Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

Bimabet
------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 50 – Gairahku [Part 2]

Aku meraih telapak tangan Bu Siska dan menciumnya sebagai rasa hormatku kepadanya.
Sebenarnya waktu ia mengatakan tau hubunganku sudah jauh itu, jantungku terasa mau copot.

Namun kelembutan belaian tangannya di pipi kiriku membuat aku jadi mengerti..
betapa ia sebenarnya benar-benar merestui hubungan kami.

“Terimakasih bu.. saya berjanji jika diberi umur panjang maka sayalah orang yang akan menjaga..
dan bertanggungjawab untuk Rani, sebenarnya saya malu mengatakan itu kepada ibu.
Karena tanpa masalah itu pun saya merasa sangat berhutang budi kepada ibu dan keluarga..”

Aku membelai kepalanya dan mencium kening wajah cantik jelita itu.

“Ada satu hal yang mengganjal di hati ibu Bud.. itu yang ingin ibu katakan kepada kamu.
Tapi besoklah, ibu tidak ingin Rani ata pun Rina mengetahui hal itu dulu.
Sebaiknya kita bicarakan besok saja di kantor.. karena hal ini butuh waktu yang lama untuk kita bicarakan..”

Ia beranjak bangun dan merapikan dasternya, Bu Siska lalu mencium pipiku dan beranjak pergi.
“ibu mau siapkan bahan kerja dulu.. besok sepulang sekolah tolong kamu telpon ibu ke kantor ya..
Tuh temeni istrimu bobo dulu..” katanya mengakhiri pembicaraan,

“Trims Bu..” aku mengangguk sambil berpikir apa yang akan dibicarakan oleh Bu Siska besok..
hingga harus merahasiakannya pada 'istriku' si Rani.

Adakah rahasia lain lagi yang akan ia katakan kepadaku..?
Ah.. aku melangkah gontai ke kamar 'kami'.. sejak sebulan ini aku memang tak pernah lagi tidur di kamarku.

Sejak perceraian Bu Siska.. aku tiap malam menemani Rani tidur.
Dan kami tentu saja secara rutin melakukan ‘ritual-ritual’ layaknya suami istri di kamarnya.

Kami sudah banyak punya koleksi blue film.. yang setiap habis belajar malam..
kami tonton berdua untuk selanjutnya dipraktekkan langsung.

Kami yang dulunya melakukan hubungan badan karena rasa cinta itu..
kini tak sekedar meresapinya.. tapi mengembangkannya dengan berbagai variasi.

Aku yakin.. dibandingkan pasangan lain di dunia ini mungkin aku dan Rani adalah pasangan yang paling aktif.
Bayangkan.. sehari rata-rata kami bermain 3 sampai 6 kali. Yang dalam tiap rondenya paling cepat 45 menit.

Dan Rani yang kutau adalah tipe wanita yang multi orgasme.
Dalam satu ronde permainan yang nonstop ia sanggup meraih 3 sampai 4 kali orgasme.
----oOo----

Keesokannya saat sedang belajar di kelas, aku menjadi tak konsentrasi.
Pikiranku berkecamuk dan bertanya-tanya apa yang akan dikatakan oleh ibu angkatku itu nanti.

Beberapa item pelajaran bahkan tidak sama sekali masuk dalam otakku.
Padahal sebulan lagi kami akan menghadapi ujian akhir..
yang akan sangat menentukan koordinat arah pendidikan tinggi yang diinginkan.

Akhirnya jam satu siang tiba juga, aku yang biasanya menunggu Rani untuk pulang bersama..
–karena kami pakai satu mobil antar jemput yang sama..–

Kini harus berbohong dengan mengatakan bahwa aku harus ke tempat temanku..
yang lagi sakit keras dan absen beberapa hari.
Rani memang tak satu kelas denganku.. jadi ia tidak mungkin tau hal itu dan ia selalu percaya padaku.

Taksi membawaku menyusuri jaran lebar dan padat di Kawasan Thamrin..
memasuki sebuah gedung pencakar langit.. mungkin yang tertinggi di Jakarta.

Aku sampai juga di kantor ibu yang ada di lantai 28 gedung itu.
Seorang petugas keamanan rupanya sudah dipesan untuk mengantarku dari loby ke ruangannya yang luas.

Masih dengan seragam sekolah lengkap dengan tas pundak penuh buku..
aku masuk dengan perasaan yang masih bertanya-tanya, apa yang akan dikatakan ibu angkatku ini.

Pintu ditutup perlahan dan dengan penuh hormat.. Satpam perusahaan tadi pamit melangkah keluar ruangan ibu.
Tinggal aku dan dia di dalam ruangannya.

“Duduk dulu Bud, ibu ke toilet sebentar..” katanya menyambutku dengan nada datar..
sambil berlalu membuka pintu kamar mandi yang ada di sana.

Tinggal aku yang masih termenung menebak-nebak apa yang akan dibicarakan ibu denganku.
Namun hanya 5 menit kemudian ibu sudah keluar dari kamar mandinya.

Dengan senyuman yang penuh misteri ia langsung duduk di sampingku.. memeluk.
Hal yang sangat biasa ia lakukan terhadap satu-satunya anak angkat pria yang ia miliki ini.

“Sebenarnya ini bukan kehendak ibu untuk membicarakannya.. tapi sebagai orangtua..
ibu merasa tertuntut untuk mengajak kamu musyawarah..”
Itu kata pembuka dari ibu setelah mendaratkan ciuman hangat di pipi kananku.

“Dan karena kedekatan kalian.. ibu merasa tak ada orang lain yang lebih berhak..
untuk diajak bicara tentang Rani selain kamu.
Sebab.. kamulah orang yang paling dia sayangi saat ini..” lanjut ibu.

Tangan kanannya masih merangkul pundakku.
Sebuah cara yang selama ini yang menunjukkan bahwa aku adalah anak lelaki kesayangannya.

“Jadi ini tentang Rani, Bu..? Tapi kenapa ibu bilang ini rahasia kita berdua..? Saya bingung..”
Jawabku sambil menundukkan kepala ke arah dada ibu.

“Ini memang pendapat ibu sendiri yang ibu pikir tak boleh diketahui oleh Rani.
Dan ibu melakukannya karena ibu tau kalau Rani sendiri takkan sanggup mengatakannya kepada kamu..”

“Tentang apa sih bu..?” Aku tambah tak mengerti. Giliran aku memeluk pinggul ibu.
Kami jadi berdekapan.

“Ini tentang pendidikan Rani. Sejak SMP dulu.. dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya di luar negeri..?”
“Hahh..!?” Aku terhenyak kaget.

Tapi ibu yang mempererat pelukannya.
Kini malah membelai lembut kepalaku yang bersandar di dadanya.

“Reaksi kamu itulah yang ditakutkan oleh Rani. Dia sangat sayang sama kamu..
tapi kamu kan tau juga kalau dia itu orangnya sangat haus ilmu. Kalian punya kemiripan.
Sama-sama haus ilmu.. sama-sama anak pintar.. dan itu membahagiakan ibu..”

“Jadi Rani takut mengatakan ini kepada saya langsung, bu..? Kenapa..?”
“Rani takut mengecewakan kamu dan ibu ..”

“Apa hubungannya bu..? Bukankah saya akan selalu menemaninya ke manapun..?”
Aku memotong sebelum ibu melanjutkan.

“Iya.. ibu tau itu. Tapi Rani juga memikirkan ibu yang akan ditinggal sendiri di sini..
dia sangat memikirkan keadaan ibu di sini..
sehingga merasa kasihan kalau harus meninggalkan ibu sendiri di sini..”

“Ah.. saya baru mengerti bu. Jadi Rani takut ibu kesepian.. tidak ada yang menemani di sini..
kalau saya juga ikut ke luar negeri. Tapi.. hmmmm, gimana ya..? Sulit juga masalahnya.
Saya juga tidak tega kalau harus membiarkan ibu sendiri di sini.. saya merasa wajib menjaga ibu..!”

“Terimakasih sayang, itulah masalahnya. Ibu pasti kesepian jika ditinggal sendiri.
Tapi ibu juga tidak boleh menghalangi niat anak-anak ibu untuk mendapatkan pendidikan yang kalian inginkan.
Jadi ibu bingung.. ibu sangat menyayangi kalian. Ibu pikir tak akan sanggup jauh dari kalian..”

Kembali ibu mencium pipiku. “Jadi bagaimana solusinya Bu..?
Saya rasa Rani juga berpikiran sama dengan ibu. Dia pasti tidak mau meninggalkan ibu sendiri di sini..”

“Tapi Rani juga sangat sayang pada kamu.. dan dia pasti sedih kalau.. mhm ..”
“Kalau apa bu..? Kalau kami berpisah..?” Aku tau arahnya meski ibu canggung sekali mengatakannya.

“Itu juga masalah, Bud. Kalian sudah sangat dekat..
Rani sepertinya takut kalau kalian jauh, kamu akan ..” ibu tak melanjutkan.

Canggung lagi rupanya.. karena jelas itu adalah tuduhan untukku.
Aku juga termenung sesaat memikirkan hal itu.

Bagaimana tidak.. aku dan Rani sudah layaknya suami istri. Bagaimana hari-hariku tanpa Rani..?
Apa iya aku bisa tahan rasa kangenku pada ‘istriku’ itu..?

Apa iya aku sanggup hanya membaca emailnya saja..?
Dan apa iya aku sanggup menahan rasa ingin melakukan ‘ritual rutin’ kami..? Ah aku bingung juga..!

Sepertinya ibu membaca pikiranku.
“Yang paling ibu takutkan adalah kalau hal ini sampai merusak hubungan pribadi kalian, Bud.
Ibu tidak mau itu terjadi. Ibu sangat berharap hubungan kalian ini bisa dipertahankan..” berhenti lagi.

Ibu yang sekarang menaikkan kepalaku dari dadanya.. dengan telapak tangannya yang lembut..
ia mendongakkan wajahku ke arahnya seolah meyakinkan aku untuk secara tegas menjawab pertanyaannya.

Aku pun semakin mengeratkan pelukanku di pinggang ibu.
Sesaat kami saling diam sambil menatap.. dengan pandangan penuh misteri.

Aku yang kemudian memindahkan pelukan tanganku ke pundak ibu.
Kepalaku bersandar di pangkal lehernya.. menghindari tatapan ibu.

“Ayo, sayang.. putuskan sekarang. Apakah kamu mau meninggalkan ibu untuk menemani istrimu..?
Atau kamu nggak tega meninggalkan ibu.. dan memilih menemani ibu dan melanjutkan kuliah di sini..?”

“Siapa yang akan menjaga Rani di sana Bu..?”
“Kan ada Rina.. daftarnya juga di Universitas yang sama....”

“Ooo.. begitu..” Aku terdiam lagi.
Membayangkan 'istriku' yang kurang dua minggu lagi akan meninggalkanku.

“Saya yang takut kehilangan Rani, Bu.
Saya memang tidak bisa melupakan Rani, tapi apa iya Rani juga begitu..?”

“Sebenarnya pertanyaan itu juga yang ada dalam benak Rani. Kalian memang saling menyayangi..
Rani juga takut kehilangan kamu.. dia takut kamu berpaling dari dia..”

“Aah.. nggak ada alasan..”
kataku keluar setengah bergumam sambil mencium pipi kanannya.

“Iih.. anak ibu.. kamu tuh nggak PD banget sih..? Liat tuh di cermin, hmm.. cakep kan..?
Perempuan mana sih yang nggak mau sama kamu..?”

Ibu mencubit kedua pipiku..
lalu mengarahkan wajahku ke arah cermin lebar di salahsatu dinding ruangan.

“Iih.. ibu, bikin GR aja..!” Aku berpaling ke arahnya dan mencubit..
bukan di lengannya seperti kebiasaanku kalau bercanda.

Tapi di pantatnya.. cukup keras karena aku gemas juga.

“Auu.. sakit sayang..!!” Ibu menjerit.. menatapku lucu sambil memonyongkan bibirnya.
“Hehehe.. ibu cantik deh kalau monyong begitu..” candaku.

Tangan ibu meraih remote control audio dari atas meja kerjanya. Menyalakan audio ruangan itu..
Dan jadilah kami berdansa pelan diiringi beberapa symphony bethoven & mozart yang romantis.

Aku memeluk pinggulnya dan ibu mendekap erat dadaku ke atas..
sehingga otomatis dada besarnya tersaji sedikit di bawah daguku.
Bu Siska memang lebih tinggi 3-4cm dari aku.

Entah karena romantisnya dansa kami.. atau gerakan ibu yang kadang menggoyang dadanya itu..
Penisku yang sedari tadi tidur itu.. mulai beranjak bangun dan mengeras..

Hingga menimbulkan cembungan yang rupanya dirasakan juga oleh Bu Siska.
Tapi ia diam saja.. saat aku membuka mata malah kulihat ia terpejam.. seperti menikmati suasana itu.

Pinggulnya justru semakin sengaja digerakkan..
menggesek cembungan di tengah selangkanganku itu.

Aku bingung harus bagaimana.
Apalagi aku adalah tipe pria yang cepat sekali terangsang.

Biasanya kejadian semacam ini hanya berlangsung sesaat saja..
dan ibu biasanya langsung mengelak kalau menyadari aku mulai terangsang.

Tapi ini kali berbeda..
ibu malah semakin membiarkan dadanya menggencet ketat di dadaku.

Adakah ini berarti Bu Siska juga sedang birahi..?
Sudah beberapa bulan hampir setahun setauku ibu tak mendapat sentuhan lelaki.

Di tengah batinku bertanya-tanya tentang keanehan itu, tiba-tiba ibu membuka matanya.
Lalu entah apa yang menggerakkan wajah itu mendekat ke arah bibirku.

Aku masih penasaran dan bingung.. kukecup pipi kirinya..
namun wajahnya seakan mengarahkan gerak yang lebih sensual dari biasanya..

Telapak tangannya kini mendekap kedua pipiku. Aku terdiam, memejam..
Dan hanya sesaat setelah itu.. kurasakan sebuah kelembutan menyentuh bibirku.

Aku pasrah saja tak berani menolak.. tapi tak hanya sampai di sana.
Sekujur badanku merinding.. merasakan gejolak aura lidahnya..
yang berusaha memasuki rongga mulutku.. bibirnya menjepit bibirku.

Aku biarkan saja ketika bibir itu kini berhasil menjepit dan menyedot lidahku.
Pikiranku masih berkecamuk antara percaya atau tidak terhadap apa yang kami lakukan saat ini.

Bu Siska sudah mulai mendesah.. terdengar nafasnya mulai memburu.
Dekapan tangannya di kepalaku sudah terlepas.. entah kapan..

Dan aku tak menyadari ketika membuka mataku.. belahan jas kerja Bu Siska ternyata sudah terbuka.
Sebelah tangannya menuntun tanganku ke arah gundukan payudara berlapis BH putih berenda..
yang ukurannya.. My God.. di atas rata-rata..!

“Bu.. Mmm..” aku mencoba bicara..
namun secepat itu pula ia kembali menyumbat mulutku dengan sebuah ciuman.
Dan lebih ganas dari sebelumnya.. Bu Siska sudah tidak lagi menahan desahannya.

Kali ini ikat pinggangku ia lepaskan, lalu zipper celana sekolah itu dan.. Ctasss..!!
Celana abu seragam SMA itu melorot sampai setengah paha.

“Ibu.. please..!” Aku kembali bicara.
Tapi tanganku malah memberi remasan lembut pada buah dadanya.

“Terussskan sayang aaauuuffffhhh..!!”
Hanya itu yang terdengar dari desahannya yang semakin keras saja.

Aku jadi tak berani lagi bicara.. kubiarkan ibu bertambah liar dengan melukar pakaianku.
Dan kalau pun aku mampu menolak.. hal itu tidak akan aku lakukan.

Karena beberapa saat kemudian otakku mulai dikuasai oleh egoisme birahi yang seakan bersorak.
Ayo, Bud, setubuhi perempuan cantik di depanmu..!!!

Bukankah selera seksualmu lebih besar pada wanita paruhbaya seperti ini..?
Dan kapan lagi kamu akan membalas jasa Bu Siska yang telah memberimu kehidupan mewah seperti ini..?


Petanyaan-pertanyaan tadi seperti menuntun tanganku untuk lebih jauh..
menuruti nafsu Bu Siska yang sudah pasti tidak dapat lagi dibendung.

Dan seperti mencari pembenaran atas kejadian itu.. batinku yang lain menjawab;
Sudahlah, Bud. Nikmati saja. Bukankah kamu juga tak kalah sayang pada Bu Siska..?

Kamu juga mencintainya kan..? Lupakan sejenak istrimu itu.. dua lebih baik daripada satu..
Dan yang ini adalah kunci masa depanmu..!!


Aku tak mampu lagi berpikir logis. Segala bayangan tentang Rani hilang entah ke mana.
Yang ada kini adalah kemolekan tubuh calon mertuaku.. ibu angkatku..
Yang mungkin juga akan segera jadi kekasih gelapku..!!!

Pakaianku terlepas sudah seluruhnya.. entah kapan Bu Siska mempretelinya dari tubuhku.
Aku telanjang dan terduduk di sofa panjang ruang kerja yang luas itu.

Kupejamkan mata.. tak berani melihat Bu Siska yang baru saja beranjak dari mengunci pintu ruang kerjanya.
Dan bak penari striptease..
dari arah pintu ia berjalan sambil melepaskan satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya.

Uhhfff.. kini aku yang terbelalak.
Sebelum melepaskan roknya.. Bu Siska sudah melepas celana dalam putih dan sesampainya di depanku..
dengan sekali langkah tubuh montok dan sedikit gemuk itu terpampang jelas di depanku.

Ia berjongkok tepat di hadapan tempat aku duduk, lalu kembali memeluk.
Kali ini aku yang menyambut dengan ciuman penuh kerinduan.

Kunikmati bibir Bu Siska yang terus mendesah.
Tanganku meraba dan sesekali meremas bongkahan payudara besarnya.
Memilin putingnya bergiliran, lalu mencium dan menjilati lehernya.

“Auhh.. ssshhh ahh.. hmm.. ouhh.. teruss sayaang..ohhh..!”
Hanya desahan itu yang bisa diucapkannya.

Tangan kiri Bu Siska meraih batang kemaluanku dan meremas lembut.
“Oouhh.. .Bu.. sshh.. auhh..” desahanku juga mulai keras. Dan kami semakin liar.

Kutarik tubuh ibu ke sofa. Ia berbaring sambil tersenyum.. sepertinya mengundang aku..
untuk segera memuaskan dahaga asmara yang sesungguhnya terlarang itu.

Baiklah.. ibu angkat.. aku bertekat akan membuatnya berteriak-teriak kenikmatan..
Dan memohon supaya aku segera.. dan lagi.. dan lagi menyetubuhinya..!!

Akan kubuat calon mertuaku ini mengemis.. untuk dipuasi oleh calon menantu..
Sekaligus anak angkatnya ini..!!! Akan kusetubuhi engkau dengan keras..!!!!

Dan sekarang terimalah birahi anak angkatmu ini..!!!
Bersiaplah untuk menampung cairan sperma yang biasanya hanya ditampung oleh anakmu..!!!


“Ayo.. sayang, kemari, sentuhlah ibu.. ibu mau sayang.. Ayoo.. uuhh..!”
Kali ini ibu memohon agar aku segera menindihnya.

Tapi nanti dulu.. bukankah ibu mau dipuaskan lebih dari apa yang kuberikan pada anakmu..?
Aku meraba pangkal paha Bu Siska.. Ahhh... sudah basah dan becek di sana.

Kasihan ibuku ini..
mungkin delapan bulan ini pemenuhan birahi tak sebanding dengan produksi sel telurnya.

Aku merunduk di situ.. dan dengan buas langsung membuka pahanya..
Kujulurkan lidahku dan menjilat permukaaan vagina yang berbulu sangat lebat itu.

Slruppp..! “Owhhh.. yess.. sayang.. ahh.. sshhh..!” Sontak bu Siska mendesah penuh nikmat.

Jari-jariku sibuk mengucel-ucel bibir kemaluannya.. lidahku terus menusuk-nusuk..
membelai dinding kemaluan wanita paruhbaya.. yang ternyata tak kalah menariknya dengan 'istriku' itu.

Sesekali bibirku menggigit pinggiran bibir kemaluannya yang cembung dan gemuk..
memberikannya sensasi kebuasan birahi anak angkatnya yang polos ini.

“Auww.. uohh.. geliiiii..! Sshh.. nakaalll kamu sayang.. Ahhh..!”
Jeritnya saat aku menggigit biji klitorisnya yang membengkak karena rangsangan hebat itu.

Aku tak peduli lagi pada teriakan histerisnya.. aku yakin dinding ruangan itu sedemikian tebalnya..
sehingga kalau pun ada yang menembakkan pistol di sini pasti akan terdengar sayup-sayup saja.

“Oohhh.. yess.. hhh gigit sayang ohh gigit lagi yyaahh..!!”
Ia malah minta aku meneruskan mengulum biji clitorisnya.

Aku asik saja.. cairan yang terus semakin deras mengalir dari liang vaginanya habis kusedot dan kuminum.
Seperti daerah vagina milik Rani.. kemaluan Bu Siska juga tampak sangat terawat.
Tak tampak noda kotor setitik pun pada bagian itu.

Hanya saja baru kali ini aku mengetahui.. bahwa ternyata lebatnya bulu kemaluan Bu Siska..
membuat penilaianku pada bentuk vaginanya lebih baik dari milik 'istriku' itu.

“Ayo sayang, setubuhi ibu sekarang, hooooouuuhhh.. ibu sudah ngga tahaan..!”
Pintanya memelas.

Aku menuruti.. meski pun biasanya kalau aku melakukannya dengan Rani..
tentu aku minta di-karaoke dulu sebagai imbalan aku menjilati vaginanya.

Tapi kali ini aku canggung untuk meminta..
Karena dalam keadaan begini aku masih menaruh rasa hormat pada ibu angkatku itu.

Kuambil posisi di atasnya.. Bu Siska perlahan mengangkangkan pahanya..
Sebelah kakinya menjuntai jatuh.. sebelah lagi dinaikkan ke sandaran sofa.

Ughhhh..!! Kemaluanku memang sudah tegang mengeras sejak tadi.. Plepp..!!
Kini sudah menempel.. berdenyut.. siap masuk dan mengoyak bibir vagina Bu Siska. CONTIECROTT..!!
-------------------------------------------------OOo-----------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
:beer: .. malaM dooG
Eperibadi..

Noh .. di atas Nubi posting Cerita 50..

Sialkan dikenyot.. :nenen:n KEEP SEMPROT..!!
 
-----------------------------------------------------------------------------------

Cerita 50 – Gairahku [Part 3]

Telapak tanganku
memegang k
edua buah dada besar itu..
dan seketika ia menarik pinggulku mendekat.

Lalu dengan keras aku menghujamkan penisku sejadi-jadinya.
Slebbb.. Blesskk..!!! Oghhhhh..!!

Untuk pertamakalinya aku merasakan sensasi..
menyetubuhi wanita paruhbaya yang selama ini mengasuhku itu.

“Aagghhh..!!” Jerit Bu Siska keras sekali.. sampai menghentikan tusukanku yang baru masuk itu.
“Ufffhh.. kenapa bu..?” Aku terhenyak juga.. agak kaget.

“Punya kamu besar sekali, uuhhh..! Ibu nggak pernah mengalami dimasuki segede ini sayang..
Tapi coba yang pelan sayang.. ibu agak nyeri.. HHHH..” katanya masih mendekapku.

Sepasang kakinya mengikat pinggulku hingga penisku tertahan di dalam liang nikmatnya.
Kuberikan ia ciuman untuk merangsang nafsunya..

Bibirku menyedot putting susunya dan beberapa detik setelah itu jepitannya melonggar.
Tangannya malah menuntun pinggulku naik turun secara perlahan.
Bu Siska mulai mendesah dan menikmati goyanganku.

“Oouhh.. sayang.. oouuhh. Besarnya.. auffhh.. tariiiikhh aahh.. enaakkhh.. tekaan lagiiihhh aahh.. niiiikmaaattt..!!
Uhh.. yang pelan aja sayang oouuff.. enaaaknyahh.. oohhh, sayang..!”

Tak henti-henti ia memuji kenikmatan dari penis besarku yang kini menggesek dinding-dinding vaginanya.
Aku juga sebenarnya tak kalah nikmat. Apa yang selama ini kurasakan dari Rani memang enak juga..

Tapi sensasi kenikmatan dari liang vagina dan tubuh montok Bu Siska memberiku pelajaran berharga:
Bahwa ternyata.. kepiawaian dan pengalaman.. lebih mampu menciptakan sensasi kenikmatan..
yang lebih dahsyat.. ketimbang besaran liang vagina. Hehehe.. itu teori baru..!

Aku terus menggenjot dengan perlahan dan teratur.
Bu Siska membuat suasana romantis dengan memberi ciuman mesra bertubi-tubi..
mengulum bibirku dengan sepenuh hati.

Matanya yang terpejam semakin mengguratkan warna kecantikan alami seorang ibu.
Aku pun terlena dengan pesona itu.

Baru aku sadari bahwa ternyata kecantikan ibu angkatku ini benar-benar luar biasa.
Bahkan kalau mau jujur.. Bu Siska jauh lebih cantik dari kedua anaknya.

Rasa nikmat dari pertautan kelamin kami terus menjalari seluruh urat sarafku..
memenuhi rongga sanubariku dengan berjuta kenikmatan biologis.

Tak terasa waktu berlalu hampir tigapuluh menit.
Pelukan kaki dan tangan Bu Siska di pinggangku yang semakin erat..

Dan tiba-tiba itu menunjukkan tanda sesaat lagi ia akan mencapai orgasme.
“Uuff.. sayang.. boleh hhhh.. ibu hhhh minta di atas..?” Pintanya setengah mendesah.

Aku mengerti dan segera menghentikan kocokan batang penisku di liang vaginanya.
“Ouhh.. baaaiiikkkk.. ahh.. Bu..!” Jawabku sembari bergerak mengubah posisi.

Kali ini aku yang berbaring. Bu Siska langsung mengangkangi pahaku.
Liang vaginanya yang sudah becek itu menganga tepat di atas kemaluanku..
Kini basah mengkilap.. mengacung-acung tegang.. seperti tak sabar ingin segera masuk.

Punggungku bersandar pada sandaran sofa..
sehingga dengan mudah mulutku meraih putting susu Bu Siska..
yang sedang berusaha memasukkan kembali penisku ke dalam vaginanya.

Saat sedang asik meremas dan mengisap putting susu Bu Siska itulah..
dengan cekatan ibu menggenggam penisku..
kemudian mengarahkannya tepat di bibir kemaluannya kemudian sleeep blessskk..

“Aaahh.. nikmatnyaaaaakkkkkhhh.. ahh.. saaa yaaanggg.. ooouuhh..!!” Ia menjerit lirih.. penuh nikmat.
“Mmhhhhh.. ibuuuu.. aauuhh.. enaakhhhh.. ssshh..!” Lenguhku tak kalah seru dengan jeritannya.

Bu Siska yang kini asik menaik turunkan pinggulnya..
untuk meraih kenikmatan dari gesekan relung kelaminnya.

Sesekali gerakannya berubah dari turun naik menjadi maju mundur..
Ughhh.. lebih nikmat lagi saat ia memutar-mutar dengan poros kelaminnya yang terpaut dengan penisku.

Alangkah sensualnya ketika aku melirik ke arah kelaminku..
yang terjepit bibir vagina Bu Siska.. yang ikut keluar masuk dan membelai.
Liang vagina itu penuh sesak oleh buah pelirku yang berukuran di atas rata-rata itu.

“Hooohhh.. saaayannng.. kamuhhhh masih ahh.. lama aauuufff sayaaaang..?”
“Iyaaah Buuuhhh.. ooohhh kenapaaahhh.. aaaahhh.. enaaakkkhhh ooohhh..”

“Ibuuu.. ohh.. sudah.. mmhhh ngggaaa.. kkkhh..tahaaan, ohh.. yess.. ohh.. punyaahh kamuhh menntthookh..
Auhh.. ibuuu ngggaa.. akhh.. tahan.. ohh.. ohh.. ohh..yaa.. yaa.. uhh uhh.. ibuu.. ngaa tahhan..ohhhhh..!!”

Lolongnya panjang sekali.. mengekspresikan rasa nikmat yang menderanya.
Jlebb.. jlebb.. seketika itu tiba-tiba Bu Siska menggenjot keras sekali..
Semakin cepat.. dan rupanya ia mengalami orgasme yang begitu dahsyat.

“Remeshh.. susuu.. iiibuuuu sayaang.. ouhh, remassh terusshh Budddiii.. ahh.. ennaakkhh..
Iibuu ngga tahaaann.. ibu keluaaarr..! Keeelllluuuaarrr..! Hhhaa aahh.. yesshh.. AAHHHHHH..!!!”

Jleghh..!! Jeritan panjang diiringi hempasan keras pangkal pahanya ke arah penisku.
Aku yang sudah tau hal itu dari kebiasaanku dengan Rani..
segera memberikan remasan yang keras pada kedua buah dada Bu Siska.

Kira-kira semenit kemudian badannya jatuh menimpaku.
Nafasnya tersengal-sengal.. tubuhnya lemas lunglai terkapar sudah.
Kelaminku yang masih mengeras mengganjal di dalam vaginanya yang banjir dan hangat.

“Ouhhh.. sayang.. kamu belum keluar ya..? Maapin ibu ya, Bud. Ibu egois..
Maklum.. sudah delapan bulan lebih ibu tidak merasakannya..”
Bu Siska mulai berbicara setelah nafasnya agak teratur.

“Nggak apa-apa Bu.. yang penting ibu puas dulu..” aku menciumnya
“Jangan gitu dong, sayang. Beri ibu kesempatan beberapa menit lagi ya..?
Ibu akan buat kamu puas sebentar lagi..” ia balas mencium mesra.

“Kamu kok bisa lama ya, sayang..? Ibu nggak nyangka kamu sekuat itu..”
“Ngga tau deh, Bu.. mungkin karena saya suka dan sayang ibu kali ya..?”

“Ahhh.. masa’..? Bisa aja kamu, sayang.. benar kamu suka sama ibu..? Suka apanya ayo..?”
“Suka yang ini..” jawabku singkat sambil menerkam buah dadanya.

Mungkin benar karena buah dada ini aku jadi begitu semangat.
Ukurannya yang besar dan ranum..
dengan bentuk yang sangat menantang itu membuatku jadi merasa lain saat ini.

Apalagi dengan ‘penemuan’ bahwa ternyata wajah ibu jauh lebih cantik dari kedua anaknya itu.
Atau aku memang punya selera yang lebih pada wanita STW seperti Bu Siska..? Entahlah.

Gara-gara sensasi STW itu.. tanpa sadar penisku bangkit lagi..
Berkedut-kedut di dalam liang nikmatnya sana. Ibu rupanya merasakan juga.

“Say.. bangun lagi tuh..! Ibu sudah siap nih, yuk..!!”
Ajaknya seraya melepas gigitan vaginanya pada penisku. Clopss..!! Aku terhenyak.

“Duuuhhh.. besarnya sayang..!! Pantas tadi punya ibu rasanya hampir robek..”
Ujarnya kagum sambil menggenggam batang penisku. Ia terus memujinya dan mengocok lembut.

“Ayo dong, Bu.. nggak tahan nih..” ajakku.
Aku berdiri di belakangnya.. maksudku agar Bu Siska menunduk dan aku masuk dari belakang.

Rupanya ia mengerti. Kakinya dilebarkan dan tangannya menjangkau sandaran sofa.
Bu Siska menunduk.. hingga kini tampaklah belahan vagina wanita paruhbaya itu menganga ke belakang.

Sejenak aku sempatkan untuk menjilatinya.. tak tahan dengan pemandangan yang menggoda birahi itu.
“Aduhh sayaang, ayo dong masukiiin.. ntar ibu keluar lagi lho..!?” Pintanya lirih..

Aku tak menjawab.. tapi langsung meraih pinggulnya dengan tangan kanan..
Tangan kiriku mengarahkan kepala penisku menuju liang vagina yang merah itu dan.. sleeeppp..!!

“Ughhh.. kocok yang keras sayang.. ibu mau yang keras aahhh..!!”
Clebb..!! Jlebb.. jlebb.. jlebb.. jlebb..!! Aku menuruti apa maunya.

Jleghh..!! Kusodok sekuat tenaga.. slepp.. kutarik hingga hampir lepas.
“Ooughhh.. ohhh.. ohhhh..!!” Lenguhnya keras.. menahan gempuranku.

Kucengkram kedua buah pinggulnya.. sekeras hujaman batang penisku di liang vaginanya.
“Ughhh.. nnghhh..!!” Bu Siska memundurkan pantatnya.. seperti tak mau melepaskan penisku.

Tancap lagi.. terus begitu berulang-ulang sehingga menimbulkan decakan yang cukup keras.
Plakk.. plakk.. plakk.. plakk.. clebb.. plakk.. slepp.. crrekk.. crekk.. clekk.. clekk..!

Ada sekitar sepuluh menit kami melakukannya dengan posisi itu.. sampai ibu bilang lelah berdiri.
Kuminta ia duduk santai dan bersandar di sofa.. lalu dengan segera kukangkangkan kakinya..

Plepp.. Jlebb..!! Segera kutusuk dan kuhujam dengan keras dalam posisi setengah berdiri.
Tanganku sibuk dengan kedua buah dada besar itu.

Sesekali aku menunduk agar dapat menjangkau susunya untuk menyedot.
Bu Siska mendesis dan mendesah kegirangan. Cairannya semakin membanjir.

“Aooouhh.. yessshhh..!! Yeeesss.. yesss..!! Genjooottt yaaang kerasshhh saayaaang..!”
“Ouhh.. buuu.. iiiibuu.. aauuhh ennnaakhhnyaahhh.. ssshhh.. saayyyaaa.. hhhh..aammpiiirrr.. oouufff..?”

“Ibuuu juuhhhgggaaa aaahhhhh haampiiirrr saaa..yyaaangg.. aaahh yyeesss..!!
Oouhh.. niiikkkmaaaattttnyyyaaaahhhhh..!! Yeeessss.. yeeesss.. yeeesss..!!”

Selama sepuluh menit kemudian aku pun mulai tak dapat menahan..
Semua sarafku menegang.. meluncur ke satu titik di ujung penis hingga ..

“Oooohhhhhhhhh..!” Aku rebah menimpa ibu dan memeluknya..
Jlebb.. Jlebb.. Jleggh..!! Kuhujamkan batang kemaluanku sejadi-jadinya.

Ughh.. terasa mentok di dalam lubuk nikmatnya hingga dasar liang vagina ibu.. dan berteriak panjang.
“Ahhh.. yesshh.. keluuaarrr.. buuuuuu.. ohhh yesshh.. ohhh..! Crott.. crott.. crott.. crott..!!

Aku berteriak histeris sambil menyemprotkan banyak sekali cairan sperma ke dalam vagina Bu Siska.
Ia pun demikian.
Kakinya menjepit keras, tangannya menjambak rambutku dengan geras dan giginya mengatup rapat.

“Hhaahhh.. aahh iiibuu jugaaaahh kelluaarr lagiihh.. ohhhhh.. yesshh..HHHHHH..!”
Srrrr.. srrr.. srrrrr.. srrrrr..!! Ibu mendekapku erat. Aku ambruk ke atas tubuh montok ibu angkatku itu.

Kami sibuk mengatur nafas masing-masing. Pelan-pelan kulepaskan penisku yang mulai melemas.
Bu Siska masih memejamkan mata, kelelahan rupanya.

“Luar biasa sayang..” pujinya sembari mengatur nafas yang ngos-ngosan.
“Trims Bu.. ibu juga luar biasa nikmat..” aku balik memujinya.

Aku menciumnya.. lalu beranjak memunguti pakaian kami yang berserakan.
Setelah terkumpul lantas kutumpuk di atas meja tamu ruangan.

“Ngg.. mau ke mana sayang..?”
“Mandi, Bu. Penat..”

“Ibu boleh ikut..?”
“Boleh.. ayo..” aku mengulurkan tangan dan membimbingnya ke kamar mandi.

“Kamu tadi benar-benar hebat..” tak habisnya dia memuji.
“Pasti kalau sama Rani.. bisa lebih dari itu ya..?”

Seketika Bu Siska menyebut nama istriku.. aku jadi tersadar apa yang aku lakukan tadi.
“Bu .. Please.. jangan sebut nama Rani dulu, saya masih syok..” kataku pelan.

“Eh iya.. maaf. Ibu juga nggak ngerti kenapa kita bisa seperti ini ya..?
Mungkin ibu yang terlalu sayang sama kamu.. sehingga ibu lupa kalau kamu adalah suami anak ibu..”
Katanya meralat sambil memberiku ciuman.

“Nggak apa-apa Bu.. saya juga tadi salah.. nggak bisa menahan nafsu. Bagaimana kalau Rani tau hal ini..?”
Kami lalu masuk ke bathtube yang sudah terisi air hangat.

Sambil berendam dan menyabuni tubuh montok Bu Siska.. “Ibu mau terus terang sama kamu, Bud.
Tapi jangan marah ya. Ibu harap kamu mau memenuhi permintaan ibu ini..” katanya..

Tangan Bu Siska menggenggam penisku yang menyisakan sedikit ketegangan pasca klimaks tadi.
Sementara tanganku asik mempermainkan buahdadanya..
Bukan menyabuni.. tapi meremas-remas. Gemas aku dibuatnya karena bentuk dan ukurannya.

“Mana mungkin saya marah sama ibu. Ibu kan sudah sedemikian baik sama saya.
Apa mungkin saya akan menolak keinginan ibu..?” Jawabku.

“Tapi ibu mau ini datang dari hati kamu.. tanpa paksaan, Bud..”
“Tentang apa sih, Bu..?”

“Tentang kita..”
“Maksud ibu..?”

“Bud..!” Kini ia meraih tubuhku.. sehingga posisiku jadi mendudukinya.
Ibu memangku aku yang bersandar di dada bersusu besar itu. Aku menurut saja.

“Sejak ibu punya masalah dengan mantan suami.. ibu sangat mendambakan kehadiran pria..
yang benar-benar menyayangi ibu dengan tulus dan ihlas.
Beberapakali sejak mengetahui suami ibu berselingkuh dengan wanita lain .." berhenti sejenak.

Bu Siska menghela nafas.. "Ibu juga menjajaki kemungkinan untuk mencari pengganti.
Tapi apalah mau dikata.. tiga orang yang pernah berkenalan dengan ibu..
tak satu pun memenuhi syarat lelaki yang setia..” ungkapnya panjang lebar.

Aku diam saja tak berani memotong. Takut ibu tersinggung.

“Dan semenjak mengetahui kamu dan Rani sudah berhubungan jauh layaknya suami istri..
ibu jadi semakin merasakan kebutuhan akan pria. Akhirnya ibu mengamati kehidupan kamu.
Ibu mempelajari semua celah kehidupan kalian.. dan menemukan..
bahwa kamulah tipe lelaki yang paling sempurna di mata ibu..” lanjutnya.

“Jadi Bu.. apakah ibu akan memisahkan kami..?” Sergahku.

“Dengar dulu sayang.. ibu tak bermaksud sejauh itu.
Hanya saja.. ibu ingin kamu juga membagi kasih sayang itu sama ibu..”

Ia mempererat pelukannya. Aku masih terdiam tak bereaksi.
“Ibu juga tak ingin merusak hubungan kalian.. atau melukai perasaan anak ibu sendiri..”

“Lalu apa yang harus saya lakukan Bu..?”
“Untuk sementara.. sebelum ibu menemukan cara terbaik..
kamu mau kan merahasiakan hubungan kita ini dari istrimu..?”

“Iya Bu.. itu pasti. Mana mungkin saya bisa mengatakan hal ini pada Rani. Bisa bubaran saya..!”
“Itulah sebabnya kenapa ibu mau kamu tinggal di Jakarta menemani ibu.
Terus terang.. ibu sangat memerlukan kamu, Bud..”

Sesaat kemudian kami terdiam. Aku memikirkan hal ini. Aku memang sayang pada Rani..
ia cinta pertamaku.. orang yang membawaku ke dalam dunia kedewasaan.

Dan kami sudah bertekat akan menjalani kehidupan rumah tangga setamat Rani kuliah nanti.
Tapi aku juga tak mengelak kenyataan..
bahwa pesona dan kecantikan calon ibu mertuaku ini begitu hebatnya.

Saat ini aku bahkan tak mau memikirkan hubunganku dengan Rani.
Yang ada dalam benakku hanyalah mereguk kenikmatan dari Bu Siska..
seperti yang baru saja kami lakukan.

Aku bahkan tak ingin ritual nikmat ini berakhir cepat.
Betah sekali rasanya berada dalam pelukan wanita paruhbaya ini.

Dan yang terpenting adalah.. bagaimana lagi aku harus membalas kebaikan Bu Siska..
yang telah membawaku ke dalam kehidupan seperti saat ini.

Saat aku tersadar dari lamunan..
tangan bu Siska telah menggenggam batang penisku yang kembali tegang.

Barangku yang satu itu memang cepat sekali bangun.
Apalagi yang menyentuhnya adalah wanita idamanku ini.

“Ibu mau lagi..?” Aku menatapnya,
“He-eh..” Ia mengangguk senang.

“Ngga disisain buat Rani..?”
“Hmmm.. ibu tau kamu mampu sampai enamkali sehari. Jadi ibu yakin..
sesampai di rumah nanti.. pasti kamu main lagi sama istrimu, iya kan..?”

“Koq ibu tau sih..?”
“Kan sering ngintip kamu ama Rani..”

“Haahh..!? Jadi.. Ibu lihat apa aja..?”
“Banyak. Dari gaya kalian.. sampai berapa lama dan berapakali sehari..!!”

Gemas juga aku dibuatnya..!!
Dengan sekali gerak aku berbalik menghadap ibu.. lalu langsung menyerbu buah dadanya.

Ibu menjerit.. aku tak peduli. “Aaaampuuun.. geliii sayaaang..!! Aaauuuhhh..!!”
“Rasain..! Ini untuk ulah orang yang suka ngintip..!!”

Cropp.. clropp..!! Kukenyot keras buah dadanya bergiliran.. kiri.. kanan.. kiri.. kanan.
Terus begitu.. sampai menimbulkan bercak merah cupang mulutku.
Bu Siska hanya bisa berkelojotan sambl teriak-teriak.

Kupaksa ibu berdiri membungkuk..
lalu dengan segera setelah kudapati liang vagina merah itu terkuak.

Langsung kucoblos.. dan bleesskk..!! Clebb.. clebb.. clebb.. clebb..
Aku segera mengocok keras. Bu Siska semakin kelojotan.

Sengaja kubuka kran shower.. kami main sambil berdiri ditengah guyuran air.
Ahhhh.. nikmatnya ibu angkatku.. kekasihku ini..

Dan seperti sebelumnya.. aku muncrat keluar setelah membuatnya orgasme duakali.
Kemudian kami kembali ke ruang kerjanya..

Setelah mengeringkan badan.. dengan mesra aku membantu Bu Siska mengenakan pakaian kerjanya.
Jas biru tua dan rok bawahan berwarna putih itu.

Entah kenapa.. ketika hendak membantunya memasang CD.. ibu menolak..
dan langsung membantu memasangkan pakaianku yang tercecer di meja kerjanya.

“Dasar maniak.. lutut ibu rasanya mau patah..” gerutunya dengan wajah lucu.
“Siapa yang mulai.. Hayo..?” Jawabku sekenanya sambil meremas buah dadanya.

“Iiiihhhh ngeriiii..!” Ia menjerit kecil saat tangannya balas menggenggam punyaku.
“Tau rasa..!!!” Aku mengecupnya.

Bu Siska melangkah ke depan cermin lebar dan merias kecil wajahnya di sana.
Kupandangi wanita itu dari belakang. Luar biasa..!
Tubuh yang kini terbungkus rapi pakaian kerja itu tampak begitu ‘menghebohkan’..!

Masih kuat bayangan bagaimana sesaat yang lalu aku menggumulinya.. menindihnya..
menggoyangnya.. menusuk-nusukkan penisku ke dalam liang vaginanya yang ..
Ooh my God..!! Luar biasa nikmat..!

Tak sadar bayangan vulgar di balik gaun itu kembali mengundang gelak birahiku.
Niat nakalku muncul.. Bagaimana sensasinya kalau sekarang kusetubuhi Bu Siska..
Dengan tanpa melepas penutup tubuhnya itu..!?

Ah.. rasanya pasti lebih nikmat. Dan tanpa penetrasi pun vaginanya masih becek..
oleh duakali tumpahan spermaku yang menyembur sepuluh menit yang lalu..

“Buu..” panggilku.
“Hmmm..?” ia menoleh.. ahh.. cantik sekali.

Aku mendekat dan memeluknya dari belakang.. kutuntun ia berjalan ke arah meja kerjanya.
Sampai di sana.. ibu masih belum sadar apa yang akan aku perbuat.

“Apaan sih sayang..?” Tanyanya masih belum sadar. Aku tak menjawab.
Sebelah tanganku sudah berhasil melorotkan celana dalamku sampai atas lutut.

Slrett..!! Dan dengan sekali dorongan lembut..
posisi ibu yang membelakangiku menjadi membungkuk.. dengan tangannya bertumpu pada meja.

Dan sebelum ia sempat tersadar dari ulah usil itu..
aku sudah dengan secepat kilat menyingkap rok putihnya dan yessss..!!!

CDnya belum ia pasang.. sehingga aku langsung menempelkan penisku di bibir vagina Bu Siska..
yang masih saja mengalirkan cairan sperma sisa tadi.

Plepp..!! Breeesss.. creeepppp..!! “Aoww.. Budiiiiiii.. ahhhhh..!!”
Jeritnya histeris saat tanpa memberinya kesempatan aku langsung menggenjot maju mundur.

“Oouff.. ahh.. ahh.. ahh.. ahh.. kkaaamuuu naaakaallll.. oohh yessss.. mmhh.. ahh..
Aaammpuunn tuhaann.. Buudiiiii.. ahh.. ibuu nggakk aaahh.. nggaak kuuaaatt.. laagiiihhhh..!”

Bu Siska terus menjerit.. tapi tak mampu menolak goyangan pinggulku..
yang menghempas di permukaan pantatnya yang semok itu.

Tanganku ke depan dadanya.. meraih buah dada yang kini masih terlapis pakaian dan BH itu.
“Ibu cantik sekali dengan baju dan rok kerja ini.. saya jadi terangsang lagi. Nikmati saja bu..”

Aku memberikannya sejenak jeda untuk mengatur nafas.
“Oohh.. uffhh.. awas kalau nanti Rani sudah tak lagi di rumah..
kamu harus melakukannya dengan ibu enamkali sehari juga..!” Ancamnya lemas.

Telapak tanganku menyusup lewat celah Bhnya..
meremas di situ dan bergoyang maju mundur lagi.

Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat lagi..
Plakk.. plakk.. plakk.. clebb.. clebb.. clebb.. plakk.. plakk..!!

Sehingga bunyi keciplak pertemuan pangkal pahaku...
dan daerah sekitar vagina itu semakin terdengar nyaring.

“Ooohhh.. sshh.. yess.. mmhh.. enakhhh sayaaangg.. teruusss oooh hhhh.. ssshhh..
Genjot yang keras sayang..!! Oooohhh ibu mau sampai saaaayyaaangggg.. uuuuhhh..
Mmmmmm.. ahh.. setubuhi ibu dengan kerasshhh sayaanggg..” ia kian ramai meracau.

“Ooohhh.. nikmaatnyaaaahhh.. Oooohhh yessss.. yessss.. yessss.. yesss..!! Genjot sayang..!!
Ayo teruuussss..!! Awas.. jangan lepaskan punyamu sayang.. Aaaahh.. ibuuuu hammmmpiiiiirrrr..!”

Vaginanya terasa menjepit nikmat hingga beberap menit kemudian terasa rahimnya menyembur.
“Ooohhhh.. yeeessss.. ibuuuu keluuaarrrrrrr aaahhhhhh, ahh.. ahh.. keluuuaaarrrr.. ooohhhh..!”

Aku tak ingin berlama-lama lagi.. desakan lahar dari dalam batang kemaluanku makin keras.
Dengan penuh semangat aku berkonsentrasi agar secepatnya juga orgasme.

“Sayaaaa juga buuu.. oooohhh saya jugaaa.. ahh.. ahh.. ahh..!” Crett.. crett.. crett.. crett..!!
Akhirnya beberapakali semprotan yang keras dalam liang rahim Bu Siska mengakhiri pertahananku.
CONTIECROTT..!!
----------------------------------------------oOo--------------------------------------------
 
-------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 50 – Gairahku [Part Finale]

Kupeluk Bu Siska
dan menuntunnya ke sofa. Crooopp..!

Lepas sudah penisku dari liang nikmat ibu angkatku itu.. aku terduduk.. lemas namun puas.

Bu Siska mengambil CD yang tadi ia kantongi.
“Kan ada tissue Bu..?” Ujarku mengingatkan.

“Nggak sayang.. ibu mau simpan bekas spermamu di CD ibu ini.. supaya kamu nggak bisa lupa sama ibu.. hihihi..!”
“ibu bisa aja..” aku menciumnya. Ibu membalas dan kami berdekapan lama sekali.

Jam telah menunjukkan pukul 4 sore. Tak terasa sudah 3 jam lebih kami bermain. Aku lelah sekali.
Kami santai sejenak minum energy drinks dari minibar Bu Siska.

Tiba-tiba hapeku berdering.. kulihat nomor Rani di monitor. “Iya say..?” Sapaku.
“Nggak.. Ini aku baru nyampe di kantor ibu. Aku numpang ibu aja.." jawabku di telepon.

"Kebetulan ibu minta bantuan buat beli tinta printer tadi. Jadi aku mampir ke Com center dulu..”
Seperti dugaanku.. Rani pasti penasaran dan menelepon.. Karena tak biasanya aku belum pulang sore hari.

“Iya.. ntar aku pesan sama ibu. Kamu sehat kan, say..?”
“Iya.. I love you too. Daaaahh..” kututup HP.

“Yeee.. mesranya.. Ibu jadi cemburu..” goda Bu Siska.
“Eh.. bu. Rani pesan sate senayan tuh. Ngidam katanya..” candaku.

“Wuiiihh.. kamu pintar banget bo’ongnya.
Kemarin kan Rani datang bulan.. masa’ sekarang ngidam..? Weeekkk..!!” Ibu meledek.

“Iya.. iya.. tapi sate senayannya beneran lho..”
“Oke deh. Ntar kita mampir ke resto. Yuuk.. dah sore nih.. ntar istrimu cemberut lagi..”

Ibu menarik tanganku ke arah pintu. Ternyata benar juga kata Bu Siska kalau aku ini memang hiper..!
Buktinya.. waktu di mobil.. padahal aku cuma ngelirik betisnya aja sudah langsung on..!

Jadi.. sepanjang jalan ke rumah.. aku dipelototin terus oleh bu Siska..
Ia takut kalau mang sopir yang duduk di depan itu curiga pada ulah tanganku..
yang suka menyusup ke selangkangan ibu.

Sampai di rumah.. aku masih ‘ON’ gara-gara terangsang betis Bu Siska.
Ketika Rani membuka pintu kamar, aku langsung menerkam dan menggumulinya.

Dan jadilah aku bertempur untuk keempatkali dalam sehari ini.
Luarbiasa.. spermaku masih sanggup membanjiri vagina Rani..

Sehingga ia tak curiga samasekali kalau sebagian besar spermaku..
sudah tumpah dalam rahim ibunya dari siang sampai sore ini.
-----oOo-----

Dua minggu kemudian.. aku dan Rani membuat kesepakatan tentang studi kami.
Tepat seperti yang diinginkan Bu Siska.. aku tetap di Jakarta dan Rani menyusul Mbak Rina ke London.

Otomatis.. hari-hari sebelum keberangkatannya tiba.. aktivitas seksual kami meningkat tajam.
Setiap pulang sekolah.. aku dan Rani langsung mengurung diri di kamar.

Kami menumpahkan semua hasrat yang ada.
Ibu malah sengaja menjadwalkan diri keluar daerah.

Sehingga di rumah hanya ada aku dan Rani.
Lainnya para pembantu yang tinggal di kamar belakang kebun rumah kami.
Jadi selama dua minggu itu pula aktifitas seksku dengan ibu jadi tidak ada.

Sebelum pergi ke luar kota.. ibu malah berpesan agar aku puas-puasin dulu dengan Rani..
karena kami tak bisa mengantarnya ke London.
Aku harus sibuk mengurus pendaftaranku di Universitas Indonesia.

Hari terakhir menjelang keberangkatannya.. aku dan Rani melakukan persetubuhan yang begitu romantis.
Kami berdua berjanji akan memelihara benih kasih sayang.

Rani malah bilang hanya kematian yang dapat memisahkan kami.
Aku terharu sekali.. sekaligus merasa berdosa padanya.

Bagaimana tidak.. sejak pertamakali bersetubuh dengan ibunya..
aku hampir setiap Minggu pagi.. saat Rani olahraga.. Bu Siska selalu minta ‘jatahnya’.

Aku bingung. Satu sisi aku menyayangi Rani sebagai istriku.. tapi di sisi lain harus juga kuakui..
bahwa pesona dan kasih sayang Bu Siska padaku juga tak dapat kutolak.

Sentuhan hati dan tubuh wanita paruhbaya itu begitu membutakan mata hatiku.
Namun sebagai manusia yang pragmatis.. aku jalani saja keduanya.

Mereka punya kelebihan masing-masing. Rani punya kemaluan yang menjepit.
Sedangkan Bu Siska punya permainan yang kreatif.. vagina empot-empot. Dua-duanya menyayangi aku.

Hari Minggu sore. Aku dan Bu Siska mengantar Rani ke Bandara.
Dalam perjalanan.. Rani seperti tak mau melepaskan pelukannya padaku.

Dan saat memasuki ruang tunggu keberangkatan.. ia menciumku sambil menangis.
Setelah juga mencium ibunya.. Rani berlalu sambil menunduk.

Aku melambaikan tangan hingga Rani menghilang di balik pintu garbarata.
Sampai hari ketiga sejak kepergian Rani..
aku mencoba mengurangi perasaan gundah dengan menyibukkan diri.

Jadwal pendaftaran mahasiswa baru cukup membantu.
Ibu membelikan aku sebuah BMW yang kukendarai sendiri ke mana-mana.

Siang setelah acara pendaftaran.. aku berkunjung ke rumah teman-teman SMA seangkatanku.
Sore hari aku pulang dan biasanya langsung menyendiri di kamar..
memandangi foto-foto Rani dan aku yang memenuhi beberapa sisi kamar kami.

Aku jadi banyak melamun di malam hari, padahal ujian tes masuk perguruan tinggi tinggal seminggu lagi.
Bu Siska seperti mengerti kalau perasaan sedihku bulum habis, ia tak mau menggangguku.

Kami hanya ngobrol waktu sarapan pagi, sebelum ia pergi ke kantor.
Tapi lama-kelamaan aku jenuh juga, kupikir tak ada gunanya sedih berkepanjangan.

Malam keempat.. aku mencoba turun ke lantai dua, ke kamar ibu.
Kulihat ia telah lelap tertidur pulas. Lelah dari seharian bekerja rupanya, aku mencium bibirnya.

Kupandangi wajah manis yang kini tertidur lelap itu.. cantik, elegan dan begitu menggoda birahi.
Perempuan sempurna.. dengan buah dada besar..
yang telah berulangkali memberikan kepuasan seks berbeda dari apa yang kudapatkan dari anaknya.

Yah.. anaknya. Anak yang lahir dari rahim melewati vagina yang begitu nikmat..
yang terus terang saja mungkin terindah bentuknya dengan hiasan bulu-bulu lebat..
pertanda pemiliknya berlibido tinggi, bersih dan tentu saja terawat.

Selalu mengundang nafsu untuk menyentuhnya.. mempermainkan jari di celahnya..
Menjilatnya dan memasukkan penis ke dalamnya. Huuuhhhh.. aku jadi tegang sendiri.

Perlahan kubaringkan tubuhku di depannya, langsung mendekap.
Ibu belum bereaksi ketika aku juga menyingkap selimut tebal itu..

Kupeluk tubuh bongsornya..
sambil menggesek-gesek buah dadanya yang hanya berlapis baju tidur tipis itu.

Dengan lembut aku mengecup bibir sensual Bu Siska.
“Mmm.. huff..!” Ibu membuka mata tersadar akibat ciumanku tadi.

Ia balas mencium dan memelukku. “Belum tidur sayang..?”
“Ngga bisa tidur, Bu..!!”

“Iya ibu ngerti.. jam berapa ini..?”
Tangannya menggapai switch lampu kamar di samping tempat tidur.

Dan kini jelaslah sudah pandanganku.
Bu Siska dengan baju tidur sebatas dada kini tergolek semakin merangsang.

Kemaluanku sudah tegang dari tadi, sejak melihat buah dada ibu yang putih mulus dan besar itu.
Aku langsung menjamahnya.. melepas tali pengikat daster itu.. lalu..

Uhhh .. seperti bayi yang kehausan, aku langsung menetekinya.
“Kamu suka sekali susu ibu, sayang..?” Bu Siska membelai kepalaku dengan lembutnya.

Aku tak mampu menjawab.. karena mulutku sibuk menggilir payudaranya kiri dan kanan.
“Sshhh.. mmm..” desisan Bu Siska mulai terdengar.

Keciplak bunyi mulutku yang menyedot puting payudaranya..
berpadu suara nafas ibu yang mulai memburu.

“Tumpahkan semua nafsumu sama ibu.. say. Malam ini ibu akan layani kamu..
sampai kamu benar-benar tidak mampu lagi.. Uuuhhhh.. sshhh.. ouhh..!”

Akhirnya memang pesona dan keindahan tubuh Bu Siska..
mampu membawaku menjauh dari ingatan kepada Rani.

Wanita paruhbaya itu kini benar-benar bak dewi asmara yang membutakan nurani.
Tubuh bongsor dengan payudara besar itu.. terus mengundang lidah dan mulutku..
untuk menjelajahi centi demi centi setiap permukaannya yang lembut dan halus.

Sementara pemiliknya seperti tak mampu mengeluarkan suara.. selain rintih dan desah nikmat.
Yang terus saja mengundang birahiku untuk meraup semua kenikmatan seksual darinya.

Bahkan ia yang jauh hari sebelumnya kutau adalah wanita penuh sopan santun..
dan cenderung sedikit aristokrat.. kini tak tanggung-tanggung lagi..
mengeluarkan semua kosa kata jorok untuk sekedar mengimbangi kenikmatan..
dari permainan haram antara anak dan ibu angkatnya ini.

“Oouhh.. yess.. hhh.. jilaatin memeeekk ibuuuu sayaaang.. ouhh.. geliiiinyaaa.. ouhh.. yessss..!!
Tusuk dengan aahh.. jariiiihhh kamuuuhhh sayaaangggg.. oooohhhhh.. koocoookkkkk.. hhhhhh.."

"Ouhh.. kamuuuhhh senaaaaangggg.. memeeeekkkk uuhhhh ibbuuuu sayang.. hhhhh..?”
“I..iyaaaahhh.. buuuu..” Srupppp..!! Aku asik menjilati bibir vagina berdinding merah itu.

“Oouhh.. yyyaahh.. iiiyyaaaahhh.. mmhh.. ibuuhh mauu uuuhhh.. keluuu.. aaarrrrkkkkk..
Ahhhh.. sedooootttt.. memmekkkkuuhh.. Ooohh sedot ahhhh.. ennnakhh sayang..!”

Ibu menjerit histeris, pertanda orgasmenya tiba.
Padahal baru 10 menit saja aku menjilati kemaluannya.

Mungkin sedotanku yang keras dan bertubi-tubi pada clitorisnya..
yang menyebabkan ibu secepat itu.

Pahanya menjepit kepalaku keras, sampai sesak nafasku dibuatnya. Hanya sesaat..
Lalu melemah dan aku kembali dengan perlahan menjilati cairan yang mengalir dari rahim ibu..

Cruppp.. slruurupp..!! Kutelan habis seperti orang yang kehausan.

“Oouhh.. sayang, ibu nggak tahan.. maaf ya. Sekarang giliran ibu yang memuaskan kamu.
Sini sayang.. ibu mau coba penis kamu..”

“Iiihh ibu.. jorok ngomongnya..!” Sahutku sambil mencubit.
Tapi aku tak menolak saat ibu meraih batang kemaluanku mendekat ke arah wajahnya.

Kini aku berdiri di lututku..
menyodorkan penis besar dan keras itu ke wajah ibu yang sudah menganga.

Kedua tanganku malah berpegangan erat..
pada kedua belahan dada yang empuk itu sambil meremas-remas lembut.

“Kan sekarang ibu istri kamu.. Hmmm..?” Clropp.. slrupp.. slrupp.. slruppp..
Ibu langsung menyambut dengan mengulum batang itu.. mengocok dengan jari-jari lentiknya dan..

“Aaaaaaauuuh ibuuuuuuhhhh.. ennnaaakkkkhhh..” Sreeppp.. prrrrrtttttt..
Clik.. clik.. clik.. clikk.. clekk.. clekk.. bunyi penisku yang disedot mulut seksi Bu Siska.

“Oouhhh.. buuhhh.. ennaakkk.. oohhh.. ibuuhh.. hhhh.. yessshhh.. hhhaaa.. oohhh.. yeesss.. ooohhhh..!!
Seddoooottthhhh tee ruuuusssshhhhhh buuuuu.. uuhhh.. ibuuuuuhhhh.. Iiiibbuuuhhhh.. ooohhhhh..!!”

Jeritku keenakan tak henti.. dengan tubuh terkejang-kejang menahan nikmat.
Kunikmati permainan lidah ibu yang menggelitik permukaan tepat di bawah kepala penisku.

Tanganku semakin keras pula meremas buah dadanya.
Aku berteriak sambil mendongak ke atas.

Ibu terus menyedot sambil menatap tingkahku.. yang seperti orang kesetrum listrik ribuan volt.
Wajah cantik itu semakin menggairahkan dengan mulut yang penuh sesak oleh penisku.

Tiba-tiba crooop..!! Ibu menghentikannya.
“Oouuhhhhfff.. kenapa bu..?” Aku yang kena tanggung langsung protes.

“Ibu mau lagi.. nggak tahan liatin kamu keenakan sendiri..” katanya balik.
“Oke.. baik bu..”

Aku langsung berpindah karena ibu melepaskan penisku dari genggamannya
“Ibu di atas sayang.. biar kamu puas mainin susu ibu..”

“Ibu tau aja selera saya..!!”
“Iya harus dong.. masa’ sih ibu ngga mau tau kesukaan kamu.
Kamu kan sudah sering memuaskan ibu.. adil kan kalo sekarang ibu berusaha memuaskan kamu..”

Aku lantas rebahan di tempat tidur.. telentang dengan penis yang tegang mendongak.
Sejenak ibu menggenggamnya dan memandang heran.

“Pantesan ibu merasa sakit waktu pertamakali kita main..
Ukurannya segede ini.. hiiiihh ngeri aaahhh..!!” Serunya mengidik.. seolah merasa seram.

“Tapi ibu suka, kan..?” Godaku sembari mengelus bungkahan buah dadanya.
“Iya dong. Kalo tidak suka.. ngapain juga ibu minta terus..!? Ayo ah.. udah nggak tahan ini..!!”

Ia langsung berjongkok dengan paha tepat di atas pinggangku.
Tangannya mengarahkan rudal besar dan panjang itu..
tepat ke depan bibir vaginanya yang berbulu lebat sekali.

Rrbbb..!! Ibu menurunkan pantatnya.. Slebbb.. blesskkk..!! Penisku masuk dengan lancar.
Karena kemaluan ibu rupanya masih becek.. sisa liurku dan air maninya waktu kujilat tadi.

Ia sedikit membungkuk mendekatkan susunya ke wajahku.. aku langsung meraihnya.
Sebelah kiri dengan tangan kananku dan yang kanan dengan mulutku.

Slepp.. slepp.. sleppp.. slepp.. Ibu langsung menggoyang naik-turun.
Desah dan lenguhannya segera membahana.. “Nghhh.. ohhh.. ohhh... ahhh.. ahhhh..”

Matanya nanar membiaskan nafsu birahi yang begitu dahsyat..
Pantatnya berulangkali menghempas-hempas pahaku.. menghenyak-henyakkan selangkangannya.

Tak pelak.. pertemuan dan gesekan dua kelamin serta selangkangan kami kian ramai..
menimbulkan bunyi keciplak becek kemaluan kami yang saling terpaut dan menepuk.

“Auff.. hmm.. enaakknyaahhh.. sayaaang.. oohh..!” Plakk.. plakk.. plokk.. plokk.. plokk..
“Iiyahh.. buuu.. sshh.. ohh.. ibuu.. ibuu.. ohh, goyang yang kerass.. buuhh.. oohh.. mmhh.. hhh.. yesss..!!”

“Hhh.. niiikkmaaaatnyaahh.. kontoll kamuu.. Bud.. aahhh..”
Ibu rupanya tak lagi canggung mengucap kata-kata jorok tentang kemaluan kami.

Desahannya pun semakin histeris.
Apalagi saat aku dengan keras meremas buah dadanya yang besar itu.

“Ouhh.. memeeeekk.. iiiibuuuu juuugaaaahhh.. ennaakkhh..!!”
Balasku mulai ikutan tak kalah jorok.. menyundulkan penisku di dalam liang nikmatnya.

“Heee.. eennaaakkhh maannaaahh saaamaahh.. punyaa Raaaniiihhh..!?”
Ibu menghempas keras.. menghenyakkan vaginanya ke batang penisku.

Plakkk..!!! Plakkk..!!! Crekkk.. crekk. Sreppp..!!
“Saamaaahhh enaaaakkhhhh.. oohhh..! Memeeek ibuuu juggaaa njjeepiiit ooohhh..!”

Aku mendorong ke atas.. Srepppp.. blesss.. srepp.. blesss..!!
“Gooommmbaaalll.. manaahh.. bisaaahhh.. ibuuu kaaan suudaaah tuaaaa aaahhh..”

Ibu meraih tanganku yang terlepas dari remasan susunya
“Taaapiiiihhh memeekk ibuuuuhhh jugaaaahh guuuuriiihhh.. enaaakhhhh..!”
Kupintir-pintir putting susunya, ibu sampai terpejam sambil terus berteriak.

“Kooontooolll kamuuhh geedeee baaangeeethhh eeeehhhmmmm saaaayaanggg.. ohhhhh.. aahhh..
Mennto oookkkhhh.. di rahiiimmm ibuuuuhhh.. sshhhh.. Yessshh..!! Remesshh.. susuuu ibu saaayyy..!!”

Luar biasa memang seperti kata ibu.. ukuran kontolku yang di atas rata-rata ini..
Sampai-sampai ibu yang sudah punya 2 anak menjerit-jerit merasakan keperkasaannya.

Ibu mengubah posisi.. badannya menghadap samping..
Waktu menyamping tadi.. luar biasa nikmat gesekan vaginanya.. ughhh.. kontolku seperti dipelintir.

“Ooohhhh ibuuuuhhh.. enaaakkh..!!”
Jeritku tertahan seketika.. karena tanpa jeda sedetik pun ia langsung menggoyang.

Kali ini berputar.. sehingga vaginanya seperti menyedot kemaluanku.
Aku tak mau kalah. Kutarik puting susunya sebelah kiri..

Hingga ibu berteriak dan semakin kencang bergoyang.
“Ohhhh.. auhhhh.. yesshh.. piiintttaarrr kamuuhhh..!!” Pekiknya seperti histeris.

“Memekkhh ibuuhh enaakkhh buuhh.. ohhh.. sshhh.. ouhhh.. goyang.. ahh..!”
Kubalas sembari dengan cengkraman di buah pantatnya dan menghantamkannya ke selangkanganku.

Ganti gaya lagi.. setelah 10 menit begitu. Bu Siska menindihku sekarang.
Dengan pelan ia menggoyang pinggulnya.

Aku asik meremas buah dadanya sambil mengadu lidah kami, saling sedot.
“Enaak..saaayaaangg..?” Desahnya bertanya

“Hohh..mmhh.. enaakkk bangett.. uhh buuh.. memek ibuu bener-bener nikmaaat.. ohh..!”
“Kontoll kamu jugaahh.. ooohhhh nikmaatnyahh.. ibuuu sukaa bangett.. kook bisa besar gitu yaah..?”

“Mana tau bu.. emang dari sononya ohh.. memek ibu juga kenapa bisa enak gini..!? Iihh.. ahh.. ouhh..
Goyang ibu jugaahh.. ohh.. ohhh.. aahhh..!” Aku ikutan mulai meracau keenakan.

“Aduh sayang.. ibu mauu keluaarr.. shh.. ohh yess..! Ahh.. menthoook sayang..! Ohhhhh..!”
Vaginanya menjepit.. pelukannya semakin erat. Aku tau.. itu tandanya ibu sebentar lagi akan muncrat.

“Ayoohh buuuu.. aahh.. vaagina ibuu tambah denyuuttt.. enaakh aahh shhhh ohh.. ohh..
Goyang lagiiiii buu.. yang kerasshh.. ohh.. ahhh.. ahhh..!” Ceracauku kian nanar.

“Pindah sayang. Kamu di atas.. ayoohh tindih ibu..!”
Ia meminta aku di atas.. mungkin supaya lebih keras genjotannya.

Kuturuti perintahnya.. langsung kami bergulingan.. masih berpelukan. Bu Siska kini di bawah.
Pahanya diangkat-angkat tinggi.. agar kemaluanku semakin mudah menusuk.
Kedua lututnya sampai menyentuh buah dadanya.

“Yess.. yess.. yess.. yess..! Aahh..ahh.. ahh.. genjot yang keras.. sayang, yang cepaathh ohhh..!”
Jlebb-jlebb-jlebb-clebb-clebb-clebb-crebb-crebb-jlebb-jlebb.. Aku mempercepat sodokanku.

Hingga tiba saatnya bagi Bu Siska.. srrr.. srrrr.. srrr.. ia menegang.. melepas cairan dalam rahimnya.
Melumuri sekujur penisku yang masih mengganjal dan menusuk-nusuk.

Akhirnya beberapa detik setelah itu tubunya melemas. Aku masih mengocok meski pelan.
Kecantikan wajah mature di depanku ini membuat birahiku takkan pernah padam.

“Sshhh. oohhh geliii sayang.. gelii.. hhhh.. stop dulu say.. ibu istirahat dulu uuuhhh.. nikmatnyahh..!”
Bu Siska merintih kegelian merasakan desakan penisku yang tak kunjung jeda.

Tangannya merangkul pinggangku dan mengeratkan pelukannya, pahanya menjepit..
Sehingga aku sulit bergoyang. “Aahh.. ibuu.. hhh..!”

Aku senewen juga karena tanggung. Padahal saat itu penisku sedang tegang-tegangnya mengganjal.
Terpaksa kuhentikan juga karena ibu terus merengek manja.

“Maapin ibu say.. ibu nggak kuat layani kamu..” bu Siska mencoba menghibur dengan menciumku.
“Habiiisss.. ibu nggak bisa nahan sih.. jadi kan saya tanggung bu..!!”

“Ya sudaaah.. ntar ibu kasih lagi. Tapi kasih ibu waktu beberapa menit aja ya..?”
Katanya seraya melepaskan pelukan. Badannya digeser ke samping.

Plopp..!! Otomatis penisku terlepas.. ibu sampai terpejam merasakan gelinya.
“Huuuuooohhh.. giliran ibu deh yang nggak sanggup.
Padahal dulu waktu pertamakali kepingin sama kamu, ibu sampai mimpi bisa lama-lama mainnya, say..!”

Bu Siska berkata sambil berbaring di sebelah kananku. Kami sama-sama menghadap ke atas..
Memandang langit-langit kamar ibu yang luasnya duakali kamarku itu.

“Sejak kapan sih ibu punya keinginan begini..?”
“Sejak lama.. waktu tau suami ibu main serong sama perempuan lain..”

“Maksud ibu sejak tahun lalu..?”
“Nggak say.. jauh sebelumnya.. kira-kira lima tahun yang lalu..” sahutnya mengatur.

“Waktu ibu pertama ngajak kamu ke Jakarta..” sambungnya masih mengatur nafas.
“Haaah..!?” Aku terkejut.

“Waktu itu kan, saya masih SMP bu..?”
“Yaah.. itulah sebabnya. Waktu itu kamu masih terlalu muda.. jadi ibu nggak tega minta itu sama kamu..”

“Trus.. Hmm.. kenapa sekarang ya, bu..?” Aku penasaran juga.
Jawaban Bu Siska tadi membuat aku berpikir untuk mengetahui pandangannya tentang aku..
Secara utuh dan jujur.

Tentu ini menarik. Karena bagaimana pun kuanggap ini adalah peristiwa yang sangat berarti bagiku.
Yang telah mengubah hidup dan pandanganku tentang wanita.

Terutama perspektifku terhadap hubungan seksual. Sampai-sampai aku lupa kalau belum ‘tuntas’.
“Boleh ibu cerita panjang lebar, say..?” Ibu bertanya,

“Itu yang ingin saya dengar, bu, tapi.. hmmmmm..” aku ragu mengatakannya.
“Apa sayang..?” Ia mengecup bibirku

“Mau lagi ya..?” Rupanya Bu Siska tau juga. Mungkin karena dirabanya penisku yang tegang itu.
Aku tak menjawab, kubiarkan ibu men-service aku kali ini.

“Kenapa diam aja say..?”
“Kan saya belum keluar bu, boleh kan..?” Aku merajuk sambil kembali menindihnya.

“Iya sayang, ibu juga nggak mau kamu nanggung gitu, ayo sayang.. mmhh.. ssss hhh..!
Ini yang ibu suka dari kamu.. mainnya selalu panaasshh.. ohh sedott susu ibu sayy.. sshh..
Ohhhh.. nikmatnyaahh..!”

Jadilah kami bertempur lagi. Hasilnya kali ini kami keluar bersamaan.
Ibu yang duluan menyembur.. aku menyusul beberapa detik setelah itu.

Ahh.. betapa nikmatnya Bu Siska.. Ibu Angkatku.. Kekasih Gelapku..!! (. ) ( .) END
-----------------------------------------------oOo----------------------------------------------

END OF CERITA 50..


SAMPAI JUMPA DI CERITA LAINNYA..
ADIOS..!!
:bye:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd