Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Liburan Semesterku

Untuk Bagian 18, Anggu dibawa ke mana nih?

  • Perkampungan suku kanibal.

    Votes: 14 20,9%
  • Perkampungan suku non kanibal.

    Votes: 23 34,3%
  • Camp sederhana tempat penculik tinggal.

    Votes: 30 44,8%

  • Total voters
    67
  • Poll closed .
BAGIAN 11


Arya, anak yang pemalu dan culun sudah berubah dan mulai menjadi nakal. Itu semua karena pengaruh Ria dan Toni. Aku tidak boleh menjadi nakal. Agama melarangku. Memang, hidup itu adalah sebuah pilihan. Kalau mau pilih keburukan, Neraka adalah tujuannya. Sebaliknya, jika kebaikan maka mereka mendapatkan Surga. Tuhan maha mengetahui. Tentu semuanya sudah Ia sudah ketahui. Semuanya. Pergerakan angin, kecepatannya berapa, bahkan aku di sini sedang apa dan lagi ngapain bersama siapa, Tuhan sudah mengetahui. Karena Dia tidak plin plan. Do'a hanyalah sebagian usaha. Lalu, apakah usaha untuk merubah kebaikan itu juga bagian dari takdir? Aku rasa iya. Aku percaya untuk merubah manusia menuju kepada kebaikan itu butuh proses. Tidak bisa langsung instan. Karena itulah, Nabi Adam sampai Nabi yang terakhir diturunkan untuk menyebar kebaikan bagi manusia. Nabi-Nabi itu bukan mengislamkan manusia, tapi menasehati dan bersiar. Yang mengislamkan dan mengubah baik manusia itu hak Allah. Nabi bermitra dengan malaikat Jibril. Kalau ingin cepat, tentu Nabi bisa saja bermitra dengan Malaikat Izrail. Bunuh semua yang jahat, maka sisalah yang baik. Tapi bukan itu yang diharapkan.

Dihadapanku, Arya sedang berjalan menuju Ria. Setiap langkah kakinya tentu menuju kemudaratan. Tapi kalau sekedar memijat rasanya tidak masalah, tapi kalau sampai terangsang lalu bersetubuh bagaimana? Sampai saat ini, aku belum tergoda. Walaupun aku sudah pernah melihat kemaluan Arya dan Toni, aku belum terangsang. Awalnya memang ada seperti puting dan kemaluanku seperti tersengat listrik. Darahku jadi sedikit lebih hangat. Tapi, karena agama dan iman, aku bisa mengontrol nafsu itu.

Munafik…. Kamu menikmatinya kan Anggu?

Tiba-tiba ada yang bersuara di dalam diriku. Apa? Tidak!! Aku tidak menikmatinya. Aku sekedar….. Ah sial. Kenapa? Kenapa tadi aku bisa bercumbu dengan Ria? Benar. Aku memang menikmatinya, tapi setelah itu aku menyesal. Kuharap itu tidak seperti sambal, kapok dan menyesal ketika kepedasan, keesokan harinya kambuh dan menginginkannya lagi.

Astagfirullahaladzim… Ampuni aku ya Allah. Setan-setan itu sudah menggodaku. Kata papa dan mama, aku harus rajin sholat agar akhlakku menjadi baik. Kalau sudah sholat tapi masih tidak baik, berarti ada yang salah dalam mengerjakan sholat.

Sekarang Arya berdiri di belakang Ria yang sedang duduk menghadap ke arah Timur, yaitu ke pintu terbuka dengan pemandangan malam, bintang, juga rembulan yang bersinar terang. Bentuk cahaya bulannya hampir penuh, besok pasti bulan purnama. Menurut Toni upacara dan ritualnya akan diadakan besok malam, bertepatan dengan bulan purnama.

Sepasang telapak tangan Arya mulai bergerak turun menggapai pundak kiri dan kanan Ria. Posisi duduk Ria tegap. Terlihat dari pantat ke kepala lurus. Tidak seperti kebanyakan orang yang duduk bersila tapi sedikit membungkuk. Postur tubuh Ria lebih kecil dari aku, tapi karena duduknya tegap jadi terlihat tinggi. Buah dada ranum Ria mengacung menghadap ke arah Timur. Bulat, kenyal, empuk. Begitulah yang kurasakan. Sama seperti milikku. Aku sampai tidak bisa membedakan antara buah dada Ria dan buah dadaku, karena nyaris sama. Tidak ada bedanya. Katanya sih buah dada cewek yang pernah bersetubuh sama buah dada yang belum pernah bersetubuh itu berbeda. Menurutku itu hanya mitos belaka. Aku pikir yang membedakan hanya usia saja. Kalau ukuran, itu masuk ke nafsu. Kata mereka ukuran besar itu lebih seksi karena kadar susunya terlihat banyak dan subur untuk menyusui bayi. Menurutku, payudara kecil dan besar bisa memproduksi ASI dengan baik.

Aku yakin hanya umur saja yang membedakan. Tentu berbeda antara buah dada remaja, paruh baya, maupun lansia. Hal yang membedakannya antara buah dada Ria dan aku hanya satu. Ketika aku memegang buah dadaku sendiri, tidak ada sensasi apapun. Berbeda ketika di sentuh Ria. Saat kulit pada telapak tangan Ria menyentuh kulit buah dadaku, rasanya seperti tersengat listrik. Kemaluanku seketika cenut-cenut. Uggghhh… apa-apaan sih aku ini. Aku tidak boleh mikir jorok. Astagfirullahaladzim…

Sungguh aneh. Tapi Ria bisa merangsang dirinya sendiri. Aku tidak bisa. Ugghh… lagi. Pikiran-pikiran kotor adalah termasuk pikiran negatif. Aku harus menghindarinya. Aku tahu, hal-hal negatif itu juga penting. Karena manusia itu butuh positif juga negatif. Aku harus mengontrolnya hingga menjadi seimbang. Aku tidak bermaksud berfikiran porno dan macam-macam. Selama aku melihat adegan mesum mereka, belum ada rasa rangsangan yang kurasakan. Padahal, aku sangat dekat dan menjadi juru foto mereka bertiga. Ketika Toni dan Arya memasukkan benda-benda aneh dimasukkan ke kemaluan Ria, aku biasa saja. Aku jadi teringat ucapan ustad yang mengatakan bahwa dia pernah bersama seorang pelacur di dalam kamar di sebuah tempat prostitusi. Si pelacur tidak mengetahui bahwa pria di hadapannya adalah seorang yang alim. Dia bergaya sambil menanggalkan pakaiannya satu persatu. Pak Ustad hanya duduk terdiam sambil berdzikir. Tidak pernah sekalipun terangsang oleh tubuh wanita yang ada di hadapannya. Diapun menjelaskan, bahwa yang membuat ngaceng dan terangsang hanya istrinya saja. Walaupun wanita di hadapannya lebih muda, lebih seksi, lebih mulus, dan lebih cantik, tapi nafsu birahinya hanya untuk istrinya. Pak Ustad itu kemudian menyuruh perempuan itu untuk mengenakan kembali pakaiannya. Si wanita tampak bingung, lalu pak Ustad memberikan uang ke perempuan itu lalu pergi sambil mengucapkan terimakasih.

Mungkin itu aneh, tapi menurutku benar juga. Selama ini memang aku belum terangsang melihat adegan mesum Ria dan Arya. Cuma tadi, ketika Ria menjamah tubuhku dan memainkan bagian-bagian sensitif tubuhku, aku jadi terangsang. Mungkin saat itu aku lagi lemah. Uugghhh… mudah-mudahan hal itu tidak terulang kembali. Aku jadi malu. Aku harus menguatkan iman dan taqwaku. Jangan sampai aku dikuasai oleh nafsu. Akulah yang menguasai nafsu. Insyaallah.

Dengan sedikit membungkuk dan merendahkan tubuh. Telapak tangan Arya sudah menyentuh pundak Ria. Tangan Arya mulai bergerak memijit pundak Ria.

“Tangan kamu halus Arya, seperti tangan cewek” ujar Ria.

“Hahaha. Iyakah? Mungkin karena aku jarang naik motor”

“Memang motormu buat apaan kok jarang dipakai?”

“Hanya pergi jauh saja. Seringnya aku berboncengan sama teman. Jarang nyetir”

“Bagus dong, hemat bensin”

“Iya, uang untuk beli bensin bisa aku sisihkan untuk yang lain”

Arya ngekost di belakang kampus. Motornya lumayan bagus. Jenis matic. Aku pernah dibonceng olehnya saat pulang dari perpustakaan umum daerah milik pemerintah. Dia juga tidak gengsi menggunakan motor Honda matic Scoopy yang identik dengan motor cewek. Dia tampak gagah mengendarai motor matik. Postur tubuhnya tinggi dan ideal. Pas banget lah. Tidak kurus dan juga tidak gemuk. Oh iya, diantara kami berempat tubuh Arya yang paling tinggi. Kira-kira tingginya 182 centimeter, disusul aku yang tingginya 168 centimeter. Tinggi Toni kira-kira 163 centimeter, lalu yang terakhir Ria yang tingginya 155 centimeter. Arya merupakan pemain dan atlet basket di kampus, jadi wajar dia memiliki postur tubuh yang tinggi. Diantara kami berempat, yang paling tua itu aku. Soalnya setelah lulus S1 aku kerja bantu perusahaan papa. Waktu itu perusahaan papa dilanda krisis. Alhamdulillah, tidak sampai dua tahun sudah membaik. Barulah aku kuliah S2. Aku rasa umur Arya itu paling muda dibandingkan Toni. Kira-kira umur mereka sekitar 23 tahunan. Kalau aku dan Ria hampir sama, hanya selisih 3 bulan. Hanya saja sebelum kuliah S2, aku kerja bantu papa selama setahunan. Kalau Ria selepas lulus S1, dia langsung kuliah S2. Dia sempat terminal sejenak karena menenangkan diri akibat kehilangan pacarnya yang meninggal kecelakaan arung jeram. Pacarnyalah yang mengubah Ria jadi nakal seperti ini. Dulu sewaktu S1 dan belum kenal Rahman, Ria alim banget. Tingkah lakunya bagus. Cara berpakaiannya juga normal dan tidak mengumbar bagian tubuh seperti bagian belahan dada, paha, maupun ketiak. Dia juga rutin beribadah ke gereja.

“Kamu kalau di kampus pendiam, tapi sekarang sudah berubah” ujar Ria.

“Memangnya aku pendiam ya?” ujar Arya.


“Tanya aja Anggu. Iya kan Anggu?” ujar Ria.

“Yup. Setahuku Arya begitu. Kamu jarang banget terlihat di kantin atau nongkrong” ujarku

“Itu sih kalian saja yang tidak tahu. Memang, sepulang dari kuliah aku langsung pulang ke kost, tapi kalau ada kegiatan basket aku ikut nongkrong sama tim”

“Oh gitu” ujarku.

“Tapi kalian ada benarnya kok. Aku memang jarang nongkrong di kantin. Soalnya kalau duduk harus beli minum dulu. Hahahaha”

“Huh dasar perhitungan” Ujar Ria.

“Hahahaha. Mungkin kalau aku ngekost, bakal seperti kamu deh” Ujarku.

“Masa sih?” ujar Arya.

“Iya. Hanya saja uang jajanku unlimited sih, jadi aku sering khilaf kalau di kantin” Ujarku.

“Wooow. Pengen deh tukar nasib sama kamu Anggu” Ujar Arya.

“Sering-sering aja kumpul bareng kita. Tuh si Ria uang jajannya juga unlimited. CCnya aja pakai Mandiri Prioritas. Mau apa-apa tinggal gesek” Ujarku.

“Percuma aja kali, kantin kita mana ada EDCnya Anggu”

“Eh, bener juga” ujarku

“CC itu apa ya?” tanya Arya.

“Eh? Kamu tidak tahu ya Arya?” ujar Ria menoleh ke kanan atas dengan sepasang mata melihat wajah Arya yang berdiri di belakang Ria.

“Beneran, aku tidak tahu istilah itu”

“Credit Card, bahasa Indonesianya itu kartu kredit. Kartu piutang yang digunakan sebagai alat pembayaran tanpa agunan" Ujar Ria.

“Oh. Hutang ya. Enaknya jadi orang kaya”

“Menurutmu begitu ya? Tapi ada nggak enaknya lho”

“Gak enak kenapa?”

“Merasa was-was dan terancam. Dulu waktu perjalanan pulang dari puncak ke Jakarta, mobilku pernah dicegat orang tak dikenal. Untung aku cepat tancap gas kabur. Kaca samping sampai pecah dan kaca depan retak”

“Tapi kamu tidak apa-apa?”

“Ya, tidak apa-apa”

“Mobilnya gimana?”

“Kalau mobil sih gak masalah, yang penting aku selamat”

“Alhamdulillah. Ngomong-ngomong, gimana pijatanku?”

“Enak kok. Jangan pundak aja dong, belakang leher aku pijitin” Ujar Ria.

Sedari tadi Arya memijit pundak dan bahu Ria sambil ngobrol. Arya sungguh beruntung bisa lebih dekat dengan Ria. Aku sih tidak menampik kalau Ria dan Arya kelak bisa menikah. Dibandingkan Toni, aku lebih ke Arya. Dengan gaya hidup yang hemat, mungkin cocok dengan gaya Ria yang berduit dan memiliki saham investasi, gerai pakaian, kosmetik, toko emas, juga gym. Usia semuda itu sudah memiliki bisnis sendiri. Jadi wajar jika dia memiliki kartu kredit yang syarat pengajuannya memiliki pengelolaan uang dan aset diatas 20 Miliar Rupiah itu. Aku ingat, perusahaan papa juga dibantu oleh orang tua Ria sehingga koperasi yang didirikan papa bisa keluar dari krisis dan sekarang bisa maju. Sungguh beruntung si Rahman, dia sudah mempacari anak orang kaya dan pengusaha muda. Juga, menjerumuskannya menjadi nakal seperti sekarang. Memang sih, Rahman itu dulu calon dokter yang pandai. Siapa sangka, nasibnya berakhir tragis.

Ria termasuk nasabah private bank. Dulu sewaktu aku diajak menemani beli mobil, relationship manager bank datang langsung ke dealer menemani kami. Nabung saja tidak ke teller dan berdiri. Ria disediakan ruangan khusus. Benar deh, fasilitas yang diberikan memang wah. Sama seperti papa, hanya saja papa bukan nasabah private bank, tapi nasabah prioritas yang aset pengelolaan uangnya dibawah Ria. Mungkin kalau papa bisa nambah cabang koperasi, bisa menjadi nasabah private bank. Jadi aku bisa naikin limit kartu kredit yang kupunya. Hihihihi, huh dasar aku ini. Pikirannya uang mulu. Limit kartu kredit yang sekarang saja sudah lebih dari cukup, ngapain juga ditambahin. Gitu-gitu yang bayarin tagihannya ya papa. Dulu aku pernah diomelin papa karena tagihan kartu kreditku banyak, setelah menjelaskan alasannya, papa tidak jadi ngomel. Dulu aku pernah beli emas pakai kartu kredit. Aku memprediksi harga emas akan naik. Beneran, 3 bulan kemudian naik, jadi aku jual lagi dan untung besar. Kartu kredit itu bagus kalau dikelola dengan baik, kalau tidak bakal terjerumus hutang yang akan sulit untuk dilunasi.

“Aaaahhh sakit Arya, jangan kenceng-kenceng” ujar Ria ketika sepasang ibu jari Arya menekan dan memijat punggung leher Ria yang kepalanya menunduk.

“Maaf” ujar Arya kemudian menghentikan pijitannya, lalu melanjutkannnya lagi.

“Hmmm.. seperti ini aja. Tekanannya pas banget” ujar Ria.

Arya memijat punggung leher Ria. Sepasang ibu jarinya menekan punggung leher bagian bawah, kemudian secara perlahan bergerak ke atas. Ibu jari Arya seperti main seluncuran melawan gravitasi. Mungkin tujuannya untuk memperlancar aliran darah dan mengencangkan otot di punggung leher Ria. Gerakan itu berulang terus. Sisa-sisa jarinya, yaitu mulai dari telunjuk sampai jari kelingking Arya ditempelkan di samping leher Ria, yaitu di bawah rahang. Rambut panjang sedadanya disingkirkan di samping kirinya, menggantung menutupi telinga sebelah kiri. Seluruh kulit punggungnya yang berwarna kuning langsat terlihat eksotis karena disinari oleh cahaya dari api sebagai penerang ruangan.

7 menit berselang, Arya berganti posisi dari berdiri menjadi duduk bersila di belakang Ria. Sepasang tangannya diturunkan dari punggung leher menuju tulang punggung atas di antara tulang belikat Ria. Arya memijat menggunakan ibu jari kiri dan kanan. Kepala Ria yang menunduk ia angkat hingga posisinya sekarang wajah Ria menghadap ke arah Timur. Duduk Ria masih tetap sama seperti tadi, yaitu duduk bersila dengang punggung tegap. Kadang-kadang tubuhnya sedikit terdorong. Mungkin karena tekanan pijatan Arya menyebabkan demikian. Ponsel yang kuletakkan disamping kananku kemudian kuraih dengan tangan kanan. Aku hidupkan dan aku buka pola sandi. Aku tap gambar kamera kemudian aku arahkan ke mereka berdua.

CEKREEK

Aduh!! Aku lupa mematikan suara kamera saat mengambil gambar.

“Hayooo, Anggu lagi foto diam-diam. Ketahuan, hihihi” Ujar Ria menoleh ke kanan, ke arahku yang duduk bersila dan bersandar di tembok di sebelah Selatan Ria dan Arya.

“Hehehe iya” ujarku.

Aku melihat hasil jepretan yang barusan. Ternyata hasilnya jelek. Mungkin karena pencahayaan yang kurang dan hanya mengandalkan cahaya dan lampu damar dari tanah liat yang di tempel di dinding.

“Gimana hasilnya? Bagus nggak?” tanya Ria.

“Jelek” ujarku.

“Sini-sini coba lihat” ujar Ria.

“Beneran jelek lho” ujarku.

“Coba lihat dulu” ujarnya.

Padahal mau aku hapus, Ria gak percaya. Ya mungkin kalau dia lihat sendiri baru percaya. Bagus sih kalau seperti itu, jadi tidak mudah termakan dari katanya-katanya. Kalau di media sosial, orang mudah sekali sharing atau meneruskan sebuah informasi tanpa mengklarifikasinya apakah informasi itu benar-benar terjadi atau hoax.

Aku bangkit dan berjalan mendekati Ria. Aku serahkan ponselku kepadanya sambil duduk di sebelah kanannya.

“Lumayan kok”

“Masak sih?”

“Iya. Nanti tinggal di edit aja di laptop” ujar Ria.

“Kalau outputnya jelek, mana bisa dibagusin?”

“Simpan saja. Nanti sampai rumah bisa diedit”

“Oke deh”

“Kalau kamu mau, kamu bisa foto-fotoin aku kok”

“Kalau sering buat foto-foto, takutnya baterai ponselku cepat habis”

“Benar juga, gimana kalau pakai kamera yang aku bawa?”

“Kamu bawa kamera?”

“Iya, ada di tasku”

“Yaaah, harus balik buat ngambil”

“Besok saja, sekarang pakai ponsel kamu dulu”

“Sip deh, besok kalau foto-foto pakai kamera kamu ya Ria?”

“Iya”

“Tapi malam ini aku gak akan banyak kok foto-fotonya”

“Terserah kamu deh Anggu”

Ria menyerahkan kembali ponselku, lalu aku beranjak dan kembali duduk di tempat yang tadi. Saat ini aku tidak ingin duduk di dekat Ria dan Arya. Aku duduk bersila dan bersandar di dinding batu di kamar Arya dan Toni. Aku kembali membuka layar ponselku dan melihat galeri foto-foto. Aku tidak menyangka, selama ini aku mengaktifkan fitur lokasi. Foto-foto yang sudah terekam, pada meta datanya terdapat lokasi dimana aku mengambil foto. Karena aku mematikan fitur internet, jadi yang tampil hanya berupa koordinat saja. Apa tadi aku mengaktifkan internet ya? Seharusnya ketika aku mengaktifkan mode pesawat, koordinat saat mengambil gambar tidak tampak. Aku coba cek lagi rincian foto-foto ini. 8 menit mengecek, ternyata hanya beberapa foto saja yang ada koordinat peta dan lokasi. Aku lihat di notifikasi juga ada pesan masuk dan beberapa telepon yang tidak terjawab. Kesemuanya panggilan itu dari mama dan papa. Pasti sekarang mereka lagi khawatir. Aku sudah membangkang dan tanpa izin aku pergi ikut liburan bersama teman-teman. Aku membuka isi pesan. Mama dan Papa mengkhawatirkanku. Mama cenderung lebih galak dari pada papa. Memang, sebagai anak cewek aku lebih dekat dengan papa. Bagiku papa adalah superhero yang tak tergantikan. Dialah pria pertama didunia ini yang aku cintai dan mencintaiku dengan tulus. Aku ingin memiliki suami yang seperti sosok papa. Tentu tidak akan ada, tapi setidaknya banyak miripnya. Hihihi

“Arya, mau ganti posisi?” ujar Ria.

“Nanti saja, aku selesaikan dulu memijat punggung kamu ya” ujar Arya.

“Oke” ujar Ria singkat

Arya sekarang memijat memijat punggung tengah Ria. Ia menggunakan telapak tangannya untuk memijat punggung di bawah tulang belikat Ria. Jemari tangannya ikut bergerak memijat, tapi yang paling banyak masih ibu jarinya. Ketika ibu jarinya memijat punggung bagian samping di dekat pinggang, ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking yang ke semuanya lebih panjang dari jariku dan jari Ria berada di bawah bagian payudara Ria. Terutama jari telunjuknya. Aku dapat melihat ujung jarinya bersentuhan dengan pangkal payudara bagian bawah Ria. Arya tidak mengambil kesempatan itu untuk mencolek ataupun menekan-nekankan ujung jarinya ke buah dada Ria. Walaupun aku dapat melihat dibalik kain yang menutupi selangkangannya terdapat tonjolan, Arya mampu tetap fokus memijat punggung Ria.

Pijatan ibu jarinya sekarang sedikit ke arah tulang punggung Ria. Empat jari yang tadinya berada di bawah payudara Ria, kini berada di pinggang. Pijatannya masih teratur dengan menekan dan menggeser searah dari bawah ke arah atas. Kadang-kadang gerakannya berputar searah jarum jam. Untuk tangan kirinya gerakannya berputar berlawanan jarum jam.

Pijatannya sekarang turun kebawah, yaitu dekat dengan ginjal Ria. Gerakannya sama seperti tadi, Ria hanya diam dan memandang ke arah Timur. Aku coba mengambil gambar lagi dengan kamera ponselku. Aku arahkan dan tentu saja aku matikan fitur suara. Sekarang aku coba aktifkan lampu flash. Aku miringkan kameraku agar hasil gambarnya landscape.

TAP

Ibu jari tangan kananku ngetap dan lampu kilat flash menyala terang. Sepersekian detik, gambar terabadikan dalam ponsel. Aku lihat hasilnya di dalam galeri. Hasilnya lumayan bagus.

“Foto lagi Anggu” ujar Ria menoleh kapadaku.

“Iya iya. Tapi gak banyak lho ya, soalnya kalau pakai lampu flash bisa-bisa daya baterai ponselku cepat habis” ujarku.

“Oke” ujar Ria

Arya sekarang memijat di punggung bagian bawah, yaitu di atas tulang panggul bagian belakang. Pijatannya masih teratur. Ria terlihat nyaman dipijat oleh Arya. Sorotan mata Arya tertuju ke area yang ia pijat. Serius. Begitulah yang Arya lakukan.

Kulit Ria yang bersih dan terawat, pengusaha muda, dan berpenghasilan tinggi dipijat oleh Arya si pebasket kampus yang hidupnya biasa saja. Aku tidak membeda-bedakan Arya dan Ria. Asalkan mereka baik kepadaku, aku pun akan baik kepadanya. Aku tidak menyangka, Arya bisa kehilangan keperjakaannya ke seorang wanita yang bukan istrinya. Bukan pula pacarnya. Tapi, apapun itu pasti Arya sudah mengetahui resiko yang akan dihadapinya. Kalau aku nanti akan menikahi seseorang, sebelumnya aku akan tanyakan dulu asal usulnya. Sholatnya bagaimana, lalu kelakuan buruknya bagaimana. Aku tidak setuju terhadap seorang ustad yang berkhotbah, ketika menikahi pasangan, tidak perlu menanyakan masa lalunya. Menurutku itu bullshit. Ustad tersebut menyamakan dengan kisah sahabat rosulullah, Umar bin Khatab yang memiliki masalalu yang kelam. Umar pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup, membuat patung berhala, dan lain lain. Apa jadinya kalau istri umar bertanya masa lalunya. Dalam hal ini, aku tidak sependapat. Sebelum menikahiku, aku perlu tahu seluk beluk calon suamiku. Pernah melakukan keburukan apa saja? Apalagi pernah bersetubuh di luar nikah. Aku tidak ingin ketika menikah, hal-hal buruk pada suamiku dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Bagaimana sakitnya ketika calon suamiku adalah seorang pezinah. Lebih baik jujur di awal walaupun itu menyakitkan. Toni dan Arya adalah seorang pezinah. Walaupun begitu, mereka berdua adalah temanku. Dalam agamaku, orang baik pasti dapat orang baik. Pasanganku pasti tidak jauh dari sifat-sifatku.

Sampai saat ini, baru satu orang yang pernah dekat dan menyatakan cinta kepadaku. Aku pernah bertanya tentang sholatnya bagaimana, 5 waktu atau masih bolong-bolong. Dia jawab masih bolong-bolong. Dia janji akan memperbaikinya. Lalu ketika aku tanya, apakah pernah melakukan sek bebas, dia jawab pernah. Saat itulah aku menolaknya. Bagiku, itu sangat krusial. Aku tidak ingin memiliki suami yang pernah melakukan zina. Selain itu, aku memiliki kriteria calon suamiku bukan seorang peminum minuman keras, pemakai narkoba, perokok dan jenis-jenisnya, baik itu tembakau maupun vape. Dia harus sehat dan mampu menjaga kesehatannya. Menurutku rokok dan vape lebih banyak kemudaratannya daripada kebaikannya. Prinsipku, sebelum menikah aku perlu mengetahui masa lalunya. Baik dan buruknya seperti apa. Aku tidak ingin menyesal ketika berumah tangga.

“Sudah selesai, mau pijit yang mana Ria?” ujar Arya.

“Tangan ya terus kaki juga” ujar Ria.

“Siap, sini tangan kamu” ujar Arya.

Ria kemudian menggerakkan tangan kirinya ke samping, Arya yang ada di belakangnya kemudian sedikit bergeser berada di samping kiri Ria. Posisi arah duduk Arya menghadap ke arah Tenggara, yaitu arah jam 2 dari sudut pandang Ria atau ke arah jam 4 dari sudut pandangku. Tangan kiri Arya memegang pergelangan tangan kiri Ria, sedangkan tangan kanannya memijat lengan kiri atas dekat ketiak Ria. Gerakan pijatannya seperti meremas-remas. Aku lihat sih tidak begitu keras pijatan Arya. Ria terlihat tidak meronta dan memperlihatkan raut kesakitan. Pijatannya berjalan secara perlahan dari lengan atas ke siku, kemudian kembali lagi ke lengan atas. Telapak dan jemari tangan kanan Arya yang memijit lengan Ria ia ubah posisinya. Dari dari telapak tangannya menelungkup dari sisi atas menjadi menelungkup dari sisi bawah. Ketika posisi tangan kanan Arya menelungkup dari atas, Arya memijatnya dari pundak turun ke siku. Sedangkan kalau dari sisi bawah, tangan kanan Arya memijat dari lengan atas di dekat ketiak sampai siku.

Selang belasan menit, Arya memijat dari siku ke telapak tangan Ria. Sama seperti memijat lengan, Arya memijat dari sisi atas maupun sisi bawah pergelangan tangan Ria. Cara memijatnya juga teratur dan pelan. Tatapan matanya masih fokus ke tangan Ria. Aku tidak melihat sorot matanya tertuju pada buah dada Ria. Aku yakin, pada posisi duduk Arya dengan arah hadapnya ia dapat melihat buah dada sebelah kiri Ria.

Sekarang Arya memijat telapak tangan kiri Ria. Kali ini ia memijat menggunakan tangan kiri dan tangan kanannya secara bergantian. Bukan hanya telapak tangan saja, jemari Ria juga dipijat satu persatu. Dimulai dari jari kelingking sampai ibu jari. Setiap jari yang dipijit kemudian ditarik hingga terdengar suara gemeretak dari dalam rongga persendian yang berisi gas yang telah dilumasi dengan cairan sinovial. Setiap jari bisa berbunyi 3 kali, karena terdapat 3 sendi. Akan tetapi, pada jari Ria tidak semuanya berbunyi. Kadang tiap jarinya berbunyi 2 kali, kadang sekali. Ada sih yang sampai 3 kali, yaitu pada jari tengah Ria.

“Gimana? Sudah enakan?” ujar Arya setelah memijit tangan kiri Ria.

“Iya enak. Yuk tangan kananku dipijit ya Arya?” ujar Ria.

“Siap” ujar Arya.

Arya sekarang menggeser duduknya hingga berada di sebelah kanan belakang Ria. Arah duduknya menghadap ke Timur Laut, yaitu ke arah jam 11 atau 10 arah hadap Ria atau ke arah jam 1 dari sudut pandangku. Pada posisi ini, aku tidak dapat melihat hampir keseluruhan tubuh Ria, karena tertutupi oleh tubuh Arya yang lebih besar dari Ria. Hanya bagian-bagian tertentu saja, seperti kepala, ujung lutut yang bersila, dan ujung jari tangan kanan Ria. Aku dapat melihat tangan kanan Arya memegang pergelangan tangan kanan Ria. Ia memijat tangan kanan Arya menggunakan tangan kiri.

Punggung Arya terlihat jelas olehku. Walaupun kulitnya lebih gelap dari kulit Ria dan kulitku, kulit Arya terlihat terawat. Ada 2 tahi lalat di punggung Arya. Ukurannya tidak besar. Mungkin diameternya antara 2 hingga 3 milimeter. Pigmen kulit Arya menumpuk di satu titik dan menjadi bintik hitam. Aku lihat sih tahi lalat Arya jenis yang tidak hidup. Tampak tahi lalatnya tidak timbul dan menggembung. Ada sebagian orang baik pria maupun wanita yang tidak percaya diri karena tahi lalat. Mungkin karena posisinya yang dianggap mengganggu penampilan. Sebagai wanita, aku memakluminya. Apalagi mereka yang berkecimpung di dunia permodelan.

Gerakan otot lengan kiri Arya yang memijat tangan kanan Ria terlihat berisi. Sebagai atlit basket, otot-otot itu tentu sangat berguna. Dribling bola, mengumpan, hingga memasukkan bola ke jaring ring basket. Beberapa helai bulu ketiak Arya juga terlihat. Mungkin ia habis mencukurnya atau mencabutnya. Kostum untuk pebasket rata-rata berlengan lebar. Mungkin untuk penampilan dan kebersihan, Arya mencukurnya. Bagiku bulu ketiak itu sesuatu yang cukup risih. Aku saja rutin mencabut menggunakan pinset.

Beberapa menit kemudian terdengar suara gemeretak yang kemungkinan besar dari jemari tangan kanan Ria. Sepertinya sebentar lagi Arya selesai memijat tangan kanan Ria.

“Cukup atau masih kurang Ria?” ujar Arya.

“Sudah cukup” Ujar Ria.

“Selanjutnya mau bagian mana yang aku pijat?” ujar Arya yang terlihat antusias.

“Kaki ya? Tapi aku ganti posisi dulu” ujar Ria.

“Boleh, silahkan kamu mau posisi posisi seperti apa” ujar Arya.

Ria kemudian mengganti posisi dari duduk tegak bersila menjadi tidur telungkup dengan sisi kepala berada di sebelah Timur sedangkan ujung kakinya berada di sisi Barat. Posisi tangan Ria diletakkan sebagai bantalan kepalanya. Posisis telapak tangan kanan Ria berada disamping siku kiri. Sebaliknya, posisi telapak tangan kiri Ria berada disamping siku kanan Ria. Posisi kepala Ria menoleh ke kiri ke arah Utara. Rambutnya ia geser ke sebelah Selatan tergerai di lembaran kulit hewan yang cukup lebar. Sepasang kaki Ria ia sejajarkan dan tidak begitu rapat. Kira-kira jarak tumit kiri dan kanan Ria sekitar sejengkal. Dengan posisi tidur Ria yang telungkup, posisi duduk Arya berada di bahu kanan Ria. Kemudian Arya beranjak dan berdiri. Ia berjalan dan duduk bersila di sebelah lutut kiri Ria, yaitu di sebelah Utara dari kaki kiri Ria. Apakah Arya tidak ingin menutupi pandanganku dari kaki Ria ya? Aku rasa ia tidak berpikiran seperti itu. Sangat naif sih kalau memang demikian. Padahal dari posisinya yang berada di bahu kanan Ria, cukup geser saja sudah berada di kaki Ria. Kemungkinan besar sih bukan karena ingin menutupi pandanganku, melainkan karena cahaya dari lampu damar yang menutupi pandangan dari objek yang akan ia pijat.

Arya menggerakkan sepasang tangannya menggapai paha kiri bawah Ria. Telapak tangannya menggenggam kulit paha Ria dan mulai memijat. Ia memijat menggunakan sepasang tangannya, dari paha kiri bagian bawah turun ke pergelangan kaki kiri. Gerakan memijatnya tidak terburu-buru. Aku yakin Arya memang tulus memijat Ria, bukan meminta imbalan yang tentu saja ia sudah mengetahuinya. Malam ini Ria bersedia melayani nafsu Arya dan Toni. Penis Arya terlihat tegang. Dari balik kain sarung yang melilit pinggulnya terdapat tonjolan. Lebar kain sarung yang digunakan Arya sekitar 35 centimeter. Walaupun posisi duduk Arya bersila, kain tersebut bisa menutupi kemaluannya. Kain sarung itu seperti handuk kecil yang dililitkan di pinggul. Belahan sisi sebelah kanan membuatnya bisa merenggang ketika digunakan duduk bersila yang pahanya melebar. Sebagian kulit paha luar kanan Arya terekspos. Kulitnya bersih dan terlihat lebih putih dibandingkan dengan betis dan tangannya. Bahkan warnanya lebih putih dari punggungnya.

Sepasang tangan Arya memijat dari pergelangan kaki kiri Ria ke arah paha. Pijatannya teratur. Bergerak naik secara perlahan menuju betis. Lambat laun sepasang tangan Arya memijat paha bawah kiri Ria. Ria sepertinya tampak rileks dipijat Arya. Buah dada kanan Ria yang tergencet dan ditekan oleh dadanya membuat menggembung. Puting, Areola, serta sebagian besar area payudaranya menekan lembaran alas dari kulit hewan. Nafasnya teratur.

Arya mulai menjamah paha atas kiri Ria. Jemarinya memijat bagian dalam di bawah selangkangan Ria. Lubang anus Ria terpampang jelas. Jarak kemaluan Ria dengan lubang anus sangat dekat dan hanya dibatasi oleh perineum. Aku yakin kemaluan Ria juga terlihat oleh Arya. Belahan labia mayora dan minoranya terpampang oleh Arya. Dari sepuluh jari, posisi jari kelingking tangan kiri Arya adalah jari yang bersentuhan dengan pantat bawah Ria. Jari kelingking Arya berada di garis lipatan antara paha atas dan pantat bawah.

Arya tidak berani naik untuk memijat pantat Ria. Sepasang tangannya kemudian turun menuju betis. Dengan perlahan, Arya memijat paha atas, paha bawa, hingga betis. Sesampainya di pergelangan kaki kiri Ria, Arya melanjutkan pijatannya sampai telapak kaki Ria. Cukup lama Arya memijat telapak kaki Ria, kira-kira 7 menitan. Sepasang tangan Arya kemudian kembali lagi ke atas memijat pergelangan kaki, memijat betis, paha bawah, dan paha atas. Sama seperti tadi, jari Arya hanya memijat sampai batas lipatan pantat bawah Ria. Kemudian Arya beralih ke kaki kanan Ria. Arya memulai untuk memijat paha atas Ria. Dengan perlahan, tangan dan jemari Arya turun ke betis. Arya sungguh telaten. Telapak kaki kanan Ria juga dipijat. Tidaklah sulit menggapai kaki kanan Ria, karena postur tubuhnya yang tinggi dan tangannya yang tergolong panjang. Sepasang tangannya melintasi kaki kiri Ria.

Dari telapak kaki kanan Ria, Arya memijat ke pergelangan kaki kanan Ria. Betis, paha bawah, sampai paha atas. Kemudian, turun lagi ke bawah. Aku rasa Arya memijat dengan porsi yang sama dengan pijatan yang ia lakukan pada kaki kiri Ria. Sesampainya di telapak kaki kanan, Arya kemudian menghentikan pijatannya. Ia bangkit dari duduk lalu berdiri sambil tangannya menggapai pergelangan kaki kanan Ria hingga bentuk kaki kanan Ria tertekuk dengan sudut siku-siku. Paha Ria datar horizontal, sedangkan dari lutut ke mata kaki lurus vertikal ke atas. Arya berdiri menghadap Selatan, ke arahku. Posisi berdirinya berada di antara lutut Ria. Kaki kiri Arya menginjak paha bawah. Betis kaki kanan Ria berdempetan dengan betis kaki kiri Arya. Untuk kaki kanan Arya tetap menginjak lembaran kulit hewan. Tangan kanan Arya memegang punggung kaki Ria dan tangan kiri Arya memegang tumit Ria. Arya menarik vertikal secara perlahan ke arah atas. Beberapa detik kemudian terdengar suara gemeretak dari sendi pergelangan kaki kanan Ria. Suaranya cukup nyaring.

"Aaahh…." Ujar Ria ketika terdengar gemeretak dari kaki kanannya.

"Sakit?" Ujar Arya.

"Nggak. Enak kok" ujar Ria.

Tak lama kemudian Arya menarik satu-persatu jemari kaki kanan Ria dari ibu jari sampai jari kelingkinf hingga terdengar suara gemeretak yang tidak senyaring pergelangan kaki kanan Ria. Setelahnya, Arya melepaskan perlahan kaki kanan Arya hingga ujung kaki Ria menyentuh alas kulit hewan.

Arya melangkah mundur. Ia lakukan hak yang sama dengan kaki kanan Ria. Arya membungkuk, tangan kanannya meraih pergelangan kaki kiri Ria. Lalu, kaki kiri Arya dipijakkan ke paha bawah. Dipegang punggung kaki dan tumit Ria.

KLEEGG

Terdengar gemeretak dari sendi pergelangan kaki kiri Ria. Sama seperti kaki kanan, satu persatu dari ibu jari sampai jari kelingking ditarik oleh Arya. Terdengar gemeretak dari jari kaki kiri Ria. Kemudian kaki kiri Ria dilepaskan perlahan.

"Permisi, aku buka ya paha kamu" ujar Arya.

"Oh silahkan Arya" ujar Ria.

Dengan sepasang tangan, Arya membuka sedikit lebih lebar sepasang kaki Ria. Kira-kira jarak antara lutut kiri dan kanan Ria sekitar 30 centimeter. Arya kemudian berdiri di antara lutut Ria menghadap ke arah Timur, yaitu ke arah kepala Ria. Arya meletakkan lutut kanannya ke paha atas di bawah pantat sebelah kanan Ria. Begitu juga dengan satunya. Lutut kiri Arya di letakkan di paha atas di bawah dibawah pantat sebelah kiri Ria. Sepasang kaki Arya seperti menjinjit di antara lutut Ria.

"Sini tangan kamu Ria" ujar Arya.

"Semuanya?" Tanya Ria.

"Iya semua" ujar Arya.

Ria mengarahkan sepasang tangannya ke belakang. Sepasang tangan Arya menggapai pergelangan Ria. Perlahan, Arya menarik sepasangan pergelangan tangan Ria.

"Aaaahh…" jerit Ria pelan.

"Tahan. Ini cuma sebentar kok" ujar Arya.

Tarikannya cukup kuat. Tak lama kemudian dada Ria terangkat hingga sepasang payudaranya tidak menyentuh alas. Posisi Arya yang berlutut di paha atas Ria dengan tubuh tegap sedikit mendur ke belakang. Tentu karena tangan Arya yang panjang. Tubuh Ria tidur telungkup dengan perut atas sampai ujung kepala membentuk kurva. Buah dada Ria membusung menghadap ke arah Timur.

Terdengar suara gemeretak dari punggung Ria. Tidak hanya satu suara, tapi lebih. Mungkin 5.

"Masih sakit?" Tanya Arya sambil tetap menahan posisinya.

"He em" ujar Ria.

"Tahan ya" ujar Arya.

"I… iya" ujar Ria.

Wah pose bagus. Aku mengarahkan menghidupkan ponsel dan mengarahkan kameraku ke mereka berdua. Tidak lupa aku nyalakan lampu flash.

TAP

Yeeey, foto terabadikan. Aku lihat hasilnya bagus. Foto landscape dari sebelah kiri Ria dan Arya. Aku kemudian berdiri dan berjalan mendekati Ria. Aku duduk di depan Ria, yaitu di sebelah Timur Ria.

"Ria, senyum dong jangan meringis gitu" ujarku.

"Sakit tahu" ujar Ria.

"Yuk senyum, cheeeeeesss" ujarku.

Dengan wajah dipaksakan, Ria tersenyum. Akupun mengetap untuk mengambil gambar. Aku lihat hasilnya bagus. Buah dada kiri Ria terlihat jelas, sedangkan buah dada kanan sebagian tertutupi oleh rambutnya. Tali sabut kelapa yang mengikat tindik cincin di puting kiri Ria masih menggantung. Aku raih ujung tali itu dengan tangan kananku. Tangan kiriku memegang ponsel san mengarahkan ke Ria. Aku menekan tombol rekam dengan mengaktifkan lampu flash.

"Eh kamu rekam ya Anggu?" Tanya Ria.

"Iya" ujarku singkat.

Aku arahkan kamera ke bawah, ke tali sabut kelapa ini ke buah dada kiri Ria secara perlahan.

"Hiap Hiap" ujarku sambil menarik tali sabut kelapa dengan tangan kananku.

Puting kiri Ria tertarik-tarik.

"Iihh.. Anggu mulai nakal. Masak aku disamain kuda"

"Hihihi. Ayo dong tunjukkan aksimu Ria. Hiap.. Hiap" ujarku.

"Huii… hiiii.. hiii" ujar Ria seperti suara kuda sambil mengarahkan kamera ke wajah Ria.

"Hihihi bagus"

Aku kemudian menyetop rekamannya. Cukup pendek video rekamannya. Kira-kira 27 detik.

"Arya, udahan dong. Sakit nih" ujar Ria.

"Oke oke" ujar Arya sambil menurunkan sepasang tangan hingga sepasang buah dada Ria kembali menyentuh alas dan tertindih dada Ria.

"Masih sakit?" Ujar Arya.

"Iya masih. Tuh kaki kamu masih di paha aku" ujar Ria.

"Eh iya. Sorry" ujar Arya kemudian mengangkat sepasang lututnya menjauh dari paha atas Ria.

"Aaaaahhhh, rasanya hangat. Aliran darah dari paha ke ujung kakiku terasa hangat" ujar Ria.

Arya masih berada di antara lutut Ria. Ia hendak bangkit.

"Arya, tolong pantat aku ya" ujar Ria menghentikan Arya untuk berdiri.

"Eh?" Ujar Arya kemudian kemudian duduk kembali di antara lutut Ria.

"Kok eh?"

"Soalnya aku gak pernah mijat pantat. Biasanya aku selalu menghindari memijat pantat" ujar Arya.

"Gak apa-apa kok. Mijat pantat juga baik buat kesehatan. Bisa mengurangi stress"

"Oh gitu. Memangnya kamu stress ya Ria?"

"Sedikit"

"Kok bisa?"

"Soalnya malam ini aku bakal dihajar oleh kamu dan Toni"

"Kalau begitu, aku gak ikutan deh. Biar Toni saja"

"Memangnya kamu gak mau ngentotin aku lagi?"

"Ya mau sih, tapi kalau kamu keberatan ya aku gak ikutan"

"Hihihi, tenang saja. Kamu boleh ikutan kok. Mau ya mau ya?"

"Katanya stress"

"Sedikit sih. Makanya pijitin"

"Iya iya" ujar Arya kemudian memijat pantat Ria dengan sepasang tangannya.

"Memangnya apa sih yang kamu pikirkan Ria kok bisa stress gitu? Apa karena aku dan Toni sore tadi main kasar ya sampai kamu pingsan di semak semak pinggir pantai?"

"Eh, kayanya tadi kamu gak main kasar deh. Hanya Toni yang kasar"

"Sebenarnya saat kamu pingsan, aku sudah ngasarin kamu lho"

"Benarkah?"

"Iya"

"Ngasarin gimana?"

"Cuma narik-narik puting kanan kamu"

"Hihihi, sama kayak Anggu barusan dong"

"Lebih dari itu kok"

"Wah, seperti Toni dong. Pasti Toni yang nyuruh ya?"

"Hehehe iya"

"Kenapa tidak kamu lakukan saat aku sadar saja?"

"Soalnya aku gak mau melakukannya karena bisa membuat kamu menjerit kesakitan"

"Oh gitu. Pantas saja toketku terasa nyeri saat aku siuman dibangunkan Anggu"

"Maaf ya Ria"

"Gak apa-apa kok. Aku suka karena kamu jujur"

"Iya makasih"

"Malam ini, silahkan kamu kasarin aku. Kalau takut, nunggu aku pingsan aja. Lakukan apapun pada tubuhku ini. Hihihi"

"Hehehe iya, batasnya sampai jam 1e malam ya?"

"Sampai pagi ya"

"Lho, kok bisa gitu?"

"Aku salah ucap sih. Ya akhirnya aku bolehin Toni dan kamu melakukan apapun padaku sampai pagi"

"Sampai matahari terbit ya?"

"Iya"

"Selama kamu pingsan, aku boleh ngentotin kamu?"

"Boleh kok. Silahkan entotin memek aku. Keluarin semua peju kamu di dalam memek aku. Memek aku siap menjadi wadah pembuangan peju kamu dan Toni. Selama aku pingsan, hajar aja terus memek aku"

"Kalau hamil gimana?"

"Tenang saja, aku lagi aman kok. Masa subur aku masih 5 hari lagi. Sperma mentok bertahan 3 hari" ujar Ria.

"Baiklah" ujar Arya.

"Arya, kalaupun besok pagi aku belum sadar, kamu masih boleh kok ngentotin aku"

"Eh, iyakah? Kalau sadarnya siang gimana?"

"Ya gak apa-apa, tapi selama aku pingsan jangan dibius lho"

“Iya aku paham. Aku tidak akan curang”

“Nanti Toni bilangin juga ya? Entar kelewatan lagi”

“Siap Ria. Aku akan jaga kamu selama pingsan” Ujar Arya.

Sedari tadi Arya memijat sepasang pantat Ria. Dari bagian kiri, kanan, atas, bawah, maupun tengah. Kesemua bagian pantat Ria dipijat oleh Arya.

"Ria, di kemaluan kamu ada sesuatu" ujar Arya.

"Itu ulah Toni. Tadi sewaktu perjalanan kesini, Toni memasukkan itu ke memek aku. Katanya gak boleh dikeluarin" ujar Ria.

"Sini biar aku keluarin. Nanti biar aku yang bilang ke Toni"

"Baiklah. Silahkan kamu keluarkan"

Arya kemudian menghentikan pijitannya. Tangan kiri Arya terlihat masuk ke selangkangan Ria yang sedang tidur telungkup.

"Mmmhhhh.." desah Ria ketika tangan kiri Arya menarik sesuatu di selangkangan Ria.

"Wah. Toni memang aneh, kemaluan kamu dimasukin ini" ujar Arya sambil menenteng benda dengan menjepit menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri.

Aku cukup terkejut. Tangan kiri Arya menenteng fiddlehead fern. Cukup panjang sih, kira-kira 10 centimeter. Toni memang keterlaluan. Vagina Ria dimasukin tumbuhan yang biasa dimasak nenek yang ada di desa. Cukup lama juga benda itu bersemayam di kemaluan Ria.

"Wuiihh.. memek aku dimasukin sayur. Sialan si Toni. Pantes aja memekku terasa keset. Gak taunya dari getah tanaman itu. Hihihi" ujar Ria.

"Jadi berlendir nih Ria. Jangan-jangan lendir kemaluan kamu ya?" Ujar Arya.

"Hihihi. Iya. Kalau bisa kamu jangan bilang kemaluan. Langsung saja bilang memek" ujar Ria.

"Oh. Soalnya kebiasaan sih"

"Dari sekarang kamu bilang memek aja ya sayang. Memek aku buat kontol kamu. Silahkan pakai memek aku, nih lihat.. lihatlah memek aku" ujar Ria sembari mengangkat pantatnua hingga menungging di depan wajah Arya.

"Hehehe, iya"

"Ini memek yang merenggut keperjakaan kamu. Kamu mau kan pakai memek aku lagi?"

"I.. iya"

"Sip. Sekarang kamu boleh nyodok memek aku. Nih masukin saja kontol kamu me memek aku. Sudah basah nih"

"Habis makan malam saja ya Ria?"

"Hmmm.. baiklah. Kalau begitu, tolong pijitin bagian depan tubuh aki ya? Aku mau ganti posisi telentang" ujar Ria.

"Boleh" ujar Arya.

Ria kemudian berganti posisi dan telungkup dengan pantat menungging menjadi tiduran telentang. Posisi kepala Ria masih berada di sebelah Timur dan sepasang kakinya yang sejajar tidak terlalu rapat berada di sebelah Barat. Dari wajahnya, Arya terlihat senang.

"Eh, kemana sayur yang tadi masuk ke memek aku?" Tanya Ria.

"Tuh di samping kamu" ujar Arya menunjuk sebatang sayur pakis di sebelah Selatan Ria.

"Jangan di buang. Ini sayuran yang bergizi" ujar Ria.

"Terus kamu mau apakan? Disimpan?" Tanya Arya.

"Nggak" singkat Ria.

Tangan kiri Ria mengambil sayur pakis itu kemudian mengarahkan ke mulut lalu memakannya.

"Hahaha, kamu doyan sayur mentah?" Ujar Arya.

"Iya, tanya aja Anggu" ujar Ria.

"Aku sih gak seperti kamu Ria. Aku belum pernah makan sayur pakis mentah" ujarku.

"Hahaha iya, tapi kamu pernah makan sayur mentah kan?"

"Iya, seperti mentimun, cabai, tomat, kubis, dan petai" ujarku.

"Kamu doyan petai ya Anggu?" Ujar Arya.

"Ya. Ria juga doyan kok. Apalagi kalau yang bikin sambal lalapan mama aku" ujarku.

"Wooow, ingin deh nyicipin masakan mama kamu" ujar Arya.

"Nanti kalau ke rumah ya" ujarku.

"Siap" ujar Arya.

"Yuk, Arya. Sekarang pijitin aku. Kamu boleh kok pijit toket dan memek aku. Kamu tarik-tarik puting aku juga boleh. Nih kamu pegang aja tali ini" ujar Ria menyerahkan tali sabut kelapa yang melilit pada cincin tindik di puting kirinya.

Wajah Arya sumringah. Mungkin dia senang bisa bermain-main dengan tubuh Ria.

Duh Toni kemana saja sih. Lama sekali menyiapkan makan malam. Perutku sudah lapar. @-@




Bersambung…..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd