Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Liburan Semesterku

Untuk Bagian 18, Anggu dibawa ke mana nih?

  • Perkampungan suku kanibal.

    Votes: 14 20,9%
  • Perkampungan suku non kanibal.

    Votes: 23 34,3%
  • Camp sederhana tempat penculik tinggal.

    Votes: 30 44,8%

  • Total voters
    67
  • Poll closed .
BAGIAN 10



Suara jangkrik mengerik bagaikan sebuah efek suara 3D audio surround sound dalam sebuah movie. Dari penjuru arah, jangkrik-jangkrik itu mengerik saling bersahut-sahutan. Cahaya bulan membias masuk melewati celah rimbun dedaunan hutan tropis yang mulai lembab. Angin yang berhembus pada malam hari ini sangat bersahaja. Tidak kencang, tidak pula lambat. Kecepatan angin berhembus sepoi-sepoi. Alam sedang berbaik hati bersama kami bertiga. Toni berjalan di depan berjajar bersama Ria, disusul aku dibelakang mereka berdua. Toni berjalan di sisi kanan, dan Ria di sisi kiri. Jarak mereka cukup dekat. Tidak sampai satu meter. Sedangkan jarakku dengan mereka berdua cukup jauh, antara tiga sampai empat meteran. Sesaat aku terlintas kelakuan bejat Toni terhadap Ria yang memasukkan benda-benda tidak wajar ke dalam kemaluan Ria, lalu menyetubuhinya. Bukan hanya Toni, kelakuan Arya juga sama amoralnya. Itu karena Ria sih, coba tidak ada kompetisi atau taruhan tebak-tebakan aneh nyari puting. Pasti tidak akan terjadi hal demikian. Toni dan Arya tidak tahu kelakuan Ria yang binal. Sewaktu kami tiba di desa terpencil ini, perlakuan Toni dan Arya biasa saja. Aku tahu Ria memang berubah sejak berpacaran sama Rahman. Dialah dalang penyebab perubahan Ria yang menyebabkan jadi amoral seperti ini.

Bukankah tadi kamu seperti itu Anggu?

Dalam hatiku ada yang berbisik. Ah iya, aku juga. Kenapa aku menuduh Toni berbuat amoral, sedangkan diriku tadi melakukannya. Bertelanjang sambil mengeksplorasi tubuh sahabatku, Ria. Walaupun sesama perempuan, tindakan seperti itu tetaplah amoral. Mengapa? Mengapa aku bisa melakukan hal seperti itu? Astaghfirullahaladzim.

"Ton, sepertinya kamu kecapean. Apa karena memanggul babi?" Tanya Ria.

"Nggak kok. Hanya sedikit pegel aja, hehehe" ujar Toni.

"Mau dibantu nggak?" tanya Ria lagi.

"Gak usah"

"Hahaha jangan bohong Ton. Tuh kamu ngos-ngosan gitu"

"Hehehehe" Toni hanya tertawa kecil.

"Ayo dong semangat. Jangankan babi, tubuhku kamu sanggup mengangkatnya. Bukankah begitu?"

"Iya, aku kuat kok"

"Kalau ngangkat Anggu, kamu kuat nggak?" Tanya Ria melirik dan menoleh ke belakang ke arahku yang sedang berjalan mengekori mereka berdua.

"Ishh… apa-apaan sih" ujarku. Aku disama-samain sama babi diangkat-angkat. Gak sudi. Ya kecuali sama suamiku kelak. Kalau capek berjalan, aku minta gendong. Boleh dan sah-sah saja. Hihihi.

"Kuat dong" jawab Toni.

"Bagus. Gitu dong jadi cowok, harus kuat. Kalau lemah, malam ini kamu gak akan bertahan lama sama aku"

"Tidak akan"

"Kita lihat aja. Paling tidak sampai 3 jam kamu dan Arya sudah keok."

"Nantangin nih? Awas kamu ya Ria" ujar Toni kemudian tangan kirinya mencubit pinggang kanan Ria.

"Aaaaaw… sakit tahu. Iiihhhhhh…" ujar Ria memegang pergelangan tangan kiri Toni dan melepaskan tangan kiri yang mencubit pinggang kanannya.

"Cewek gak boleh disakiti, harusnya dibelai dengan lembut seperti ini" ujar Ria sambil sepasang tangannya bergerak-gerak di dadanya. Sepertinya Ria meremas payudaranya sendiri.

DUGG…. KRESSSEEKKK

"Aaaawwwww….. ah sial" Ria merintih.

Ria jatuh kakinya kesandung akar pohon yang ada di didepannya. Posisi Ria jatuhnya tidak sampai menelungkup. Sepasang tangannya berhasil menyanggah tubuhnya. Lutut kirinya tampaknya membentur tanah. Aku dan Toni segera menolongnya. Aku berjalan dan berdiri di samping kirinya memegang tangan dan punggung untuk membantunya berdiri. Sedangkan Toni duduk di samping kanan, memegang lengan kanan Ria lalu menariknya. Ia lakukan sambil memanggul babi ukuran tanggung di pundak kanannya.

"Kamu sih gak liat jalan" ujarku.

"Hihihi, iya maaf. Gara-gara meremas toket, jadi jatuh" ujar Ria berdiri sambil menepuk sepasang tangannya yang kotor dipenuhi tanah.

"Mana yang sakit Ria?" Tanya Toni

"Gak ada"

"Beneran? Itu lutut kiri kamu" ujar Toni menunjuk ke lutut Ria.

"Nggak apa apa kok, cuma kotor aja" ujar Ria kemudian menepuk-nepuk lutut kirinya.

"Tuh kan gakpapa" lanjut Ria menunjukkan lututnya.

"Sip. Yang penting toketku aman"

"Aman dong. Nih lihat toketmu ini baik-baik saja" ujarnya sambil telapak tangannya mengangkat sepasang payudara dari bagian bawah ke atas.

"Sip. Toket kamu memang gemesin"

"Makasih. Emang kamu suka toket aku yang mana?" Tanya Ria sambil menghadap ke kanan, ke arah Toni sembari tetap mengangkat sepasang payudaranya. Tapi kali ini Ria mengangkatnya sambil bergantian seperti sedang menimbang-nimbang.

"Toket kamu? Ini toket aku lho. Ingat, bukan hanya toket, tapi tubuh kamu itu milik aku"

"Iya iya. Tapi jawab dulu dong. Diantara toket kiri dan kanan ini, kamu suka yang mana? Ini atau yang ini?" Ujar Ria sambil menunduk melihat payudara kiri yang diangkat dengan telapak tangan kiri, lalu bergeser melihat ke payudara satunya.

"Yang ini" ujar Toni sembari ujung jari telunjuk tangan kirinya menusuk payudara kiri Ria di sebelah atas areolanya, yaitu 2 centimeter dari sisi luar areola. Jari telunjuknya juga menekan bagian gambar tato bunga mawar, yaitu pada bagian tangkai.

"Oh yang kiri. Alasannya apa?"

"Karena terlihat lebih besar, bertato, dan bertindik. Gemas banget ingin narik puting kiri kamu"

"Gitu ya. Kalau gitu yang kanan ini milik Arya, hihihi"

"Ya gak juga. Aku bisa berbagi toket sama Arya. hehehe"

"Iya iya. Aku paham"

"Heeeii!!!! Kalau seperti ini terus, kita gak bakal cepet sampai" ujarku.

"Gak tau nih Ria" ujar Toni melirik ke Ria

"Yeeeeee…. Kalau gak jatuh ya kita jalan" ujar Ria membela diri.

"Karena kamu memperlambat perjalanan, sekarang kamu akan aku ikat Ria" ujar Toni sembari menurunkan babi dari bahu kanannya ke rerumputan di samping kanannya.

"Apa-apaan sih kok main ikat-ikatan segala" ujar Ria mundur selangkah ke belakang.

Setelah meletakkan babi, Toni memutar badan menghadap ke arah Ria. Ia melepaskan tali tambang dari sabut kelapa yang melilit di pinggangnya. Diameternya kurang lebih 1 centimeter.

"Kamu bilang aku boleh melakukan apa saja" ujar Toni.

"I.. iya sih, tapi ya gak segitunya.." ujar Ria.

"Santai saja. Aku ngikatnya gak kencang kok" ujar Toni berjalan mendekati Ria.

"Ya udah. Mau ikat tangan aku ya?"

"Betul"

"Ya udah, nih ikat aja tangan aku" ujar Ria menjulurkan sepasang tangannya lurus ke depan.

"Gadis pintar" ujar Toni.

"Gadis? Aku sudah gak perawan lho. Anggu itu yang masih gadis"

"Hehehe, bener juga"

“Hussshhh. Kalian ini. Perawan aku hanya buat orang spesial tauuu” ujarku.

Toni hanya cengingisan kemudian memegang tangan kanan Ria dan mengarahkannya ke belakang, ke punggung Ria.

"Sini tangan satunya" ujar Toni yang berdiri di belakang Ria.

"Nih. Aku kira ngikatnya di depan" ujar Ria sambil menggerakkan tangan kirinya menyusul tangan kanannya ke belakang.

"Kalau di depan gak asik" ujar Toni.

Toni kemudian mengikat sepasang pergelangan tangan Ria secara berhimpitan dengan tali dari sabut kelapa.

"Aaaawww… sakit. Katanya gak kencang, ini apaan? Bohong kamu ya"

"Sorry kelepasan. Kebiasan barusan habis ngikat babi"

"Oh, jadi kamu anggap aku itu babi gitu ya, sampai tanganku diikat seperti ini?"

"Hmmm… gimana ya"

"Bilang aja iya. Susah amat. Aku sih suka aja dibeginikan, mengingatkan tentang almarhum mantanku"

"Oh, jadi kamu pernah diikat?"

"Ya, tapi tidak pakai tali jelek seperti itu"

"Lalu?"

"Pakai borgol"

"Ini pertama kalinya pakai tali?"

"Iya"

Toni kemudian menyelesaikan lilitan terakhir dan membuat simpul. Sembari tangan kirinya memegang simpul, tangan kanan Toni mengambil sebuah batu pipih berwarna hitam dari dalam kantong di sabuk kulit di pinggulnya. Toni menggesek-gesekkan batu itu ke tali yang dipegang tangan kirinya.

"Nah sudah selesai" ujar Toni.

"Itu pisau ya?" Tanyaku sambil menunjuk ke batu yang dipegang tangan kanan Toni.

"Iya. Di sini, para penduduk menggunakan batu ini sebagai alat untuk memotong" jawab Toni.

"Batu apa itu?"

"Obsidian. Selain tahan lama, batu jenis ini tidak akan korosi dan tidak mudah tergerus. Kuat banget dibandingkan menggunakan tulang atau batuan lain"

"Belum pakai besi ya?"

"Belum. Teknologinya belum ada"

"Ortu kamu dari desa ini, kenapa kamu tidak membawakan mereka pisau atau perkakas yang lebih modern?"

"Biar tetap alami Anggu. Biar mereka menemukannya sendiri"

"Apa semua aktivitas memotong pakai obsidian?"

"Ya, nanti kamu bisa lihat warga desa menggunakan obsidian, mulai dari kapak dan perkakas lainnya"

"Eh, nanti aku boleh bantu ikut masak daging babi ini ya?" Tanya Ria menoleh ke Toni.

"Apa kata nanti deh. Ingat, kamu itu dalam kuasaku. Aku berhak membolehkan dan melarang apa yang aku mau"

"Iya iya aku paham itu"

"Sip, sekarang aku mau ngikat ke puting kiri kamu"

"Iya. Nih ikat aja, tapi awas kalau kenapa-napa" ujar Ria sambil memutar badan ke arah Toni.

"Eeiitt.. kamu gak bisa ngancam-ngancam. Tubuh kamu jadi milikku"

Toni kemudian mengambil tali sabut kelapa yang ukurannya lebih kecil. Diameternya antara 2 sampai 3 milimeter. Sisa tali untuk mengikat pergelangan tangan Ria ia gulung dan dicantolkan di pinggul Toni.

Toni mengikatkan tali sabut kelapa itu ke cincin penyemat tindik puting kiri Ria, lalu membuat simpul mati. Toni menarik-narik tali sabut kelapa ukuran kecil itu sampai puting Ria menjulur dan payudaranya berguncang.

"Aaaaahhh… Jangan keras-keras dong Toni. Iya aku paham tubuh aku milik kamu, kamu berhak melakukan apapun pada aku, tapi kalau sampai putingku sobek gimana?"

"Gak kok. Gak akan sobek. Tenang saja Ria. Aku lihat yang nindik puting kamu sepertinya profesional"

"Awas ya. Putingku gak ada spare partnya tau. Eh, kok kamu tau kalau dia profesional?" ujar Ria.

“Penempatan tindiknya pas. Di pangkal puting” ujar Toni.

“Iya, ini permintaan si Rahman sendiri” ujar Ria.

"Hehehe. Yuk jalan" seru Toni sambil berjalan dan menarik tali sabut kelapa yang cukup panjang ke arah Utara.

"Aaaahhhh" desah Ria saat Toni menarik tali itu dan membuat puting kiri Ria ikut tertarik. Aku berjalan menyusul di belakang Ria.

Baru 3 meter berjalan, Toni menghentikan langkah kakinya.

"Oh iya. Biar seru, kamu pakai ini Ria" ujar Toni balik badan menghampiri Ria sambil mengeluarkan kantong goni ukuran kecil.

"Huh dasar, iya sini buruan" ujar Ria.

Ria malah bersemangat. Toni kemudian memakaikan karung itu untuk menutup kepala Ria. Tidak lupa sebelum dipakaikan ke Ria, ia melubangi bagian depan untuk jalur pernafasan di hidung Ria dengan ujung batu obsidian. Terakhir, Toni mengikat ujung kantong goni pada bagian leher Ria.

"Hahaha, bagus banget Ria. Kamu mirip budak" ujar Toni.

"Bukan mirip, tapi beneran sudah jadi budak" ujar Ria.

"Budak siapa hayoo?" tanya Toni.

"Budak Toni dan Arya"

"Sekali lagi budak siapa?"

"Budak Toniiiii dan Aryaaaa.. puas?" Ujar Ria.

"Aaahhhh.." jerit Ria saat tiba-tiba Toni menarik tali yang mengikat puting Ria. Tubuh Ria sampai melangkah ke depan dan menabrak Toni. Toni langsung menahan tubuh Ria dan memeluknya dengan tangan kanan yang masih memegang tali, sedangkan tangan kiri Toni mengelus selangkangan Ria.

"Bagus, kamu mulai nurut…. Eh, memek kamu basah nih. Kamu suka dibeginikan ya?" Ujar Toni.

"Iya, aku suka" ujar Ria.

"Hahahahaha" Toni tertawa riang.

"Sepertinya kamu suka memperlakukan Ria seperti ini, Ton?" Tanyaku.

"Yup. Aku suka" ujar Toni.

"Hihihi dasar Toni, nikmati aja tubuhku ini sampai pagi. Jangan sungkan-sungkan" ujar Ria.

"Hahaha iya dong. Aku akan menikmati momen-momen seperti ini. Bisa ngentotin teman kampus yang cantik dan gratis" ujar Toni sembari tangan kanannya menarik tali sabut kelapa yang mengikat ke cincin penyemat tindik puting kiri Ria hingga payudara kirinya mengerucut ke depan.

"Aaaaahhhhh" Ria menjerit kecil. Tubuhnya sampai ikut maju selangkah, tapi ditahan oleh telapak tangan kiri Toni yang menahan bagian dada atas dibawah sepasang tulang selangka Ria.

"Kalian berdua cocok deh. Kamu suka menyiksa, sedangkan Ria suka disiksa. Pasangan serasi, Haha" ujarku.

"Nikah aja yuk Ria sama aku. Nanti kamu bisa aku puasin kapan saja" ujar Toni.

"Ciee ciee. Langsung ngajak nikah nih. Cewekmu gimana Ton? Kamu tinggalin begitu saja ya?" Ujarku.

"Hmmm.. aku nikahin juga"

"Huuuu… dasar. Aku gak mau nikah sama kamu"

"Lho kenapa? Kamu gak suka ya kalau aku beristri dua?"

"Bukan. Aku mau nikahnya sama yang seiman. Kecuali kamu mau pindah keyakinan ikut aku"

"Gitu ya? Aku pikir-pikir dulu deh. Yang penting sekarang aku bisa nikmatin kamu, hehehe" ujar Toni kembali menarik tali sabut kelapa itu.

"Aaaahhh… jangan kenceng-kenceng dong. Iya kamu boleh menikmati tubuh aku, tapi… aaahh" ujar Ria.

"Hehehe sorry. Toket kamu gemesin sih" ujar Toni kemudian menghentikan aktivitas menarik-narik tali yang mengikat cincin penyemat tindik puting kiri Ria.

"Hhhhh.. Ma.. Makasih. Kamu suka banget ya nyiksa toket aku?"

"Banget. Andaikan puting kanan kamu juga ditindik, pasti aku bisa ikat seperti puting kiri kamu. Atau klistoris kamu ditindik. Seru banget mainin 3 tali. Hehehe"

"Huuuuu.. itu mau kamu. Gak. Pokoknya gak boleh tindik menindik. Cukup puting kiriku ini saja"

"Baiklah. Siapa tahu kamu berubah pikiran. Tapi, ngomong-ngomong kamu beneran gak bisa lihat kan Ria?"

"Gak bisa. Agak tebal dan seratnya rapat"

"Hehehehe" Toni cengengesan.

"Jangan ketawa. Kamu suka ya aku gak bisa lihat?"

"Banget. Aku seperti punya hewan peliharaan"

"Tapi peliharaannya jangan disembelih lho ya"

"Hahaha kamu kok berpikir ke situ Ria?"

"Habisnya sih, aku lihat penduduk disini mukanya seperti orang-orang kanibal di film-film gitu. Leluhur kamu kan dari kampung ini?"

"Itu sih dulu, setengah abad yang lalu. Sekarang mereka sudah meninggalkan tradisi itu"

"Ooh.. syukurlah. Eh Toni, gak ada karung yang lebih longgar? Aku beneran gak bisa buka mata, mepet banget karung ini sampai nyentuh dan menekan kelopak mataku tau."

“Wah gak ada Ria. Sakit ya?”

“Nggak sih, hanya aku gak bisa buka mata buat ngintip. hihihi”

“Hahaha, ya biarin gitu saja. Jadi peliharaan harus nurut. Yuk jalan lagi” ujar Toni kemudian memikul kembali babi tanggung di pundak kanan. Ia kemudian tangan kirinya meraih tali lalu berjalan ke arah Utara. Pada jarak 2 meter, tali yang ditarik oleh tangan kiri Toni menyebabkan puting kiri Ria tertarik dan payudaranya sedikit mengerucut.

“Aaaahhhh….” jerit kecil Ria ketika puting kirinya tertarik dan mulai melangkahkan kaki berjalan mengikuti arah langkah Toni yang berjalan di depannya. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka berdua sembari berjalan di belakang Ria. Agak jauh sih jarakku dengan Ria. Mungkin sekitar 5 meter.

Toni berjalan bagaikan seorang pemimpin. Ia membelah rimbunan hutan, menyisir daun dan ranting yang menghalangi jalan. Tubuh Ria yang telanjang bulat membentur beberapa daun dan ranting yang lembab tersebut. Sasaran utamanya tentu bagian depan tubuhnya. Dari kaki sampai wajah. Tapi karena wajahnya tertutup oleh karung goni, hanya dari kaki sampai bahu saja. Sewaktu aku pergi lewat jalan ini menuju ke pantai, aku tidak melihat ranting yang berduri. Selain itu, walaupun kawasan hutan ini lebat, jalan setapak ini cukup datar. Hanya tadi saja ada akar pohon yang timbul dari permukaan tanah yang menyebabkan Ria terjatuh. Syukurlah dia baik-baik saja.

Kami berjalan sudah cukup jauh, mungkin sekitar 100 meter dari lokasi jatuhnya Ria. Remah-remang aku dapat melihat bias cahaya merah di hadapanku. Mungkin cahaya itu dari obor yang menyala. Tidak salah lagi, kemungkinan itu permukiman tempat kami tinggal. Mungkin beberapa ratus meter lagi kami akan tiba di tempat itu. Suara hewan masih mengisi kesunyian kami. Walaupun suara-suara itu didominasi oleh hewan jenis belalang, tumbuhan pun tak mau kalah. Ketika udara berhembus, ranting dan dedaunan saling bergesekan. Aku juga mendengar ranting kering yang patah dan jatuh dari ketinggian. Bukan di depanku, tapi di sisi kiriku. Dari sebelah kanan, dengusan babi juga terdengar dan sedang berlari.

Aku kasihan terhadap Ria. Ia berjalan tanpa alas kaki. Kalau aku sih enak, pakai sepatu. Kalau Toni mengenakan sandal dari anyaman serat tumbuhan kering. Telapak kaki Ria menginjak ranting dan dedaunan kering. Tidak ada batu dan kerikil, melainkan tanah yang tertutupi oleh daun dan ranting kering. Jalan setapak ini tidak lebar, kira-kira lebarnya sekitar 3 jengkal. Di sisi kiri dan kanan tentu dipenuhi oleh rumput liar. Beberapa sisi rumput tumbuh rendah, sebagian lagi tinggi. Mungkin karena sering dipijak dan dilewati orang, jalan setapak ini tidak ditumbuhi rumput.

“Ton, aku kebelet pipis nih” ujar Ria.

Oh pantas. Aku lihat cara jalan Ria mulai aneh.

“Ok, sini ikut” ujar Toni kemudian menghampiri Ria kemudian berjalan ke arah Kanan atau ke arah Timur.

“Aaaahhh…” jerit kecil Ria ketika puting kirinya ditarik ke arah kanan. Otomatis Ria mengikuti arah tarikan tersebut.

Ria dan Toni berjalan ke tepi jalan setapak yang tidak begitu lebat. Jarak dari jalan setapak ke arah Timur tidak lebih dari satu meter.

“Kamu pipis disini” ujar Toni.

Ria kemudian jongkok menghadap ke Timur. Aku hanya berdiri dan terdiam di sebelah Selatan. Dari posisiku berdiri, Ria berada di arah jam 2. Aku lihat Toni memandang ke arah Barat, ke selangkangan Ria. Wajahnya memang mesum banget. Sambil sepasang tangannya terikat di punggung dan kepala tertutup karung, Ria kencing. Terdengar suara air seni yang keluar jatuh di hamparan dedaunan kering.

“Sudah?” tanya Toni.

“Sudah. Lepasin tanganku dong, Ton. Aku mau cebok” ujar Ria.

“Gak usah cebok, biar gitu saja”

“Iiiishh Toni. Jangan samakan kayak cowok yang gak cebok setelah kencing” ujar Ria.

“Ya udah, biar aku yang cebokin”

“Beneran? Jarang lho ada cowok yang mau cebokin cewek. Rata-rata cowok merasa jijik”

“Menurutmu begitu ya?”

“Ya, contohnya kebanyakan cowok tidak mau gantikan popok anaknya ketika poop”

“Udah udah, buka kakimu yang lebar”

“Iya iya” ujar Ria kemudian melebarkan kakinya sambil tetap jongkok.

Toni meletakkan babi yang ada di pinggulnya, kemudian jongkok di hadapan Ria. Tangan kiri Toni memetik beberapa helai daun lalu mengarahkannya ke selangkangan Ria. Terlihat tangan kirinya bergerak-gerak seperti mengusapkan daun itu ke kemaluan Ria. Ia kemudian membuang daun itu lalu menggunakan daun yang lain. Ria tampaknya diam saja dicebokin pakai daun. Mungkin kalau di dekat sini ada air, Toni pasti nyebokinnya pakai air.

“Aaaaaaahhhh… Ton.. kamu masukin apa memek aku?”

“Daun”

“Tuh kan, mulai deh” ujar Ria.

“Tenang saja, daun ini tidak berbahaya kok”

“Iya. Terserah deh…. Aaahhhh”

Tangan kiri Toni masih bergerak-gerak di selangkangan Ria. Entah berapa daun yang dimasukkannya. Ria hanya diam dan kadang mendesah. Ria sepertinya pasrah saja apa yang dilakukan Toni terhadap dirinya.

“Nanti aku akan ngeluarin daun-daun itu” Ujar Toni.

“Siap” ujar Ria.

Toni kemudian mengambil babi yang ada di belakangnya, ia pikul kembali babi ke pundak kanan lalu meraih tali kendali Ria. Ia tarik tali yang mengikat cincin penyemat puting kiri Ria. Ria paham, ia tidak mendesah lagi. Ia sudah bisa beradaptasi. Toni berjalan ke arah Barat menuju ke jalan setapak, lalu berjalan ke arah Utara. Ria mengikuti arah tarikan tali itu dibelakang Toni. Dari belakang, aku tidak melihat sesuatu di selangkangannya. Mungkin dimasukkannya sangat dalam. Aku yang berjalan di belakang Ria hanya melihat jalan Ria yang sedikit aneh. Aku tidak tahu sih gimana rasanya jalan sambil ada benda asing yang masuk di dalam rongga vagina. Hihihi

Walaupun jalan setapak ini datar, jalan setapak ini tidak selalu lurus. Kadang belok ke kiri, kadang belok ke kanan. Ria yang tidak dapat melihat, mengikuti arah tarikan tali pada puting kirinya. Jalannya pun tidak cepat. Mungkin Toni mengerti kalau jalannya cepat akan menyiksa Ria.

Menyiksa? Aneh. Sedari tadi Toni sudah menyiksanya. Hihihi

Tak terasa, di depan kami jalannya sudah mulai agak lebar. Aku tidak menyangka jalan setapak ini sampai jalan ini. Sepertinya ini adalah jalan umum yang dilalui orang desa. Berbeda dengan jalan setapak tadi yang kemungkinan hanya menuju ke pantai tadi. Jalan lebar ini, dari arah Utara berbelok ke arah kiri. Sepertinya aku tidak lewat sini deh, mungkin karena asal cari jalan saja. Ria sih asal ngajak jalan-jalan. Sok tahu jalan pula. Hihihi

Jalan lebar ini berupa jalan tanah berpasir. Samping kiri dan kanan masih dipenuhi pepohonan yang tinggi. Tidak seperti jalan setapak tadi. Dari jalan yang cukup lebar ini, aku bisa melihat awan, bintang, juga bulan yang sebagian sisinya tertutup awan. 11 meter berjalan, kamu melewati batu berbentuk balok yang berdiri di sisi kiri dan kanan. Di balok batu tersebut terdapat ukiran dan juga patung manusia yang sedang duduk jongkok dengan lutut yang menyanggah dagu. Di dekat batu, baik di sisi kiri dan kanan terdapat obor. Sepertinya batu itu merupakan gapura menuju perkampungan.

“Ton, kalau ke arah belakang ngikuti jalan ini tujuannya ke mana ya?” tanyaku.

“Ke gunung dan ke pantai” ujar Toni berhenti dan menoleh ke padaku. Ria ikut berhenti.

“Pantai tempat tadi aku dan Ria itu ya?” tanyaku lagi.

“Bukan, ke pantai sebelah Barat” Ujar Toni

“Oh gitu” ujarku.

Melihat jawabku yang singkat, Toni kembali berjalan dan menarik peliharaannya lagi. Ria kembali berjalan mengikuti Toni.

Aku tiba di kampung ini dari sebelah Utara pulau. Ketika aku ke pulau ini dan naik perahu, aku melihat gunung yang ada di sebelah Barat itu. Gunungnya tidak begitu tinggi sih. Sekarang aku paham. Ternyata pulau ini cukup luas.

Saat ini kami sudah berjalan melewati batu balok sejauh 50 meter. Cahaya merah dari obor di perkampungan semakin jelas. Kami hampir sampai. Dari arah belakang, terdengar langkah kaki. Dua orang pria melintas di sebelah kananku. Ia menoleh ke arahku, sambil tersenyum dan sedikit menundukkan kepala. Umurnya kira-kira 20 tahunan. Jalannya lebih cepat dari aku. Wajar, aku berjalan mengikuti Toni yang berjalan lambat. Pakaian dua pria itu sama seperti yang dikenakan Toni. Hanya saja kulitnya lebih gelap dari Toni. Setelah melewatiku, mereka kemudian melewati Ria. Mereka cukup terkejut, tapi cuek dan lanjut berjalan sampai melewati Toni. Mereka kemudian ngobrol bersama Toni. Aku tidak mengerti sih arti dari bahasa yang mereka gunakan. Tapi setelah berbicara, dua pria itu melirik ke belakang, ke arah Ria. Entah pembicaraan apa yang mereka ucapkan. Hingga kedua pria itu menghampiri Ria di sisi kiri dan kanannya. Tinggi badannya lebih tinggi dari Ria, Toni, maupun aku. Tapi lebih pendek dari Arya. Ujung kepala Ria sejajar dengan dada pemuda itu.

"Ria, teman-temanku ini aku persilahkan megang toket kamu. Gimana? Boleh? Cuma sebentar kok"

"Boleh, silahkan saja" ujar Ria.

Tonipun berbicara pada kedua pria tersebut. Dengan sigap, mereka dan memainkan payudara Ria secara bersamaan.

“Aaaaaahhh..” Desah Ria ketika mereka berdua memegang payudara Ria secara bersamaan. Pria di sebelah kiri memegang payudara kiri Ria, sedangkan pria di sebelah kanan, memegang payudara kanan Ria. Aku sih tidak bisa melihat dengan jelas, karena posisiku ada di belakang Ria. Tidak tahu apakah putingnya juga ikut dimainin sama jari tangan mereka. Mereka memainkan payudara Ria sedikit menekuk lutut merendahkan badan dan menundukkan kepala.

"Mmhh…. Kulit kalian kasar banget, tapi rasanya enak.. kenyot saja puting aku aaahhh" ujar Ria. Toni menerjemahkan ke bahasa daerah. Terlihat dua pria tersebut kaget. Tanpa ragu ia kemudian menundukkan kepala, mensejajarkan dengan dada Ria. Wajah mereka menghadap ke Selatan dan tertutupi oleh tubuh Ria yang menghadap ke Utara.

"Aaaaahhhh…. Iya… kenyot.. kenyot terus mmhhhh aahh" desah Ria.

Mereka berdua saling mencumbui Ria dengan tetap dalam keadaan berdiri.

"Hihihi… kalian rakus banget ngenyotnya. Aaaww… jangan gigit kencang-kencang ya" ujar Ria.

Toni berbicara dalam bahasa daerah menerjemahkan ucapan Ria. Pemuda itu sepertinya nurut.

"Mmhhhh…. Udahan dulu ya.. nanti kebablasan aku minta di entot lagi.. aaaahh… ton bilangin dong suruh udahan. Janjinya tadi cuma sebentar" ujar Ria.

Toni kemudian berbicara dalam bahasa daerah. Sesuai ucapan Toni, mereka kemudian menghentikan aktivitasnya, lalu kembali ke Toni. Ia kembali berbincang-bincang pakai bahasa daerah. Selang beberapa menit, salah satu pria itu mengambil babi yang dipanggul di bahu kanan Toni. Kemudian meninggalkan kami bertiga. Ria hanya terdiam, berdiri mematung menghadap ke Utara.

“Kamu ngomong apaan sih ke orang-orang itu?" Tanyaku.

"Awalnya mereka tanya, kenapa dengan Ria. Aku jawab, Ria adalah hewan peliharaanku. Mereka terkejut dan merasa kasihan. Aku bilang bahwa ini permintaan Ria sendiri. Akupun mengatakan, kalau mau coba pegang toketnya silahkan, tapi hanya sebentar.. Eh mereka kegirangan" jelas Toni.

"Oh gitu" ujarku.

"Ngomong-ngomong, apa komentar mereka setelah grepe-grepe dan nenen toket aku?"

"Toket kamu kenyal, empuk, halus, dan lembut. Baru kali ini mereka pegang dan nenen ke toket cewek setelah ke ibunya" jelasnya.

"Hahaha.. berarti aku habis merebut kesucian tangan dan mulut mereka ya?"

"Ya. Sepertinya kamu senang banget. Kamu mau nggak kalau malam ini aku ngajak pemuda tadi ikut ngentotin kamu? Mereka masih perjaka lho"

"Gak deh. Cukup kamu dan Arya saja."

"Lho katanya kamu milik aku yang boleh ngapain aja sampai pagi" ujar Toni.

"Ya boleh saja, asal dia tidak punya penyakit menular" ujar Ria.

"Baiklah, nanti aku tanyakan"

Toni kemudian berjalan ke Utara sambil menarik tali yang mengikat cincin tindik puting kiri Ria. Kali ini jalannya agak cepat. Ria pun mengikutinya. Akupun menyusul mengejar mereka berdua. Tidak ada rintangan dari daun maupun ranting seperti jalan setapak sempit tadi, Toni bisa berjalan dengan bebas. Ditambah ia tidak memikul babi. Bebannya jadi berkurang.

Belasan menit kemudian, tidak terasa kami sudah hampir sampai. Kira-kira 20 meter lagi kami masuk perkampungan. Toni kemudian berhenti dan mendekati Ria.

"Ria, sampai sini ya? Aku mau lepasin ikatan kamu"

"Lho kok? Aku kira sampai rumah"

"Tidak. Di desa ini ada hukum yang tidak boleh dilakukan, salah aatunya menyiksa tamu, kecuali penghianat, mata-mata musuh, tawanan perang, dan lain-lain" ujar Toni.

"Oh. Diam diam saja Ton"

"Udah jangan macam-macam. Kalau di luar permukiman tidak apa-apa. Kamu lihat kan pemuda tadi sopan tanya tentang kamu?"

"Terus?"

"Coba kalau di kota, cewek bugil jalan seperti kamu bisa dibekap dan diperkosa. Di sini tidak ada kasus pemerkosaan" ujar Toni.

"Tapi kalau bugil gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa"

"Ok deh" ujar Ria.

Toni kemudian melepaskan ikatan kantong goni di leher. Kain kantong yang menutu kepala Ria kemudian di lepaskan. Sselanjutnya, Toni berdiri ke belakang Ria. Ia melepaskan ikatan tali di pergelangan tangannya.

"Toni, yang ini tidak usah dilepas" ujar Ria ketika Toni pindah ke depan dada Ria dan hendak melepaskan tali yang mengikat pada cincin penyemat tindik di puting kirinya.

"Kamu yakin?"

"Iya"

"Ya sudah. Kalau begitu kamu pegang saja tali ini ya" ujar Toni.

"Ok"

Ria mengambil tali yang panjangnya cuma 4 meter dan menggulungnya. Kemudian ia memegang gulungan itu dengan tangan kirinya.

"Yuk jalan" ujar Toni.

Kami bertigapun berjalan menuju wilayah permukiman penduduk. Karena jarak yang dekat, dalam beberapa menit kami sudah berada di dalam permukiman. Disini masih cukup ramai. Para penduduk masih belum tidur. Beberapa anak terlihat sedang bermain. Setiap kami lewat, para penduduk senyum ramah. Memang benar. Sewaktu aku masuk ke desa ini, tatap para penduduk masih ramah. Tidak ada wajah sinis maupub melecehkan kami. Mereka benar-benar menghormati kami sebagai tamu mereka.

"Teman-temaan" teriak Arya dari depan.

"Aryaaa. Gimana perkembangan penelitian kamu?" Tanyaku.

"Baik. Aku menemukan bahan-bahan untuk tesisku. Setelah aku amati, kampung ini ada hubungannya sama suku Maya di Meksiko, Peru, dan Amerika tengah. Lihat nih, aku menemukan beberapa mural, patung, dan tulisan skrip yang ditulis di kulit binatang" ujar Arya menjelaskan sambil menunjukkan foto-foto di ponselnya.

"Woow, bagus semangat ya" ujarku.

"Ayo semangat bro. Nih, Ria siap memuaskan kita sampai pagi" ujar Toni.

"Eh? Beneran Ria? Aku kira sampai jam 13 malam" ujar Arya.

"Iya Arya sayang. Bener kok. Kamu bisa pakai tubuh aku sampai pagi. Makanya, kamu semangat ya? Hihihi" ujar Ria.

"Haha, dasar Ria. Nakalnya kebangetan. Tadi saja ada dua orang pemuda yang grepe-greoe dan nenen" ujarku.

"Beneran ya?" Tanya Arya.

"Hehehe Iya" ujar Ria.

"Hahaha, gak nyangka kamu bisa seperti ini" ujar Arya.

"Tenang bro, pokoknya Ria milik kita berdua. Dia sudah siap. Sampai pingsanpun dia sanggup"

"Iya Arya. Hajar saja tubuh aku sesuka kamu. Kalaupun pingsan, kamu boleh kok ngapa-ngapain aku" ujar Ria.

Sepertinya Arya sudah tidak canggung lagi seperti diawal-awal melihat ketelanjangan Ria.

"Bro, ajak Anggu dan Ria ke penginapan kita" ujar Toni.

"Kamu gak ikut?"

"Tidak. Aku mau bantu masak babi. Setelahnya aku balik. Sekalian bawa makan malam kita semua" ujar Toni.

"Sip deh. Yuk, Anggu, Ria ikut aku" ujar Arya.

"Iya" ujarku dan Ria bersamaan.

"Dadah Toni sayang…" ujar Ria ke Toni.

Toni membalas dengan kode ibu jari tangan kanan diselipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah yang mengepal.

"Iya sayang. Memek aku siap menunggu kontol kamu" ujar Ria.

Ampun deh. Omongannya Ria nakal banget. Dia sampai senyum-senyum. Toh, walaupun begitu Ria menyukainya. Aku masih belum membayangkan jika di posisi Ria. Alhamdulillah, sampai sekarang aku masih bisa menjaga kesucianku.

Kami bertiga berjalan ke arah Barat. Arya berjalan di depan, sedangkan aku dan Ria berjalan di belakangnya. Ria berjalan sejajar di sebelah kananku. Pakaian Arya masih tetap sama seperti yang dikenakan Toni. Selembar kain dari kulit yang disarungkan melingkar di pinggul menutupi selangkangan sampai di atas lutut. Ia bertelanjang dada dan mengenakan sepatu sandal dari anyaman serat pohon. Tapi sekarang ia memakai kacamata. Mungkin tadi dia habis meneliti bersama teman Toni yang memahami bahasa Indonesia.

Jalan menuju ke arah Barat cukuo tinggi. Kami melewati jalan yang datar, kemudian berundak-undak. Kami juga melewati jembatan batu yang panjangnya sekitar 4 meter. Sungainya tidak dalam. Permukaan air yang mengalir jernih. Sampai-sampai aku bisa melihat dasar sungai yang berupa bebatuan. Mungkin sungai ini merupakan sistem perairan suku ini. Selama kami melewati pemukiman penduduk, orang-orang yang sedang berpapasan dan duduk santai di depan rumah tampak ramah. Baik itu perempuan maupun laki-laki. Beberapa laki-laki menindik hidung di antara lubang dengan tulang yang diameternya sekitar setengah centimeter.

Kami juga melewati ruang lapang yang cukup lebar. Kira-kira 10 meter kali 10 meter berbentuk persegi empat. Ruang lapang ini beralaskan batu persegi yang disusun rapi, mirip paving komplek perumahan. Bedanya, kalau paving dari semen atau beton. Di tengah ruang lapang ini terdapat mural dari balok batu seperti tugu. Tingginya kira-kira 3 meter. Puncaknya berbentuk limas segi empat. Beberapa dupa dan kembang diletakkan di depan mural yang sudah disediakan berupa kendi-kendi kecil. Obor adalah penerangan kami di tempat ini. Kami berbelok ke arah Utara. Setelah melewati beberapa blok rumah, kami belok lagi ke kiri, ke arah Barat.

"Masih jauh ya?" Ujar Ria.

"Bentar lagi sampai" ujar Arya.

Jalan yang kami lalui mendaki lagi. Jalan ini sedikit berbelok seperempat lingkaran ke arah Utara. Kemudian berbelok lagi seperempat lingkaran ke arah Barat. Aku cukup terkejut. Dari sini aku bisa melihat keindahan suku ini. Perumahan, tanaman, perairannya tertata rapi. Saking kagum akan keindahaan ciptaan Tuhan ini, aku sampai menghentikan langkah kakiku.

"Bagus banget ya?" Ujar Ria di sebelah kananku sama-sama memandang ke arah Selatan.

"Iya. Gak sia-sia aku datang ke tempat ini. Aku bela-belain sampai tidak mematuhi Mama" ujarku.

"Wajar sih mama kamu khawatir. Tapi aku berjanji akan melindungi kamu Anggu. Aku berusaha kamu tetap aman, bahkan sampai pulangpun aku akan menjaga kesucianmu. Biar aku saja yang jadi bemper kamu kalau ada orang yang macam-macam" ujarnya menepuk pundak kananku.

"Makasih ya Ria. Aku tidak tega melihat kamu seperti ini"

"Iya Anggu. Ini memang keinginan dan fantasiku yang jadi kenyataan"

"Sebagai sahabat, aku menganggap kamu lebih dari saudaraku sendiri, tapi kamu kelewatan banget. Aku jadi tidak tenang" ujarku.

"Santai saja. Coba kamu lihat, penduduk sini santai saja melihatku bugil. Mungkin benar ucapan Toni. Hukum adat disini kuat dan membuat jera."

"Iya sih, tapi siapa tau kalau ada orang terus memperkosaku. Kamu sih bugil gitu. Takutnya aku ketularan jadi objek pemerkosaan"

"Kalau itu terjadi, biar aku saja yang diperkosa gantikan kamu"

"Aku gak mau mengorbankan kamu Ria"

"Tapi aku suka" ujarnya.

"Iihh dasar" ujarku kemudian mencubit pinggang kirinya.

"Aaaawww…. Angguuu… stop stop" Teriak Ria.

"Angguuu… Riaaa ayo kemari!!" Teriak Arya dari sebelah Barat.

"Yuk Anggu" ujar Ria sembari tangan kirinya menarik pergelangan tangan kananku.

Tangan kiri Ria memegang gulungan tali sabut kelapa yang mengikat cincin tindik puting kiri sambil memegang pergelangan tangan kananku. Kulit di pergelangan tangan kananku dapat merasakan tekstur kasar tali ini.

Kami berdua lari menaiki tangga berundak ini. Sampai diatas, kami berdua ngos-ngosan. Ternyata rumah tempat tinggal Arya dan Toni disini. Rumah itu menghadap ke Selatan. Di sebelah baratnya ada 4 rumah. Jadi ada 5 rumah di atas sini.

"Silahkan masuk" ujar Arya dari dalam rumah mempersilahkan masuk.

"Permisi" ujar Ria memasuki pintu dari batu, disusul aku masuk.

"Di sebelah tidak ada orang ya?" Tanyaku.

"Tidak ada. Dari 5 rumah ini, hanya ini saja yang berpenghuni"

"Oh. Mungkin lagi bepergian kali ya?" Ujar Ria.

"Orang sini jarang bepergian, kecuali berburu dan perang. Rumah di sebelah dan termasuk rumah ini hanya untuk tamu saja"

"Oh, pantes sepi" ujarku.

Aku kemudian duduk bersila di lantai yang beralaskan lembaran kulit hewan dan dibawahnya dilapisi anyaman serat bambu. Tidak lupa aku melepaskan sepatu dan kaus kakiku, lalu aku meletakkannya di dekat pintu keluar. Ruangan ini lebih lebar dari rumah tempat kami tinggal. Ruangan persegi panjang dengan satu tempat tidur. Kira-kira luasnya 6 kali 5 meter. Tak lama kemudian Ria duduk bersila, tapi saat duduk ia memasang wajah meringis tanpa suara. Saat Ria duduk, Arya tidak melihatnya sih. Dia tidak tahu, bahwa di kemaluan Ria dimasukin sesuatu oleh Toni.

Posisi dudukku berada di sebelah Barat, Ria dan Arya di sebelah Timur. Posisi duduk Ria berada dekat dengan pintu. Aku membuka ponselku. Layar utama menunjukkan pukul 20:06. Kondisi baterai masih 69%. Sinyal tetap aku matikan. Pokoknya aku mode pesawat biar hemat baterai dan tentu saja agar tidak dihubungi mama dan papa. >,<

"Arya, aku capek banget. Tolong pijitin dong. Hitung-hitung sambil nunggu makan malam kita datang" ujar Ria.

"Boleh. Mananya yang sakit?" Ujar Arya.

"Semuanya" ujar Ria.

"Ya udah, sini aku pijitin" ujar Arya.

Ria kemudian duduk memutar menghadap ke arah pintu, yaitu ke arah Selatan. Wajahnya sedikit meringis.

"Kamu keluarin saja Ria. Kasihan lho" ujarku menyarankan untuk mengeluarkan isi yang ada di kemaluannya.

"Nggak, biarin saja deh Anggu"

"Keluarin apa ya?" Tanya Arya.

"Ada deh. Nanti kamu tahu" ujar Ria.

"Ok. Aku mulai pijat bahu kamu ya?"

"Iya Arya sayang. Kamu boleh mijit seluruh tubuh aku. Jangan sungkan-sungkan ya?" Ujar Ria.

Arya tampak tersenyum. Aku dapat melihat selangkangannya yang tegang dibalik pakaian kulit itu.




Bersambung…..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd