Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lonely Adventure story 2

Mulustrasi ...


Neng Dea




Winda




P2 BC





Lanjut lagi ya suhu....


*Chapter tiga belas, hari ke lima


"Ooo... cecunguk BC. Toni dan Lukman. Anjing suruhan ternyata."

"Siapa lo? kenapa lo kenal kita?"

"Gak usah tau. Usaha lo bawa si Neng akan percuma selama gue ada disini. Di luar kita beresin."

"Loba congor sia..."


Seorang tanpa topeng yang kukenali sebagai anak buah Yudha, maju menerjang. Seperti nya hanya dua kemarin yang luka relatif ringan, dua lagi seperti nya masih di rawat. Aku tidak sungkan lagi kali ini biar sekalian dirawat juga.

Sebuah pukulan tangan kanan melayang ke arah wajah ku, ku tangkis dengan tangan kiri, ku balas dengan pukulan pendek ke rusuk. Dia yang seperti nya sudah waspada, mundur setengah langkah. Sehingga pukulan ku lewat, dia balas menendang dengan kaki kanan dengan kuat ke arah pinggangku. Aku angkat kaki kiri sepinggang ku tekuk, dan ku benturkan ke lutut nya yang terayun..


Kraaakkk.... aaaahhh....

Terdengar suara lutut nya. Dia langsung tehuyung dan terpincang saat kembali berdiri. Aku terjang dengan kaki kanan lutut kirinya yang masih baik.

Preekkk.... aaaaahhhh....

Dia tersungkur telungkup di kaki ku, kepala sedikit terangkat melihat ke arah ku, terakhir kubuat terlelap dengan satu tendangan ku di rahang nya. Satu pingsan.

Teman nya yang tidak bertopeng, melompat menerjang. Sebuah belati mengayun ke perut ku. Aku mundur selangkah dan ke kiri, pisau lewat perut ku, aku ayunkan kaki kiri menginjak ke belakang lutut kanan nya.

Kaki kanan nya tertekuk dan hampir jatuh bersimpuh, tapi masih sempat menyerang mengayunkan belati di tangan kanan nya dari kiri ke kanan menyasar dadaku. Aku miring kan badan ke belakang dan aku susulkan kaki kanan ku menghajar dada nya yang otomatis terbuka.


Degghhh.... aaakkhhh...

Badan nya terpelanting ke belakang, dan diam tak bergerak. Dua pingsan. Aku tunjuk muka dua orang bertopeng.

"Lo jantan, maju sekaligus. Kita lanjut diluar."

Aku segera melangkah keluar ke halaman. Aku tunggu. Kemudian kedua bertopeng itu segera menyusul. Dan berdiri di sisi kiri kanan ku.

Tak lama dua buah sepeda motor tiba. Aku lihat, Ridwan dan Winda berboncengan, Pak Hasan dan Pak Darto.


"Ngapain lo nyusul? tau dari mana gue kesini?"

"Monyet, dari gps mobil. Lo kalo gini bilang-bilang jangan sok jago lo."


Ridwan mau membantu ku, aku cegah.

"Amanin anak-anak panti didalam. Ada dua orang nya Yudha tadi lagi pingsan takut dia sadar, anak-anak sasarannya."

"Lo?"

"Udah, biar gue beresin."

"Tahan, biar ntar gue bantuin."

Aku melihat ke dua BC bertopeng ini mulai gelisah, dengan kedatangan Ridwan dan kawan-kawan.

Pak Darto dan Pak Hasan aku minta minggir, mereka mengawasi sambil bersiap segala sesuatu. Tapi karena tidak tau masalah mereka hanya bersiap. Ridwan disusul Winda masuk ke dalam.

Aku melihat seseorang di kiri agak lengah, langsung aku terjang. Tendangan kaki kiri, sebagai pancingan disambung tendangan memutar kaki kanan. Tendangan pertama dia memiringkan badan kebelakang tapi tendangan ke dua dia tidak sangka mendarat telak di pipi kanan. Dia terlempar kebelakang, tapi segera bangkit. Balik memyerang dengan kaki kanan menendang melompat ke arah kepala. Huh.. Taekwondo.. aku mundur setengah langkah, kaki lewat, aku balas tendangan kaki kiri 2x beruntun tanpa kaki turun menyasar perut naik ke kepala.


Dugghh... dekkk...

Perut kena dan kepala nya terdongak ke belakang. Aku akhiri dengan tendangan memutar kaki kanan menghajar pelipis nya.

Dugghh... aaahhh...

Dia terpelanting kebelakang. Menggeliat kesakitan, tapi tidak pingsan. Sangat bagus fisik nya. Orang yang dikanan maju dan memukul lurus dengan tangan kanan, aku tangkis pakai tangan kiri, disusul sabetan tangan ku dari bawah ke atas ke arah dagu, dia mundur selangkah, tangan kiri terayun ke arah kanan kepala ku, aku menunduk sambil lutut kiriku mengarah ke perut.

Begghhh...

Dia masih berdiri terhuyung sedikit.

(Hmmmh.. dia punya juga, baik aku layani) aku membatin. Segera aku tarik kaki, membentuk kuda-kuda dan memasang kembangan. Yang ini ada energi nya yang satu nya tidak, yang tidak ada, dia punya fisik yang baik, sehingga langsung bangkit kena tendangan ku tadi. Aku cirikan, yang punya pakai rompi tulisan putih, yang tidak punya memakai rompi tulisan kuning. Bertuliskan "Custom". Potongan tubuh dan tinggi badan sama. Pakaian dalaman juga sama, hanya yang cukup jelas itu bedanya.

Dia memasang kuda-kuda, karate. Aku pencak silat. Segera dia si custom putih menerjang dengan pukulan cepat. Sekali terjang, tangan terlontar cepat tiga kali bergantian tangan kiri kanan. Mengarah ke muka dan dadaku. Aku mundur dua langkah, lalu memutar badan ku melakukan sapuan kaki kanan. Dia melompat disusul pukulan kanan ke muka ku, ku tangkis tangan kiri, lengan beradu. Terasa kesemutan tangan kiri ku, tangan kanan nya terdorong kebelakang. Terlihat tangan nya terjatuh ke bawah. Dia mencoba kembali mengepalkan tangan kanan nya itu, tampak ada meringis di wajah nya. Tiba-tiba custom kuning menyerang, sebuah tendangan melompat mengarah ke ubun-ubun ku dari atas ke bawah. Kaki kanan ku mundur setengah langkah sambil badan melenting ke belakang, kaki nya lewat. Tangan kanan ku meluncur ke dagu nya dengan telapak terbuka, dia segera melompat mundur. Emosiku naik, karena di bokong secara pengecut tadi, pusaran energi di perut naik cepat ke dada dan terus ke tangan dan kaki. Kaki ku jadi ringan dan tanganku juga. Segera ku serbu ke depan, pukulan berantai cepat, menyambar custom kuning. Dia mencoba mundur terus, dan menangkis, aku seperti banteng mengamuk, sampai akhirnya sebuah tendangan kaki kiri menebas paha kanan bagian luar, dia terseret kaki kanan nya dan hilang keseimbangan dan sedikit menunduk, ku lompat dan hadiahi hidungnya dengan lutut kanan ku. Dia terpelanting ke belakang tampak darah merembes dari topeng. Tiba tiba sebuah tendangan menghantam punggung ku..

"Aa... aa... "

Neng ingin menuju ku. Tapi di tahan Winda.

Ternyata Neng sudah keluar bersama anak-anak panti. Ridwan dan Winda sudah diluar lebih dulu. Aku terguling ke depan. Custom putih melompat tinggi dan mengarahkan kaki ke tubuhku. Jelas ingin membunuh, karena ia mempunyai energi juga. Sepertinya ia marah besar karena temannya ku bantai tadi. Aku yang juga terpancing marah, berguling cepat ke kiri. Tendangan hanya menghajar tanah, dadaku sesak tapi segera aku mengatur nafas, dan mencoba mengabaikan nya. Aku langsung berdiri sama-sama jarak dekat, aku hantam tangan beruntun kekuatan penuh demikian juga dia.


Bugg.. bugg.. bugg...

Beggh... beggh... beggh...


Tiga kali pukulan ku masuk dan tiga kali pukulannya masuk. Pukulan ku ke hidung, dada dan perut. Pukulan nya ke ke dagu, perut dan dada ku. Aku jatuh tertelungkup. Terasa gelap pandangan ku, dan sulit bernafas. Aku masih sadar, aku megap megap, akhirnya harus bernafas dengan mulut. Darah membanjiri baju kemeja ku. Aku segera melompat bangun kembali. Ini lawan yang paling kuat yang pernah aku hadapi. Aku bersiap lagi, custom putih masih tertelungkup.
Diam...

Aku siap. Sejenak tidak bergerak. Lalu aku sadari dia pingsan. Aku langsung jatuh terduduk. Langsung aku duduk bersila, kedua tangan ditaruh diatas kedua paha mengatur nafas. Tidak ada yang mengganggu ku. Satu menit berlalu, aku buka mata. Dan bangkit. Neng berlari memeluk ku, melihat Neng memeluk ku, anak-anak panti juga bersama memeluk ku. Mereka menangis ketakutan. Aku paham perasaan nya. Dan aku juga sadar, perang sudah dimulai. Tidak ada titik mundur. Tak lama, Surya datang bersama 3 orang petugas lainnya dengan mobil patroli seperti yang mengangkut ku dua hari lalu.


"Semuanya, ini polisi. Siapa yang bisa menjelaskan ini?"

Ku buka tutup kepalaku.

"Aku yang hajar mereka."

"Mereka mau menculik saya." timpal Neng

"Kami takut sekali pak, mereka bawa pisau..." kata anak panti

"Iya pak polisi, mereka jahat. Mau celakain kami. Tangkap mereka pak" kata anak panti lainnya. Teman nya yang lain juga ribut mengadu pada Surya.


"Sudah.. sudah.. saya minta kesediannya memberi keterangan di kantor. Don, Min, dua orang itu panggilin ambulance bawa ke rumah sakit. Jaga ketat. Saya mau bawa saksi ke kantor."

"Siap ndan." jawab mereka para polisi baru tampak nya.

"Di dalam ada dua orang lagi, tadi pingsan juga. Itu anak buah nya Yudha." kata ku


"Ok, kami yang urus."

Aku segera menyerahkan kunci mobil ke Ridwan. Aku, Neng dan anak-anak panti sekitar 9 orang ikut naik ke mobil begitu melihat aku dan Neng naik. Mobil polisi segera memutar dan jalan menuju polsek. Kulihat mobil Ridwan mengikuti ku dari belakang. Pasti motor yang tadi dibawa Ridwan, saat ini dibawa salah satu antara pak Hasan atau pak Darto.

Aku banyak diam sepanjang jalan. Neng sibuk menenangkan para anak-anak. Ia seperti ibu yang punya banyak anak. Aku senyum. Neng melihat nya dan tertunduk malu.

Satu jam kurang kemudian Aku dan lainnya sudah tiba di polsek.

Aku di bawa masuk dalam ruangan pemeriksaan. Tapi aku tidak diborgol atau di tekan, malah aku di suruh istirahat di atas sebuah tempat tidur kecil untuk satu orang. Aku ditinggal. Aku merenung. Pasti akan terjadi ke gegeran di tempat kades. Pak Harris dan Yudha pasti akan marah. Agus Mercon dan Fajri pasti akan ngacir kabur, takut keberadaannya di ketahui di desa ini. Karena ini sudah masuk ranah hukum, sudah wewenang penegak hukum membereskannya. Bagaimana keselamatan anak panti? Kasihan mereka.

Kemudian masuk Aipda Herri dan Kanit Aiptu Andrian. Kedua nya menyalamiku.


"Gimana kondisi bang? Baikan? Maaf bang, kami menjalankan tugas. Sanggup memberi keterangan untuk kami?"

"Iya sanggup bang."

"Jadi gini, Neng kan memang membantu panti asuhan. Dan Neng yang kemarin lusa bersama aku membeli hp di toko cibadak cell, dimana kami di cegat Yudha dan anak buah nya. Yudha sudah mempunyai niatan tidak baik pada Neng saat melihat Neng. Jadi aku bilang pada Neng agar mengabari aku kalau ada yang mengganggu dia. Tadi sewaktu pas jam istirahat, aku di telepon Neng dalam situasi panik dan mengatakan ada yang hendak mengajak nya pergi cara paksa. Aku segera mendatangi. aku pakai topeng. Maksud nya agar tidak dikenali, sebab kalo di kenali akan membahayakan Neng, karena Yudha tau aku yang membela Neng waktu itu. Dan sepertinya sih, mereka belum ada yang kenal ama aku. Tapi tadi orang BC bertopeng itu sempat liat, ada yang kenal aku, yaitu Ridwan, teman yang bawa aku kesini. Anak buah Yudha seperti nya tidak ada yang kenali aku. Setidak nya sampai tadi."


"Ooo.. gitu. Jadi yang dua tanpa topeng anak buah nya Yudha? yang dua orang Bea Cukai, hubungan nya apa?"

"Ya itu kolega nya Yudha juga. Hubungan Yudha dan Bea Cukai aku kurang paham." kataku.

Aku sengaja menyimpan rapat hasil temuan ku, sebab aku pun pegang mandat. Maaf, ini hasil penyelidikan ku sendiri, tak akan ku bagi info ini sembarangan. Silahkan cari tau sendiri (batin ku)


"Kami belum bisa counter check, sebab korban masih pingsan dan cukup kritis. Sementara kami belum dapat simpulkan masalah utama nya."

"Kenapa belum bisa?"

"Iya, kami baru mendapat info satu pihak yaitu dari pihak abang dengan alasan penganiayaan nya, sedang dari pihak korban belum."

"Justru aku ini korban, aku yang duluan di pukul, seperti yang kemarin itu. Dan aku mau mencegah aksi penculikan."

"Iya bang.. Tapi yang mukul malah bonyok, hehehe... maaf kami hanya melakukan tugas kami bang."

Aku senyum dan mengangguk

"Baik bang, sementara pemeriksaan itu dulu. Kami izin keluar dulu."

"Mau tanya bang, ada pak Kapolsek, bisa saya ketemu?"

"Maaf bang, beliau sedang ada acara di polda. Yang ada pak wakil. Bersedia bertemu?"

"Nanti dulu, aku baru ingat. Anak panti gimana sekarang bang? Kasihan mereka, tolong kasih perlindungan dan pendampingan. Mereka tidak ada yang melindungi."

"Mohon abang pertimbangkan phikis mereka yah. Saya bersedia di tahan, tapi mohon mereka di lepas pulang bang. Ini sudah mau sore, mereka harus kembali ke kegiatan mereka."


"Tidak bang, semua bisa pulang tidak perlu ada yang ditahan. Kami mau tahan abang, gak bisa bang, sebab posisi abang memang di serang."


Bersambung ya suhu...


Mohon kritik dan saran nya ya suhu-suhu yang terhormat...
 
Terakhir diubah:
Yah belum terungkap ya,, gak sabar nunggu Yuda pontang-panting kabur
 
Perang besar di mulai nih..... Sindikat yudha... akan balas dendam kah...? Makin penasaran mengikuti lanjutan cerita nya suhu balak 6.... teruskan dan lanjutkan suhu hingga ending.
 
Mulustrasi...



Neng Dea





Winda




Teh Yeti




Lanjutan nya suhu...



*Chapter empat belas, hari ke lima



"Hanya kami minta abang sewaktu-waktu diminta keterangan abang bersedia dipanggil lagi kan?"

"Iya bersedia bang. Pasti."

"Kami dari polsek cibadak berterima kasih bang atas kesigapan abang mencegah kejahatan, dan secara langsung membantu tugas kami. Selanjutnya kami mohon koordinasi dan kerjasama nya ya bang. Kami tau apa yang sanggup abang kerjakan, mungkin kami tidak sanggup kerjakan. Kami hanya ingin back up abang dan melindungi masyarakat sipil lainnya bang."

"Iya bang, saya ikut senang dengan perubahan di polsek ini. Ini baru polisi yang kita sama-sama rindukan"

"Terima kasih bang Anto. Kami mau berubah bang, kami mau jadi lebih baik seterusnya."

"Siap... yang pasti aku butuh peran abang dan anggota dalam beberapa hari ke depan. Pasti Yudha akan cari tahu siapa yang hajar anak buahnya dan teman-temannya kan? Neng pasti di cari sebab dia pasti curiga Neng minta bantuan, ke siapa? Mungkin akan mengarah ke saya. Saya siap di sasar mereka, yang lain yang tidak siap bang."

"Iya saya paham bang... Harri.."


"Siap ndan." jawab Harri yang dari tadi mengikuti pembicaraan kami dengan seksama.

"Beri perlindungan 24 jam di panti selama 7 hari ke depan. Juga awasi gerak gerik semua anggota keluarga Harris Sanjoyo mulai sekarang."

"Siap komandan, laksanakan."

"Kamu boleh pergi, persiapkan semua."

"Siap ndan, mohon izin. Bang Anto, saya izin."


"Iya, bang."
jawab ku

Aipda Harri keluar ruangan. Lalu kanit bertanya lagi pada ku

"Bang, aku punya kakak juga jadi agen bang. Dia lulusan Sekolah Sandi Negara di cibinong, dan ditugaskan di banyak tempat. Sebenarnya apa yang abang kerjakan, bukan hal baru buat aku. Hanya informasi yang abang dapat, mungkin kami belum bisa dapat kan, kami paham itu. Aku berkeyakinan, tidak mungkin ada orang P2 bea dan cukai beredar di desa seperti ini jika tidak ada sesuatu. Apa yang mereka sasar disini? Desa terpencil, hidup dari pertanian dan kebun. Tidak ada barang mewah atau produksi yang harus di bea dan di cukai disini, sampai pasukan khusus sergap nya BC ada disini. Kami sedang cari tahu sih bang, aku harap abang bersedia bekerja sama."

"Analisa abang tepat. Tapi maaf, sementara informasi yang ada hanya sebatas itu bang. Nanti kalau memungkinkan, aku siap bantu bang. Jangan khawatir, aku punya tugas mengamankan bang, warga sipil harus di utamakan keselamatanya. Itu sudah tugas ku bang."

"Baik bang, aku permisi ya bang. Abang kalau mau bisa keluar, seperti nya anak panti dan teman-teman abang sudah di lobby bang. Mereka katanya tunggu abang."

"Makasih ya bang. Aku mau pulang aja bang sekarang."

"Iya bang, ayo barengan ke depan."


Aku keluar berdampingan dengan Andrian, menuju lobby. Tampak beberapa wajah yang aku kenal disana. Ridwan, Winda, Neng dan anak panti 9 orang menunggu. Ah, aku bikin repot mereka.

Ridwan dan Winda sedang berbincang dengan Neng. Anak-anak? ah.. mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Memakai bahasa sunda saling asyik bercengkrama satu sama lainnya. Wajah polos mereka di tambah lagi ketidak berdayaan mereka, sangat rentan untuk dijadikan alat kejahatan. Aku diam dan memperhatikan tidak langsung nimbrung, Andrian pun diam saja, menunggu aku.

ehemm...

"Eh, lo To.."
Ridwan bangkit dan berjalan cepat ke arah ku.

Serempak semua berdiri, mengerubungi aku.

"Maaf yah, aku merepotkan kalian. Juga buat adik-adik, jangan takut lagi yah. Ini banyak pak polisi yang jagain."

Aku jongkok di depan anak-anak kecil usia 5 sampai 8 tahunan itu.

"Yang kejadian tadi, adik semua lupain yah, jangan di ingat lagi. Itu udah lewat. Ya adik-adik. Mau kan?"

Andrian ikut berjongkok

"Adik-adik, pak polisi janji akan jagain panti nya adik-adik sampai keadaan baik lagi. Pak polisi akan tinggal dipanti. Boleh kan?"

"Memang pak polisi yatim piatu seperti kami?"
tanya seorang gadis kecil sekitar 7 tahunan

"Bukan juga, tapi pak polisi mau adik-adik aman tidak perlu takut lagi. Pokoknya pak polisi jaga in."

"Iya pak polisi. Kami mau pak. Aku juga kalo sudah besar mau jadi kaya pak polisi. Baik dan hebat."
jawab seorang anak lelaki yang usia nya paling besar dan seperti nya yang mengatur adik-adik nya.

Yang lain pun ikut nimbrung, saling memberi penjelasan. Aku senyum. Mudah-mudahan masalah ini cepat selesai.

Sepuluh menit kemudian kami sudah meluncur dijalan dengan innova nya Ridwan. Aku duduk di depan di samping Ridwan yang menyetir. Winda, Neng dan 9 orang anak di tengah dan belakang. Winda dan Neng masing memangku satu anak.

"To.. lo udah gimana? kita ntar ke rs check up yah. Biar pasti ada masalah gak sama badan lo tadi."

"Gue gak apa-apa. Udah baikan."
kataku walau aku tau aku tadi mengeluarkan energi ku cukup banyak. Aku pun masih sedikit sesak nafas masih pendek. Aku perlu perbaiki alur energi ku, tapi liat nanti saja lah.

"Kayanya gue sembuh kalo makan sop buntut borobudur." aku melirik ke Ridwan.

Ridwan melihat padaku. Mulutnya tersenyum.

"Pada omong apa nih? sop buntut borobudur enak ya a? di jakarta ya a?"

Aku dan Ridwan diam, bingung mau jawab apa...

"a Ridwan.. iiiihhh ditanya diam aja?"

"ooo.. iya enak Win, mantap. Tapi di Jakarta Win."

"Kapan yah Winda bisa rasain dan diajak ke Jakarta?"


"Minggu depan juga bisa Win, aa Ridwan nya tau kok gimana nya." celetuk ku. Ridwan salah tingkah berat.

Dipanggil aa sama Winda, alamat gak tidur nih dia semaleman. Biasanya panggil nama aja, kok sekarang ada embel-embel. Wah.. wah.. wah..

"Bener a? kok kaya orang gelisah, malu-malu gitu? gak mau ajak Winda yah?"

"Mau Win... mau banget..."


"Iya Win, a Ridwan nya pasti mau banget. Ntar malem aja dia pasti gak bisa tidur nih, alamat aku yang jadi hansip lagi."

"Heh, paan sih lo. Masuk pasal pembully an nih."

"Tapi bahagia kan?"

"Kampret.."

"Hush... ngomong yang baik ada anak-anak."

"Iya maaf, kelepasan."

Winda yang menyadari sesuatu tampak tersenyum malu. Dan diam tidak bicara lagi. Hehehe... kaya nya bentar lagi sobat ku udah gak jomblo...

"Mau kemana sekarang nih? langsung balik panti? Makan dulu yuk, aku lapar
nih."
ajak ku sekalian nge test Ridwan.

"Ayuk, Winda laper banget. Kaya mau pingsan, denger ajakan semangat lagi."

"Sip... adik-adik mau makan gak? Warung sate, yang di deket pasar. Udah laper belom?"

"Mau a.. asyik makan enak di restoran..." mereka riuh menjawab.

"Neng gimana setuju?" tanya ku pada Neng yang sejak tadi hanya diam saja.

"Terserah aa ajah."

"cuhuii.. ada yang dipanggil aa juga. Aa Anto ganteng, Neng ikut ajah."

Ridwan membalas mem bully ku. Dapet moment juga dia. Neng yang sekarang mukanya merah dan tertunduk. Winda sekilas melihat ke Neng, lalu senyum penuh arti. Hadeehhh... pusing..

Tak lama, mobil berbelok masuk parkiran rumah makan terbesar di daerah ini. Kami semua masuk, pelayan sampai menggabungkan tiga meja agar muat. 13 orang cuii.. setelah memesan menu kami mulai bincang-bincang. Aku duduk disamping Ridwan. Di depan Ridwan Winda, didepanku Neng. Anak-anak duduk saling berhadap-hadapan berjejer panjang.

Tiba-tiba Winda bicara..

"Oh iya, sebelah ini kan rumah nya teh Yeti. Sekalian tanya teteh gimana kabar nya a."

"Masa? oh kebetulan. Teteh nya sakit gak yah, kalau nggak ajak makan aja disini, siapa tau belum makan si teteh." kata Ridwan

"Iya bener, Winda sms aja. Kalo telpon takut lagi tidur, kasihan. Kalo sms kan gak terlalu ganggu." lalu Winda mengirim sms ke Yeti. Tampak sibuk berbalas sepertinya.

"Wan, kejadian gue diangkut polisi persis di depan warung ini. Tuh dibawah pohon."

"ooo.. ini warung ada kenangan juga ama lo yah."

"Iya, gue susah lupa."

"Apalagi waktu itu lagi berdua lagi yah?"

"Iya, tapi yang diangkut gue doang. Yang sama gue, gak lah. Gue gak mau dia di angkut, kan gak salah apa-apa."
kata ku, melirik Neng. Neng melihat mataku, ah.. mata kami bertemu. Neng lalu nunduk, malu lagi.

"A.. teh Yeti mau kesini. Dia mau turun." kata Winda menggamit lengan Ridwan.

Tak sampai 5 menit, Yeti turun dan menghampiri kami. Dia cukup terkejut ternyata yang ada cukup banyak.

"Gimana kabar nya teh, sudah baikan?" tanya Winda.

Yeti melihat padaku, aku senyum. Seperti nya ia meminta aku agar diam. Aku tau maksudnya.

"Iiih, si teteh, yang nanya siapa, liat nya ke siapa? yang lain di cuekin nih."

Yeti seketika malu.

"Ah, gak lah Win. Ini teteh sudah baikan. Besok bisa kerja kok. Biasa teteh kaya gejala flu, badan pada pegal semua."

"Masuk angin mereun teh. Udah di kerik belum?"

"Siapa yang kerik in. Teteh mah sorangan di dieu."


"ooo.. kirain teh suami nya datang, jadi.. layanin suami dulu.." Winda nyerocos terus.

"Banyak istirahat ya teh, mudah-mudahan segera pulih semua nya. Kita usaha sama-sama." kata ku

Ridwan, Neng dan Winda melihat ke arah ku.

"Amin.." jawab Yeti

Tiba-tiba hening, tidak ada suara, sepertinya sibuk dengan pikiran sendiri masing-masing.

Pesanan kami datang, lalu di bagi. Ridwan tiba-tiba :

"Maaf semuanya, saya sedang puasa. Silahkan bagian saya buat teh Yeti saja. Sepertinya belum makan, hehehe.."

"Kok puasa a, puasa apa? iiihhh, tadi diajak makan jawab nya iya.."

"Kan solider Win, apalagi Winda laper katanya. Masa mau makan dilarang karena aku puasa, nggak tega atuh."


"Yakin lo man gak makan, nikmat banget nih.."

"Iya Wan, udah makan atuh. Teteh mah bisa makan sendiri. Inikan pesanan kamu, teteh gak ah."

"Sungguhan teh, aku puasa. Kalo gak percaya tanya aja si Anto."


"Iya teh, dia puasa. Salut aku. Mantap. Dia lagi ada yang di niatin teh."

"Eh.. apaan sih lo?"

"Niatin apa a? cerita dong ama Winda."


"Mampus... musti ngomong apa yah? Ha ha ha ha..."

Winda melihat aku, Yeti juga, aku lihat ke Ridwan. Lalu Winda, Yeti dan Neng juga lihat Ridwan...

Tiba-tiba Yeti tersenyum seperti menangkap maksudku.

"Semoga sukses ya Wan.. teteh juga salut. Hihihi... ya udah biar teteh yang makan deh. Ridwan biar di kasih makanan mahal juga gak bakalan mau dia kalo sekarang. Kecuali udah pasti..."

Winda yang menyadari, tiba-tiba terbelalak.

"Bener gitu a? sungguh?"

Ridwan senyum-senyum bangsat nya keluar.

"aaaahhh... aa... so sweeeatt... gak, aa harus makan yah. Winda mau nya aa ikut makan..."


"Tapi Win..."

"aa makan yah..."

"kang pesen 1 porsi komplit lagi.. yang cepet ya kang.."
teriak Winda ke pelayan di situ.

"Kamu yakin Winda?" celetuk Yeti

"Insya Allah.." jawab Winda

"Jadi... artinyaaa...???" tanya ku

Aku lihat pada Winda, teh Yeti lihat Winda, Neng lihat Winda, Ridwan juga akhirnya lihat Winda, anak-anak walau belum ngerti juga lihat Winda. Winda memandang kami semua satu demi satu, lalu kepala nya menunduk dalam..

"Iya Winda mau...."


Dheeng...

Aku langsung berdiri.."Berdiri lo cepet.."

Ridwan berdiri... dan kupeluk dia erat sekali..

"Selamat my brother... so long time you know?"

Lalu aku jabat erat tangan nya

"Akhir nya Wan.. pecah juga status lo man... gue seneng banget bro..."

"Makasih bro... lo memang sahabat gue paling baik, paling bisa mendorong gue sampai maksimal. Kalo bukan lo yang dorong gue, gue mungkin belom ngomong ama Winda. Makasih bro... memang harus ke Winda gue bisa ngomong."
Ridwan lalu mengusap ke dua tangan ke mukanya sambil bersyukur.

Aku lihat teh Yeti memeluk Winda...

"Winda, teteh udah tau waktu Ridwan deketin kamu, dan teteh seneng. Walau kamu gak omong, teteh tau kalo Winda juga suka ama Ridwan kan?"

Winda mengangguk malu.



Bersambung lagi ya suhu...
 
Terakhir diubah:
Anjaaay aing mah ...
Ridwan sama Winda ..
Suka sama suka ..
Buka Ayo bukaaaa .. hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd