Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

PART 19​

SALAH AKTING​





Alam's favorite song




Diantara jejeran kamar kost yg tampilan luarnya sama persis satu sama lain, terdapat satu hal berbeda dari salah satu kamar yg terletak strategis paling ujung. Suara lantunan musik terdengar cukup keras dari sana. Sangat keras malahan, karena seluruh penghuni kamar kost lainnya disekitar bisa mendengar dentuman musik itu.

Ada tiga orang yg berada didalam kamar paling pojok itu dan semuanya berjenis sama, pria. Dari ketiganya, nampak salah satu diantaranya sedang asik mengangguk-anggukan kepala mengikuti beat musik yg hanya bisa dinikmati segelintir orang saja.

Perpaduan berbagai elemen suara dari banyak jenis alat musik seperti drum, bass, gitar listrik, hingga sentuhan sedikit EDM bercampur aduk menjadi satu dan membentuk kesatuan musik yg disebut Metal. Siapa lagi orang yg memutar musik itu kalau bukan Lord baginda maharaja sultan Alam mahmud badarudin.

"Pa pa pa pa pa papaya!" cuma lirik itu yg bisa Alam ikuti dari sekian banyak kata-kata di dalam lagu. Kendalanya, tentu saja adalah bahasa yg sama sekali tak ia mengerti juga lirik lagu yg cukup cepat bila diikuti. Jadi pilihan terakhir untuknya selain menggumam tak jelas adalah mengikuti backing vokal. "Pa pa pa pa pa papaya!" lagian tujuannya memutar lagu ini adalah karena ingin menikmati musiknya,
bukan mau bernyanyi. "Pa pa papaya!"

Berbeda dari Alam yg sangat menikmati bahkan sampai melakukan moshing(nama jogetan anak metal), satu dari dua orang yg tersisa nampak menunjukkan raut tak suka. Entah tak suka pada musik, atau justru pada orang yg memutar musik.

Setelah ditelusuri secara seksama, ternyata sosok yg adalah Danang itu merasa kesal pada tingkah polah Alam yg tak bisa diam, yg terjadi semenjak mereka pindah ke dalam kamar setelah hari berganti malam.

Sudah dari siang Danang dan Virgo yg kini masih asik menikmati minuman beralkohol berada disini. Mengobrol di gazebo luar bersama Violin dan curut Alam tentang apapun yg bisa dijadikan bahan. Tentu menurut Alam si sumber segala keburukan, tak komplit rasanya bila berkumpul tidak ada minuman sebagai penyemarak suasana. Jadi bisa ditebak kelanjutannya, mereka minum-minum seperti orang sinting hingga matahari malas menyinari lagi.

Sepindahnya tempat pesta mereka yg menjadi di dalam kamar, Violin berpamitan untuk mandi terlebih dulu sebelum melanjutkan lagi. Tapi satu jam telah berlalu semenjak Violin berpamitan, nyatanya wanita yg satu frekuensi dengan Alam itu tak kunjung juga kembali bergabung. Jadilah sisa tiga batang berada dalam satu kamar.

"Pa pa pa papaya!"

Sama sekali Danang tak bisa menikmati lagu-lagu yg telah dan sedang Alam putar itu. Terlalu keras dan ngawur untuk dirinya yg adalah pecinta sejati musik rohani. Apalagi liriknya berbahasa asing yg ia tak pahami sama sekali.

Parahnya, kemungkinan besar penyanyi dari band yg semenyeramkan itu adalah gadis-gadis belia. Dari suaranya yg imut-imut minta disayang itu bisa mudah disimpulkan.

Satu hal yg sedikit membuat Danang tak enak dan merasa was-was, ialah fakta bahwa Alam hidup disini tidaklah sendiri, dan saat ini sudah malam hari. Penunjuk waktu menunjukkan hampirl pukul delapan malam, yg mana itu artinya adalah waktu tenang bagi penghuni kost lain yg kamarnya berjejer disebelah dan di depan kamar Alam.

Bukan apa-apa, ia hanya takut diluar kamar sudah ada banyak penghuni yg berkerumun. Sedang melakukan musyawarah, memilih antara membakar mereka bertiga hidup-hidup, atau mengarak mereka keliling kampung tanpa busana. Itu yg Danang takutkan.

Kan tidak lucu kalau mati diarak penghuni kost hanya gara-gara memutar musik Metal terlalu kencang.

"Pa papaya!"

"Monyet!" maki Danang tak lagi sanggup menahan kekesalan. "Lo bisa duduk diem ngga sih?! Udah malem ini, kasian tetangga kost lo!" hardiknya penuh kejengkelan.

Perhatian segera diberikan Virgo yg ada disampingnya, dan juga Alam yg berhenti melakukan tarian gilannya.

"Tenang aja," Senyum sejuta watt Alam berikan. Justru itu malah membuat Danang semakin kesal. "Mereka itu ngga ada yg berani sama gue. Jadi sanstuy ae."

Virgo mengalihkan tatapan pada Alam sebentar. Beberapa detik saja, dan selanjutnya kembali lagi pada kegiatan awal menikmati minuman beralkohol dengan sebatang rokok yg terselip diantara jari.

"Walaupun ngga ada yg berani, ya lo kudu mikir lah monyet! Lo ngga hidup di hutan ini!"

Alam mengibaskan tangannya ke udara beberapa kali, mengabaikan khotbah Danang yg salah tempat. "Bawel ah. Orang ngga ada yg protes juga kecuali lo."

"Bangke!" sigap Danang berdiri dengan cepat. Namun baru saja ingin menghadiahi Alam beberapa pukulan, layar ponselnya yg tergeletak tepat didepan mata tiba-tiba menampilkan cahaya berikut tulisan tanda sebuah panggilan.

Buru-buru Dananh meraup ponselnya dan melihat siapa sang penelpon yg sudah menganggu jalannya ajang UFC.

Mata Danang sedikit membesar terkejut saat mengetahui yg menelponya adalah Alea. Sigap ia berjalan keluar kamar, agar tak terganggu suara bising hasil speaker Alam yg masih memutarkan lagu metal dari band Jepang itu.

Alam yg sudah siap-siap dengan membentuk perisai tangan didepan wajah pun bisa merasa lega karena Danang urung menghajarnya. Terakhir mereka bergelut beberapa bulan lalu, Danang membuatnya menjadi pecundang yg berteriak ampun kesakitan.

"Nih, minum dulu." gelas kecil berisi minuman Virgo angsurkan pada Alam yg segera menerima dengan wajah sumringah.

"Lo emang the best. Ngga kayak temen kolot lo satu itu." cibir Alam sedikit kesal sebelum akhirnya menandaskan minuman dalam sekali tegukkan saja.

Kernyitan nampak diwajah Alam selesai menelan, yg di ikuti oleh mata yg menyipit akibat rasa pahit. Virgo yg cukup peka pun mengambilkan bungkus rokok untuk Alam yg lagi-lagi cekatan mengambilnya.

"Lo ada masalah apa lagi Vir?" tiba-tiba Alam berbicara sembari menarik rokok dari wadah yg kemudian diapit diantara bibir.

Kernyitan Virgo hasilkan sambil memandangi Alam yg sedang menyulut ujung rokok agar terbentuk bara. "Masalah apa? Gue ngga ada masalah apa-apa."

"Seharian ini gue liat-liat lo lebih jadi diem dibanding kemaren-kemaren. Abis pesta Alea emang lo jadi diem, tapi hari ini lebih parah." jelas Alam akan maksudnya. Ikut pula menambah pencemaran kamar dari hasil pembakaran yg menghasilkan asap pekat. "Gue ngga tau ada apaan. Dan gue juga ngga gitu kepo pengen tau. Tapi kalo lo udah ngerasa numpuk di kepala, mending lo release aja dengan cerita, siapa tahu efektif bisa bikin tenang. Syukur-syukur malah dapet solusi."

Perkataan Alam berhasil membungkam Virgo yg tak tahu harus membalas bagaimana. Nasihat Alam terdengar bagus untuk dilakukan, tapi ia tak tahu harus bercerita pada siapa. Karena dalam hidup yg sudah dijalani selama belasan tahun ini, baru satu kali saja ia pernah bercerita tentang kisah dan masalahnya.

Orang itu adalah teman, atau bisa dibilang sahabatnya sejak duduk di bangku SMP. Satu-satunya orang selain Keyra yg bisa menembus dinding kuat hatinya. Dulu, jauh sebelum ia memutuskan untuk mengahncurkan dinding itu hingga sekarang bisa menjalin ikatan baru dengan Alam, Danang dan Violin.

Berbeda dari suasana didalam kamar yg tiba-tiba jadi sunyi meski musik masih dari speaker aktif berputar, sedikit perdebatan kecil justru sedang terjadi diluar. Lebih tepatnya disebelah gazebo dimana Danang berada.

"Iya-iya nanti Yang. Satu jam lagi deh, masih mager aku buat pulang." coba Danang menawar atas suruhan Alea yg ingin dirinya lekas pulang.

"Jadi gitu? Aku ngga penting sekarang? karena udah kamu perawananin." balas Alea di seberang dengan nada yg jelas sekali menyindir.

"Astaga! Kamu ngomong apaan sih?!" mata Danang mendelik kaget. "Bisa-bisanya kamu nyimpulin kayak gitu."

"Ngapain Nang disitu?" tanya tiba-tiba sebuah suara yg sosoknya tak jauh berada dibelakang Danang.

"Yang! Siapa itu?!" jerit Alea didalam telepon sangat nyaring. Cukup untuk membuat Danang menjauhkan ponsel dari telinganya yg kini berdengung sambil menoleh kebelakang.

Ternyata Violin orangnya. "Ini lagi nelpon." tunjuk Danang pada ponsel. "bilangin Alam sih, suruh matiin musiknya. Ngga enak gue sama tetangga kost lo."



"Ngga papa kok. Udah biasa tuh ludruk muter musik kenceng kayak gini. Asal ngga lewat jam 10 malem aja." jelas Violin tentang peraturan kost yg tertempel besar di ruang depan. "Yaudah gue kesana dulu kalo gitu." pamit Violin tak ingin mengganggu kegiatan menelepon Danang yg entah sama siapa.

"YANG!" teriak Alea tak tanggung-tanggung di seberang.

"Eh-iya maap." Seketika Danang kelabakan dan befokus lagi pada ponsel "Tadi itu Violin Yang. Jangan salah sangka dulu."

"Bodo amat! Aku marah sama kamu!"

"
Jangan gitu lah Yang," melas Danang dengan wajah panik. "Serius itu Vio."

Tut.. tut.. tut..

"Yang?"

Percuma, sambungan telah di putus oleh Alea.

"Mati gue." keluh Danang menepuk keningnya sendiri. "Ah, bodo lah gimana nanti. Remuk-remuk deh digebukin." sedikit resah dan sisanya pasrah, Danang memilih untuk melangkah mengikuti jejak Violin yg sudah lebih dulu berjalan.

Tapi baru beberapa langkah dilakukan, sebuah notifikasi kembali Danang dapatkan. Sebuah pesan dari Alea yg beberapa saat lalu baru memutus sambungan telepon secara sepihak.

Sedikit gugup bersama ludah yg tak lupa diteguk, ngeri-ngeri Danang menggerakan jarinya menekan layar untuk melihat pesan Alea. Pasalnya tak ada tulisan yg terlihat dinotifikasi.

Mata Danang membulat penuh menatap layar, mulutnya terbuka lebar dengan otak yg langsung berpikir liar.

"Astaga. what the heck is this Alea?" tangan Danang gemeteran. Matanya masih setia menatap layar ponsel yg menampilkan foto selfie Alea tanpa mengenakan busana. Atau lebih spesifiknya bertelanjang dada. "Jadi ini yg namanya pap tetek?"

Berteman dengan manusia semacam Alam adalah alasan kenapa bisa Danang mengetahui tentang yg namanya 'pap tetek'. Tak percaya? Coba saja berkumpul dengan Alam satu hari, dan sentelahnya bisa dipastikan otak kalian akan tercemar limbah seperti banyak sungai dan lautan di seluruh Dunia.

Sebuah pesan kembali Danang dapatkan lagi dari Alea. Kali ini berupa tulisan.

Mau ngga? Kalo ngga mau aku pulang aja.

Lincah jari Danang mengetik dengan kaki yg cepat berjalan menuju kamar Alam.

Gas poll tanpa kopling! 15 menit Sayang.

Selesai mengetik, Danang segera menambah kecepat kakinya dengan berlari. Tak peduli dengan apapun disekitarnya lagi. Fokusnya hanya satu, cepat sampai apartemen dan memainkan lagi dua squishy kenyal favoritnya.

Sangat mudah ternyata membuat laki kelabakan dan konak dalam waktu bersamaan. The power of pap tetek, jangan pernah remehkan kekuatan foto bugil dan ajakan seks dari wanita. Jomblo mungkin akan menganggap remeh itu sekarang. Tapi nanti saat kalian mendapatkan itu suatu hari, kalian akan tahu seberapa besar damage yg dihasilkan oleh gambar dan tulisan berupa ajakan itu.

Pintu terjeblak lebar, menghasilkan suara bedebum yg mengagetkan tiga orang didalamnya.

"Pintu gue tolol!" Alam mendelik ganas. "Mampus gue di omelin tante seksih kalo sampe rusak."

Danang sama sekali tak peduli, fokus memunguti barang-barangnya yg tercecer sana-sini. "Gue mau cabut, ada urusan."

Mata ketiga orang yg ada disana kompak mengikuti pergerakan lincah Danang. Seperti pribumi yg kalang kabut mecari tempat sembunyi kala terlihat kapal Belanda yg berniat menginvasi dari kejauhan.

"Gue cabut juga deh kalo gitu." Virgo memungut ponsel yg berada tepat di depannya dan menyalakan layar untuk melihat waktu. "Bentar lagi kakak gue pulang."

Benar saja, sebuah notifikasi Virgo dapatkan dari Nessa yg memberitahu akan segera selesai sebentar lagi.

"Baru aja gue duduk yaelah. Udah mau cabut semua." keluh Violin beralih pada Virgo.

"Nih, gue udah di chat Kak Nessa." tunjuk Virgo layar ponselnya tepat didepan muka Violin. "Lagian lo mandi kayak lagi orang tidur siang."

"Korek gue mana weehhh!" Interupsi Danang yg sedang celingak-celinguk memperhatikan sekitar.

Kontan Alam mengalihkan pandangan berpura-pura tak mendengar.

Seringai geli tersemat dibibir Virgo yg langsung melirik kocak pada Alam. Mulutnya gatal ingin memberitahu Danang siapa pelaku pencurian korek. Tapi Alam sudah mengantisipasi dengan mewanti-wantinya tadi, untuk tak memberi tahu bahwa manusia laknat itu adalah pelakunya. pelaku utama atas kasus yg umum terjadi di tongkrongan manapun di negara kita tercinta.

Memang ada benarnya kata Ridwan Remin, bahwa korek harus segera di beri kode keamanan agar tak ada yg bisa mencurinya lagi. Atau minimal, bisa lah DPR Korea utara(UU ITE ngeri broo!) menambahkan satu pasal dalam undang-undang Selain RUU ciptaker dan ayam tetangga yg masuk pekarangan. Undang-undang agar bisa mempidanakan para pelaku pencurian korek yg meresahkan tongkrongan.

Jangan nanggung-nanggung kalau melakukan sesuatu. Termasuk dalam kengawuran.

"Bangke lah!" keluh Danang menyerah mencari karena waktu sudah semakin mepet. "Gue cabut dulu ya." segera ia berjalan cepat menuju pintu.

"Gue juga," Virgo berdiri dari duduknya, lalu mengulurkan tangan yg sudah dikepal tepat di depan Alam yg membalas sama. Setelahnya barulah ia beralih pada Violin dengan mengacak-acak rambut yg lurus dan halus itu sebagai jimat keselamatan saat di perjalan.

Mustahil Violin tak cemberut. Namun ia memilih tak memprotes hal yg sering terjadi itu. "Hati-hati dijalan, terutama lo." tunjuk Violin pada Virgo. "Ngga usah ngebut, lo habis minum."

Virgo megangguk paham dengan senyuman. "Siap boss!"

"Lo pake mobil gue aja apa Vir?" ucap Danang yg sudah berada di luar ruangan. "Biar gue yg pake motor lo." Sedari sore Virgo terus minum, bohong bila pria itu tak merasakan efek apapun dikepala.

Gelengan samar Virgo berikan mendekati Danang. "Gue ngga mabuk. Tenang aja."

"Bener lo Nang, kasih aja kunci mobik lo. Kalian tukeran" setuju Alam yg di angguki Violin juga.

"Kalo ngga pake mobil gue aja deh. Bentar gue ambil kuncinya." sigap Violin bangkit dari duduknya.

"Serius gue ngga papa aelah. Lebay banget lo pada." tubuh Violin yg akan lewat Virgo tahan. "Ngga usah Olin. Males gue naik mobil."

"Udah sini kunci lo." tangan Danang terulur meminta. "Gue buru-buru juga ini mumpung."

"Gue ngga-"

"Buru sini!" tegas Danang melotot ganas. Merasa gemas pada Virgo yg sama sekali tak mengerti akan hasrtanya yg sudah meronta-ronta minta lepas. "Gue buru-buru bangke!"

"Ngga usah melotot," cicit Virgo berjalan mendekati, tak lupa merogoh saku untuk mengambil kunci motor yg kemudian diserahkan.

Danang cepat menyambar dan menggantinya dengan kunci mobil.

"Muka lo serem kalo melotot cuk, kayak orang nahan sange." ledek Virgo yg membuat Violin dan Alam tertawa lebar.

Danang mengabaikan itu dan memilih segera berjalan menjauh sambil mengangkat tangan sekali lagi berpamitan. "Gue duluan."

Tatapan Virgo alihkan kedalam kamar lagi. "Jangan sampai tepar lo berdua." peringat Virgo yg kompak di angguki Alam dan Violin yg ada didekatnya. Ia tahu mereka berdua akan melanjutkan aksi minum-minum lagi. "Dan thanks buat minumnya. Gue cabut." kalimat akhir Virgo disertai senyuman, sebelum akhirnya berbalik dan menyusul langkah Danang yg sudah lumayan jauh.

Beberapa saat Violin terus mengawasi dari ambang pintu hingga kedua orang itu menghilang di lorong yg menghubungkan ruang depan. "Lo ngerasa ada yg aneh sama Virgo ngga sih Lam?" Violin beranjak dari tempatnya. Pintu tak lupa ia dorong agar tertutup, supaya hawa dingin malam yg bercampur nyamuk tak ikut masuk. "Kok gue ngeliat dia sekarang beda banget ya?"

"Emang yg lo lihat gimana?"

"Jadi makin diem dan sering ngelamun gitu. Tatapannya juga kosong, kayak orang yg ngga punya tujuan hidup lagi." Violin mengambil duduk tepat didepan Alam, diantara botol minuman yg berada tengah-tengah mereka. Cekatan tangannya mengambil dan menuang isi botol pada dua gelas yg tersedia. "Kira-kira kenapa ya?"

Sebenarnya, tujuan utama berlangsungnya acara minum-minum ini adalah karena Alam melihat Virgo seperti sedang stress dan banyak pikiran. Dan karena ia adalah orang baik, maka ia pun mengusulkan ide ini pada Violin yg langsung menyetujui. Untuk Danang tak perlu ditanya, karena jawabannya pasti itu-itu saja.

"Lo nanya gue, terus gue nanya siapa?" gelas angsuran Violin disambut suka cita oleh Alam.

'Tring'

Bunyi antar dua gelas yg beradu. Setelahnya bersama-sama mereka meminum isi gelas hingga tak tersisa.

Walau sudah beberapa puluh kali menenggak minuman yg sama sepanjang hari ini, ternyata lidah dan tenggorokannya masih merasakan hal yg sama.

"Kita ngga bisa ngelakuin apa-apa selain support dia." lanjut Alam sambil sesekali mengecap lidah yg terasa pahit.

"Yap, dan support yg lo maksud itu dengan bikin dia kobam?(mabok)" sindir Violin menyeringai geli.

"Iyalah! Ini tuh salah satu contoh support seorang sahabat yg baik dan perhatian."

"Bodo amat Lam! Bodo amat!" seru Violin tak bisa menahan tawa untuk keluar. Tapi setelahnya mimik wajahnya berubah memelas. "Lam, lo laper nggak? Masakin mie dong."

Alam terdiam beberapa saat. Mencoba mencerna baik-baik kalimat Violin yg terdengar agak aneh. "Kenapa dari nanya jadi merintah deh?"

Kembali Violin terkekeh kecil. "Udah ah buru masakin. Laper gue."

"Aaahhh gue mabuk," secara lebay Alam menjatuhkan dirinya kesamping, satu-satunya tempat yg aman karena depan dan belakangnya ada Violin dan tembok. "Aing sahaaa?!! Aing maunggg!!" Tubuh Alam berguling-guling tak jelas. Kesepuluh jarinya pun tak lupa menekuk membentuk cakar. "Apuse kokondao!! Yarabe pa papaya!!"

Bibir Violin menipis bersama wajah yg berubah datar seketika. Bingung sekaligus kesal disaat bersamaan atas akting bodoh yg Alam lakukan. Sangat beberbeda dari perkataannya yg bilang mabuk, justru Alam sekarang malah mirip orang kesurupan.

"Sahhaa budak wadon iki?!!" tatapan tajam Alam arahkan pada Violin. Mulutnya menyeringai seperti macan. Sangat total dalam berperan. "Cem mana kau diam saja!! Larilah sebelum tak mplok! Awak lagi luweee!!" geraman seperti singa Alam lakukan di akhir bicara.

Benar sekali! Alam salah akting. Ia kerasukan maung.

"Lam," masih dengan mata yg nyalang menatap sosok didepannya, Violin mengulurkan tangannya meraih botol minuman. "Sumpah kalo lo ngga berhenti, gue lempar ini botol ke muka lo." ancam Violin mengambil ancang-ancang.

"Woy! Woy!" kepanikan membuat Alam bangkit duduk dengan cepat. Kedua tangan ia angkat tinggi-tinggi tanda menyerah. "Ngga lucu Lin ah!" keluh Alam berwajah melas.

"Siapa yg mulai coba!"

"Iya-iya, tapi turunin dulu itu botol." tunjuk Alam pada botol yg ada di tangan Violin menggunakan dagu. "Iya gue masakin ya gusti! Tapi turunin dulu itu botol! Serem gue." keluh ketakutan Alam ketika Violin mulai mengayun-ayunkan tangannya.

Satu hal yg Alam takutkan dari ancaman Violin. Ia takut ada wali lewat(orang jawa biasanya ngerti istilah wali lewat) yg akan mengabulkan segala tindakan. Kan Sangat berbahaya bermain-main seperti yg dilakukan Violin saat ini. Istilah jawanya candiolo, ora elok. Wong jowo kok gak njawani.

Masih menatap dingin Alam, perlahan Violin mulai menurunkan tangannya yg memegang botol. Otomatis lega Alam rasakan melihat itu.

"Buru sana bikinin." ketus Violin memerintah. "Harus banget pake maksa baru mau? Gue biasanya lo perintah masak aja langsung iya. Ngga ada pakai acara ngeles tolol kayak yg lo lakuin."

Bibir Alam terketuk lucu seperti anak yg dimarahi ibunya sehabis makan ice cream disaat pilek melanda. "Iya-iya maap." bergegas ia bangkit dari duduk dan berjalan menuju dapur yg berada dipojok sebelah kamar mandi. "Mau mie apa?"

Lemari dapur yg tepat berada disebelah kompor gas Alam buka, memperlihatkan simpanan harta karun berupa tumpukan mie instan berbagai rasa dan merk yg teramat banyak untuk dimakan satu orang.

Satu hal yg perlu diketahui. Alam adalah pecinta mie sejati. Walaupun tak tahu apa itu Ramen.

Violin memutar tubuhnya menghadap Alam. "Menurut lo yg paling enak yg mana?"

"Apa aja kalo gratis mah pasti enak. Udah buru yg mana?"

"Ya udah serah lo aja kalo gitu." putus Violin asal, lalu memilih merangkak menuju kasur Alam yg telihat menggoda untuk di tiduri.

Tanpa banyak kata, segera Alam mengambil asal mie yg baru dia beli kemarin sebagai stok tiga bulan kedepan.

Tubuh Violin sudah berbaring nyaman telentang diatas kasur. Matanya pun menerawang keatas dengan kedua tangan yg dijadikan bantalan. Maka sekarang waktu yg pas unyuk melamun dan mengulang semua ingatan selagi menunggu masakan Chef Alam selesai.

"Lam," panggil Violin yg hanya dijawab gumaman oleh Alam yg sedang fokus mengambil panci untuk memasak air. "Lo masih inget kan Lam, kalo dulu lo selalu masakin gue mie kayak yg lagi lo lakuin sekarang."

Gerakan tangan Alam berhenti bersama tubuh yg ikut tak bergerak. Tak berlangsung lama memang, karena luberan air yg tak dapat ditampung panci berhasil menyadarkannya.

"Waktu dulu kalo gue kabur dari rumah kan tujuan gue pasti ke kost lo. Terus kalo udah gitu, kita bakal begadang sampai tengah malem. Dan ujung-ujungnya lo bakal masakin gue mie instan." senyum tipis hadir dibibir Violin. Setipis binar dimata yg tak berlangsung lama. "Seru banget masa-masa kita dulu ya?"

"Kenapa?" Panci sudah berada di atas kompor, tapi apinya tak kunjung Alam hidupkan. "Kenapa lo tiba-tiba ngomong gitu?"

Jawaban tak Violin berikan. Memilih terus melanjutkan perkataan yg terbentuk dari kenangan. "Dari banyaknya kenangan gue, bareng lo adalah satu-satunya kenangan yg ngga bikin gue sedih dan marah kalau keingetan."

Lengkungan bibir Violin setia bertahan. sama setianya seperti rasa yg masih kuat menjalar dalam dada. Rasa yg tak ingin pergi, atau mungkin ia paksa agar tetap mengisi relung hati.

"Mana yg lebih lo suka Lam? Kita di masa sekarang, atau kita di masa lalu?"

Tak ada keharusan Alam menjawab pertanyaan itu. Sama seperti pertanyaannya yg diabaikan Violin tadi. "Kita udah bahas ini sebelumnya kan Lin?" akhirnya tangan Alam bergerak juga menghidupkan api kompor. "Jadi kita ngga perlu ngomongin masalah ini lagi."

"Mana yg lebih lo suka Lam? Kita di masa sekarang, atau kita di masa lalu?" ulang Violin pertanyaan sama, meski dengan nada yg berbeda.

"Sekarang." tegas Alam menjawab dengan rahang mengerat. "Gue suka sekarang."

"Gue lebih suka kita yg dulu."

Alasan ia ada disini sekarang adalah karena apa yg dulu dirasakan. Kenyamanan, kehangatan, keceriaan, ketenangan dan semua rasa menyenangkan itulah yg membuatnya terus berjuang dan bertahan sampai sekarang.



,_,_,_,_,_,_,_,_,_,_,




Dentuman suara musik menggema keras keseluruh penjuru ruangan. Berbeda dengan dikamar Alam yg musiknya berjenis Metal Progressive, disini musik yg diaminkan adalah EDM dan mungkin ada house juga. Ditambah pula kerlap kerlip lampu disko dan suasana remang-remang yg sangat mendukung untuk berbuat mesum dan maksiat.

Jika dikamar Alam tadi yg berjoget hanyalah sang pemilik kamar, disini terlihat puluhan bahkan ratusan orang asik menggoyangkam tubuh sesukanya, sesuai gaya yg di bisa. Semuanya terlihat senang, tidak seperti di kamar Alam yg memiliki Danang dan Virgo yg berwajah muram.

Di salah satu tempat duduk dilantai dua yg berisi lebih dari delapan orang, nampak kecerian juga sedang terjadi. Sebuah perayaan dilakukan atas kembali lengkapnya kelompok kecil mereka setelah cukup lama ditinggal salah satu orang karena perawatan.

"Cheers buat wakil ketua kita yg udah balik dari rumah sakit!" seru semangat satu-satunya pria yg berdiri diantara lainya.

Gelas yg ada di masing-masing tangan kompak merapat dan saling bersentuhan. Sayangnya suara indah detingan gelas itu tak dapat terdengar akibat musik yg mengalun kencang.

Pria yg mempunyai hajat malam ini kembali mengangkat gelasnya keatas sehabis menyesap sedikit minumannya. "Enjoy semuanya! Pesen minuman apapun yg kalian mau!"

Langsung saja koor heboh penuh suka cita hadir dari sekitar pria yg berbicara. Gelendotan dari wanita yg berada di kiri tubuhnya pun semakin mengerat manja, menempelkan dua buah payudara yg hampir terekspos semua pada lengan kirinya.

"Jadi gimana rencana lo habis ini Sya?!" pria di sebelah kanannya yg di percaya menjadi tangan kanan berbicara. "Habisin langsung apa gimana? Gue bisa suruh anak-anak buat mampusin dia malam ini juga kalau lo mau. Kita cari dia walau harus belusukan satu kota."

Yap, ialah Arsya dan anggota geng Hell in Heaven yg saat ini tengah berpesta di sebuah club malam tengah kota. Tempat sama yg menjadi saksi saat jemarinya hancur oleh bajingan sok hebat bernama Virgo di parkiran.

Anggota HH yg sedang berkumpul disini hanyalah empat orang termasuk Arsya. Empat orang yg memiliki pengaruh lumayan hebat dan memiliki jabatan yg kuat dalam perkumpulan utama kampus mereka. Sisanya adalah para wanita yg datang sendiri menyodorkan tubuh untuk dinikmati.

"Nggak," Arsya menggeleng sekilas. "Lo ngga inget apa yg Bang Gamma bilang? Urusan pribadi ngga boleh di campurin sama HH. Emang lo mau dia ngamuk?"

Pria di sebelah Arsya menggeleng terlalu cepat. Nyata takut akan sosok nomor satu dalam geng mereka yg tak akan mentolelir apapun jenis kesalahan dan pembangkangan. "Terus gimana lo sekarang? Masa diem aja ngga bales?"

Seringai mengerikan hadir dibibir Arsya. Matanya memandangi jari-jarinya yg terbungkus sarung tangan. Jari yg sudah tak bisa lagi difungsikan seperti semestinya. Beberapa tulang dan sendi yg hancur akibat jepitan pintu mobil saat itu tak bisa kembali utuh lagi seperti pertama dicipta.

Mustahil bila ia tak melakukan hal yg sama pada pembuatnya. Atau kalau bisa ia ingin menghancurkan setiap tulang yg ada pada bajingan itu dan menyiksanya hingga merengek minta mati sendiri.

Tawa mengerikan merasa senang Arsya keluarkan bahkan saat memikirkan bagaimana ekspresi tersiksa Virgo. Cukup mengerikan untuk membuat dua orang disampingnya bergerak menjauh tanpa sadar. Radar bawah sadar mereka menangkap kengerian.

"Gue pasti bales. Bahkan gue kasih lebihan." balas Arsya mengalihkan pandangan pada gelas ditangan kanan. "Termasuk si perek itu dan cowoknya."

Bukan hanya Virgo saja yg akan mendapatkan hadiah. Tapi juga dua orang lainya yg menjadi penyebab semua ini terjadi.

"Tapi ngga dalam waktu dekat ini. Gue bakal biarin mereka senang-senang dulu sebentar. Baru habis itu gue bikin mereka ngerasa ngga pengen lagi hidup di dunia."

Mata dibalas mata itu kuno. Di zaman ini, balasan setimpal dari menyakiti mata adalah menghancurkan kepala.



_,_,_,_,_,_,_,_,




Terparkir nyaman sebuah mobil Toyota Yaris berwarna silver di samping pos satpam depan sebuah gedung perkantoran. Pada pintu pengemudi yg terbuka, terdapat sesosok pria yg duduk dibawah jok sedang menunggu orang yg di jemput tapi tak kunjung muncul juga. Virgo orangnya.

Rokok diantara jari tangan kiri di jadikan Virgo teman menunggu. Sedang tangan kanannya asik menggulir layar smartphone yg hanya menampilkan menu. tak memiliki sosial media apapun selain Youtube dan Whatsapp adalah alasan lain kenapa ia hanya menggulirkan menu selain rasa bosan.

Virgo kurang suka dengan sosial media apapun itu yg banyak digunakan manusia di seluruh Dunia, entah kenapa. Jadi bisa dibilang ia adalah salah satu anak muda yg ketinggalan zaman. Tapi itu menurutnya lebih baik, dari pada menggunakan sosial media tapi tak tahu apa manfaat sebenarnya. Habis-habisin kuota saja.

Selain bermain medsos, ada hal lain yg kurang Virgo minati, yaitu berfoto. Ia tak suka memotret dirinya sendiri menjadi kenangan. Butuh usaha setengah mati bila ingin mengajaknya berfoto bersama.

Jika dihitung-hitung selama ini, tak lebih dari sepuluh kali ia pernah melakukan sesi foto. Itupun semuanya dilakukan karena keharusan, guna mengisi data diri dan termasuk foto perpisahan. Melakukan selfie seperti orang-orang lain pun tidak pernah ia lakukan. Membayangkan melihat wajahnya sendiri dilayar ponsel saja sudah membuatnya merinding disko, apalagi melakukannya beneran.

Unik atau aneh mungkin adalah kata yg pas untuk menggambarkan dirinya.

"Astaga, kakak cariin ternyata ada disini." sesosok perempuan yg menggunakan sepatu hak tinggi hadir tepat di depan Virgo.

Ketika Virgo mendongak, matanya langsung bisa melihat kakaknya Nessa yg mengenakan setelan kerja. "Ya kenapa ngga chat aja?" Virgo berdiri dari duduknya dan melempar rokok yg sudah dimatikan kedalam tong sampah yg tak jauh berada. "Yuk langsung pulang."


Wajah Nessa mengerut bingung ketika Virgo masuk kedalam mobil yg asing dimata dan ingatan. "Kamu bawa mobil?"

"Mobil temen Virgo. Kita tukeran karena dia lagi buru-buru."

"Oohhhh.." Mengangguk paham, segera Nessa berjalan mengitari mobil untuk bisa duduk di samping pengemudi.

Ketika membuka pintu mobil penumpang terbuka, bau menyengat yg cukup familiar langsung langsung tercium di hidung Nessa.

"Kamu mabuk Virgo?" Nessa masuk kedalam mobil, mendudukkan pantatnya di kursi namun sedikit condong kearah Virgo.

"Engga."

"Engga apaan! Orang bau minumannya nyengat banget gini."

"Iya Virgo minum, tapi ngga mabuk." koreksi Virgo sambil menghidupkan mesin mobil dan segera menjalankannya.

Helaan napas Nessa lakukan. Matanya terus memperhatikan sosok yg belakangan ini jauh berbeda, lebih pendiam dan terlihat banyak beban. Bingung Nessa rasakan tak tahu harus melakukan apa demi membuat Virgo membaik seperti sedia kala.

"Gantian deh, biar Kakak aja yg nyetir. Beresiko kalau kamu nyetir keadaannya gitu." untuk sekarang itu dulu yg harus Nessa lakukan. Sangat berbahaya menyetir dalam pengaruh alkohol, dan ia tak mau mati konyol.

"Virgo ngga papa Kak. Minum cuma dikit doang tadi." kilah Virgo berbohong. Lebih lima botol sudah ia habiskan bersama yg lain dari sore tadi. Jumlah yg sangat amat cukup untuk membuat orang yg meminumnya serasa berjalan di atas awan.

"Udah pinggirin dulu aja mobilnya. Biar kakak aja yg nyetir." kekeuh Nessa memaksa. Namun Virgo tak mengindahkan dan tetap melajukan mobil cukup pelan. "Vir?"

"Virgo ngga mabuk kak! Virgo masih bisa nyetir." Emosi Virgo tiba-tiba timbul begitu saja.

Raut tak percaya hadir di wajah Nessa yg sangat terkejut atas nada tinggi Virgo. "Kamu bentak kakak?" barusan adalah pertama kalinya Nessa mendapatkan nada tinggi dari Virgo. Sangat mengejutkan, dan tak mengenakkan. "Kakak peduli sama kamu, dan kamu malah bentak Kakak?"

Jelas Virgo kelabakan setelah menyadari perbuatannya. "Bukan gitu Kak," tangan kirinya bergerak mencoba meraih jemari Nessa yg ada di paha, tapi tepisan segera ia dapatkan. "Virgo minta maaf, Kak. Sumpah Virgo ngga ada maksud bentak Kakak."

Tanpa berkata Nessa langsung memalingkan tubuhnya memunggungi Virgo, menolak mendengar apapun penjelasan yg coba Virgo berikan.

Sepersekian detik Virgo memejamkan mata bersama jemari yg mencengram setir lebih kuat. Helaan napas ia keluarkan perlahan akibat pusing yg tiba-tiba hadir seenaknya. Bukan efek minuman, melainkan pusing atas apa yg terjadi baru saja.

"Maaf kak, Virgo lagi banyak pikiran." hanya itu yg bisa Virgo berikan sebagai alasan. Ia sendiri pun tak tahu kenapa tiba-tiba membentak Nessa. "Sumpah Virgo ngga ada maksud ngebentak Kakak."

Keterdiaman Nessa masih bertahan. Kepalanya mikirkan banyak hal mengenai Virgo. Pikirannya menerka-nerka sesuatu yg mustahil dimengerti tanpa penjelasan. Bukanlah bentakkan yg membuatnya marah dan kecewa, melainkan sikap Virgo lah penyebab utama. Sikap berbeda yg sulit Nessa mengerti, apalagi untuk dipahami.

Sedikit bersyukur Virgo rasakan atas tak kunjung adanya suara balasan dari Nessa. Karena dengan itu ia bisa memfokuskan diri dalam menyetir. Lebih cepat sampai lebih baik. Jadi bisa lebih cepat pula membicarakan dan menyelesaikan masalah sepele yg jadi besar ini dirumah.

Waktu diperjalan ini akan ia gunakan untuk menenangkan pikiran dan emosinya yg sedang tak menentu. Ia sangat mudah terpancing oleh hal-hal sepele, yg jika tak ia netralkan mungkin bisa berakibat fatal. Contohnya sekarang.

"Kamu kenapa Virgo?" Nessa akhirnya bersuara, walaupun tubuh dan pandangannya masih setia tak mau berbalik. "Belakangan ini kamu aneh. Jadi pendiem dan sering murung. Terutama hari ini, kamu jadi lebih parah." apa-apa yg mengganjal dikepala coba Nessa ungkapkan. "Kakak bingung harus gimana. Ngga tau harus ngelakuin apa karena sama sekali ngga tahu kamu kenapa. Kakak sedih lihat kamu jadi gitu."

Cengkraman jari Virgo pada setir menguat. Rahangnya mengetat namun senyum dibibir mencuat. Bukan jenis senyum senang, melainkan senyum getir tanda kecewa pada dirinya sendiri.

Lagi Vir? Lo bikin orang lain sedih lagi dengan sikap lo? Hati Virgo mendidih, sangat marah pada dirinya sendiri yg hanya bisa menyakiti orang lain disekitarnya.

Perhatian dan kasih sayang tulus mereka berikan secara percuma, namun ia malah membalasnya dengan membuat air mata. Betapa tidak tahu dirinya ia selama ini, padahal mereka sudah sedemikian rupa memberi dan menerima kurang yg ia miliki.

Lo keterlaluan Virgo. Datar wajah Virgo tanpa ekspresi, bentuk kemarahan yg sudah memuncak pada dalam hati.

"Maaf." hanya satu kata itulah yg bisa Virgo berikan. Satu kata terakhir sebelum sunyi menyandra mereka dalam sisa perjalan. Satu kata yg akhirnya Nessa benci untuk pertama kali, dan kalau bisa tak ingin didengarnya dari mulut Virgo lagi.

Baik Virgo maupun Nessa sibuk dalam pemikiran masing-masing setelahnya. Bedanya, Virgo dipaksa untuk tetap fokus melihat kedepan dan sekitar, agar bukan UGD yg menjadi tempat mereka mengakhiri perjalan.

Perjalan tak mengenakan yg terasa lambat pun akhirnya berakhir juga. Mobil yg mereka tumpangi berhenti tepat di depan gerbang yg di baliknya ada seusatu yg di sebut rumah, tempat dimana kita memulai dan mengakhiri hari panjang.

Tanpa sepatah kata, Nessa segera keluar dari mobil disaat Virgo baru menggerakkan tangan ingin melakukan hal yg sama. Jadi ia hanya bisa memandangi sosok cantik itu saat berjalan dan membuka gerbang, sebelum akhirnya melajukan kembali mobilnya melewati gerbang dan Nessa yg memilih mengalihkan pandangan saat mereka berpapasan.

Mobil Virgo hentikan di pelataran depan teras karena malas memasukan kedalam garasi. Toh di atas mobil ini juga ada atap yg akan mengahalangi jika hujan turun. Maling pun pasti berpikir ratusan kali kalau-kalau ingin mempreteli spion ataupun ban mobil.

Terlihat Nessa berjalan lewat menuju pintu utama, segera Virgo turun dari mobil menyusul Nessa untuk meminta maaf dan bicara menyelesaikan apapun itu malam ini juga. Ia sudah terlalu lelah dan tak mempunyai tenaga bila ini terus berlarut lama.

"Kak," Tangan Virgo yg mencoba meraih Nessa hanya menangkap udara. Pintu lebih dulu terbuka dan Nessa pun sigap melangkah cepat menghindarinya. "Kak, tunggu."

Terpaksa Virgo harus menutup dan mengunci pintu terlebih dulu sebelum mengejar langkah Nessa yg sudah menghilang dari ruang tamu.

Selesai melakukan hal sialan yg menghambat langkah, cepat Virgo berlari menyusul Nessa.

Ruangan demi ruangan yg kali ini terasa luas Virgo lalui, sampai akhirnya berhasil mencapai ruang keluarga. Sayang Nessa tak ada disana. Kamar Nessa tak jauh berada segera Virgo tuju, satunya pilihan yg tersisa.

"Kak?" sampai di depan pintu kamar Nessa, Virgo memutar handle agar kayu penghalang di depan mata terbuka.

Di kunci.

'Tok tok tok'

"Kak!" lantang Virgo bersuara agar Nessa dapat mendengarnya. "Virgo mau bicara Kak. Please keluar dulu."

Tak ada jawaban dari dalam. Bahkan setelah berpuluh detik terlewat juga tak menghasilkan apa-apa.

Virgo lelah, juga pasrah. Keningnya ia senderkan pada Kayu keras penghalang jalan. "Virgo minta maaf Kak. Sumpah Virgo ngga ada maksud bentak Kakak tadi." pelan Virgo berujar dengan kedua tangan yg terkepal. "Ayolah Kak, keluar dulu dan obrolin sebentar."

Andai Virgo punya mata tembus pandang, pastilah ia dapat melihat Nessa yg juga sedang menyenderkan punggung pada sisi pintu yg berbeda.

Bukan permintaan maaf yg ingin Nessa dengar dari Virgo sebenarnya. Melainkan penjelasan atas apa yg terjadi pada prianya itu. Alasan atas perubahan sikap yg terjadi belakangan ini. Sikap dingin dan acuh yg Nessa tak sukai.

Nessa juga ingin merasa berguna untuk Virgo meski hanya melakukan hal sepele seperti mendengarkan keluh-kesah. Sungguh ia merasa tak berguna dan hanya bisa menyusahkan Virgo saja setelah mereka merubah hubungan.

Gue capek Kak.

"Yaudah Kakak istirahat aja sekarang. Besok kita bicara ya?" pasrah Virgo tak tahu lagi cara lainnya. Berbicara satu arah adalah hal percuma. Pun ia butuh mengistirahatkan diri agar esok memiliki tenaga. "Nite Kak. Virgo sayang Kakak."

Berakhirlah obrolan satu arah saat Virgo menegakkan badan. Lalu berjalan gontai menuju kamarnya yg berada di lantai dua. Esok ia akan kembali bersama ketenangan diri dan hati, agar semuanya bisa kembali seperti semula lagi. Karena selain sekitarnya yg menjadi bingung dan kasihan, muak dan jijik juga Virgo rasakan pada dirinya sendiri.

Di balik pintu, sebuah kegetiran hadir pada sosok yg tangannya mengepal kuat atas rasa tak mengenakan yg mengikat jiwa lebih erat.




Stigma sosok kuat yg tersemat pada laki-laki memaksa mereka terlihat senang di kala resah. Tetap tenang di kala marah. Dan terlihat bahagia walau sebenarnya susah.

~J_bOxxx~
 
Bimabet
Guys, saya mau nanya tentang kebijakan forum ini dong.

Sebenarnya rule tentang underage itu masih berlaku ngga sih disini? Kok saya lihat-lihat, masih banyak cerita tentang underage beredar disini.

Dan yg kedua. Kalo ngga salah, cerita kan bakal otomatis di lock kalau satu bulan ngga update, nah itu berlaku buat thread yg udah tamat ngga?

Tolong yg paham bantu jawab ya. Butuh banget informasi valid buat kelanjutan thread ini kedepan. Thanksss!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd