelah Heni.


"Aishh.. kalian ini" Zee memutar bola matanya tampak mengeluh karena peringatannya kembali tak dihiraukan.


"Maaf manager Zee.. kami tidak bisa melakukannya, ini demi profesionalitas kerja" sahut Heni memberi alasan.


"Mungkin jika berada di luar gerai, kami bisa memanggil seperti yang manajer mau" lanjut Heni.


"Kalau gitu, aku mengajak kalian berdua makan siang di luar hari ini, bagaimana? Aku ingin mendengar kalian menyebut namaku saja" kata Zee yang terdengar aneh bagi Heni dan Dinar.


Kedua wanita itu saling berpandangan satu sama lain, alasan Zee mengajak mereka makan diluar tak lebih dari ingin menyebut nama Zee belaka, dan itu membuat mereka berdua tampak kecewa dari semburat ekspresinya.


"Aku pikir.. mengajaknya makan karena tertarik padaku" gumam dalam hati Heni dan Dinar melihat sosok Zee melengos dari hadapannya.


Menyadari Zee melangkah keluar sendiri, lalu menoleh dan berkata "Aku akan memecat kalian, jika masih berdiam diri di situ!".


Heni dan Dinar terhenyak, lalu berlari menuju ruangannya untuk mengambil tas mereka masing-masing. Keduanya menuju Restoran dengan mobil sport dengan Zee sebagai pengemudinya. Untuk pertama kalinya juga mereka berdua merasakan kenyamanan dari mobil sport mewah ini.


"Pesan saja apa yang kalian sukai, aku yang akan membayarnya" kata Zee dengan santai sambil menarik kursi.


"Seriusan manager Zee..?" sahut Heni dengan gembira, tapi tak lama dirinya menyadari telah salah dengan panggilannya itu.


"Maaf.. maksud saya, apa kamu seriusan Zee?" kata Heni memperbaiki panggilannya itu.


Zee tampak sumringah, mendengar panggilan Heni terhadapnya, Zee tampak bergumam dalam hati "Kalau bukan aku yang sekarang, aku pasti akan dipanggilnya OB, bahkan mereka tak akan mau ku ajak makan di luar."


"Serius lah.. mana pernah saya membohongi kalian" jawab Zee dengan santuy.


Dinar terduduk, sibuk membolak-balik buku menu di hadapannya, dirinya masih bingung hendak memesan hidangan yang mana. Di matanya tampak terlihat enak dan mahal. Beberapa detik kemudian, wajah Dinar tampak terlihat sedih dan itu membuat Zee penasaran.


"Ada apa dengan menu makanannya? Apa kamu tidak menyukainya, Din..?" tanya Zee.


"Bu- bukan begitu.. ee.. bagaimana kalau aku membungkusnya saja dan akan memakannya dirumah, kamu tidak keberatan kan Zee..?" kata Dinar yang sontak membuat Zee terheran-heran.


Pikir Zee, lah buat apa mengajaknya makan di Restoran.. kalau hanya untuk dimakan dirumah, apa gak sebaiknya pesan delivery saja kalau begitu? Zee mendecakkan lidahnya lalu bertanya pada Dinar, "Ada apa sih Din.. malah kok jadi ribet gini".


"Bener kata Zee.. kenapa dibuat ribet sih, Din..?" timpal Heni yang juga turut membenarkan Zee.


Dengan memejamkan matanya Dinar berkata, "Teringat orang rumah, aku tak akan bisa memakan makanan enak ini.. sementara adik dan kedua orangtuaku makan seadanya saja".


Heni tau akan kondisi keluarga sahabatnya itu, berbeda dengan dirinya yang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Tapi dirinya juga terkejut akan kebesaran hati Dinar, membuat hati Heni jadi terenyuh, wajahnya seketika dia palingkan agar tak terlihat embun mata yang menggenang di pelupuk matanya.


Zee menggigit bibirnya sendiri, mengenang masa lalunya saat masih bukan siapa-siapa, dan itu.. membuat hatinya menjadi sakit. Dengan jiwa kepemimpinannya Zee berkata, "Kamu harus tetap makan disini bersama kami, dan untuk keluargamu.. kamu pesankan juga, titip salam hormatku untuk mereka".


"Mulai saat ini, setiap harinya keluargamu akan mendapatkan delivery dari restoran ini, jangan pikirkan tagihannya" lanjut Zee.


"Hen.. kamu atur tagihan restoran tiap bulannya dan masukan dalam tagihan rekening atas namaku" pinta Zee yang langsung dijawab oke oleh Heni yang tersenyum bahagia mendengarnya.


Semburat kebahagiaan terpancar dari wajah Heni manakala manager barunya itu bersedia membantu keluarga sahabatnya yaitu Dinar.


"Kamu dengar itu, Din.. nikmat mana lagi yang kamu dustakan..?" seloroh Heni yang menatap Dinar yang terlihat bengong tak menyangka kebaikan hati Zee.


"Te- terimakasih manager Zee.. saya berhutang budi pada anda" ucap Dinar beranjak berdiri sehingga kursinya terdorong mundur, lalu tubuhnya ia bungkukan tanda memberi hormat.


"Tak salah bu Ambar menjadikannya manager, dia akan menjadi pelindung di garda terdepan, gerai Ambar Future akan menelan para pesaingnya yang berani macam-macam. Masa depan yang cerah.." gumam Heni dalam lubuk hatinya.


Saat ketiganya selesai menghabiskan hidangan yang mereka pesan, dering handphone Heni terdengar pelan di dalam tas miliknya, meski begitu dia masih bisa mendengarnya. Setelah membersihkan mulutnya dengan tisu, segera Heni mengangkat handphonenya dan melakukan perbincangan yang tak begitu lama. Setelah itu dia berkata, "Sebaiknya kita secepatnya kembali ke gerai, disana sudah ada yang menunggu anda, Zee.."


"Oke.." sahut Zee lantas menuju kasir untuk membayar tagihan makan siangnya hanya dengan menggeseekan kartu debet saja, lalu mengambil kembali kartunya tanpa dia mengambil struknya, seolah tak terlalu perduli dengan jumlah uang yang telah Zee bayarkan.


Zee dan Dinar sudah lebih dulu menunggu di dalam mobil, masih menunggu Heni yang belum kembali karena harus menyelesaikan sedikit hal dengan manajer restoran.


"Maaf menunggu lama, Zee.." kata Heni sambil menutup pintu mobil.


"Bagaimana, Hen.. beres?" tanya Zee menoleh dari balik kemudinya.


"Manajer restoran bersedia mendeliverikan makanan ke rumah Dinar setiap harinya sesuai alamat yang aku berikan dan untuk pembayaran tiap bulannya juga tidak ada masalah, bahkan manajer restoran sangat senang sekali saat mengetahui bahwa anda yang memintanya, Tapi.. awalnya sih dia menolak karena tak begitu mengenal anda tapi setelah aku menjelaskan bahwa anda adalah manajer dari gerai Ambar Future baru dia paham dan bersedia." tutur Heni menjelaskan.


"Good, kamu memang bisa diandalkan, Hen.." puji Zee dengan senyuman mengembang.


Tak berdiam diri, Dinar berkata "Terimakasih atas kebaikan kalian berdua"


"Uuuh… cama-cama beb,.." sahut Heni menarik Dinar kedalam pulukannya.


Zee yang melihat kedua wanita itu berpelukan tampak tak bersemangat sambil menstater mobilnya, dalam hatinya berkata "Kenapa aku tak dipeluknya juga? Wah rugi bandar!".


Gerai Ambar Future ini memang pada dasarnya hanya melayani pelanggan VIP saja, jadi sangat mementingkan penampilan karyawan.
Karena itu pula, SPG yang diterima digerai ini semuanya muda dan berpenampilan menarik.


Begitu manajer Zee akan masuk ke dalam gerai bersama Heni dan Dinar, mereka telah disambut oleh SPG bernama Lulu yang sedang berdiri di depan pintu gerai untuk bersiap menyapa ketiganya, tapi Heni lebih dulu bertanya, "Apakah pelanggan masih didalam menunggu?"


"Masih mbak Heni, pelanggan masih bersedia menunggu di dalam" jawab Lulu.


Di ruang tunggu terdapat sebuah sofa berwarna peach tengah diduduki oleh seorang wanita berusia sekitar 27 tahun, berpenampilan kaya sedang memainkan ponsel ditangannya.


"Halo, maaf sudah membuat anda menunggu lama, saya Zee merupakan manajer gerai Ambar Future" kata Zee meminta maaf, kemudian melirik ke arah meja yang terdapat tas LV di sana.
Tas itu adalah tas jinjing kulit buaya berwarna ungu bermerek Hermes.


Wanita itu mengangguk, melirik Zee dengan tatapan menggoda, kemudian mengeluarkan sebuah nota dari tasnya dan menyerahkannya kepada Zee, "Ini adalah bukti pembeliaanku, aku langsung membelinya di departemen store langsung seharga 599juta 600ribu. Coba kamu lihat-lihat dulu."


Zee mengangguk dan hanya melirik nota itu sekilas, kemudian langsung mengambil tas tersebut untuk memeriksanya. Setelah dirinya menatap lekat tas tersebut untuk beberapa detik, mata langitnya menyajikan beberapa informasi.


Merk : Louis Vuitton
Tipe : Tas klasik jinjing untuk wanita
Bahan : Kulit Buaya dari negara Vega
Pembuat : Andre Roman, seorang pengrajin kulit Chinatown di kota Aries.
Waktu Produksi : 19 September 2020
Nilai produk : Pembuatan tangan, grade A (luar biasa)
Estimasi Harga : 16 juta
Kualitas : Non Original, sebagai Imitasi kualitas tinggi.

*Produk ini adalah produk imitasi kualitas tertinggi, proses pengerjaannya juga telah mencapai tingkat pemalsuan yang sangat tinggi, ditambah dengan bukti nota yang dibuat dengan sangat teliti, maka diperkirakan sembilan dari sepuluh orang akan tertipu.


Setelah membaca informasi dari mata langitnya, Zee pun menghela napas berat, kemudian mengalihkan pandangannya dan bertanya kepada wanita itu, "Nona, berapa harga yang ingin kamu jual?"


Wanita itu mengulurkan tangan putihnya, kemudian
dengan lembut menyisir rambutnya hingga memperlihatkan anting-antingnya. Setelah menyisir rambutnya, dia memperlihatkan cincin berlian yang melingkar di jari tengahnya kepada Zee.
Semua yang dilakukan tampak seperti tidak disengaja, tapi.. sangat jelas dia melakukan hal ini hanya ingin membuktikan, agar identitasnya diakui sebagai seorang wanita kelas kaya dan terhormat.


"Hm, tas ini...." gumam wanita itu menatap tasnya.


"Aku juga jarang menggunakannya, tas aku sudah banyak sekali di rumah, pacarku juga terus mendesakku untuk datang ke tempat tinggalnya di luar negeri. Jadi aku ingin menjual semua tasku dan barang
lainnya, tapi aku tidak tahu apakah kalian menerimanya atau tidak, jadi aku hanya membawa satu tasku saja ke sini". ucapnya menjelaskan panjang lebar tapi tidak mengajukan harganya.


Zee hanya tersenyum padanya dan tetap menunggu dengan sabar untuk wanita itu membuka harganya.



Wanita itu kembali melirik Zee lalu berkata seraya tersenyum, "Manajer Zee.. anda begitu muda dan kompeten, aku belum pernah bertemu manajer semuda ini di gerai lain. Tas ini sangat mulus sekali.. kalau anda menginginkannya aku akan menjual tidak kurang dari 400juta!"


Mendengar itu, Zee menghela napas dan berkata, "Karena anda telah membuka harga, maka aku juga akan mengajukan penawaran, bagaimana dengan 6 juta?"


Wanita itu tampak tertegun, begitu juga dengan Heni dan Dinar. Memang hal yang wajar tawar-menawar harga dalam berbisnis, tapi tidak ada tawar-menawar harga yang begitu tidak masuk akal dalam bisnis
barang mewah seperti ini.


Jika Zee memberikan harga sekitar 300 juta atau 360 juta setidaknya masih di atas 200 juta, dan itu masih terbilang masuk akal. Tapi.. Zee menawar hanya dengan 6 juta saja, apa maksudnya?


Setelah gadis itu tersadarkan, dia pun berkata dengan ekspresi kesal, "Manajer Zee, apakah seperti ini gaya berbisnis di gerai anda? Aku bukan sedang jualan sayur!!"


Zee tetap menghadapinya dengan ekspresi tenang lalu bekata untuk menjelaskan.


"Aku tidak tahu apakah anda pernah mendengar pengrajin kulit yang bernama Andre Roman di Chinatown, Kota Aries? Dia itu adalah seorang pengrajin imitasi khusus produk-produk kulit mewah berkualitas tertinggi. Pengerjaan produk imitasi ini masih jauh lebih baik dari produk imitasi tinggi pada umumnya, harga di pasaran bisa mencapai sekitar 16 juta tapi harga pemasok diperkirakan sekitar 6 juta saja"


Wajah wanita itu pun seketika pucat pasi begitu mendengar penjelasan dari Zee, tatapannya penuh dengan keterkejutan, dia menggumam dalam hatinya, "Bagaimana dia bisa tahu? Bagaimana dia bisa mengetahui secara rinci?"


Belakangan ini, dia telah menjual kurang lebih dua
puluh tas semacam ini di beberapa kota besar, dia juga telah meraup keuntungan sebesar 6 Miliar, sama sekali tidak ada juru taksir yang bisa mengenali aksinya.


Namun, ketika dia bertemu dengan Zee yang begitu muda hari ini, rasa percaya dirinya pada awalnya sempat melambung tinggi, karena kemampuan dan keahlian biasanya tergantung dari usia, semakin muda maka kemampuannya akan semakin rendah juga.


Transaksi hari ini bisa dikatakan pasti berhasil,
karena ketika dia melihat Zee yang begitu muda, maka dia merasa sangat mudah untuk menipunya, jadi dia pun melontarkan alasannya yang akan ke luar negeri untuk menjual semua tas bermereknya, dengan begitu dia menganggap manajer muda ini akan terjebak dan memberinya uang.


Akan tetapi pada akhirnya, perkataan Zee yang begitu tenang ini bagaikan sambaran petir di siang bolong baginya, sungguh sangat mengejutkannya.
Nominal 6 Miliar sudah cukup baginya untuk membayar pidana selama sepuluh tahun ke atas.


"Maaf, aku.. aku tidak jadi menjual tas ini!" Wanita itu
berdiri mengambil tasnya dan langsung pergi begitu saja.


Heni dan Dinar yang ikut masuk ke dalam ruangan tunggu dan hanya menjaga jarak, langsung mendekat kearah Zee dan mulai berkomentar.


"Manager Zee.. tas itu bagus sekali, tapi kenapa anda menawarnya dengan harga 6 juta saja?" protes Dinar.


"Sepertinya dia kesal sekali, anda menghinanya dengan menawar 6 juta, kalau aku di posisi wanita itu, aku juga akan pergi karena marah!" timpal Heni bersungut-sungut.


Zee menggelengkan kepalanya dan berkata seraya tersenyum pahit, "Tasnya palsu, hanya kualitas tinggi saja, jadi menurut kalian.. apakah dia pergi karena marah? Kenapa kalian tidak merasa curiga bahwa wanita itu panik karena ketakutan.


Heni dan Dinar tercengang dan kembali mengingat situasi tadi, sepertinya memang seperti itu.
Jika merasa harga 6 juta yang ditawarkan oleh Zee tidak masuk akal, maka dia pasti akan marah, tapi kenapa wanita itu malah langsung pergi dengan panik?


Dinar bertanya lebih dahulu kepada Zee, "Lalu.. bagaimana manajer bisa mengetahuinya?"


Zee menunjuk matanya sendiri kemudian tersenyum tanpa berkata ke arah Dinar. Kemampuan inspeksinya berasal dari Mata Langit dan itu akan menjadi rahasia bagi Zee sendiri.


Heni hanya tersenyum kecut dari bahasa tubuh Zee. Kejadian hari ini dan kejadian bulan lalu yang telah membuat manajer sebelumnya dipecat, itu sudah cukup membuktikan kemampuan inspeksi Zee yang tak terbantahkan. Seminggu kemudian, bu Ambar tanpa ragu akhirnya mengangkat Zee sebagai manajer barunya.


"Lanjutkan pekerjaan kalian, aku pergi dulu" kata Zee meninggalkan mereka berdua yang berdiri tanpa mengatakan apapun.


Kini hanyalah mereka berdua saja yang berada dalam ruangan itu, berdiri mematung dengan segala pemikiran mereka masing-masing.


"Kenapa elu senyum-senyum begitu, Din..?" tanya Heni.


"...ih kepo banget deh, mau tau aja, huh!" jawab Dinar.


"Lagian kamu juga sama Hen.. senyum-senyum juga, iya kan? Jangan bilang kamu suka dengan Zee?" lanjut Dinar lagi.


"Eh… kenapa emangnya, gak boleh kalau gue suka?" ketus Heni menyilangkan kedua tangannya didada.


Dinar pun melakukan hal yang sama dengan Heni, "Gak bisa! Mulai sekarang.. Zee adalah pacarku!!"


"Eh.. gak bisa gitu dong, gue yang nerima dia kerja disini, jadi gue lebih dulu berhak menjadi pacarnya!!" balas Heni.


Lantas.. keduanya saling diam menatap satu sama lain, kemudian berkata dengan serentak, "KITA BERSAING !!"



-----------------------------


Persaingan kedua wanita muda tak diketahui sama sekali oleh Zee, dia memilih untuk balik ke kontrakannya karena bu Retno yang pernah menjadi ibu kosnya kala itu menelfonnya saat berada dalam mobil. Bu Retno hendak membahas perihal dokumen sewa kontrak rumah yang katanya mesti dibahas ulang.


Setelah Zee memasukan mobilnya ke dalam garasi, awalnya dia akan langsung ke rumah bu Retno tapi sejenak diurungkan niatnya, dirinya lebih memilih untuk masuk kedalam rumahnya terlebih dahulu. Zee tak ingin membuat ibunya merasa khawatir karena hanya menemukan mobilnya saja. Zee paham betul sifat ibunya itu.


CEKLEK


Tumben gak di kunci?


Pada kemana.. kok sepi begini sih, biasanya kalau aku balik selalu ada yang menyapa.. entah itu ibu atau bi Eroh. Tapi sekarang pada kemana mereka?


Aku berjalan perlahan menuju ruang keluarga, suasananya tampak hening, aku terduduk di sofa sembari melepaskan sepatuku, melihat beberapa pisang goreng di piring dan dua gelas teh hangat yang sudah terasa dingin saat kusentuh gelasnya.


Pikiranku saat ini mengatakan bahwa ibu dan bi Eroh tengah istirahat, dan kamar mereka berada di lantai atas, mereka memilih sekamar berdua tak berani jika mereka harus tidur sendiri katanya.


Sudah lama sekali tak memakan pisang goreng buatan ibu, saat melihatnya membuatku tak menahan diri untuk memakannya.


"Hm… agak berbeda, rasanya tak seperti buatan ibu, mungkin bi Eroh yang membuatnya" gumamku semabri mengunyah pisang goreng.


Saat mengunyah pisang goreng, pandangan mataku terhenti pada sebuah bingkisan berwarna hitam yang sudah terbuka di sebelah sisinya dan sebuah gunting. Pikiranku pun tak aneh-aneh melihat bungkusan seperti itu, dan kupastikan itu adalah sebuah paket tapi aku tak tahu apa isinya.


Karena penasaran.. aku menatapnya lebih lekat hingga mata langit menyajikan data informasi

Produk : Penis getar elektrik
Bahan : Silicone waterproof
Ukuran : L, 19 cm
Buatan : Cina
Isi Kemasan : Kosong
Pemesan : Sulis


Sontak saja aku langsung berdiri dari tempatku duduk, tubuhku sedikit bergetar setelah mengetahui isi bungkusan hitam itu.


"Kenapa ibu membeli barang seperti itu? aku tahu ibu sudah lama menjanda tapi…" pikiranku kalut kemudian melangkah ke lantai atas menuju kamar ibuku.


Setelah berdiri di ambang pintu kamar ibuku yang tertutup, samar-samar aku mendengar suara dari balik pintu. Aku semakin dibuat penasaran apa sedang terjadi di dalam kamar tersebut. Ku akui memang kesal, selintas ingin sekali kudobrak pintunya, tapi hatiku mengatakan untuk tidak melakukan, karena hanya akan membuat ibuku malu jika harus terpergok oleh anaknya sendiri.


Sehingga kuputuskan menggunakan mata langitku. Kutatap lekat pintu yang berada di hadapanku ini, tapi justru informasi data tentang pintu yang aku dapatkan.


"Ck!! bukan itu!" geramku lirih menahan kesal.


Tak berselang lama, pandanganku saat ini sesuai dengan yang aku harapkan. Kini aku tak bisa berkata-kata.. melihat visual dalam kamar ibu membuat otakku menjadi tumpul.


Kedua wanita yang aku kenali tengah meyender di ranjang, dengan posisi kasur yang menghadapa ke arah pintu membuatku melihat dengan jelas pemandangan di hadapanku saat ini.


Keduanya sama-sama tengah mengangkang dengan lutut yang tertekuk, ditangan mereka masing-mading memegang Dildo yang sedang disumbatkan di dalam vagina.


Aku melihat tubuh gempal bi Eroh hanya menyisakan BH berwarna hitam yang sepertinya tak sepenuhnya sanggup menyembunyikan kedua payudaranya yang besar. Matanya terpejam merasakan sodokan Dildo yang digerakan tangannya sendiri, jembutnya hitam dan lebat menghiasi vaginanya yang terlihat tebal.


Pandanganku beralih ke arah ibu, yang berada di samping bi Eroh. Keadaan ibuku jauh berbeda, aku melihat jilbab masih melekat dikepalanya dan tubuhnya juga masih terbalut gamis hanya saja.. ujung gamisnya telah dia tarik hingga sebatas perut, menampakan kedua jenjang kaki dengan paha yang putih mulus dengan jembut yang tercukur rapih, sebuah Dildo juga tengah bergerak sendiri, mengorek-ngorek dalam lobang vagina ibuku. Kedua tangannya tengah mencengkram sprei yang sudah kusut.


"Apa yang mereka berdua lakukan?" selangkah aku bergerak mundur, pikiranku kacau antara senang dan sedih.


Aku meninggalkan mereka dengan penisku yang terasa membengkak dari balik celana. Banyak pertanyaan dalam pikiranku untuk bertanya pada mereka, tapi tak mungkin juga harus bertanya langsung. Ini terdengar konyol! Aku akan selidiki ini lain kali.


"Duh! aku sampai lupa menemui bu Retno, pasti dia sudah lama menunggu, sebaiknya aku kerumahnya sekarang juga".


Aku bergegas turun dari lantai atas menuju pintu depan rumah, menutupnya dengan hati-hati meskipun ini tak berguna, karena tetap saja tak akan terdengar hingga ke lantai atas. Kenapa aku harus berhati-hati begini ya? Aku jadi seperti ikut nenutupi kelakuan mereka jadinya, Ahh.. sudahlah! Semakin aku memikirkannya, aku jadi semakin sange dibuatnya.


Langkahku terhenti saat bu Retno menegurku karena melihatku berbicara sendiri.


"Kamu kesambet, Zee..?"


"Eh bu Retno, maaf bu saya telat datangnya, anu itu saya tadi.." sahut Zee salah tingkah.


"Sudah lah.. ayo ikut ibu kedalam, ada yang mau ibu tanyakan" ajaknya menarik lengan Zee masuk kedalam rumahnya.


Bu Retno menjelaskan pada Zee bahwa kemarin sore ada pak RT berkunjung kerumahnya bersama seorang lelaki yang mengatasnamakan manajer perumahan Pondok Labu. Menyerahkan sertifikat kepemilikan tanah atas nama Zee, karena setahu dirinya bahwa Zee hanya mengontrak saja dan sekarang jadi pemilik rumah yang sah.


"Kok kamu gak bilang sama ibu sih?" tanya bu Retno sambil menyerahkan sertifikat rumah dengan nada sedikit kesal. Karena jika Zee berkata dari awal.. dirinya kan juga bisa dalam hal negosiasi dengan pemilik rumah sebelumnya, kekesalanya muncul karena melewatkan cuan begitu saja.


Aku mendengarkan dengan santai keterangan bu Retno, saat membacanya aku dibuat terkejut juga akan kebenaran perkataan bu Retno "Ini.. sertifikat rumah ini tercantum namaku?"


"Beruntung sekali kamu, Zee.. kamu tahu tidak apa yang dikatan manajer perumahan, kemarin?"


Aku menggeleng karena memang tak tahu, pembahasan mereka kemarin jadi aku penasaran juga untuk bertanya balik. "Memangnya apa yang dikatannya kemarin, bu Retno?"


"Manajer itu mengatakan, bahwa kamu adalah pembeli ke dua ratus yang mendapatkan reward" sahut bu Retno.

"Gak! Gak masuk akal lah bu!! bagaimana mungkin nendapatkan reward, seharusnya yang mendapatkan reward adalah pembeli rumah itu sebelumnya kan.. Secara saya cuman ngobtrak loh??" penjelasan Zee membuat bu Retno menyadari sesuatu.


"Lah.. iya ya Zee.." bu Retno tecengang menyadari sesuatu yang salah. Sebenarnya sejak awal dirinya juga menyadari kejanggalan itu tapi berhubung dirinya dan pak RT disuguhi segepok masing-masing uang senilai 10 juta yang membuat akal warasnya menjadi konslet.


"Sudah lah Zee.. gak usah dibahas! Udah rezeki kamu itu mah, terima aja sudah" saran bu Retno membuatku tak berniat mendebatnya lagi.


"Oh ya.. ibu sampai lupa buatkan kamu minum, tunggu ya.." lanjut bu Retno beranjak dari duduknya.


Saat ditinggal sendiri, kembali ingatannya melintas, bayangan akan ibu dan bibinya yang sedang mengangkang.. membuat penisnya kembali mengembang dari balik celana. Asik membayangkan itu, tak menyadari jika bu Retno telah kembali dengan membawa segelas teh hangat yang disanggah dengan nampan.


Bunyi gemeretak gelas terantuk nampan di tangannya terdengar lirih, karena hati bu Retno sedang berdebar melihat tonjolan di balik celana Zee yang membengkak.


"Astaga!! Itu… besar sekali!" lirih bu Retno dengan mata yang membulat.


Ada apa dengan bu Retno..? Kenapa melihatku seperti itu.Membuat mataku mencari tahu apa yang tengah bu Retno tatap. Rupanya dia sedang melihat penisku yang membengkak? Astaga… apa-apan ini.


Aku mendehem beberapa kali membuat bu Retno terhenyak.


"Ee.. anu Zee.. bisa minta tolong sekalian, lampu kamar ibu mati tolong gantikan yah.." kata bu Retno salah tingkah kemudian meletakkan nampannya di meja. Lalu melangkah masuk kedalam kamarnya.


Aku menganggukan kepala tanda menyanggupinya, sebelum beranjak ku sesap teh hangat terlebih dahulu setidaknya menghilangkan rasa kering ditenggorokan.


"Sini Zee..!!" pekik bu Retno dari dalam kamar memanggil karena Zee tak kunjung datang.


Kuletakan segelas teh pada tempatnya lagi, lalu beranjak menuju kamar bu Retno, pintunya tak tertutup namun aku melihat bu Retno kini sedang berbaring di kasur dengan berselimut. Kok malah tiduran sih..?


Kuketuk pintu kamarnya tanda meminta izin, aku tak ingin dianggap lancang dirumah orang lain.


"Masuk Zee.. ini lampunya ambil" kata bu Retno mengulurkan tangannya yang memegang bola lampu.


Aku melangkah masuk, mencari wadah lampu yang menempel di langit kamar, karena cukup tinggi.. kuputuskan untuk mengambil tangga terlebih dahulu.


"Sebentar, aku ambil tangga dulu bu.." kataku hendak berbalik.


"Gak usah pake tangga!" serunya tiba-tiba dengan melompat dari balik selimut lalu menutup pintu kamarnya.


Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna hitam, kulitnya mulus sekali, wajahnya keibuan dan tubuhnya padat berisi. Pakainnya begitu minim dan transparan sehingga tercetak jelas puting susunya. Aku menahan liur yang terasa akan menetes.


“Lho kok bingung malah bengong sih.." kata bu Ambar menyadarkanku.


“Ah enggak..” kataku sambil menundukan kepala.


"Zee.. maaf jika ibu menjebakmu, sebenarnya.." kata bu Ambar menjeda kalimatnya.


"Sebenarnya ibu kesepian, kamu tahu bukan.. jika suami ibu jarang sekali di rumah, dia selalu pergi karena tugasnya sebagai tentara. Dan itu membuat ibu jarang mendapatkan nafkah batin." terang bu Retno terlihat sedih.


Sebenarnya aku mengerti dengan maksudnya, tapi untuk menjaga gengsi terpaksa aku mengatakan, "Katakan saja bu, Zee siap menjadi suami bayangan".


"Jadi kamu bersedia memuaskan dahaga ibu? Lakukan cepat, saya sudah gatal" kata bu Retno menghamburkan diri ke tempat tidurnya.


"Yuk mulai!!" sahutnya lagi tanpa merasa malu.


Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, “Boleh aku lepaskan pakaianku?”.


Bu Retno terkekeh geli dan menjawab, “Terserah kamu saja..”


Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos dan segera mengajakku masuk ke dalam selimut.


"Anda menggairahkan sekali, bu.." bisik ku dekat telinganya.


“Ah kamu bisa saja,” kata bu Retno.


Segera aku masuk ke dalam selimut, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, dalam keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan, “Yaa ampuuun..”



“Zee..” bisik bu Retno di telingaku.


Aku menoleh dan terjengah. Ya ampun.. cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik selimut. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang penisku memasuki liang kemaluannya yang tebal dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku.


“Zee.. mulai yuk” pinta bu Retno membuyarkan fantasi seks-ku padanya.


Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir bu Retno yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya yang terasa manis.


Selama tiga puluh detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh bu Retno yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.


“Apa yang dapat kau lakukan untukku Zee?” bisiknya lirih setengah kelihatan malu.


Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil ku berbisik, “Anda pasti tahu apa yang akan Zee lakukan.. Aku akan puaskan" bisikku pelan karena jiwaku telah terlanda nafsu.


Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas remas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik selimut.


“Oouuhh..” bu Retno mendesah lirih.


Bagaimanapun juga aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun. Namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya.


Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Suara belitan bibir beradu terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir bu Retno. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat padat dan kenyal.


Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. Ooh.. terasa begitu nikmatnya.


Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan bu Retno telah melingkari di leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.


Batang penisku terasa semakin membesar, apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat lama kelamaan mengacung keras menghimpit perut bu Retno yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibirnya.


Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya.


“Ohh.. diapain itu Zee..? Aaaah.." tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakan.



Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin ke bawah dan, “Nyam-nyam..” nikmat sekali kemaluan bu Retno. Oh.. bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku.


Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creep..” ujung lidahku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu.


“Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras.


Terus terang kemaluannya memabuk kan akal sehatku saat kucicipi, dari bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin aku bernafsu saja.
Dengan bergantian kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku.


“Ooohh lidahmu Zee.. ooh nikmatnya aaahh..” lirih bu Retno.


Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, dia terus mendesah merasakan kegelian, kasihan wanita ini dan betapa bodoh suaminya yang kerap menganggurkannya.


“Aahh Zee.. ibu suka yang itu yaaah.. sedot yang kuat itilnya lagi dong Zee, oooohh..” bu Ambar mulai binal dengan kata-katanya. Sebuah perkataan yang sepertinya terlalu vulgar untuk tahap awal ini.


Lima menit kemudian..


“Zee.. ibu mau nyobain rasa kontol kamu ya..” katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.


“Ahh.. baiklah, sekarang giliran anda bu” lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang penisku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas milik suaminya.


“Ooh Zee.. besar sekali punyamu ini..” katanya padaku, lidahnya langsung menjulur ke arah kepala penisku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.


“Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di memek ku, aah.. mm.. nggmm,” belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghujamkan penisku kearah mulutnya dan..


SLEB

Llangsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat penisku tegang dan keras.


“Aduuh enaak.. oohh enaknya bu Retno oohh..”


Sementara dia terus asik menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk di mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu.


Sesekali dia menggigit kecil kepala penisku dalam mulutnya, “Mm.. hmm..” hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras dagingvkenyal di dadanya.


PLOP


Dia mengeluarkan penisku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan pelumas yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.


“Oouuhh.. ibu sudah nggak tahan lagi Zee, ampun.. Masukin sekarang juga, ayoo..” pintanya sambil memegang pantatku.


Segera kuarahkan batangku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan.


“Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali Zee, oohh..” dia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris.


Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan bu Retno merupakan wanita yang kedua kalinya mengatakan hal yang sama setelah bu Ambar.


Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggang ku, dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu. Namun tetap menjaga ketahananku dengan menghujamkan batangku pada setiap hitungan ketiga.


Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras, sementara batangku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang vaginanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu.


Puting susunya yang ternyata merupakan titik rangsangnya, selalu kuhisap dan kadang kugigit lembut hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat yang sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh dengan penghuni kos yang berada di lantai bawah.


Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya ke arah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjulur liar di pipinya naik ke arah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, batangku semakin terasa membentur dasar liang vaginanya.


“Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Zee.. ooh..” desah bu Retno.


"Memek anda enak sekali bu Retno, yaahh enaak rasanya nikmat sekali, oooh.. genjot yang keras bu, nikmat sekali ini, oohh enaakk.." kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali.


Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk batangku secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batangku.


Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan pinggul bu Retno terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya.


"Zee.. aahh aku nggak.. nggak kuat aahh.. aahh.. oohh..”


“Tahan bu Retno... tunggu saya dulu, ooh enaknya.. jangan keluarin dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh bu Retno menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, buah dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya.


Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas kuat payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya.


“Ooohh.. ngg.. aaaaaaaah Zeeeeeeee.... ooh enaaaaak.. kelauaar.. oohh.. oohh..” teriakkanya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya di sekeliling penisku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, cairan kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.


Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara batangku dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan mani dari dirinya.


“Aaakhh.. enakk!” desah bu Retno lagi dengan sedikit teriak.


“Bu Retno... Aku mau keluar, keluarin dimana nih? eesshh..” desahku padanya.


“Keluarkan di dalem aja, Zee.. nanti ibu suntik KB deh” jawabnya sambil mendesah.


“Uuugghh.. aaggh.. eenak buuuu..” teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku menyembur di dalam kemaluan bu Retno dengan nafas kami beedua saling memburu satu sama lain.


Setelah nafas kami kembali normal, bu Retno mengecup lembut bibirku dan berkata, "Makasih… makasih ya Zee, ibu puas sekali".
Kemudian menarikku kedalam pelukannya lagi.



Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd