Episode 6
“ ahh surga dunia”
Aku meremas buah dada Qiao dan memainkan putingnya di shower. Aku memanjakan putingnya sambil mengecup lehernya dari belakang. Qiao suka ketika aku melakukannya. Ia mendesah sambil menggesekkan belahan pinggulnya dengan penisku.
Aku menurunkan jemariku ke lubang kemaluannya. Aku usap lubang kemaluannya sambil terus meremas dan memainkan putingnya. Bibirku masih melahap lehernya dari belakang. Ia dongakkan kepalanya, tersenyum genit dan mendesah keras di kamar mandi.
Jemariku mulai mencolokinya. Remasanku semakin liar. Putingnya semakin menonjol dan aku memainkannya dengan nafsu. Lidahku menjilati lehernya ganas sambil menghisapnya nafsu.
“ ohh suamiku”
Qiao orgasme panjang. Ia pejamkan matanya dan sambil membuka mulutnya lebar ia mendesah panjang menikmati puncak kenikmatannya. Wajahnya memerah. Tubuhnya menggelinjang dipelukanku dan ia terus mendesah panjang.
Qiao tersenyum puas. Tapi aku baru mulai. Aku remas buah dadanya dengan kedua tanganku dan menusuk batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. Ia mendesah keras. Aku mulai menggenjotnya nafsu. Kau memekik keras di kamar mandi itu.
Aku menghujam, menepuk-nepuk pinggulnya keras. Jemariku meremas buah dadanya ganas dari belakang. Wajahnya memerah dan ia memekik keras menikmati setiap hujaman penisku dan setiap sentuhan jemariku. Aku percepat genjotanku, menghujam-hujam kemaluannya dengan kencang.
Aku membalik tubuhnya. Kami berganti posisi. Kami kini saling berhadapan. Aku dekup dia dan menghujamnya kencang. Kami bercumbu di shower itu, saling berdekupan satu sama lain dan aku terus menghujamnya liar. Hujamanku semakin kencang dan ia mendekupku kencang lalu mendesah panjang. Kami keluar bersama-sama.
Spermaku membanjiri lubang kemaluannya. Qiao sangat puas. Ia peluk aku dan ia seketika lemas. Kami saling membasuh tubuh kami lalu keluar bersama. Kami mengenakan pakaian lalu turun ke bawah untuk sarapan.
Menu pagi itu adalah mie instan. Mie instan ditemukan beberapa minggu lalu oleh ilmuwan Han dan langsung menjadi tren. Mulai dari pengungsi sampai bangsawan, semua memakannya. Ada yang disajikan polos, ada yang disajikan mewah dengan bebek dan sayuran seperti di hotel ini.
“ selamat makan sayang”
“ selamat makan istriku”
Ada banyak orang yang sarapan pagi itu. Aku masih dibebas tugaskan. Qiao ingin mengajakku ke suatu tempat hari ini. Ketika sarapan itu selesai, kami kembali ke kamar dan mulai mengemas kamar kami. Kami harus segera karena besok pagi aku sudah harus bertugas kembali.
“ sampai jumpa lagi Nona Qiao”
“ sampai jumpa”
Kami pergi dari hotel. Qiao membiarkanku menyetir. Mobil itu mewah, berwarna hitam dan merupakan mobil yang juga digunakan untuk tamu negara dan petinggi militer. Mobil itu adalah salah mobil sipil tercepat di jalanan. Mobil itu dapat melaju 125 km/jam dengan stabil. Disamping kemewahan dan kemampuannya, mobil ini hanya dihargai seharga Pajero di Kerajaan Xian.
Kami tiba di sebuah rumah modern yang sederhana. Tiga orang menunggu di rumah itu. Kami turun dari mobil lalu kami membungkukkan badan menyalami mereka.
Mereka membalas salam kami. Mereka mengajak kami berkeliling melihat rumah. Qiao ingin membeli rumah ini. Ada taman di belakang rumah ini. Halaman depan dan sebuah garasi. Ada dua kamar. Ada sebuah dapur, ruang makan dan ruang tengah. Kami menandatangani beberapa berkas. Qiao memberikan uang di tasku dan tersisa beberapa di sebuah tas kecil. Mereka pun pamit dan kami resmi membeli rumah itu.
“Kamu suka rumahnya sayang? Akhirnya kita punya rumah”
Ucap Qiao. Aku mengangguk.
“ tentu saja.”
Jawabku. Kami berpelukan mesra. Ia sandarkan kepalanya di dadaku dengan manja dan aku mengusap-usap punggungnya.
“ Ini mimpi yang paling indah.”
Bisiknya
“ aku juga”
Jawabku. Kami bercumbu sekilas. Kami mulai membuka koper demi koper dan merapikan semua barang bawaan kami. Qiao terus tersenyum. Aku senang melihatnya. Aku tidak ingat bagaimana kami menikah namun aku tahu aku sangat menyayanginya. Dan aku juga tahu aku sangat merindukannya.
“ ini rumah kita suamiku”
Ucap Qiao. Ia tersenyum. Aku ikut tersenyum
“ ya, mulai hari ini, ini rumah kita”
Kami kembali berpelukan. Aku duduk di ruang tengah dan Qiao mulai membuatkanku makan siang.
Siang itu ia membuatkan kami “hotpot” (seperti suki di dunia nyata). Hotpot pertama kali muncul sebagai masakan kaum Barbar namun akhirnya menjadi masakan favorit di Kerajaan Han dan Xian, terutama untuk merayakan sesuatu dan makan bersama. Kali ini ia memasak dengan kompor gas, bukan dengan batu dan kayu bakar
“ aku suka baunya”
Ucapku.
“ aku juga suamiku”
Sahutnya. Ia taruh Hotpot itu di meja makan. Dan kami mulai makan bersama. Ada dua mangkuk masi, hotpot serta daging, ayam, makanan laut dan berbagai sayuran. Siang itu kami berpesta.
Kami makan berdua. Ia juga menyajikan teh untuk kami berdua. Aku minum teh itu dan rasanya segar. Teh itu disajikan secara tradisional.
“ makan yang banyak suamiku”
Ucap Qiao tersenyum
“ tentu saja”
Belakangan aku sangat banyak makan, mengganti gizi selama di Medan perang. Ini mungkin hari terakhir aku makan di sini. Aku makan dengan sangat lahap dan Qiao tersenyum lebar. Ia bahagia melihatku makan dengan sangat lahap.
“ besok aku harus bertugas kembali. Hari ini aku ingin melaluinya dengan makan bersama istriku”
Qiao tersenyum haru
“ apa kau akan kembali?”
Ucapnya pelan
“ percayalah, aku akan kembali untukmu”
Kami kembali makan berdua. Qiao masak sangat banyak. Aku makan dengan sangat lahap. Makan malam itu usai dan kami minum teh berdua.
Kami minum teh sambil menikmati musik dari radio. Kami duduk berdua di sofa sambil meminum teh hangat. Teh ini terasa makin manis, jika kuminum bersamanya. Ini hari yang indah.
“ aku sayang kamu, Bao An”
“ aku sayang kamu, Liu Xingqiao”
Kami kembali meneguk teh itu. Ia mengisi ulang cangkirku, lalu mengisi ulang cangkirnya. Ia lalu menyandarkan kepalanya di pundakku.
“ sayang, bagaimana kalau kita jalan malam ini? Sudah lama kita tidak berkencan”
Aku mengangguk. Ia memegang tanganku erat. Ia tatap wajahku manja dan kami bercumbu mesra. Ia lalu mandi, aku duduk di sofa, menunggunya sambil menikmati alunan masuk dari radio.
Ia keluar dari kamar tidur kami. Ia sudah cantik. Aku ikut mandi dan bersiap. Ia merapikan rumah sembari menungguku mandi dan berganti pakaian.
Aku mengenakan jas. Qiao mengenakan gaun modern yang indah. Ia cantik saat mengenakan hanfu atau pun gaun modern seperti ini. Wanita-wanita di ibu kota Xian lebih sering mengenakan gaun dan kemeja modern.
Aku menyetir mobil kembali ke ibu kota. Kami masuk ke tol dan berkendara ke ibu kota. Tidak sampai setengah jam, kami tiba di pusat kota Xian. Kami ingin menonton film di bioskop. Aku tiba-tiba ingat, aku pernah berkencan dengan Qiao di suatu kota kecil dan aku sangat bahagia.
Kami tiba Mall. Mall itu Mall pertama di Ibu kota sehingga nuansanya masih sangat tradisional, namun bercampur modern. Ada kemah pengungsian di seberang Mall, yang merupakan kemah pengungsian terbesar di Ibu kota
“ orang-orang Han! Mereka merusak pemandangan pusat kota”
Ucap sekumpulan wanita. Qiao menatap mereka sinis. Aku merangkulnya dan menggeleng kepala.
“ jangan dengarkan mereka sayang.”
Bisikku
“ aku benci orang seperti itu suamiku. Aku tidak pernah suka mereka”
Sahutnya kesal
Aku melihat para pengungsi dari kejauhan. Mereka sedang memakan mie instan sore itu. Mie instan sangat berpengaruh bagi pengungsi. Harga mereka murah dan mengenyangkan.
Kami masuk ke Mall. Kami bergandengan tangan. Kami berjalan ke bioskop karena sore itu kami ingin menonton.
“ mau Film drama? Horor? Dokumenter? Atau kartun?”
Tanyaku
“ kartun deh. Aku mau santai”
Kami membeli tiket. Ia ingin menonton kartun. Karena masih lama, kami bergandengan tangan lalu turun untuk melihat-lihat butik di sekitar kami.
Qiao melihat-lihat pakaian di butik. Ia hanya melihat-lihat saja. Ia masuk ke toko musim dingin. Ia lalu membeli sebuah syal dan sweater
“ aku suka syal ini”
Ucapnya manja
“ aku juga “
Sahutku.
Kami lalu kembali ke bioskop. Kami membeli cemilan. Berondong jagung dan soda. Qiao sangat suka soda. Kami juga membeli jajanan tradisional seperti bakpao dan kacang rebus. Pintu theater dibuka dan kami pun masuk
“ ini pertama kalinya aku menonton film bersamamu”
Ucapnya.
Kami berpegangan tangan. Film kartun itu dimulai. Ia menyandarkan kepalanya dengan manja di sepanjang film. Ia tersenyum. Ia sangat senang. Aku juga begitu. Aku usap kepalanya dan merangkulnya mesra disepanjang film. Kami berkelonan mesra sambil menyantap cemilan yang kami beli. Ia tertawa ia tersenyum, dan aku suka semuanya.
“ aku suka filmnya. Kapan-kapan, kalau kamu pulang, kita menonton lagi ya?”
Ucapnya manja
“ tentu”
Kami bergandengan keluar. Matahari sudah terbenam. Kami makan malam di Mall itu di restoran bebek bakar. Restoran yang berada di lantai paling atas Mall, dengan pemandangan kota. Kami membeli bebek bakar ala Kaisar dengan nasi serta mie instan yang sedang naik daun itu.
“ selamat makan sayang”
“ selamat makan Qiao, istriku”
Kami makan malam berdua. Aku melihat wajah cantik Qiao, yang bermandikan cahaya lampu hias, serta sinar bulan. Aku menyukai setiap detik makan malam itu. Semuanya sempurna. Cahaya bulan malam itu, pemandangan kehidupan malam kota, bahkan senyumnya malam itu sunggu manis dan romantis. Aku melihat Qiao megenggam kedua tangannya, memejamkan kedua bola matanya dan berdoa.
“ Di setiap doaku
Di setiap air mataku
Selalu ada kamu
Di setiap kataku
ku sampaikan cinta ini
Cinta kita “
“ Xingqiao, jika aku boleh tahu? Apa yang kau doakan itu?”
Ku tak akan mundur
Ku tak akan goyah
Meyakinkan kamu mencintaiku
“ aku hanya berterima kasih pada Tuhan. Aku berterima kasih Tuhan telah memberikan aku kesempatan kedua. Tuhan mengembalikan kehidupan kita seperti dulu. Tidak ada yang lebih membuatku bahagia selain itu”
Tuhan ku cinta dia
Ku ingin bersamanya
Ku ingin habiskan nafas ini berdua dengannya
Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai akhir “
Dan Xingqiao meneteskan air mata. Ia menangis. Aku ambil sapu tanganku, lalu kuhapus air matanya. Xingqiao tersiar him. Sungguh senyum yang manis. Aku ini ingat aku sangat suka senyumannya. Tidak salah lagi, ia cinta sejatiku
“ Jisunku”
Saat itu kenanganku dengan istri pertamaku, Jisun, membutakan hatiku. Aku menganggap Qiao, benar-benar istriku di dunia ini karena perasaan yang aku kira sudah aku kubur, tapi ternyata masih ada. Aku lupa dengan kehidupanku di bumi.
Makan malam yang romantis dan penuh emosi itu berakhir. Kami bergandengan keluar dari restoran lalu menaiki lift turun lantai dasar. Kami melihat banyak orang ke supermarket untuk membeli mie instan. Logo Kaisar Shan jika mereka ingin menyokong Kekaisaran Xian, dan Kaisar Shi jika mereka ingin membantu membangun kembali Han. Banyak orang membeli edisi Xian, namun aku melihat beberapa orang Han membeli edisi Kekaisaran Han.
Kami ikut mengantri. Kami membeli berbagai kebutuhan dan sangat banyak mie instan. Qiao menggandengku selama kami mengantri. Semua kalangan di sana . Dari pengungsi, hingga konglomerat. Semua tidak ada beda di Mall ini, mereka melayani semua kalangan.Pengungsi membayar dengan uang perak, Konglomerat dengan uang kertas mereka yang baru dan rapih. Pengungsi bertahan hidup dengan mie instan, Konglomerat memanjakan lidah mereka dengan mie instan.
“ lelah juga ya? Sudah malam sekali”
Ucap Qiao.
“ Benar kurasa waktunya pulang.”
Sahutku.
Kami pulang ke rumah kami. Meski jauh dari kota, perjalanan kami jauh lebih cepat karena jalanan sepi pada malam hari. Dan aku dapat menguji kemampuan mobil ini di jalan tol malam itu. Qiao tertidur di mobil. Tanpa ia sadari, Qiao sangat kelelahan.
Kami melalui banyak hal hari ini dan aku menyukainya. Aku tersenyum bahagia tanpa mengingat sedikit pun kehidupanku di bumi. Aku sangat buta. Aku lupa istriku Bona, aku lupa istriku Luna, aku bahkan lupa anak-anakku dan jatidiriku sendiri. Aku menjadi orang lain.
Hari sudah sangat malam. Qiao terbangun dari tidurnya. Ia tersenyum lalu turun dari mobil itu. Aku menurunkan barang sementara Qiao membuka pakaiannya dan mandi. Ada bathup dan shower di kamar mandi itu. Qiao mandi lebih dulu. Qiao keluar hanya mengenakan handuk. Ia tersenyum manja dan aku ikut tersenyum. Aku dekup dia gemas dan kami pun bercumbu.
Aku mandi mencuci tubuhku dan ketika aku keluar, ia sudah duduk di kasur dengan masih mengenakan handuk. Tubuhnya sudah wangi dan rambutnya telah rapi. Ia lalu melepaskan handuknya dan pesta itu dimulai.
“ suamiku”
“ istriku”
Kami bercumbu liar. Qiao mendorong tubuhku dan membuka handukku. Ia buka handuknya lalu ia menunggangiku. Ia cumbu bibirku liar, melilit-lilit lidahku liar.
Qiao melepas cumbuannya. Ia naik ke wajahku, mendudukkan kemaluannya di mulutku. Aku mulai menjilatnya. Qiao mendongakkan kepalanya dan mulai mendesah. Ia goyang pinggulnya di atas wajahku.
“ ahhh Sayang. Mhhhh nghhh ahhh mmhhh”
Qiao menggoyang pinggulnya di wajahku. Aku menjilati wajahnya dengan liar. Ia pejamkan matanya dan mendesah keras di atas wajahku. Jilatanku bertambah ganas. Pinggulnya bergoyang liar dan tubuhnya bergelinjang hebat.
Qiao membalik badannya. Ia lahap penisku ganas dan kami pun berubah menjadi posisi 69. Ia terus goyangkan sambil melahap penisku ganas. Wajahnya memerah dan sambil mendesah panjang, ia hisap penisku hebat sambil mengocoknya kencang dengan tangannya.
Qiao mencapai puncak kenikmatannya. Ia genggam penisku dan mendesah panjang memuncratkan cairan kenikmatannya di wajahku. Ia mendesah puas. Ia kulum penisku, menjilati kepalanya dengan lidahnya, lalu mulai memompa pelan.
Qiao menungging di kasur itu. Aku meremas pinggulnya. Permainan itu masih jauh dari selesai. Aku tusukkan penisku, lalu menghujam kemaluannya dengan kencang. Qiao kembali mendesah keras.
Kuhujamkan batang kemaluanku, menepuk-nepuk pinggulnya dengan kencang. Kemaluannya sangat basah. Wajah Qiao memerah menikmati dan menahan setiap tusukan penisku di kemaluannya. Bibirnya terus mendesah kencang.
Hujan pun turun. Kami sama-sama memekik kencang. Kami keluar bersamaan. Batang kemaluanku berkedut-kedut memuntahkan sperma di lubang kemaluannya. Qiao terbaring lemas. Nafasnya terengah-engah dan aku memeluknya dengan gemas. Kami saling bertatapan lalu bercumbu sekilas.
Malam masih panjang. Tapi aku harus bertugas besok pagi. Kami bercinta berkali-kali melampiaskan nafsu kami karena esok, aku sudah bertugas kembali. Qiao sangat lemas dan ia pun tertidur dipelukanku. Aku dekup dia lalu ikut terlelap di sebelahnya.