Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

----------------------------------------------------------------------------

Cerita 42 – The Lust Hunter

Episode Vendetta

Cerita kali ini diambil dari buku harian saya lagi.
Tentunya karena saya tidak punya bahan referensi lain untuk dijadikan cerita.

Angka tahunnya menunjukkan tahun 1993. Saat itu saya masih kuliah di salahsatu fakultas psikologi di kota saya.
Hanya saja saya sudah belajar cari duit.. dan tentunya.. well.. sudah memulai petualangan saya.

Meski baru tahap-tahap awal. Oke.. akan saya coba kisahkan:
----oOo----

Setelah lama ditunggu-tunggu..
akhirnya jam dinding yang terlalu lambat 10 menit itu menunjukkan pukul 9 tepat.

Pak dosen pun dengan riangnya menutup notes besarnya..
yang sudah dipakainya untuk mengajar sejak tahun tujuh puluhan..

Lalu dengan angkuhnya mengingatkan para mahasiswa untuk belajar giat.
Karena minggu depan sudah memasuki musim ujian tengah semester.

Belajar..? Hihihi.. jangan membuatku tertawa. Sejauh ini.. aku senantiasa berhasil menempuh ujian apa pun.
Mulai dari Ebtanas SMP.. SMA.. sampai UMPTN.. –Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri..–

Dengan bermodalkan kertas kecil penuh rumus.. yang kulipat-lipat dan kumasukkan ke dalam saku.
Sungguh warisan ilmu yang sangat berharga yang kupelajari dari ibuku..!

Apalagi aku sama sekali belum mampu melihat korelasi antara IPK dengan keberhasilan orang.
Bukankah orang terkaya di negara kita justru seorang yang tidak tamat SD..?

So, kenapa mesti repot..? Emang anak-anak kita nanti mau dikasih makan transkrip..? Hehe..
Nah.. berangkat dari pemikiran itulah..
aku dan beberapa temanku kompakan mengumpulkan modal untuk mulai berbisnis.

Sejujurnya.. modal yang terkumpul adalah nol. Alias tidak ada sama sekali.
Bisnis yang kujalankan ini kudapat dari seorang pria asal Malaysia..
yang kebetulan omong-omong denganku di lapangan tennis beberapa minggu lalu.

Hanya dengan sedikit senyum dan kerlingan mata.. plus tentunya isi kepala yang cukup encer..
dia mempercayai aku dan kawan-kawan untuk membantunya memasarkan seperangkat soft/hardware..
untuk komputerasi pergudangan industri.

Itu juga sebabnya kenapa pada saat kuliah hari ini.. aku tidak mengenakan busana kebesaranku yang biasanya..
–Jins ketat yang jarang tercuci, dan kaos oblong berwarna cerah..–
Kali ini aku memakai rok span rapi berwarna hijau muda.. Dengan kemeja putih yang ditutup blazer hijau muda juga.

Maklum.. agendaku menunjukkan kalau pukul sepuluh nanti..
aku harus mempresentasikan instrumen daganganku pada sebuah perusahaan pabrik plastik di distrik 1 industri R.

"Sari.. kamu jadi pinjam catatanku..?” Ujar temanku Hilda dengan ramah dan penuh perhatian.
"Oh.. iya.. jelas..!” Jawabku singkat.. sambil menarik beberapa lembaran loose leaf dari tangan Hilda..
yang gemuk dan berkaca mata tebal itu.. yang selama ini dapat diandalkan untuk menjadi 'sekretaris' bagiku.

"Eh.. kamu kok rapi gitu..? Ada acara ke mana..?” Tanya Hilda lagi.
"Mau jualan..” Jawabku singkat sambil berdiri tegak dan menggosok mata..
menghilangkan kantuk selama jam kuliah tadi.

"Hm.. semoga sukses deh..!”
Kata Hilda sambil membarengi aku berjalan turun ke lantai dasar gedung kampus.

Di luar gedung, aku sudah ditunggu oleh sebuah Taft GT putih yang berisi dua orang kawanku.. Elsa dan Agus.
Kedua teman inilah yang memutuskan untuk ikut bersamaku menjalankan bisnisku ini.

Elsa yang anak accounting itu sangat teliti dalam itung-itungan duit..
Sementara Agus adalah anak teknik komputer yang bawaannya 'nerd' dan pemalu.

Tentu saja mereka berdua mempercayai aku yang minus pengetahuan..
tapi surplus nekat untuk mempresentasikan instrumen ini pada perusahaan-perusahaan..
Meski mereka harus mendampingi aku agar tidak terjadi salah perhitungan atau salah jawab. Hehehe.

Singkat cerita.. kami sudah berada di dalam ruang rapat di sebuah pabrik plastik di distrik industri R.
Kami bertiga dipersilakan duduk di sekeliling sebuah meja rapat panjang yang masih kosong.

Tak lama kemudian.. pintu terbuka dan muncullah beberapa orang manager puncak di perusahaan itu.
Meski terbiasa nekat.. kuakui kalau aku rada minder juga..
harus berbicara di depan orang-orang yang dahinya dipenuhi kerutan itu.

Ah.. so what..? The show must go on, kan..?

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kurang logis dan cenderung emosional.. dari orang-orang 'hebat' itu..
akhirnya General Manager yang kebetulan seorang ibu.. mengajakku masuk ke ruangannya.

Ia memuji caraku memberikan penjelasan.. juga memuji kemampuan teknis dari kedua temanku yang lain..
Hingga akhirnya memutuskan untuk memakai instrumen itu di pabriknya.

Bukan kejutan yang luar biasa.. karena ayah Elsa adalah klien utama dari perusahaan itu.
Namun tetap saja menggembirakan.. karena ini adalah perusahaan pertama..
yang memutuskan untuk membeli dari 12 perusahaan yang sudah kami kunjungi.

Sepulang dari pabrik itu.. aku dan temanku bersorak-sorai di dalam mobil..
membayangkan keuntungan yang kami dapatkan dari transaksi beberapa ribu dolar itu.

Bagi anak kecil berusia 19 tahunan.. tentu saja komisi yang beberapa persen..
–dari ribuan dolar.. ingat..!– terasa begitu luar biasa.

Bahkan beberapa hari awal dalam proses instalasi.. semuanya terasa aman-aman saja.
Para pekerja di pabrik, para konsultan dari Malaysia..
dan juga para manager terasa sangat bersahabat dan menyenangkan.

Sampai tiba saatnya untuk menagih termin kedua.. –dari 3..– pada bagian pembelian.
Manager pembelian yang memintaku datang ke ruangannya itu adalah seorang pria berusia 30-an..
yang selalu memasang senyum ramah.

Orangnya cukup Oke juga.. dengan dandanan yang selalu kelimis rapi dan tutur kata yang terkesan cerdas.
Namun apa yang dikatakannya hari itu menunjukkan siapa sebenarnya pria yang bernama Sony itu.

"Wah.. hebat juga ya.. masih muda gini sudah pinter bisnis..!”
Katanya sambil menyilakan aku duduk di seberang meja kerjanya.

"Ah.. kita masih belajar kok, Pak..” jawabku sambil mengamati rambut kelimis dan hidung mancungnya.
"Masih belajar gimana..? Nilai transaksinya aja sebesar ini..!?”
Katanya lagi dengan menunjuk angka di lembaran giro di mejanya.

Aku tidak segera menjawab.. karena masih berusaha menebak ke mana arah pembicaraannya.
"Mbok ya saya diciprati sedikit komisinya.. buat uang sekolah anak saya..”
katanya dengan lugas.. gamblang.. dan terus terang.

"Oooh, itu toh..?” Jawabku sambil mengangguk.
"Tapi nilai transaksinya kan sudah disetujui ibu GM, mana bisa diubah..?”

"Lah.. itu bisa diatur, dik Sari..!”
Jawabnya menyunggingkan senyum memamerkan sederet giginya yang rata dan bersih.

"Oh ya..? Gimana caranya itu..?” Tanyaku karena benar-benar tidak mengerti.
"Barang ini kan diimpor, nah, tambahkan saja biaya shipping and handling, beres sudah..”
Jawabnya dengan nada menggurui.

"Oh, gitu..” Jawabku tanpa ekspresi. "Berapa biasanya..?”
"Ya terserah dik Sari, seikhlasnya aja..” Jawabnya.

"Gimana kalau 300 dolar..?” Sambungnya lagi.
Tanpa menunggu persetujuanku.. dia mengetikkan angka itu di MS Excel..
yang kemudian diprint sebagai Purchase Order.

"Lantas, selanjutnya gimana..?” Tanyaku lagi. Maklum, waktu itu aku masih –agak..– lugu.
"Ya nanti tinggal ditransfer ke tempat saya, 'kan..? Gampang kok..!” Jawabnya.

Sepeninggalku dari ruang itu..
Aku merasa agak tidak enak karena belum terbiasa dengan pola 'uang bawah meja' seperti itu.
Tapi selama memperlancar transaksi.. kenapa tidak..? Pikirku.

Sayang sekali tidak semuanya berjalan seperti yang diharapkan. Freight dari Malaysia mengalami trouble..
sehingga diperlukan biaya tambahan untuk dapat mengeluarkan barang dari bea cukai.

Ditambah lagi pembayaran yang molor..
karena perubahan nilai transaksi sebanyak 300 dolar itu kurang disetujui pihak management.

Hari-hari pun terasa begitu lambat dan tidak enak bagiku.. karena aku merasa sungkan pada ibu GM..
yang telah dengan baiknya mau memberi kepercayaan pada kami.. namun aku telah 'mengkhianatinya'.

Ditambah lagi setiap aku berpapasan dengan Pak Sony di pabrik.. ia selalu tersenyum ramah..
menyentuh lenganku dan membisikkan kata-kata yang mengingatkanku pada 'transaksi bawah meja' kami.

Dan aku selalu membalasnya dengan senyum manis..
sambil mengatakan bahwa kita harus menunggu sampai proses instalasi benar-benar kelar.

Karena dana yang tadinya disiapkan untuk dia sedang terpakai untuk proses pengurusan barang itu di bea cukai.
Namun dia terus saja mendesakku untuk melakukan transfer itu lebih awal.

Akhirnya.. pada suatu hari aku mulai tidak sabar dengan ulahnya yang terus menerus menagih itu.
Aku menelponnya lewat telepon selular untuk melakukan tawar menawar.

"Pak.. kayaknya ngga bisa deh, kalau 300 dolar..”
"Lantas bisanya berapa..?”

"Gimana kalau 50 persennya..?”
"Hm..150 dolar, wah.. bisa dipakai apa tuh..?” –Saat itu USD masih sekitar Rp2.500-3.000..–

"Abis gimana, Pak. Ibu GM menawar sampai segitu.. menurut beliau nilai 300 itu kelewat tinggi.."
"Hm.. gimana kalau .. ditambahi sedikit, dik Sari..?”

"Berapa Pak..?”
"Nggak usah berupa duit deh.. saya kasihan juga sama dik Sari dan teman-teman.."

"Lantas..?”
"Hmm.. saya yakin dik Sari juga setuju dengan tawaran saya. Saya lihat kamu cukup berpengalaman kayaknya.."

"Dalam hal apa..?”
"Ah.. jangan pura-pura nggak tau, Dik. Kamu pengen juga kan..?”

Kata-kata itu langsung dapat aku tebak arahnya.
Ternyata gaya pria perayu kampungan sama saja.. baik di usia belasan mau pun 30-an.
Mereka selalu bersikap seolah-olah para wanita juga menginginkannya.

Dalam kepalaku segera timbul rencana yang tak kalah licik dengan ulahnya.
"Well.. Oke deh.. terserah Bapak aja..” jawabku mengakhiri pembicaraan per telepon itu.

Singkat cerita.. pada malam berikutnya aku sudah duduk manis di pub di sebuah hotel berbintang..
mengenakan sackdress ketat tanpa lengan berwarna hitam.. dengan belahan setinggi paha.

Beberapa orang pria asal Jepang sempat berusaha melancarkan rayuan dan ajakan.
Tapi aku hanya tersenyum sambil memasang tampang alim.. yang kontras dengan pakaian yang kukenakan.

Setelah menunggu setengah jam.. muncullah Pak Sony di pub itu.
Dengan kaos yang pas di badan, ia tampak agak lebih muda dan lebih ganteng.
Bentuk badannya yang lumayan terlatih juga tampak menggoda.

"Sudah lama, Sari..?” Tanyanya sambil melempar pantat di barstool di sebelahku.
"Baru 10 menit kok, Pak..” jawabku sambil melirik padanya.

"Ah.. jangan panggil Pak dong. Panggil Sony aja..!” Katanya. "Kan beda dengan di kantor.."
Kami segera terlibat pembicaraan akrab.

Di mana ia menceritakan tentang istrinya yang menurutnya gemuk dan jelek serta cerewet.
Diam-diam sempat terpikir juga olehku.. bahwa penyebab pria menyeleweng ialah karena sikap si istri sendiri.

Akhirnya ia mengajakku untuk naik ke mobilnya..
yang segera meluncur ke sebuah hotel kecil di daerah dekat pantai.

Sekedar info, hotel itu terletak agak jauh dari keramaian kota.
Satu dua menit kemudian.. kami telah berada di sebuah kamar hotel murah.. seluas kurang lebih 5x5 meter..
dengan AC amat dingin dan dinding agak lembab tidak terawat.

Satu-satunya benda yang terawat baik di kamar itu hanyalah spring bed berukuran besar di tengah ruangan.
Juga cermin lebar di dinding yang membuat ruang itu terasa lebih luas.

Tangan-tangan Sony memeluk tubuhku dari belakang.
"Hm.. Kamu ini kok tinggi sekali, sih Sari..?” Tanyanya sambil meremas-remas pinggangku dengan gemas.

Aku melirik ke kiri.. melihat matanya yang hanya setinggi bahuku.
"Tapi suka kan, Pak..?” Tanyaku menggoda.

Sejenak aku menutup mata dan menarik nafas panjang.. untuk melupakan emosi dan logika.
Memfokuskan sense hanya pada fisik.. mempersiapkan diri untuk menikmati petualangan baru.
"Iya, bener, aku suka sekali..” Dengusnya di telingaku.

Tangannya memijit-mijit bahuku dengan lihatinya..
mengusir rasa pegal yang menderaku semenjak beberapa hari lalu.

Jemarinya yang besar-besar dan hangat itu mengait kedua tali bahu di bajuku.. dan menyingkapkannya ke samping..
hingga ia lebih leluasa lagi memijit dan menjamah bahuku yang halus dan –selalu..– terawat.

"Sari, duduk dong..” Bisiknya di telingaku seraya menarik tubuhku ke ranjang.
Aku lalu duduk di pinggir ranjang membelakangi Sony yang terus mengurut-urut bahuku..
memberiku perasaan rileks dan ringan.

Pelan-pelan ia menurunkan tangannya ke depan.. menuruni bahuku..
Kehangatan telapak tangannya mulai merambat di bawah leherku..

Begitu pelahan ia mengusap-usap di situ.. menurun lagi perlahan-lahan..
Menyusup ke balik sackdressku yang dilengkapi mangkuk penahan..

Lalu turun lagi sambil meremas melingkar-lingkar.. "Nggggghhh..”
Aku mendesah nikmat ketika telapak tangan itu tiba pada sepasang payudaraku..
mengalirkan kehangatan yang luar biasa nikmatnya.

Kedua payudaraku yang kencang itu terasa pas di telapak tangannya..
yang meremas dan mengusap-usap lembut.. sedikit bergesekan dengan puting-putingnya..
Uhh.. nikmat sekali.

Sambil terus meremas-remaskan tangannya.. hidungnya menelusuri tengkuk dan leherku yang jenjang.
Rambutku yang hanya setengkuk membuat lidahnya bebas mengoles-ngoles leherku..
menaburkan rasa geli yang membuat kedua bahuku bergerak naik dan turun karena kegelian.

Aku memiringkan kepalaku ke kiri.. ketika lidahnya mulai menjilat-jilat ke telinga kananku..
Uhhh.. "Nggghh.." Aku tak kuasa menahan desahan nafas dari mulut dan hidungku karena begitu nikmatnya.

Tanpa kusadari, bajuku telah melorot turun hingga ke pinggangku..
hingga kini kedua payudaraku yang kencang tampak terekspos dengan bebas pada cermin di depan ranjang.

"Buka mata, Sari.. Lihat di kaca..” Kata Sony. Aku membuka mata sedikit..
Dan kulihat di cermin.. bayanganku sedang duduk dengan badan bagian atas terbuka lebar.

Mataku tampak sayu dan agak redup, sementara kedua puting susuku tampak mulai meninggi.
"Kamu cantik sekali..” bisik Sony lagi.

Ia tidak memberiku waktu untuk menjawab.. ditariknya tubuhku..
hingga telentang menindih tubuhnya yang juga telentang di bawah tubuhku.

Kepalaku terjatuh menengadah ke samping kanan kepalanya..
membuatnya kian leluasa menjilati bagian kiri rahang dan leherku dengan rakus.

Telapak tangan kirinya meremas dan menjamah kedua payudaraku bergantian..
sementara tangan kanannya kini bergerak ke bawah.. meraba-raba pahaku lewat belahan rok yang tinggi.

Ditariknya paha kananku ke samping..
hingga tangannya dengan mudah menemukan selangkanganku yang tertutup celana dalam.

Ia tidak berusaha melepaskannya..
ia hanya menggerakkan jarinya mengusap-usap celana dalamku dari luar.

Usapannya melewati jalur yang tepat.
Jari itu kini menekan sambil menggosok bibir kewanitaanku dari balik celana dalam.

"Ahkkk..!!” Aku merintih tertahan ketika jari-jarinya mulai menggosok klitoris dan bibir-bibir di bawahnya.
Jari itu terus saja menekan dan menggosok-gosok di situ.. kian cepat.. kian cepat.. semakin cepat.

Tubuhku terjingkat-jingkat menahan rasa birahi yang mengalir menyengat-nyengat.
Kepalaku terbuang ke kiri ke kanan.. wajahku meringis-ringis tak terkontrol.
Jeritan dan eranganku terdengar memenuhi ruangan.

Melihatku begitu terangsang.. Sony kian girang.
Kini ia berbalik menindih tubuhku dan mendaratkan ciuman-ciuman liarnya pada bibir dan leherku.

Aku hanya telentang pasrah.. membiarkan mulutnya tiba di payudaraku..
dan menyedot-nyedot kedua puting susuku bergantian.

Ohh.. aku menggeliat-geliat menahan rasa geli dan nikmat yang tak tertahankan.
Kedua puting susu di dadaku kini berdiri tegak mengacung tiggi sekali..

Membuatnya justru makin bernafsu menyedot dan melumat-lumatnya.
"Ohhh.. Ssshhh..!!” Rintih dan desahanku tak dipedulikannya. Ia hanya berusaha menikmati tubuhku sepuasnya.

Akhirnya ia melucuti semua yang melekat pada tubuh jangkungku..
membuatku tergolek di ranjang dengan pasrah tanpa selembar benang pun yang menutupi.

Mataku setengah terbuka mengamati seisi ruangan. Bantal yang cukup tinggi di bawah kepalaku..
memungkinkanku untuk melihat kedua payudaraku bergerak naik-turun dengan cepat..
mengikuti nafasku yang tersengal-sengal.

Kedua putingnya tampak memerah dan berkilat karena liur Sony tadi.
Tampak juga kedua pahaku yang terbuka ke kiri dan kanan.. Juga kepala Sony yang kini sedang berada di antaranya.

"Hkkkkk..!!” Nafasku terhenti sejenak..
Ketika merasakan sambaran lidahnya menyapu klitorisku dengan cepat dan singkat.

Aku mencoba mengatur nafas lagi setelah itu, namun.. Aggghh..
Lidah itu kembali tiba dan menyapunya lagi.. lalu lama berhenti.

Tanganku segera menjambak rambut Sony yang kelimis berminyak itu..
menarik kepalanya menempel pada selangkanganku.

Ia mengerti isyarat itu, lalu dengan agresif dan buas..
menjilati kewanitaanku dengan jilatan-jilatan frekwensi tinggi dan cepat.

Aku menggelinjang-gelinjang sambil mengerang-ngerang keras.
Kepalaku mendongak ke atas.. mataku terpejam.. gigiku terkatup rapat.. namun bibirku setengah terbuka.

Kedua alisku seperti menyatu di tengah kening yang mengerut..
karena berusaha keras untuk menahan dentuman-dentuman birahi yang kian meledak-ledak.

Ohh.. Pria ini benar-benar tau menggunakan lidahnya.

Di luar kebiasaan.. –Dan mungkin juga karena 'jam terbang' yang belum cukup panjang waktu itu..–
Permainan lidahnya yang begitu konstan dan cepat menyayat-nyayat kewanitaanku..
mengalirkan rasa geli yang kelewat besar ke sekujur tubuh dan membuat badan ini mengejang.

Aku berusaha menahan.. namun lidahnya terus saja menyapu-nyapu dengan cepat.
Meski aku sudah menahan nafas dan mengangkat punggungku dari ranjang..
kenikmatan itu tetap saja menyembur masuk.. hingga akhirnya orgasme pertamaku datang menyambar.

Setelah beberapa detik mengejang, tubuhku terkulai lemas tak berdaya dengan nafas terengah-engah.
"Lho..? Baru segitu aja kok udah keok..?” Tanya Sony dengan nada bangga.. namun terkesan mengejek.

Aku tak menjawab.. aku hanya tersenyum sedikit.. sambil berusaha mengatur nafasku yang terasa masih berat.
Kulihat ia berjalan mengitari ranjang dengan tubuh gempalnya yang telanjang.
Tampak juga kejantanannya mengacung ke depan agak bengkok ke atas.

Wajahnya tersenyum-senyum bangga seperti lazimnya pria-pria awam seks..
Yang menganggap orgasme pria adalah lambang keperkasaan pria..
dan bukannya sesuatu yang harus dicapai bersama-sama dengan kompak.

Setelah cukup lama memandangi tubuhku yang terkapar dibanjiri keringat.. akhirnya ia melompat naik ke ranjang.
Ia berlutut di antara kedua pahaku yang terbuka.. mengangkat kedua tungkaiku..

Lalu menyorongkan kejantanannya ke depan. Slebb..! Meleset. Kejantanannya tergelincir ke atas..
karena bibir kewanitaanku masih amat licin oleh cairan yang mengalir dari dalamnya.

Slebb.. Dicobanya lagi.. meleset lagi..! Namun gesekan-gesekan itu terasa membangkitkan lagi birahiku..
di sela-sela kenikmatan orgasme pertama yang masih terasa.

Karena tidak sabar.. digenggamnya kejantanannya sendiri.. lalu diarahkannya menuju liang kewanitaanku..
Jlebb.. blesskk..!! Ditikamkannya keras-keras ke dalam lepitan kewanitaanku.

"Aggghhhh.. sakittttt..!!” Jeritku ketika kewanitaanku terasa agak perih karena tergesek dengan cepat.
Ia tak peduli.. ia lantas mengocokkan kejantanannya di dalam tubuhku dengan kencang dan cepat.

Aku merintih dan meringis-ringis kesakitan. Namun aku tak mau konyol.. aku harus menikmati permainan ini.
Kedua tanganku segera memilin-milin kedua puting payudaraku.. mengalirkan rasa nikmat di situ..

Lalu jari tengah tangan kananku menggosok-gosok klitorisku.. menekan-nekan.. menjentik-jentik..
melakukan apa saja untuk memberi tubuhku rasa nikmat yang membuat kewanitaanku mengalirkan cairan pelumasnya.

Untunglah aku berhasil. Terasa lendir pekat itu mulai mengalir dari dinding-dinding kewanitaanku..
Dan itu membuatku mampu menikmati gesekan-gesekan dari kejantanan Sony.

Ehmmm.. Rasanya nikmat sekali.. ketika kejantanan itu bergerak dan menggosok kewanitaanku dari dalam.

Aku memejamkan mata dan mengendurkan otot-otot tubuhku.. membiarkan Sony bekerja keras..
menggerakkan kejantanannya di dalam sana, menggelincir keluar masuk. Waduuh.. enaknya..!

Setelah cukup lama seperti itu, aku telah siap untuk orgasme berikutnya.
Aku merapatkan jepitan pahaku untuk membuat kejantanan itu makin terasa mantap gesekannya.

Birahi mulai datang bergulung-gulung menerpa tubuhku.. menyengatkan aliran listrik ribuan volt pada kewanitaanku.
Bersamaan dengan itu.. aku merasakan kejantanan Sony berdenyut-denyut di sela gesekan-gesekannya yang kian cepat.

Sebersit kesadaran sempat hinggap di kepalaku menjelang orgasme yang kedua ini.
Tungkaiku bergerak cepat, mendorong tubuh Sony hingga terjengkang di lantai.

Tercabutnya kejantanan itu memberiku sensasi yang amat luar biasa, yang mengantarku mencapai klimaks lagi.
Ahhhh.. bukan main nikmatnya. Sempat terlihat Sony kaget ketika terjengkang..

Sempat pula kulihat kejantanannya memuntahkan 'isi'-nya berceceran di karpet..
Sempat pula tampak wajahnya mengekspresikan rasa nikmat.. lalu aku memejamkan mata.

Pagi harinya.. aku terbangun mendapati Sony masih pulas di sampingku.
Aku segera berdiri.. melangkah ke kamar mandi.. mencuci muka.. dan kembali ke kamar untuk berpakaian.

Sambil menyisir rambut pendekku di depan cermin.. aku melihat tampang Sony yang lumayan itu sedang terlelap mendengkur.
Sebersit senyum tampak di wajahku di depan cermin. Senyum yang mengiringi petualangan baru yang baru saja kuakhiri.

Senyum yang juga mengiringi sebuah amplop surat yang baru saja tiba di meja GM pabrik plastik R.
Amplop yang berisi surat dari ayah Elsa yang juga klien pabrik itu.

Di dalam surat itu.. tertulis pernyataan ayah Elsa:
Yang amat kecewa karena anaknya yang baru saja mulai belajar berbisnis..
sudah diperas oleh seorang manager pembelian yang serakah.

Juga ancaman untuk menghentikan kerjasama.. bila pemerasan itu tidak ditindaklanjuti.
Mengingat bahwa perusahaan milik ayah temanku itu adalah klien terbesar pabrik plastik R..
Tentu saja ibu GM segera bertindak.

Siang harinya.. ketika aku datang ke pabrik plastik R untuk penyelesaian instalasi..
Ibu GM memanggilku ke kantornya. Ia menyatakan permohonan maaf atas kelancangan stafnya itu.

Ia pun menunjukkan padaku surat dari ayah Elsa..
Juga surat pengunduran diri yang harus segera ditandatangani oleh Pak Sony.

Tidak lupa juga surat pernyataan pemecatan secara tidak hormat..
Yang akan disebarkan ke segenap perusahaan industri di kotaku.
Hihihi.. sungguh sial nasibnya. Mungkin baru kali ini ia salah memilih sasaran.

Yang membuatnya harus membayar begitu mahal.
Mungkin ia mengira bahwa 150 dolar ialah nilai yang cukup untuk dapat membeli satu malam dari Si Pemburu.

Sayang sekali.. 150 dolar itu masih harus ditambah dengan sisa karir.. sisa kehidupannya.
Dan masa depan keluarganya pun harus dimulai lagi dari nol karena ulahnya.

Well.. memang perlu diingat.. bahwa pemburu akan memburu.. dan bukan untuk diburu.
Ah.. well. Itu tadi sedikit cerita di awal karir saya.

Mungkin bukan cerita yang dipenuhi lenguhan dan rintihan nikmat..
Tapi itu adalah kisah yang benar-benar terjadi dan dengan nama-nama person yang sama sekali tidak disamarkan.

Tokoh-tokoh dalam cerita di atas pun masih hidup. Dan saya rasa.. juga mengingat segala sesuatunya.
Elsa dan Agus kini telah menikah dan hijrah ke negara tetangga.. serta membuka bisnis instrumentasi warehousenya di sana.
Pabrik plastik R juga sempat diakui sebagai perusahaan yang paling efisien sistem informasinya.

Bagaimana dengan Pak Sony..?
Well.. satu-satunya doa saya untuk dia hanyalah semoga ia tidak termasuk salahsatu pembaca cerita ini.
Sampai jumpa..! (. ) ( .)
--------------------------------------------oOo-----------------------------------------

The Lust Hunter Episode The Last Port alias Lembur Asik..
bisa dilihat di Trit ini. Di Cerita 04.

C U .. :bye:
 
Terakhir diubah:
Sony Tulung dilanjutkan ya ceritanya ya bro
jangan sampe enggak

thanks
 

---------------------------------------------------------------------------------

Cerita 42 – The Lust Hunter

Episode Night Flight

Ini terjadi pada saat aku meninggalkan pekerjaanku yang lama untuk melanjutkan studi.
Waktu itu umurku 23 tahun.. secara fisik.. posturku tidak banyak berbeda dengan sekarang.

–Bagi yang belum tau.. aku wanita umur 26 tahun pada tanggal 19 April 2000 nanti.
Aku berdarah campuran Jepang-India-Cina.

Tinggi 176 dan beratnya.. well.. agak kurang sekitar 5 kg dari idealnya.
Bentuk badanku tidak terlalu berliku-liku.. cenderung kelihatan tipis-jangkung.. dan rambutku pendek seleher..–
----oOo----

Sehari setelah acara perpisahan dengan rekan-rekan sekantor..
Aku sudah berada di kursi pesawat Singapore Airlines yang menuju ke negara tempat aku akan melanjutkan studi.

Aku duduk di dekat jendela.. sementara di sebelah kananku..
duduk pasangan suami istri yang berusia kurang lebih 40 tahunan.
Dan dari aksennya bisa ditebak kalau mereka berasal dari kota yang sama denganku.

Sepanjang penerbangan.. pasangan itu selalu cekcok.
Mulai dari makanan.. kursi.. sampai acara video pun diributkan.
Hingga aku agak jengkel dan berusaha untuk tidur saja.

Aku terbangun ketika pramugari menyajikan makan malam.
Kursi di sampingku kosong.. rupanya sang istri sedang pergi ke toilet atau berjalan-jalan.

Di kursi sebelahnya.. bapak berusia 40 tahunan itu tersenyum padaku dan mulai makan.
“Mari Dik, makan dulu..” katanya sambil tersenyum ramah.
“Mari, Pak..” jawabku sambil tersenyum juga.

Rupanya bapak ini cukup ramah juga.. meski tadi siang aku sempat sebal mendengarnya ribut dengan istrinya.
Aku mulai menyantap hidangan vegetarian yang khusus disiapkan untukku oleh kru pesawat itu.

Lama setelah itu.. aku baru sadar bahwa meja lipat di depan kursi sampingku tidak terdapat makanan..
dan ibu yang tadinya duduk di situ juga tak kunjung kembali.
“Pak, Ibu pindah tempat..?” Tanyaku pada bapak yang tadi itu.

“Iya Dik.. dia pindah ke baris belakang sana..”
Jawabnya sambil tetap berkonsentrasi pada puding yang disantapnya.

“Kenapa kok pindah..?” Tanyaku lagi..
sambil berusaha menusuk potongan buah semangka dengan garpu plastik yang tumpul.

“Saya yang suruh.. kan kasihan Adik nggak bisa tidur nanti kalau kita ribut terus..” jawabnya.
Aku tertawa dan menanyakan apakah memang setiap harinya begitu.. dan jawabannya agak mengejutkan.

Bapak itu berkata bahwa ia dan istrinya sedang dalam proses mengurus surat cerai di negara tempat mereka menikah dulu.
“Wah.. maaf Pak, saya nggak tau..” kataku dengan nada agak menyesal telah menanyakan hal itu.

“Nggak apa-apa Dik.. saya maklum kok..” jawabnya,
“Lagipula kami berbahagia dengan perceraian ini..”

Meski agak heran, aku memutuskan untuk tidak bertanya lebih banyak tentang hal itu.
Setelah makan malam usai, lampu-lampu dipadamkan, dan para penumpang mulai tidur.

Karena sudah tidur siangnya, maka aku tidak lagi bisa tidur..
jadi aku ngobrol dengan Bapak itu, yang ternyata bernama Pak Bob.

Mula-mula obrolan kami hanya basa-basi dan saling menceritakan latar belakang masing-masing,
sampai akhirnya kami makin akrab.

"Sari tinggi sekali yah..? Apa Sari fotomodel..?” Tanya Pak Bob.
“Oh, bukan.. masa’ kurus begini fotomodel, Pak..?” Jawabku.

“Lho.. kan jaman sekarang fotomodel tinggi-tinggi dan langsing.. juga cantik seperti Sari gitu..” kata Pak Bob lagi.
“Wah.. terimakasih..” jawabku sambil tersipu dan kehabisan kata-kata.

Dalam hati.. insting avonturirku mulai muncul. Rasa-rasanya Pak Bob ini mulai berani juga..
Dan tampaknya dia tidak jelek-jelek banget.. untuk menambah koleksi nama-nama pria..
di buku harianku yang waktu itu masih belum sebanyak sekarang.

Pak Bob memiliki tubuh yang tinggi besar untuk orang seusianya.
Perutnya pun tidak terlalu tambun.. dan tingginya juga hanya sedikit lebih pendek dari aku.

Warna kulitnya kecoklatan terbakar matahari.. dan wajahnya terkesan berwibawa juga lumayan tampan.
Meski garis-garis ketuaan sudah mulai muncul di sana-sini.

“Keberatan nggak.. kalau saya pindah di situ..?”
Tanya Pak Bob sambil menunjuk ke kursi kosong di antara kursi kami.

“Oh.. nggak apa-apa, Pak..” jawabku sambil tersenyum..
Namun kali ini aku agak menyipitkan mata dengan sayu.. sekedar memberinya isyarat.

Entah ia bisa membaca isyarat itu atau tidak.. ia berpindah ke kursi tepat di sampingku.
Lalu melihat keluar jendela.. seolah-olah itulah alasannya untuk berpindah tempat.
Padahal di luar hanya hitam saja yang bisa dilihat. Hihihihi..

Karena suhu mulai agak kelewat dingin..
aku lantas menutupi tubuhku dengan selimut yang tersedia di kantong di sandaran kursi depanku.

Sambil lalu.. aku sempat mendapati Pak Bob sering mencuri pandang ke arahku..
meski ia berlagak membaca majalah.

“Dingin ya, Sari..?” Tanyanya.
“Iya.. Bapak nggak kedinginan..?” Tanyaku memancing.

“Iya.. saya pakai selimut juga, ah..!”
Jawabnya sambil memasang selimut di tubuhnya yang besar dan gemuk itu.

Posisi duduk di kelas ekonomi memang rapat-rapat.. hingga selimutku dan selimut Pak Bob saling menutupi.
Aku berpura-pura tidur.. sambil wajahku kuhadapkan ke Pak Bob.. menunggu reaksinya lebih lanjut.

Lama juga dia bereaksi.. mungkin agak takut..
meski matanya tidak dapat menyembunyikan apa yang ada di otaknya.
Well.. semua pria tak banyak berbeda.

Lama setelah itu.. aku merasakan tangan Pak Bob bergerak ke bawah selimutku..
lalu mulai mengusap-usap punggung tanganku.

Agar ia tidak mengurungkan niatnya.. aku pura-pura tidak terbangun.
Tangannya yang nakal lalu bergeser ke pahaku.. perlahan mengusap-usapnya di balik celana jinsku.

Lalu ia menggerakkan jari-jarinya di atas lutut kananku.. menggelitik.
“Mmm.. Geli dong, Pak..” jawabku sambil membuka mata dan menatap tajam ke arahnya.

Pak Bob tampak agak terperanjat ketika mengetahui aku tidak benar-benar tidur.
Namun tangannya tetap saja bermain-main di atas lututku.

Aku membiarkan saja ketika tangannya itu bergerak ke atas.. menelusuri paha dan berhenti di perutku.
“Kamu langsing ya, Sari.. Bagus sekali perut rata begini..” Katanya sambil jari-jarinya memijit-mijit perutku.

Waktu itu aku mengenakan kemeja ketat bermotif kotak-kotak.. yang tidak kumasukkan ke dalam celana.
Hingga tangannya mudah saja untuk kemudian bergeser ke atas dan menyentuh pangkal leherku.

Aku menarik selimut agak ke atas.. agar tangannya tak terlihat orang lain.
Mataku menatap matanya dengan pandangan sendu yang kubuat-buat.

Ia tampak girang.. dan menggerakkan tangannya hingga menyusup masuk..
lewat belahan kemejaku.. yang bagian atasnya tak terkancing.

Kini telapak tangannya langsung menyelip ke balik bra sport yang kukenakan..
Ctapp.. lalu memegang payudara kiriku.. tanpa ada penghalang lagi.

Jari-jari yang besar dan kekar itu lalu meremas-remas sedikit..
menemukan puting susuku.. dan menjentik-jentiknya lembut.

“Nggghhh..!!”
Aku mendesah lirih karena rasa gelinya membuat putingku langsung menegang.
Jari-jarinya terus saja memilin-milin puting kiriku.

Karena takut dilihat penumpang lain.. aku berusaha untuk menahan geli dan tidak banyak bergerak.
Namun karena rasa geli nikmat itu benar-benar hebat..

Mataku jadi menyipit dan bibirku setengah terbuka.. mendesahkan nafasku yang mulai memburu.
“Ohhh.. geli Pakkk.. sshhhh..!!”

Di sela rasa geli dan nikmat itu.. aku melihat Pak Bob bergerak-gerak di balik selimutnya.

Rupanya ia mengeluarkan kejantanannya dan mengurut-ngurutnya sendiri dengan tangan kiri..
Sementara tangan kanannya terus meremas dan memainkan payudara kiriku di balik selimut.

Aku makin kegelian.. hingga kepalaku menengadah ke atas.
Kancing-kancing kemejaku telah terbuka semuanya dan kemeja itu telah tersingkap ke samping..
hingga pundak kananku dapat merasakan dinginnya AC dari balik selimut tebal itu.

Pak Bob meletakkan telapak tangannya yang besar di tengah dadaku..
Ibu jarinya memijat-mijat puting kananku.. sementara jari tengahnya menjentik-jentik puting kiriku.

Aduhhh.. rangsangan yang diberikannya..
membuatku merasakan nikmat yang luar biasa hingga aku makin sulit bernafas.

Aku memejamkan mata dan membuka mulut tanpa mengeluarkan suara..
selain desahan nafas yang tersendat-sendat.

Tangan kananku bergerak ke balik selimut Pak Bob..
kemudian menemukan kejantanannya yang telah keras dan tegang.

Jemariku mengurut-urutnya dengan liar. Anehnya.. ia dapat mengontrol ekspresinya..
Hingga wajahnya tampak seperti orang yang sedang melamun saja.
Padahal aku sendiri sudah terpejam-pejam menahan rangsangan.

Pak Bob lalu memiringkan tubuhnya menghadapku.. diangkatnya pegangan kursi di antara kami..
hingga kini tak ada penghalang di antara tubuh kami..
Lalu slapp.. kepalanya menghilang masuk ke dalam selimut yang menutupi seluruh adegan itu.

Aku memiringkan tubuhku menghadapnya juga.. dan di sebalik selimut itu..
ia menjilat dan mengisap-isap kedua puting susuku bergantian.. sambil meremas-remasnya.

Ugghhh.. jelas saja aku makin tak tahan akan rangsangan ini.

Keringat mulai menetes di keningku yang berkerut..
karena kedua alisku menyatu di tengah menahan birahi.

Untungnya lampu-lampu pesawat dimatikan dan hampir semua penumpang tidur..
sehingga tak ada yang melihat eksresi wajahku yang sedang meringis terangsang berat.

“Uhhhkkk.. P-Pakk.. Aduhhhhh.. J-jangan yang itu..!” Bisikku resah..
ketika jari-jari Pak Bob mulai menyelip ke dalam ritsluiting jinsku yang telah dibukanya.

Namun ia tak menghiraukan.. jemarinya kini menyentuh tonjolan klitku dari balik celana dalam..
Kemudian ia membuat gerakan memijat memutar.

Aku menggeliat-geliat.. karena kewanitaanku terangsang hebat.. dan mulai mengalirkan banyak lendir.
Sementara isapan dan jilatan Pak Bob pada kedua puting payudaraku..
membuat tubuhku kian gemetar menahan rangsangan.

“Sari, ayo ke kamar kecil..!” Bisik Pak Bob sambil menghentikan semua gerakannya..
kemudian mengancingkan lagi kancing-kancing kemejaku.

Kami lantas berdiri dan berjingkat-jingkat menuju ke toilet di bagian depan.
Beberapa pramugari yang melihat kami hanya pasang tampang cuek..
melihat wajahku yang sayu dan agak berkeringat.

Di dalam ruang toilet pesawat yang amat sempit itu..
Pak Bob melucuti pakaianku hingga aku benar-benar telanjang.

Aku tak berusaha melawan.. karena telah terangsang berat oleh foreplaynya yang kelas tinggi tadi.
Ia membalikkan tubuhku hingga aku berdiri membelakanginya.

Dengan masih berpakaian lengkap.. ia memeluk dari belakang tubuh telanjangku.
Diremas-remasnya kedua payudaraku dan diciuminya tengkukku.

Sejujurnya aku telah terangsang amat berat saat itu..
hingga aku tak lagi mampu menahan nafsu birahi.

Aku berpegangan pada meja wastafel kecil di sisi ruang toilet itu..
ketika Pak Bob menunggingkan tubuhku menghadap ke cermin.
Mataku terpejam karena tak ingin melihat wajahku sendiri dalam kondisi terangsang berat.

Lalu tiba-tiba.. Blesskk..! Kewanitaanku dijejali kejantanannya yang keras itu.
“Ughhh..” aku merintih tertahan ketika kewanitaanku terasa penuh sesak.

Pak Bob mendiamkan sejenak kejantanannya berhenti di situ.
Merasakan kehangatan jepitan otot-otot kewanitaanku.

Tangannya berpindah dari pinggang ke payudaraku.. meremasnya..
Tak lama kemudian.. mulailah ia bergerak menyodok-nyodok.. makin lama makin cepat.

Aku merintih dan mendesah sejadi-jadinya.. namun aku tak berani berteriak..
karena takut didengar oleh para pramugari dan penumpang lain.

Tanganku berusaha meraih-raih pegangan yang tidak ada.
Sempitnya ruang toilet itu membuat gerakan kami terbatas..

Dan persetubuhan ini terasa agak menyiksaku.. meski masih terasa nikmatnya.
Pak Bob tidak peduli.. ia terus saja menekan-nekankan tubuhnya ke tubuhku,..
sambil memainkan kedua puting susuku.

Saat itu.. pertamakalinya aku menitikkan airmata karena merasa agak tersiksa pada saat bersebadan.
Namun kenikmatan tetap mengalir ke tubuhku hingga aku lupa daratan.

“Uhhh.. ssshhhh..”
“Tahan sebentar Sari..” desah Pak Bob sambil terus melakukannya.

“Lihat di cermin, kamu cantik sekali..!” Sambungnya.
Aku membuka mata.. dan agak kaget melihat wajahku dalam ekspresi seperti itu.

Itulah saat pertama aku melihat ekspresiku sendiri saat bersetubuh.
Dan terus terang.. aku merasa terangsang sendiri.

Wajahku tampak agak menyipit dan meringis menahan kenikmatan..
Sementara beberapa helai rambut yang basah oleh keringat jatuh di dahiku.

Ahhhh.. aku merasa begitu seksi saat itu.. namun juga begitu nakal.. begitu liar.
Nafasku makin memburu. Ughh.. enakkk sekali rasanya..

Kejantanan Pak Bob menggerus-gerus tiap sudut dalam liang kewanitaanku.
Kedua pantatku bertabrak-tabrakan dengan panggulnya yang keras.

Kedua payudaraku terasa amat geli dan nikmat oleh remasan-remasannya.
Hingga akhirnya aku merasakan gigitan orgasme yang membuat tubuhku tegang dan kaku.

Pada saat yang sama.. Pak Bob mencabut kejantanannya..
Kemudian.. cratt.. cratt.. cratt.. mengeluarkan isinya ke dalam wastafel.

Untuk sesaat aku hanya diam terpejam..
sambil berusaha tetap berdiri meski kedua tungkaiku serasa gemetar.
Beberapa menit kami saling tidak berbicara dan diam saja di toilet itu.

Aku terduduk di atas toilet sambil membungkuk memeluk tubuhku yang telanjang.
Kepalaku tertunduk dalam-dalam..
merasakan sisa-sisa orgasme yang masih membuat kewanitaanku berdenyut-denyut.

Tak lama kemudian.. Pak Bob membantuku mengenakan kembali kemeja dan jinsku.
Bra dan celana dalamku kumasukkan dalam disposal bag dan kutenteng keluar.

Sekembalinya ke tempat duduk.. aku menyelimuti tubuhku lagi dan tertidur nyenyak.
Pagi hari.. aku terbangun pada saat pesawat akan landing.

Kedua kursi di sampingku kosong.. Pak Bob telah pindah entah ke kursi yang mana.
Sampai pada saat penumpang berjejalan untuk turun pun aku masih belum dapat menemukannya.

Pada waktu sedang berdiri di antrean imigrasi.. aku mengambil paspor dalam saku kemejaku.
Terselip sehelai kertas. Bertuliskan ucapan terimakasih Pak Bob.

Lengkap dengan nomor teleponnya di Indonesia dan di negara itu.
Dengan santai.. aku meremas-remas kertas itu.. lalu menjatuhkannya ke lantai.

Yah.. Pak Bob yang beruntung itu tidak pernah lagi mendapat telepon dari aku.. atau bertemu denganku.
Ia cukup bagus. Namun terlalu kasar dan ingin mendominasi. Tidak terlalu berkesan memang.

Namun demikian.. ia telah menjadi salahsatu pria yang kuanggap beruntung.
Yang namanya bisa tertulis dalam buku harianku.

Buku harian sang petualang.. The Lust Hunter. (. ) ( .)
-----------------------------------------oOo----------------------------------------
 
Terakhir diubah:
kali ini berkisah tentang orangtua terkemuka pak bob sahbino

terimakasih lanjutannya bra-da
 
Bimabet
----------------------------------------------------------------------

Cerita 42 – The Lust Hunter

E
pisode Shade of The Pyramids


Cairo.. Mesir.. 1999.
Waktu itu aku sedang tidak berminat melakukan petualangan.. karena dalam travel kali ini aku pergi bersama Ditto.
Orang yang mulai April tahun 01 besok akan aku lihat setiap hari pas bangun tidur.

Waktu itu memang belum ada komitmen apa-apa di antara kami.. –Baca Cerita 04 - Lust Hunter: The Last Port..
Namun kami sudah merasa.. well.. apa itu namanya..? Pacaran..? Ya.. pacaran..!

Itu kan sebutannya kalau ada dua orang yang saling pengen bareng terus kalo lagi sekota..?
Anyway.. meski pun kami berdua.. ya.. pacaran itu tadi..
kami sama-sama petualang yang saling menghargai jiwa avonturir masing-masing.

Sejauh itu tidak dilakukan pada saat kami sekota.. sah-sah saja untuk kencan dengan orang lain..
–Iri ya..? Hehehe..–

Sopir-sopir taksi di Cairo memang rada brutal. Meski mereka tidak sampai memperkosa atau ngerampok..
tapi cara mereka mengemudi benar-benar di luar batas-batas kemanusiaan.

Melanggar lampu merah.. belok tanpa memberi lampu sign.. mengklakson polisi lalulintas.
Atau bahkan menotol mobil di depannya.. seperti sudah menjadi budaya mereka sehari-hari.

Aku dan Ditto yang waktu itu baru pertamakali ke Egypt.. hanya bisa berpegangan erat-erat di pegangan pintu..
sambil membaca ayat-ayat suci dan doa-doa.. yang selama ini jarang sekali keluar dari mulut kami..
mengharap agar cepat sampai di tujuan.

Akhirnya.. sport jantung yang lebih seru dari membaca novel Stephen King itu berakhir juga..
ketika kami tiba di hotel tujuan kami.. namanya Ramses Hilton.

Situasi di dalam hotel itu pun tak kalah seru.
Untuk masuk ke lobby.. para tamu harus melewati detektor logam.. seperti mau naik pesawat terbang di airport.

Para penjaganya pun bukan hanya Satpam yang bersenjatakan pentungan karet.
Tapi tentara dengan senjata AK-47 dan M-16.
–Heran.. mereka memborong senjata dari dua negara yang berseberangan..–

Setelah berdebat dengan petugas resepsionis mengenai arah jendela kamar..
akhirnya kami pun masuk di kamar yang sudah kami book sebulan sebelumnya.

Sekedar info.. kesempatan untuk travelling berdua jarang sekali kami dapatkan.
Ini bisa terjadi karena kebetulan saya sering ditugaskan ke Dubai..

Lantas kami merencanakan untuk bertemu di airport Kairo..
dan berlibur selama dua hari dua malam di situ.

Asyik juga bisa begini.. mengirit biaya perjalanan..
karena kami hanya merogoh kocek pribadi untuk mampir ke Egypt dan akomodasi di situ..

Sementara biaya perjalanan dan akomodasi di tempat lain ditanggung kantor.
–Kids.. Don't Try this at home..! Selama Anda bukan pengambil keputusan vital di perusahaan Anda.. –

"Huh.. mana sih piramidnya..? Kok nggak keliatan..?”
Gerutu Ditto sambil meneropong dengan keker yang baru dibelinya dari toko Duty Free di airport Frankfurt.

"Kejauhan kali, Dit..?” Jawabku sambil membongkar koper mencari-cari buku tentang Mesir Kuno.
"Nggak kok..” Kata Ditto lagi,

"Menurut resepsionisnya, kita bisa ngeliat piramid Giza dari sini dengan teropong..”
"Ooh, gitu..” jawabku sekenanya sambil membuka-buka halaman tentang piramid.

Lama kami terdiam dengan keasyikan masing-masing.. sampai Ditto akhirnya menghampiri..
dan duduk di samping saya di sofa ruang tamu kamar suite kami.

Tangannya meraba-raba punggung dan tengkuk saya dengan hangatnya..
Namun seperti biasanya.. saya sulit untuk terangsang kalau sedang berkonsentrasi pada hal lain.

"Ntar malam jadinya mau ke mana..?” Tanya Ditto setelah menyadari bahwa aku mengacuhkan rabaannya..
–yang sebenarnya hangat dan menyenangkan..–

"Mungkin makan malam di hotel aja..” jawabku..
"Schedule yang aku bikin di rumah baru mulai besok, untuk malam ini aku nggak ngagendain apa-apa..”

"Oh, gitu.. Trus, besok apa rencana kita..?”
"Kita sewa taksi hotel untuk pergi ke tempat-tempat ini..” Jawabku sambil mengeluarkan peta Cairo..

"Ke piramid Giza, piramid berundak, dan museum Kairo..”
"Hm.. menarik juga..” Jawabnya..

"Eh, kamu tau nggak, kalau..
–Lalu kami membicarakan tentang sejarah Mesir kuno, yang terlalu panjang untuk ditulis di cerita ini..–

"Jam berapa mau turun makan malam..?” Tanya Ditto sambil melirik ke arlojinya.
"Jam delapan..” Jawabku singkat sambil beranjak berdiri dari sofa itu..

"Masih kurang tiga jam lagi..”
Lanjutku sambil berbalik menghadap Ditto yang duduk di sofa mengamati tubuhku.

Kami lalu tersenyum bersamaan. Ditto lalu bangkit dari sofa..
dan berlutut di depanku sambil melingkarkan tangannya di pinggangku.

Aku menundukkan kepala menatap sepasang matanya..
yang tajam seperti pisau meski terhalang kacamata minus.

Dengan gerakan cepatnya yang khas, ia menarik rok pendek Escada warna putih yang kukenakan..
berikut celana dalamnya.. hingga kini rambut-rambut halus di bawah perutku terekspose di depannya.

Dengan lembut.. kedua telapak tangannya meremas-remas kedua pantatku yang kenyal.
Mmm.. enak sekali diperlakukan begitu oleh orang yang aku cintai.

Lalu ia memajukan kepalanya.. mendaratkan ciuman-ciuman hangatnya di seputar sisi dalam pangkal pahaku.
"Ditt.. geli ahhh..!” Aku merintih pelahan.. sekedar basa basi karena aku malah menarik kepalanya untuk makin menempel.

Dia tidak menjawab.. hanya menggerakkan tangannya ke atas ke punggungku..
menyelip di balik kaos longgar Esprit biru muda yang menempel di tubuhku.

Kehangatan telapak tangan besar itu memberiku perasaan rileks yang amat nyaman.
Ingin memejamkan mata.. namun aku juga ingin menatap kekasihku itu..
sehingga aku hanya setengah terpejam.. menyipitkan mata yang sudah lumayan sipit ini.

Ditto lalu mendongak ke atas.. tatapan kami beradu.. tanpa saling berbicara.
Ia mengusap-usap punggungku dengan mesra dan hangat.. sambil kadang memijitnya..
hingga punggungku agak terdorong-dorong ke depan.

Jari-jarinya lalu menemukan kaitan bra di punggungku.. melepaskannya.
Lalu tangannya bergeser ke pinggangku.. bergeser terus.. hingga tiba di bawah kedua payudaraku.

Karena sudah cukup terangsang.. aku menarik pinggiran kaosku.. dan menangkatnya ke atas kepalaku.. melepaskannya..
Bra yang sudah terbuka itu pun ikut tertarik lepas.

Ditto tersenyum kecil menatap tubuh jangkungku yang kini terpampang tanpa penutup di hadapannya.
"Wonderful..” bisiknya singkat.
"Thank You..” bisikku menjawabnya sambil menyunggingkan senyum.

Duh.. aku sayaaang banget sama anak ini.
Diciumnya perutku yang datar dan rata, bibirnya merambat ke atas pelan-pelan.

Aku sedikit membungkuk.. memudahkannya menggeser bibir hangatnya ke bagian atas tubuhku.. hingga akhirnya..
Uhhh.. Bibirnya yang hangat itu menangkap puting kananku.

Begitu terangsangnya aku oleh bibirnya itu.. hingga aku harus memejamkan mata..
dan menengadahkan kepalaku untuk menahan sekaligus menghayati kenikmatan yang terasa.

Ditto menarik tubuhku pelahan ke bawah..
lalu membiarkanku terbaring telentang di atas karpet tebal berwarna beige di kamar itu.

Aku masih memejamkan mataku ketika Ditto melepaskan mulutnya dari puting kananku.
Terdengar bunyi gemerisik kain bergesekan, rupanya ia melepaskan pakaiannya.

Lalu terasa tubuhnya yang hangat dan tanpa busana itu menindih tubuhku sejenak.
Ia menopang tubuhnya dengan lutut dan siku agar berat badannya tidak membebaniku..
Mulutnya kini mendaratkan ciumannya di bibirku.

Kami berpelukan berguling-guling di karpet dengan bibir-bibir bertautan..
dan lidah saling bergulat dalam rongga mulut kami.

Mataku setengah terbuka.. menatap keindahan alis matanya yang tebal.
Tangan kami saling merengkuh erat-erat..

Mengusahakan sebanyak mungkin kulit tubuh kami yang bersentuhan bertukar kehangatan.
Kedua putingku terasa mulai meruncing karena bergesekan dengan rambut-rambut di dada bidangnya.

Setelah bermenit-menit berguling-guling di karpet dan hampir menabrak kaki meja.. ia menggeser bibirnya dari bibirku.
Menggeser ke samping mulutku.. menjilati rahang dan leherku dengan hangat dan mesra.

Bibirnya terus turun ke bawah.. hingga..
Aduhhh.. menangkap putingku yang kiri. Isapan dan jilatannya yang lembut dan penuh kasih sayang..

–Berbeda dengan para pria yang memenuhi buku harian sang pemburu ini..!–
Memberiku rasa lemas yang sulit dilukiskan.

Ia membiarkan putingku berada di dalam mulutnya..
sesekali lidahnya menyambar pada saat-saat yang tak terduga.

Tiap sambaran lidahnya mengolesi puting kiriku dengan cepat..
aku terhenyak dan menggeliat menahan rasa geli yang begitu nikmat dan melumpuhkan.

Sementara payudara kananku diremas-remasnya dengan lembut..
Putingnya tergesek oleh telapak tagan kirinya yang kokoh dan agak kasar.

Lalu mulutnya berpindah-pindah mengisap kedua putingku bergantian.. kiri.. kanan.. kiri.. kanan.. lalu kanan lagi.
Gerakan ini tidak terduga.. hingga aku memekik-mekik lirih dengan nafas yang sulit diatur.

Sempat aku sedikit membuka mata melihat tingkahnya..
dan saat itu pula kudapati kedua putingku kini membengkak dan meruncing tinggi sekali.

Tiba-tiba.. tanpa basa basi.. Slebb..! Ditto menyelipkan kejantanannya..
Menyelusup nikmat.. memasuki kewanitaanku yang belum kelewat basah.

"Ergghh..!!” Aku mengerang ketika tubuhku terasa sesak dijejali benda kasar itu.
"Sakit, Non..?” Tanya Ditto dengan nada seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku menggeleng lemah.. dan membiarkan Ditto memulai gerakan-gerakannya dengan manis.

Tak perlu waktu terlalu lama bagiku untuk mencapai klimaks.
Karena dengan dia, rasanya mentalku seolah siap untuk itu.

–Berbeda kalau aku bercinta dengan orang lain yang tidak ada di hatiku..
Perlu konsentrasi dan usaha mandiri untuk bisa mencapai klimaks..–

Melihatku mencapai klimaks dengan santai dan tenang.. Ditto melepaskan tubuhku..
mengecup keningku.. dan membiarkanku beristirahat.
----oOo----

Suasana makan malam di bar Ramses Hilton terasa menyenangkan dan mengagumkan.
Penari-penari berbakat menunjukkan kebolehannya memainkan drama folklore Mesir yang dipenuhi humor jenaka.

Mereka bahkan mengerjai pengunjung untuk ikut memerankan adegan lucu-lucu.
Ditto yang apes.. kebagian ditunjuk untuk berperan menjadi seorang tawanan yang akan dihukum mati.

Sempat deg-degan juga melihat pedang mengkilap si penari terayun ke leher yayangku itu.
Tapi suasana tegang segera meledak menjadi tawa-ria..
ketika ternyata pedang yang ternyata dari karet itu bengkok ketika membentur leher Ditto.

Lalu para pemain berpura-pura ketakutan dan berakting menyembah-nyembah Ditto karena dianggap dewa.
Semua adegan konyol itu tak lepas dari bidikan handicam Sony yang kubeli dengan harga miring di Dubai.
Pendeknya.. suasananya akrab dan menyenangkan.

Tapi jangan bicara soal makanan. Aku lebih memilih sepiring nasi diberi kecap..
daripada masakan Mesir yang rasanya didominasi oleh aroma merica dan minyak samin.

Usai makan malam.. kami langsung naik untuk masuk ke kamar.
Tidak ada adegan seperti di film biru.. hanya ada pelukan sayang.. ucapan selamat tidur..
dan akhirnya bunyi dengkuran.

Pagi harinya.. kami berada di sebuah taksi hotel, dengan pengemudinya seorang berkebangsaan Nubia..
–Mesir Hulu..– yang pandai berbahasa Inggris..
–Meski dengan aksen Arab yang R-nya dibaca tegas dan TH-nya dibaca D.. bisa bayangkan..?–
menuju ke daerah Giza.. tempat kompleks Piramid yang paling terkenal berada.

Sempat kaget juga ketika di kejauhan tampak bayang-bayang biru..
seperti memandang gunung dari jauh di Indonesia.. tapi gunungnya berbentuk segitiga simetris.

Piramid ternyata jauh lebih besar daripada candi Borobudur. Tingginya seperti bukit..!
Heran juga rasanya.. bagaimana orang Mesir kuno membangunnya dengan presisi yang begitu cermat.
Mengingat bahwa pada jaman Cleopatra.. piramid sudah dianggap sebagai peninggalan sejarah..!

Sedangkan patung Sphinx yang terkenal itu.. ternyata ukurannya tak lebih besar dari sebuah bis kota.
Belum lagi fakta bahwa ujung dari ketiga.. –dari sembilan..–
piramid yang paling tinggi menunjuk tepat ke arah tiga bintang utama di rasi Orion..
–Orang Jawa menyebut rasi Orion sebagai gubug penceng, ingat pelajaran geografi kelas 3 SMP..!–

Terkagum oleh semua itu.. kami memutuskan untuk melihat kompleks piramid Giza dari dekat.

Padahal jalan menuju ke arah titik pandang terindah untuk menyaksikan kompleks piramid itu..
adalah melalui gurun pasir yang tidak dapat dilalui mobil.
Kami harus menunggang kuda atau unta untuk pergi ke sana.

Setelah tawar menawar sengit dengan orang Mesir yang terkenal licik..
akhirnya kami memutuskan untuk hanya menyewa satu onta untuk kami berdua.

Tinggi punggung onta yang hampir dua meter.. sempat membuat kami berdua bergidik karena takut ketinggian.
Namun setelah berjalan beberapa lama menyusuri gang-gang sempit Kairo menuju gurun.. kami mulai terbiasa.

Yang agak mengejutkan adalah bahwa suhu udara di padang pasir ialah 20 derajat celcius.
Sampai terdengar bunyi gemerutuk dari gigiku dan gigi Ditto.. karena
kami hanya mengenakan kaos tipis dan jins saat itu.

Melihat itu.. penuntun onta tertawa dan meminjamkan selembar selimut pada kami.
Yang langsung kami pakai untuk membungkus tubuh kami jadi satu.

Kedinginan di padang pasir.. siapa yang akan percaya cerita seperti itu, coba..?

Perjalanan di padang pasir cukup panjang dan menarik..
meski sepi dan tidak terdengar apa-apa kecuali suara desiran angin.

Penarik Onta juga tidak banyak bicara.. hanya menuntun onta yang memuat kami berdua tanpa berkata-kata..
bukan pemandu wisata yang bagus memang.. tapi itu lebih baik.

Pemandangan menakjubkan di gurun yang kuning keemasan.. dengan piramid-piramid..
yang mulai tampak di kejauhan membuatku bersyukur bisa menyaksikan ini semua bersama orang yang kucintai.

Dinginnya suhu dan eksotisnya pemandangan membangkitkan romantisme dari dalam hati kami.

Di balik selimut yang menyelimuti kami di atas punggung onta itu..
tangan Ditto yang tadi memelukku dari belakang dengan mesra mulai iseng bergerak-gerak.

Tak lama kemudian menyelip ke balik kaos tipis yang kukenakan.
"Eh, Ditt, ntar dilihat orang lho..!” Bisikku risih.

"Kan ketutup selimut, Non..!” Jawabnya..
"Lagian siapa juga yang mau lihat..? Orang lebih milih lihat piramid kan..?”

Lalu mulutnya yang hangat mulai menciumi tengkukku yang panjang ini.
Membuatku agak menggelinjang kegelian. Tadinya aku berusaha menolak.

Tapi bercinta di padang pasir di atas onta..?
Hmm.. siapa juga yang ingin melewatkan kesempatan seperti ini..?


Aku kian terangsang ketika kedua telapak tangan Ditto menyelip ke balik bra sport yang kukenakan..
Kemudian mulai meremas-remas lembut.

Mmmmh.. nikmatnya luar biasa.. terasa hangat dan nyaman melemaskan.
Sempat terpikir.. apakah ratu Cleopatra juga melakukan hal ini bersama Julius Caesar, yah..?

Aku segera tersandar ke dada Ditto. Sempat kami hampir kehilangan keseimbangan..
namun untungnya sadel di atas punggung onta itu cukup luas.

Tangan Ditto kini kian gemas meremas-remas kedua payudaraku.. aku mencoba bertahan dari rangsangan ini..
dengan cara menahan nafas dan membuka mata lebar-lebar menikmati keindahan gurun itu.

Namun usahaku sia-sia.. ketika telunjuk dan ibujari Ditto menjepit kedua puting susu ini..
Kemudian memelintir-melintir lembut.

Ohh.. aku paling tak tahan kalau ini terjadi.
Api birahi dalam tubuhku langsung memercik-mercik menggairahkan.

Aku nyaris tak dapat menahan untuk merintih..
kalau saja aku tak ingat bahwa si penarik onta berada begitu dekat dengan kami.
–Untung saja Pak Tua penarik onta itu bertubuh pendek..
hingga tak dapat melihat apa yang terjadi di atas ontanya..–

Aku menggelinjang-gelinjang kegelian ketika jari-jari Ditto mempermainkan kedua putingku..
yang serasa makin sensitif di tengah hawa dingin ini.

Dijentik-jentiknya dengan cepat.. kadang dipilin-pilin..
kadang-kadang ditekannya masuk ke dalam buah payudaraku dan diputar-putarnya.

Aduuuhhhh.. aku tak mampu menahan mengalirnya cairan dari dalam kewanitaanku.
Mataku tak mampu lagi terbuka lebar dan meredup sayu.

Mulutku setengah ternganga.. seolah siap untuk merintih dan mengerang menahan birahi.
Namun aku hanya mengatupkan gigi rapat-rapat agar tidak mengeluarkan suara.

Lidah Ditto juga makin cepat menjilati permukaan kulit leherku dengan buas..
karena kepalaku kini mendongak ke atas.. memudahkannya melakukan hal itu.

Bahuku yang terangkat bergantian pun tak luput dari jilatan lidahnya..
yang mengait kaosku hingga tertarik ke samping.

"Ohhh.. Dittoooo.. Mmmmhhh..” desahku setengah berbisik.
"Kenapa, Yang..?”
Tanya Ditto dengan nada suara coolnya yang pada situasi seperti ini terdengar menjengkelkan.

"Put sumthin' inside.. pleasee..” pintaku dengan rintihan lemah.
"What..!? Gimana caranya..? Sulit dong..!”
Jawab Ditto dengan nada konyol.. namun tangannya tak henti-henti memainkan kedua puting ini.

Segera aku membuka kancing dan ritsluiting pada jins Armani hitamku..
Lalu aku menyandarkan tubuhku lebih jauh ke dada Ditto.

Kedua kakiku kuluruskan ke depan.. bertumpu pada punggung dan leher si onta malang itu.
Ditto mengerti isyarat itu.. dan segera melepaskan payudara kananku dari tangannya.

Karena tertutup selimut.. aku tak dapat melihat ke mana larinya tangan itu.
Namun aku segera merasakannya.

Kini jemarinya kanannya berada di selangkanganku..
menyelip di balik jins yang terbuka dan celana dalamku.

"Aduhhhhhh..!!”
Aku merintih agak keras ketika jari besarnya menyentuh klit dan bibir kewanitaanku.

Tak hanya itu.. ia juga menggosok-gosoknya dengan lembut namun mantap.
Di atas punggung onta itu juga aku menyandarkan punggungku ke dada Ditto..

Kepalaku menjuntai di bahu kirinya.. membuatnya leluasa menjilat-jilat leherku..
Sementara tangan kirinya terus memilin-milin puting kiriku..

Jemari tangan kanannya menggosok dan berputar-putar pada bibir kewanitaanku..y
ang telah mengalirkan agak banyak juice ini.

“Ehffffggg..!” Aku meringis sambil menggigit bibir bawahku..
ketika salahsatu jari Ditto menerobos masuk ke dalam kewanitaanku.

Nafasku makin terengah-engah..
ketika jari itu berputar-putar dan menggaruk-garuk dinding kewanitaanku dari dalam.

Kedua alisku terangkat dan menyatu pada keningku.. mataku terpejam..
dan mulutku mendesahkan nafas tak teratur.. ketika Ditto menggoyangkan jarinya keluar masuk.

Uhhh.. rasanya seperti disetubuhi dengan kejantanan yang kecil namun lincah..
menjelajahi seluruh sudut gua berlumpur itu.

"Nah.. kini piramid-piramid itu terlihat seperti satu, bukan..?”
Celetuk si penarik onta tiba-tiba.. dengan bahasa Inggris aksen Arab juga tentunya.

Aku kaget setengah mati.. dan segera membuka mata serta menarik kepalaku ke depan dari bahu Ditto.
kecanggihan arsitektur Mesir Kuno yang luar biasa itu.

Yang membuatku makin keheranan ialah bahwa: Kedua tangan Ditto tidak juga menghentikan aksinya..
meremas-remas payudaraku dan menusuk-nusuk kewanitaanku.

"Wah.. luar biasa sekali..!” Jawab Ditto mengomentari. Clekk-clekk-clekk-clekk-clekk-clekk-clekk..
Sembari mengomentari.. Ditto mempercepat gerakan jarinya dalam kewanitaanku.

Aku tetap berusaha menatap lurus ke arah kompleks piramid..
meski dengan tubuh agak terjingkat-jingkat dan mata menyipit-nyipit.

Jari Ditto menyentuh bagian yang tepat berulang-ulang dengan cepat..
sehingga tiba-tiba tubuhku serasa tersambar sebuah orgasme yang meledak tiba-tiba.

Tubuhku mengejang dan punggungku melengkung.. melepaskan sandarannya dari dada Ditto..
hingga jari Ditto pun terlepas dari dalam sini.

Aku berpegangan erat pada pegangan di ujung sadel onta agar tidak jatuh.
Sialnya.. pada saat seperti ini.. si penarik onta menyuruh ontanya duduk.. agar kami dapat turun.

Padahal.. sebelum duduk.. onta harus menungging dulu.. hingga berat badan kami terlempar ke depan.

Tanpa ampun lagi.. peganganku terlepas dan aku terjungkal dari onta yang menungging itu.
Jatuh di atas pasir gurun yang.. –untungnya..– terasa empuk.

Terdengar teriakan Ditto menyebut namaku.. juga pekik panik si penarik onta.
Namun klimaks yang sedang kualami membuat pandanganku kabur dan serba putih.

Terasa Ditto memberdirikanku dari pasir.. memelukku agar tetap berdiri.. sampai akhirnya pandanganku mulai jelas..
dan aku dapat memulihkan tiga perempat kesadaranku yang hilang direnggut orgasme tadi.

"Arr you ollraiddd..?” Tanya si penarik onta dengan aksen Arabnya.
Aku tersenyum kecil padanya sambil mengangguk-angguk.. tanpa melepaskan pelukanku pada Ditto.

Meski pelukan ini bertujuan untuk menumpu berdiriku yang masih goyah..
pasti si penarik onta mengira aku ketakutan karena habis terjatuh tadi.

Untung pula karena jins Armaniku berbentuk stretch dan kaos tipisku tidak kumasukkan..
hingga kancing dan ritsluiting yang terbuka itu tidak nampak atau membuat celanaku melorot.

Dengan kamera yang dipinjamkan Ditto padanya..
penarik onta itu menjepret beberapa foto kami di bawah bayang-bayang piramid.

Dengan latar belakang piramid juga, dan onta yang sedang duduk dengan ekspresi tak bersalah.
–Waktu foto itu dicuci cetak.. terlihat jelas tampangku kusut dan sayu sambil memeluk leher Ditto.

Sementara celana jins Ditto juga tak mampu menyembunyikan sesuatu yang menonjol di dalamnya..
Sedangkan pandangan si onta terkesan mengejek..!–

Usai berfoto-foto-ria.. kami naik kembali ke punggung onta. Dan kali ini aku duduk di belakang.
Mendekap punggung Ditto sambil melingkarkan tanganku di pinggangnya.

Sepanjang perjalanan itu.. aku mencoba ‘membalas dendam’.
Di balik selimut.. tanganku meremas-remas gemas kejantanan Ditto yang sengaja dikeluarkannya.

Namun dengan liciknya Ditto mengajak bicara si penarik onta.. hingga mereka terlibat pembicaraan asyik.
Pintar juga anak ini.. pikirku..

Dengan begitu.. konsentrasinya terpecah.. hingga kejantanannya tidak kunjung memancarkan isinya..!
Meski sudah menegang dan berdenyut di dalam remasan tanganku.

Sekembalinya ke kota.. Ditto turun dari onta dan menyunggingkan senyum konyolnya padaku..
seolah mengejek kegagalanku membalas dendam.

Silly.. but I do luuuv diz hunk..!
----oOo----

Well.. sebenarnya perjalanan kami waktu itu masih agak panjang.
Kami sempat mengunjungi satu kompleks piramid lagi.. dan makam para Firaun.
Juga museum tempat mumi raja Ramses II disemayamkan.

Tentu saja tempat-tempat itu tidak memungkinkan bagi kami..
untuk melampiaskan ambisi liar kami yang harus diakui agak kelewatan.

Namun terlepas dari semua 'petualangan seru' itu..
aku benar-benar mengagumi kultur Mesir Kuno yang aku lihat di sana.

Terlihat lewat beberapa lembar papyrus kuno yang menunjukkan..
bahwa dalam budaya mereka yang berusia ribuan tahun itu sudah terdapat society yang berbudaya tinggi..
dan tidak saling baku hantam seperti di negaraku tercinta pada abad global ini.

Duh.. kadang memang agak memalukan.

Sempat juga kami berlama-lama dalam ruang harta ratu Nefertiti.. permaisuri raja Tutankhamen.
Untuk mengamati ribuan pernak-pernik perhiasannya yang luar biasa indah dan menyilaukan mata wanita matre.
----oOo----

Dalam pesawat di perjalanan pulang, Ditto memberikan padaku sebuah buku kecil seukuran saku yang dibelinya di museum.
Setelah mengecup keningnya dan mengucap terimakasih dengan nada tulus, aku membacanya.

Di sampul buku kecil itu Ditto menulis dengan spidol warna emas.. "She reminds me of my dearest love..”

Buku saku itu adalah buku mengenai riwayat hidup sang ratu Mesir yang legendaris.. Cleopatra.
Mengenai perjalanan hidupnya yang dipenuhi pencarian akan siapa yang terbaik dan pantas menjadi pendampingnya.
Para penguasa Roma yang sebanyak tiga generasi tergila-gila kepadanya.

Juga tentang ambisinya untuk memberikan yang terbaik pada rakyat Mesir..
dengan cara mengorbankan dirinya untuk berpindah..
dari satu pelukan penguasa Roma ke pelukan penguasa Roma yang lain.

Hm.. kasihan sekali. Dia tidak berhasil menemukan pasangan hidupnya..
karena keburu tewas oleh pagutan kobra di keranjang yang disiapkannya untuk menghabisi nyawanya sendiri..
agar ia tidak mati sebagai tawanan orang Romawi! hingga kewibawaannya tetap terjaga.

Setelah menamatkan buku sepanjang 1 jam itu.. aku berpaling menatap wajah Ditto..
yang asyik menonton Bugs Bunny di layar video.. aku bersyukur.

Meski jalan hidupku dan Cleopatra hampir-hampir mirip.. kami tetap berbeda.
Karena akhirnya aku menemukan yang terbaik buatku.. The Last Port.. Ditto.

Well.. Ahh.. sudah selesai ceritanya.
Semoga cerita saya kali ini tidak mengundang terlalu banyak kontroversi seperti cerita-cerita saya yang dulu-dulu.

Kali ini ceritanya memang simpel.. tidak mengandung filosofi dan pesan yang dalam seperti cerita saya biasanya.
Bukan karena saya bosan, tapi karena saya ingin juga menulis cerita yang ringan sekali-kali.

Nanti di cerita-cerita berikut.. mungkin saya akan kembali pada style lama..
dengan cerita yang mengandung pesan filosofis mendalam..

Tapi.. by the way.. apakah kebanyakan pembaca Aceh juga memahami pesan-pesan..
yang saya selipkan di cerita-cerita Lust Hunter terdahulu ya..?

Ah.. who cares..! Seperti yang saya bilang di intro tadi.. society Aceh berisi manusia yang punya hati dan otak..
bukannya segerombolan hidung belang atau ABG yang masih haus info seks vulgar.

Kalau toh ada.. saya harap itu bukan Anda. Terimakasih. (. ) ( .)
---------------------------------------oOo------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd