Kisah
Semprot Kecil
- Daftar
- 2 Jun 2022
- Post
- 76
- Like diterima
- 2.618
Semenjak putus, waktu luang ketika tidak bekerja dan kuliah lebih banyak kuhabiskan dengan sahabatku. Belum ada terpikirkan untuk mencari pacar lagi, aku sedang menikmati masa jombloku yang penuh kebebasan.
Aku berada di dua pergaulan yang berbeda. Pergaulan pertamaku adalah empat orang sahabat yang semuanya pria yang dulu selama Es Em A satu sekolah denganku. Dua dari mereka adalah temanku dari Es DE, yang secara kebetulan masuk ke Es Em A yang sama.
Di pergaulan kedua ada tiga orang sahabat sejak Es Em Pe, termasuk Toni yang satu kampus denganku. Mereka adalah dua orang cowok dan seorang cewek yang perilakunya agak tomboy, oleh sebab itu kami mengganggapnya sebagai cowok. Saat Es Em A, aku terpaksa pindah sekolah karena tidak diterima saat ujian masuk di sekolah yang sama dengan mereka. Tapi kami tetap dekat dan sering main bareng.
Karakter antara kedua pergaulan ini tidak cocok saat disatukan, berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda jauh, obrolannya juga tidak nyambung. Yang satu senang olahraga, clubbing dan membuat onar, yang satunya lagi senang jalan-jalan dan kenakalannya paling hanya mabuk. Ini membuatku harus pintar membagi waktu untuk bermain dengan mereka.
Di pergaulan pertamaku ada yang bernama Anton, rumahnya adalah tempat ngumpul karena paling besar dibandingkan rumah kami semua. Anton ini tinggal di rumah om dan tantenya. Dia memiliki masa kecil yang kelam.
Anton adalah tiga bersaudara yang semuanya adalah laki-laki, dan Anton yang paling nakal. Hampir setiap minggunya, orangtua Anton dipanggil ke sekolah karena Anton berantem, menjahili temannya, atau melawan guru.
Orangtua Anton yang sudah capek mengurus, merelakannya untuk diadopsi oleh om dan tantenya. Kebetulan tantenya Anton tidak bisa punya anak, padahal dia dan suaminya sangat memimpikan seorang anak. Sejak saat itu, Anton jarang bertemu dengan orangtua kandungnya dan mengganggap om dan tantenya adalah orangtuanya.
Berbanding terbalik denganku yang sibuk dengan kuliah dan kerja, Anton masih ingin menikmati masa mudanya. Kegiatannya setiap hanya main, nongkrong sana-sini, dan mabuk-mabukan. Dia berasal dari keluarga berada, dan dia mendapatkan uang bulanan yang besar dari dua sumber, yaitu om dan ibu kandungnya.
Tante Anton bernama Diana. Berumur 41 tahun, ibu rumah tangga ini sepanjang hari hanya diam dirumah. Parasnya cantik, tubuhnya mungil, dengan kedua susu yang ukurannya proporsional dengan tubuhnya. Suaminya memiliki showroom mobil bekas, yang buka setiap hari dari Senin sampai Minggu.
Anton sering bercerita kalau tante sampai sekarang merasa terpukul karena tidak bisa hamil, dia merasa kurang sempurna sebagai wanita.
Tante Diana adalah orang yang periang, senyuman selalu menghiasi wajahnya. Dibalik senyuman itu, matanya terkadang berbicara lain, aku merasakan ada kesedihan yang terpendam di pancaran matanya.
Terlepas dari beban pikirannya, tante dan suaminya adalah pasangan yang romantis. Di malam hari, mereka sering berdansa sambil mendengarkan lagu klasik. Sebuah kegiatan yang jarang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah puluhan tahun.
Tidak ada hubungan yang sempurna, mau seromantis apapun pasti ada berantemnya juga. Anton pernah bercerita kalau om dan tantenya jarang berantem, tapi sekalinya berantem akan menjadi besar, sampai berujung si om menginap di saudara atau temannya selama beberapa hari.
Pada suatu hari Minggu, Anton dan sahabatku yang lainnya akan liburan ke luar pulau. Mereka sudah memesan tiket kereta yang akan berangkat jam 19.00.
Aku tidak bisa ikut karena besoknya harus kuliah dan bekerja. Kampusku sangat ketat, dua kali bolos saja langsung tidak lulus dan harus mengulang mata kuliah tersebut di semester depan. Hal ini membuatku dapat meredam keinginanku untuk ikut mereka.
Aku main ke rumah Anton di siang hari untuk membantunya packing dan mengantar mereka ke stasiun kereta. Tumben sekali Tante Diana tidak terlihat sampai sore, awalnya aku mengira Tante sedang pergi. "Dia di kamar seharian, kemarin habis berantem besar sama om, jangan diganggu, nanti lu ikut dimarahin," jawab Anton.
Sore harinya, pukul 18.00 aku pergi mengantar mereka menggunakan mobil milik Tante Diana. Stasiun hanya berjarak 4 kilometer tapi jalanannya lumayan macet. Aku sampai ke rumah Anton kembali jam 19.15.
Aku membuka pintu pagar dan memarkirkan mobil di samping rumah. Lalu aku mengetuk pintu depan yang terkunci. "Tokkk... Tokkk... Tokkk..." "Siapa?" terdengar suara Tante Diana. "Budi tante, mau balikin kunci dan STNK," jawabku.
Tante membuka pintu dan mengenakan baju tidur berwarna hitam yang seksi, dan matanya terlihat sembab.
Aku berada di dua pergaulan yang berbeda. Pergaulan pertamaku adalah empat orang sahabat yang semuanya pria yang dulu selama Es Em A satu sekolah denganku. Dua dari mereka adalah temanku dari Es DE, yang secara kebetulan masuk ke Es Em A yang sama.
Di pergaulan kedua ada tiga orang sahabat sejak Es Em Pe, termasuk Toni yang satu kampus denganku. Mereka adalah dua orang cowok dan seorang cewek yang perilakunya agak tomboy, oleh sebab itu kami mengganggapnya sebagai cowok. Saat Es Em A, aku terpaksa pindah sekolah karena tidak diterima saat ujian masuk di sekolah yang sama dengan mereka. Tapi kami tetap dekat dan sering main bareng.
Karakter antara kedua pergaulan ini tidak cocok saat disatukan, berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda jauh, obrolannya juga tidak nyambung. Yang satu senang olahraga, clubbing dan membuat onar, yang satunya lagi senang jalan-jalan dan kenakalannya paling hanya mabuk. Ini membuatku harus pintar membagi waktu untuk bermain dengan mereka.
Di pergaulan pertamaku ada yang bernama Anton, rumahnya adalah tempat ngumpul karena paling besar dibandingkan rumah kami semua. Anton ini tinggal di rumah om dan tantenya. Dia memiliki masa kecil yang kelam.
Anton adalah tiga bersaudara yang semuanya adalah laki-laki, dan Anton yang paling nakal. Hampir setiap minggunya, orangtua Anton dipanggil ke sekolah karena Anton berantem, menjahili temannya, atau melawan guru.
Orangtua Anton yang sudah capek mengurus, merelakannya untuk diadopsi oleh om dan tantenya. Kebetulan tantenya Anton tidak bisa punya anak, padahal dia dan suaminya sangat memimpikan seorang anak. Sejak saat itu, Anton jarang bertemu dengan orangtua kandungnya dan mengganggap om dan tantenya adalah orangtuanya.
Berbanding terbalik denganku yang sibuk dengan kuliah dan kerja, Anton masih ingin menikmati masa mudanya. Kegiatannya setiap hanya main, nongkrong sana-sini, dan mabuk-mabukan. Dia berasal dari keluarga berada, dan dia mendapatkan uang bulanan yang besar dari dua sumber, yaitu om dan ibu kandungnya.
Tante Anton bernama Diana. Berumur 41 tahun, ibu rumah tangga ini sepanjang hari hanya diam dirumah. Parasnya cantik, tubuhnya mungil, dengan kedua susu yang ukurannya proporsional dengan tubuhnya. Suaminya memiliki showroom mobil bekas, yang buka setiap hari dari Senin sampai Minggu.
Anton sering bercerita kalau tante sampai sekarang merasa terpukul karena tidak bisa hamil, dia merasa kurang sempurna sebagai wanita.
Tante Diana adalah orang yang periang, senyuman selalu menghiasi wajahnya. Dibalik senyuman itu, matanya terkadang berbicara lain, aku merasakan ada kesedihan yang terpendam di pancaran matanya.
Terlepas dari beban pikirannya, tante dan suaminya adalah pasangan yang romantis. Di malam hari, mereka sering berdansa sambil mendengarkan lagu klasik. Sebuah kegiatan yang jarang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah puluhan tahun.
Tidak ada hubungan yang sempurna, mau seromantis apapun pasti ada berantemnya juga. Anton pernah bercerita kalau om dan tantenya jarang berantem, tapi sekalinya berantem akan menjadi besar, sampai berujung si om menginap di saudara atau temannya selama beberapa hari.
Pada suatu hari Minggu, Anton dan sahabatku yang lainnya akan liburan ke luar pulau. Mereka sudah memesan tiket kereta yang akan berangkat jam 19.00.
Aku tidak bisa ikut karena besoknya harus kuliah dan bekerja. Kampusku sangat ketat, dua kali bolos saja langsung tidak lulus dan harus mengulang mata kuliah tersebut di semester depan. Hal ini membuatku dapat meredam keinginanku untuk ikut mereka.
Aku main ke rumah Anton di siang hari untuk membantunya packing dan mengantar mereka ke stasiun kereta. Tumben sekali Tante Diana tidak terlihat sampai sore, awalnya aku mengira Tante sedang pergi. "Dia di kamar seharian, kemarin habis berantem besar sama om, jangan diganggu, nanti lu ikut dimarahin," jawab Anton.
Sore harinya, pukul 18.00 aku pergi mengantar mereka menggunakan mobil milik Tante Diana. Stasiun hanya berjarak 4 kilometer tapi jalanannya lumayan macet. Aku sampai ke rumah Anton kembali jam 19.15.
Aku membuka pintu pagar dan memarkirkan mobil di samping rumah. Lalu aku mengetuk pintu depan yang terkunci. "Tokkk... Tokkk... Tokkk..." "Siapa?" terdengar suara Tante Diana. "Budi tante, mau balikin kunci dan STNK," jawabku.
Tante membuka pintu dan mengenakan baju tidur berwarna hitam yang seksi, dan matanya terlihat sembab.
Terakhir diubah: