------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita 077 – Lust in Broken Home
Chapter 7 – Solusi Birahi..
Nurdin kembali menengahi kami. "Sudahlah ci.. Ingat, sebelum kawin sama suamimu dulu kita juga pernah kayak gini.
Gak usah marah-marah, terima saja anakmu ini. Gini-gini juga ini calon anakku juga.."
Katanya sembari mengelus punggung mama. Mama kembali terisak. Dia terdiam mendengar kata-kata Nurdin.
"Fei, siapa yang pertamakali berbuat ini..?” Tanya mama padaku.
"Maksud mama apa..?” Tanyaku bingung harus menjawab apa.
"Siapa yang pertamakali berbuat sama kamu..?” Mama mengulanginya lagi.
Aku terdiam sesaat.. apa yang harus kujawab.
Aku sendiri tidak tau siapa yang menyetubuhiku pertamakali.. mataku ditutup kain waktu itu terjadi.
"Fei gak tau ma.. waktu itu mata Fei ditutup. Jadi ga tau siapa yang duluan. Mama tanya sama mereka aja.."
Aku melihat mama hampir histeris mendengarnya.. lalu dia memandang buruh itu satu per satu.
"Siapa yang pertamakali menyentuh anakku..?” Tanyanya datar.
Aku melirik Dulah.. karena aku merasa dia yang mengambil keperawananku dulu.
"Wah ci.. kami waktu itu lagi teler.. jadi gak inget siapa yang berbuat.
Lagian non Carlinenya juga mau koq kami gilir.." Komar mengajukan pembelaannya.
"Pokoknya salahsatu dari kalian harus bertanggungjawab kalau sampai anakku hamil. Atau aku akan tuntut kalian semua..!"
Para buruhku saling pandang lalu Nurdin berkata pada mama.. "Sebaiknya kita tanya saja baik-baik mereka.. jangan kasar begitu.
Tanya juga anakmu.."
"Kalian.. siapa yang mau tanggungjawab..? Harus ada salahsatu yang mau mengawini Carline.."
Mama malah seakan menawarkan aku pada para buruhku..
Aku mengerling pada Dulah.. dalam hatiku aku tau dia yang harus bertanggungjawab.
"Wah ci.. ga bisa gitu dong. Kita semua sudah punya istri di kampung.
Gimana kalau kita jadiin simpenan aja..? Boleh gak..? Iya gak teman-teman..?” Dulah memberi komando.
"Iya ci.. begitu ajalah tanggungjawab dari kita mah.
Kan kejadiannya juga atas dasar suka sama suka.. iyakan neng..?” Odet menimpali sambil memandangku.
Aku tidak bergeming. Sungguh harga diriku sudah hancur.
Mamaku sendiri seakan menjualku pada buruh-buruh ini.
"Dia tidak akan hamil koq ci. Kita sudah kasih obat pelunturnya koq.
Tapi kalau hamil.. biar aku yang tanggungjawab deh. Aku bersedia koq kawin sama non Carline.."
Bergidik aku mendengar kata-kata Odet itu..
sementara Dulah malah tertawa-tawa puas diikuti yang lainnya.. termasuk Odet sendiri.
"Baiklah kalau begitu.. ingat kata-katamu itu. Yang lain jadi saksi..!
Kalau suatu saat anakku hamil oleh perbuatan kalian.. kamu yang harus bertanggungjawab..!"
Mama memberikan pengumumannya sambil menunjuk Odet.. yang tentu saja terlihat senang sekali.
"Beres ci, kalau neng Carline ini hamil, saya yang tanggungjawab..
asal neng Carlinenya mau dijadiin istri ketiga saja, gimana..?" Tawar Odet.
Mama termenung lalu dia berkata..
"Ga bisa. Masa’ anakku jadi istri ketiga..? Kamu harus ceraikan dulu semua istrimu..!"
"Yehh si cici ini malah ngatur. di sini kita yang bikin aturannya ci.. masih untung anakmu ada yang mau tanggungjawab.
Kalau sama gua sih dijadiin gundik aja atau sekalian gua jadiin pecun di daerah terminal..
toh anak enci aja malah seneng diewe rame-rame, iya ga..?"
Dulah malah mendekatiku lalu dengan kasar dia membuka lubang vaginaku di depan semua orang termasuk mama..
"Tuh ci.. liat sendiri.. memek anak enci malah banjir. Artinya dia masih mau dientot..! Hahhahaa.."
Semua pria di ruangan itu tertawa kesenangan.
Aku tertunduk malu sekali.. tidak bisa mengontrol cairan dalam vaginaku yang sudah bercampur sperma ini.
Pandangan mata mama terlihat jijik sekali melihatku seperti itu.
"Kalau dia mau seperti itu, ya terserah kalianlah.. masa bodo dengan kalian.
Fei chen.. kalau kamu ga suka, bilang sekarang..!" Bentak mama berharap kepastian dariku.
Aku tidak menyadari hal ini.. malah terus menunduk. Aku tak mampu menjawab mama.
Perasaan bersalah.. malu.. menyesal.. takut bercampur jadi satu.. hingga aku benar-benar diam seribu bahasa.
"Udah ci.. relain aja anak lu jadi gundik anak-anak di sini. Anak juga kan gimana ibunya. Toh lu juga gundik kita..
meskipun nanti lu dikawin sama si Nurdin ini.." Pria bertato yang bernama Somad tiba-tiba angkat bicara..
Dan rupanya omongannya ini sangat mengena di hati mama.
Akupun sempat kaget mendengarnya meskipun sudah kuduga sebelumnya.
Sebelum mama berkata sesuatu.. Abdul mendahuluinya.. "Tuh.. karena anak lu juga diam.. berarti setuju usulan si Odet itu.
Sudahlah ci.. ga usah disesali punya anak pecun kayak lu.. Lu harusnya bangga anak lu tu digemari kita-kita.
Artinya anak lu tu enak buat dientot. Nah.. sekarang daripada kita rebut-ribut.. masalahnya kan udah selesai..
mending kita kasih kesempatan anak lu nerusin entotannya. Kasian tuh memeknya keliatan ngacai terus minta disodok.
Belum puas kan neng..?”
Dengan kurang ajarnya Abdul berkata begitu sembari mencium dada mama..
Sambil pula menurunkan baju atasan mama.. sampai payudaranya terlihat jelas.
Tentu saja mama teriak marah.. tapi apa daya. Dia tidak bisa lagi membetulkan bajunya..
karena Somad pun malah membantu Abdul melucuti pakaian mama.. sementara Nurdin menontonnya sambil tersenyum
"Jangan di sini Mad.. di kamar sebelah aja, kita terusin lagi permainan kita.."
Akhirnya mama dipanggul ke kamar sebelah.. dan selanjutnya aku tidak tau lagi apa yang terjadi di sebelah.
Aku hanya mendengar teriakan mama memarahi Nurdin.
Lalu suaranya berubah pelan dan lama-lama menjadi rintihan. Suaranya cukup jelas.. karena di luar hujan sudah berhenti.
Sepeninggal mama dan keempat pria itu.. terdengar riuh sekali di ruanganku. Sesekali tawa buruh-buruh itu meledak.
"Gilaa.. gua bisa juga ngawinin amoy majikan kita.. hahahaha.. biarpun memeknya udah kalian cicipin juga.. tapi gua ga nyesel.."
Odet dengan senangnya berceloteh
"Jangan seneng dulu Det.. itu kan kalo neng Carline hamil. Mana mau dia kita hamilin.. apalagi udah tau bakal lu kawinin..
Dia pasti minta pelunturnya ke si Ahmed.. hehehehe jangan mimpi lu.." Suhe mengingatkan Odet.
Tanpa sadar Suhe mengingatkan aku akan Ahmed. Yaa.. tentu saja aku tidak mau sembarangan dihamili mereka.
Aku masih punya Ahmed dengan anti hamilnya yang mujarab itu. Hati dan pikirankupun menjadi lebih tenang.
Kini satu-satunya yang mengganggu pikiranku hanya masalah mama.. bagaimana sikapnya padaku setelah tau masalah ini..?
"Nih moy.. lu pake baju lu sekarang.. udah cukup malem ini.. kita udah puas. Kecuali kalau lu masih mau lagi..
Lu boleh telanjang di sini semaleman.. kita semua mau minum-minum dulu di depan rumah sambil main gaple.
Siapa tau gua kepingin lagi.." Dulah melemparkan pakaianku yang tadinya tergeletak di ujung kamar.
"Non Carline sebaiknya jangan pulang dulu.., hari udah larut malam. Nanti di luar ada yang ngentotin lagi kan cape.
Itung-itung nunggu mama non yang lagi keenakan di ruang sebelah.. tuh udah kita siapin nasi goreng kalo non lapar.
Kalau mau mandi.. non masak air panas sendiri ya.. di sini gak ada pembantu kayak di rumah non.."
jelas Arman panjang lebar.. orang tersopan di antara semua buruh-buruhku.
Aku mengangguk kelelahan sambil cepat-cepat berpakaian.
Selesai berpakaian.. ketujuh buruhku sudah tak terlihat di ruanganku.. tapi suaranya masih terdengar ramai di beranda mess ini.
Memang.. mereka sering nongkrong di depan mess sambil merokok.. main gitar.. main kartu atau malah mabuk.
Inilah contoh kebiasaan masyarakat kumuh di sekitar rumahku.. yang sangat membuat kami sekeluarga tidak berani keluar rumah..
karena banyak tindak kriminal yang terjadi di daerah ini.
Aku merasa sendiri terkurung dalam mess papaku.. aku tidak berani pulang..
karena takut para preman yang mungkin sedang berkeliaran.. tapi aku juga tidak nyaman dalam mess..
karena mama ada di sini bersama Nurdin dan teman-temannya.
Aku lalu memasak air panas untuk mandi.. badanku terasa lelah sekali.. sementara mataku malah penasaran..
ingin melihat apa yang mama lakukan di kamar itu.
Ahh.. benar-benar kebiasaan yang sulit dihentikan.
Akupun mandi dengan penuh rasa ingin tau keadaan mama.. Aku berniat mengintipnya setelah mandi nanti..
Lagi asik-asik mandi membersihkan badan.. tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, padahal rasanya sudah kukunci.
"Bener Dul.. anaknya lebih mulus dari ibunya euy.. hehehe lagi mandi ya neng..?" Seringai pria yang bernama Tirta.
"Iya.. udah gua bilang. Kalau ibunya lagi ga bisa.. sekalian aja kita kerjain anaknya juga.. biar lu ga penasaran.
Gua sih udah coba. Wuih.. enak banget. Yuk.. kita bawa ke kamar bareng mamanya.
Ayo neng.. kita ngamar lagi nemenin mama lu.."
Aku tidak sempat menutupi tubuhku.. karena bajuku di gantung di balik pintu kamar mandi.
Sementara sekarang pintunya malah terbuka.. otomatis bajuku tertutup pintu yang menuju tembok.
"Jangan Pak.. aku capek.." ringisku sambil berusaha menutupi kemaluanku dengan tangan kiri..
dan dadaku dengan tangan kanan. Tapi kedua orang itu malah menerobos ke dalam kamar mandi
"Ga apa neng.. nanti juga semanget lagi. Kita two in one yuk..? Udah pernah belum..? Mama neng suka sekali gaya ini.."
Abdul berkata sambil tangannya memondongku.
Aneh sekali.. tubuhku malah menjadi lemas tanpa tenaga waktu tangannya menyentuhku.
Dengan sekali hentakan.. akupun dibopongnya diikuti oleh Tirta yang bersiul kurang ajar.
Hatiku dag-dig-dug tak karuan saat pintu kamar dibuka dari dalam.
Terlihat mamaku dalam keadaan telanjang bulat sedang mengoral Nurdin yang telentang di ranjangnya.
Somad tampak gembira melihatku dibopong masuk.. "Weleh-weleh.. anaknyapun mau ikutan..
Bakalan asik nih,. Ayo Dul.. cepat bawa masuk.. taruh aja di sebelah ibunya.. ntar kita gilir lagi.."
Abdul lalu meletakkanku di samping mama yang sedang berlutut mengoral Nurdin.. melihatku dia tampak kaget.
"Lho.. koq anakku dibawa ke sini bang..?” Tanya mama pada Somad.
"Ya ga papa dong ci.. kan status anak lu sama dengan lu.. gundik juga. Jadi kita semua bebas pake.
Lagian gua penasaran sama anak lu ini.. boleh kan Din..?” Tirta yang rupanya menginginkanku balik bertanya pada Nurdin.
Pria setengah baya itu tampak nanar menatapku.. penisnya masih terlihat basah sehabis dioral mama.
"I..iya tentu boleh.. Aduh ci.. mirip kamu waktu muda yaaa..? Mulus banget.. gua juga jadi kepingin nyicipin.."
Nurdin seakan tanpa sadar berkata demikian..
Mama langsung bangun dari ranjang.. dia segera mengambil bajunya..
Namun tindakannya itu dihalangi Somad yang langsung menindihnya di sampingku.
"Udah ci.. kita ngentot sama-sama aja. Kalian punya bakat yang sama koq. Ga usah malu sama anak sendiri.."
Kata-katanya membuatku bergidik.. namun tubuhku tidak bisa bergerak sama sekali..
hanya mataku saja memandang mama dengan takut.
Akhirnya mamapun terlihat lemas lagi di sampingku.. setelah Nurdin mengisap vaginanya.
Kini kami berdua tergolek di ranjang yang sama..
Sementara empat pasang mata memperhatikan sekujur tubuh kami dengan mata melotot.
"Ci.. kulit anak lu lebih kencang ya.. lebih putih lagi. Putingnya lebih merah.. cuma susunya lebih kecil.."
Nurdin kembali dioral mama.. sementara vagina mama dijilati Abdul.. Somad dan Tirta mengerubutiku.
Giliran Titra yang minta kuoral dan Somad menjilati vaginaku.
Beberapa saat kemudian.. mama terdengar sedang mengalami orgasme.
"Ibunya udah muncrat nih Din.. gua entot aja ya..? Gak nahan nih.." Abdul meminta persetujuan Nurdin.
"Eh, jangan dul.. dia kan lagi hamil.. biar aja bayinya lahir dulu.. atau tunggu hamil tua.
Tuh anaknya aja lu kerjain. Lagi lumayan kan, daun muda..!" Cegah Nurdin spontan.
"Eh.. belum tentu juga itu anak lu Din.. Masa' sama temen lu tega demi anak haram dia..?" Abdul tetap memaksa.
"Gak apa bang.. saya juga gak terlalu kepingin punya anak lagi. Siapa tau bisa langsung gugur.."
Mama berkata dis ela pembicaraan mereka. "Tuh kan Din.. si encinya juga udah kepingin dientot gini.."
"Jangan..! Nanti suaminya gak bakal mau cerai. Bisa batal rencana gua ngawinin dia.
Kita kan teman.. harus bagi senang atau susah bersama.. nanti juga gua bagi lagi koq. Siapa tau itu anak lu juga.."
Nurdin rupanya tak ingin kandungan mama gagal.
"Udahlah Dul.. lu demen amat sama si enci sih..? Nih.. kan ada anaknya.. lebih ranum juga lagi.
Lu ngalah dulu dah demi temen... kita garap aja anaknya rame-rame sampe hamil.. kan asik. .hahahaha.."
Somad menengahi perdebatan itu.
"Wuah.. bosen gua sama amoy ABG gini. Stok gua udah banyak di Jakarta.
Terakhir tuh si Lingling anak toko emas yang pernah kita rampok.. sampe sekarang masih betah kita culik..
sampe gak mau pulang. Giliran kita juga yang repot ngentotin dia mulu kan..? Sampe bosen guanya juga.."
kata Abdul pada semuanya.
"Hahaha.. rupanya teman kita ini lagi bosen amoy yaa..? Padahal kan si Lingling itu bulan lalu udah lu jual ke Batam..
ke tempatnya si Romli.." Somad malah mengumumkan rahasia mereka.
"Yee.. gua jual juga karena kita semua udah bosen kan. Daripada gua balikin ke tokonya.. mending gua jual.
Ya sudahlah.. gua ewe juga ni amoy anak lu ci.."
"Jangan bang, sama aku saja.. kasian a Chen.." mama memandangku dengan mata memelas.
Akupun jadi tidak tega membiarkan mama yang sedang hamil harus melayani mereka berempat.
Ternyata dari tadi sore mereka hanya bercumbu dan oral seks.. pantas saja begitu melihatku seakan singa mendapat mangsa.
"Biar aja ma.. mama istirahat aja. Biar saya yang lakuin buat mama.." kataku memberanikan diri.
"Ternyata anak lu baik juga ci. Demi mamanya rela dientot.. hehehe.. Atau sifat lonte anak lu udah parah ya.. hahaha..
Biar deh.. kita nyicip memeknya ya.." Somad semangat sekali sekaligus melecehkanku.
Untung aku sudah sering dilecehkan.. jadi biasa saja bagiku. Namun karena ada mama aku jadi sedikit merasa segan dan malu.
"Biar gua yang pertama. Neng.. lu nungging sekarang..!" Perintah Tirta. Setelah posisiku sesuai permintaannya..
Maka.. Jlebb..!! Serta merta penisnya yang telah berpengalaman itu di jejalkan dalam vaginaku dengan gaya dogy.
Uhh.. aku merasakan sensasi yang lain dengan yang pernah kurasakan.
Sementara ketiga penis lainnya telah tampak teracung mengkilat-kilat kehitaman.
Somad mempunyai penis yang terbesar dari yang pernah kulihat.
Mereka bertiga termasuk Nurdin.. menyuruhku mengoral penis mereka sambil vaginaku diaduk-aduk penis Tirta.
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk orgasme. Rongga vaginaku sudah licin dan basah oleh cairan orgasmeku.
"Hei ci, liat sini dong.. masa' baliknya ke arah tembok begitu..? Ayo.. liat aja anak cici nih lagi keenakan.
Kalian memang mirip kalau lagi gini.." Abdul membalikkan tubuh mama.. yang rupanya tidak tega melihatku dikerjai mereka.
Ajaib sekali.. mama langsung menurut saja begitu Abdul menepuk punggungnya.
Begitu mama berbalik.. Tirta yang sehabis mengaduk vaginaku dan melihatku orgasme.. mencabut penisnya..
Lalu menyuruh mamaku untuk menjilati penisnya.
Posisi sekarang berganti. Somad telah berbaring di ranjang.. dan menyuruhku menduduki penisnya yang tegak teracung itu.
Erghh.. agak bergidik juga aku meihat ukuran penis Somad. Namun gairah membuatku menuruti semuanya.
Dengan posisi duduk aku disetubuhi Somad dari bawah.. Nurdin membantu tubuhku supaya dapat naik turun dengan nyaman.
"Mad, bikin dia nungging dikit atuh.. gua mau coba boolnya.."
Abdul sekarang berada di belakangku.. sambil meremas-remas payudaraku.
Kemudian.. tanpa banyak bicara Somad memelukku ke arahnya.. sehingga lubang anusku terpampang ke arah Abdul.
Aku berontak.. aku agak trauma dengan posisi ini.. sebab terakhir melakukannya semua badanku terasa sakit terutama anusku.
Tapi dengan tepukan di punggungku.. tanpa sadar aku berhenti memberontak..
Malah tanpa kusadari aku lantaas memajukan lubang anusku ke arah penis Abdul.
Dengan terkekeh-kekeh dia.. clupp.. memasukkan kepala penisnya ke anusku.
"Sakit pak, jangan di situ.." keluhku.
"Tenang aja non.. gak akan sakit.. malah enak. Mama non aja hoby koq.."
Abdul sambil meludah ke anusku lalu pelan-pelan menjejalkan kepala penisnya..
Aneh tapi nyata.. penis itu sedikit demi sedikit masuk dengan mulusnya tanpa terasa sakit sedikitpun.
Tentu saja hal ini makin merangsang gairah birahiku.. kedua lubang di tubuhku terasa penuh saling bergesekan berganti-ganti.
"Ahhhh.. oooowhhh..!!" Rintihku.. Sementara mama kulirik masih menjilati penis Tirta yang basah oleh cairan orgasmeku.
Mama kulihat asyik sekali mengulum dan menjilati penis Tirta.. sambil sesekali matanya melihatku.
Ahh.. akhirnya aku dan mama sama-sama menikmati disetubuhi oleh buruh dan preman-preman temannya.
Aku yakin sekarang dan selanjutnya mama tidak akan bermasalah denganku dalam masalah ini.
Jlebb..!! Satu hentakan Somad di rahimku membuatku melambung dalam kenikmatan yang tak dapat kutuliskan.
Disusul lagi oleh hentakan Abdul.. bergantian menghantarku pada orgasme berikutnya.
Tubuhku mengejang.. diam sesaat untuk membiarkan cairanku keluar.
"Enak ya neng. Ayo.. sekarang sama Bapak.. mumpung gua belum resmi jadi bapakmu.." Nurdin meminta gilirannya padaku.
Plop..! Plep..! Somad dan Abdul mengeluarkan penisnya masing-masing.. dari lubang anus dan liang vaginaku.
Sekarang aku terbaring telentang.. menunggu penis Nurdin yang mungkin nanti jadi bapak tiriku.
Mama terlihat akan mengatakan sesuatu pada Nurdin.. tapi sesaat kemudian sperma Tirta muncrat memenuhi mulut mama..
sehingga untuk beberapa saat mama tidak dapat berkata-kata.. karena mulutnya masih dipenuhi penis Tirta dan spermanya juga.
"Telen aja ci.. biar gak kotor kasurnya..!" Perintah Tirta. Mamaku segera menelan sperma itu..
Lalu dengan cepat dia berkata.. "Din.. kalau mau harus pake kondom.." rupanya mama tidak mau aku hamil oleh Nurdin.
Hehehe.. rupanya mama tidak tau aku bisa mendapatkan anti hamil kalau aku mau.
Tapi kubiarkan saja.. karena Nurdin pun tanpa mama suruh telah menyiapkan kondom.
Akupun dikerjai Nurdin. Agak riskan memang disetubuhi oleh calon bapak tiri..
apalagi sambil ditonton mama yang mulutnya kembali dijejali penis Abdul dan Somad bergantian..
Nurdin dalam beberapa genjotan saja menghentikan genjotannya..
rupanya dia telah orgasme di dalam tubuhku.. untunglah memakai kondom.
"Gila ci.. anakmu ini rasanya mirip cici waktu muda dulu.. enak bener. Jadi inget lagi nih ci..
Gua jadi cepet ngacret dah..!" Teriak Nurdin di sela-sela orgasmenya.
"Gak salah tuh anak-anak milih anak lu jadi gundik mereka.."
Puji Nurdin padaku yang sekaligus membuat mukaku merah harga diriku kembali terinjak.
Kulihat Somad kembali padaku sambil mengocok-ngocok penisnya di depan wajahku..
Lalu disusul Abdul yang juga mendekatkan penisnya ke mulutku.
Aku tau keinginan mereka.. tanganku mengocok penis besar Somad dan lidahku mengulum penis Abdul.
Tak berapa lama kemudian merekapun menyemprotkan sperma di tempatnya masing-masing.
Wajahku kembali belepotan sperma.. kali ini mulutkupun dipenuhi sperma dan sama seperti mama.
Merekapun ramai-ramai menyuruhku menelan sperma Abdul.
Setelah kutelan selesailah permainan mereka denganku malam itu.
Kulihat sudah pukul 3 dinihari.. mama memasak air untuk aku mandi dan kamipun akhirnya mandi bersama.
Mama memelukku. "Chen.. sekarang kamu sudah jadi wanita dewasa. Mama harap kamu bisa ketemu jodohmu..
kalau bisa jangan dengan buruh itu. Kamu harus jaga jangan sampai hamil seperti mama.." kata mama padaku.
"Iya ma.. Fei tau koq. Maafin Fei juga ma.. Fei dulu kebawa nafsu.. sampai jatuh ke tangan mereka.." kataku juga.
"Iya sudahlah Chen.. mama sudah ngerti. Memang seks itu kebutuhan semua orang.. kita wanita juga butuh kepuasan.
Mama gak akan nyalahin kamu koq.. tapi for fun aja yah.. jangan sampai kebablasan.
Mama gak mau punya menantu orang-orang semacam mereka.."
"Iya ma.. nasehat mama akan Fei ingat. Tapi mama gak marah kan Fei main sama pak Nurdin..?” Tanyaku kuatir.
Mama tersenyum.. "Kalau mama marah gimana..? Hehehe.. ya enggalah.. namanya juga for fun. Asal dia pake kondom aja..
kalau gak nanti mama punya anak sekaligus cucu donk.." mama tertawa kecil.
Aku mencubit mama.. "Iiih.. mama gitu. Masa’ Fei mau punya anak dari pak Nurdin..? Amit-amit dehhhh.. hihihi..
Eh ma.. sebentar lagi Fei punya adik lagi dong..?"
Kataku kemudian sambil mengelus perut mama yang masih belum membesar itu
"Bener kan mama hamil..?” Tanyaku juga. Mama mengangguk.. tampak wajahnya jadi kuatir.
"Iya Fei.. kemarin-kemarin mama sudah bilang papamu. Dia marah besar. Entahlah.. sampai sekarang dia belum mau bicara..
mama sudah siap cerai koq. Habis papamu tidak bisa memenuhi nafkah batin mama.."
"Fei sudah tau cerita itu ma.. tapi koq mama pilih Pak Nurdin..? Apa gak ada pria lain..?” Tanyaku penasaran.
"Yah apa boleh buat, cuma dia yang dari dulu dampingin mama sebelum ketemu papa kamu.
Mama sempat lakuin seperti yang kamu lakuin sama pegawai kita.. tapi mama cuma sama Nurdin aja.."
kata mama menatapku dengan mata nakal.
Kembali aku cubit paha mama.. "Idih.. mama gitu deh.. Fei juga kan gara-gara mama yang hot banget sama Pak Nurdin.." belaku.
"Hahaha.. tapi enak kannnn..??” Goda mama kembali.
"Udahlah ma.. jangan diungkit terus, Fei kan jadi malu.." kataku.. mungkin dengan wajah merah.
Aku senang ternyata mama bisa menerimaku.. mungkin karena kami senasib.
Tiba-tiba terdengar Nurdin di depan pintu kamar mandi
"Ayo cici cepat mandinya, sudah 1 jam nih, nanti masuk angin..!" Aku dan mamapun cekikikan di dalam kamar mandi.
Pagi harinya aku dan mama diantar pulang oleh Nurdin menggunakan mobil mama.
Pakaianku tampak lusuh sekali.. begitu juga dengan mama.
Sepanjang jalan aku melamun di samping mama yang sebelah tangannya memeluk bahuku.
Aku teringat masalah Oman yang naksir cici Christine, apakah aku harus memberitau mama..?
Juga masalah cairan yang harus rutin kuberikan pada minuman cici..?
Belum lagi masalah adikku Evelyn yang akhir-akhir ini sering digoda anak-anak punk..
Memang itu aku tau gara-gara Oman atau Usep.. yang menyebarkan foto Evelyn secara sembunyi-sembunyi..?
Mungkin untuk saat ini belum mau kuungkap di depan mama.
Hari ini terlalu banyak kekagetan yang terjadi, meskipun semuanya berakhir dengan baik.
Aku pun saat itu masih menunggu kabar perceraian mama.. pasti itu sangan mengganggu pikirannya.
Ditambah lagi dengan kehamilan mama di usianya yang ke 38 ini. Begitu banyak yang kupikirkan saat di perjalanan.
Aku menghela nafas panjang.. biarlah semuanya terjadi seperti apa adanya. Yang penting tidak ada yang merasa dirugikan.
Apakah ciciku dirugikan..? Entahlah.. itu tergantung tanggapannya di kemudian hari..
Aku sebagai adiknya cuma membantu perjodohan cici. Masalah jodoh sebenarnya kan rahasia Tuhan.
Jadi apapun yang kulakukan.. jodoh ciciku tak akan lari ke mana-mana.. hehehehe tunggu saja..
(. ) ( .)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
By: Carline
End of Cerita 77..
Sampai Jumpa di Lain Cerita.. Adios..!!