Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Seratus Susu ~ Tamat

Tante keluar dari kamarnya sambil membawa handuk. Dia kemudian menarik tanganku ke kamar mandi. Setelah dia menutup pintu kamar mandi, terbersit di otakku resikonya jika tante Bunga ini buka mulut, bisa hancur keluarga besar dan aku akan dibenci karena menjadi biang masalah. Aku mengutarakan keraguanku dan berkata, "Kalau tante memberitahu hal ini ke siapapun, keluarga besar bisa hancur, dan aku dibenci. Lebih baik aku pulang saja ya."

Tante Bunga menenangkanku dengan menaruh tangannya di dadaku, lalu berkata dengan raut wajah yang serius, "Kamu lihat kedekatan saudara-saudara tante seperti apa? Tante tidak mungkin memberitahu hal ini ke mereka karena tante juga tidak ingin hubungan kami hancur."

"Tapi tante kan suka bongkar aib sana-sini?" tanyaku.

Dia tersenyum dan berkata, "Tante hanya menceritakan aib kecil, masih banyak rahasia besar tante yang bahkan saudara tante tidak ada yang tahu. Selamanya tante akan menyimpan rahasia-rahasia besar ini dari siapapun."

Aku terdiam sambil melihat tante membuka baju terusannya dan menggantungkannya di gantungan baju. Dia sekarang hanya mengenakan bra berwarna krem dan celana dalam berenda berwarna yang sama. Samar-samar terlihat warna lebih gelap di bagian depan celana dalamnya yang menutupi bulunya. Dia lalu menarik bagian bawah kaosku dan ingin membukanya. Masih ada sedikit keraguan di otakku, "Jika aku melakukannya, apakah sepadan dengan resikonya?"

Aku: Sambil menahan tangan tante, "Nggak jadi ah tan, aku malu."
Tante: "Malu kenapa lagi?"
Aku: "Malu sekarang aku sudah berbulu tan!" jawabku ngasal, yang padahal aku masih ragu untuk melakukan ini.
Tante: "Bulu doang ngapain malu, yang tante pasti lebih lebat kok," sambil melepaskan celana dalamnya lalu menggosok bulunya.

Aku terpaku melihat bulu yang tidak terlalu lebat sambil melihat tante menggantungkan celana dalamnya. Aku menggerakan tangan keatas untuk mempermudah tante yang sedang membuka kaosku. Dia menggantungkan kaosku dan mulai membuka sabuk, retsleting, pengait, dan celana jeansku, lalu menggantungnya. Hanya tersisa boxer di tubuhku. Dia lalu membuka bra dan susu kembarnya yang besar agak turun kebawah. Tampak sudah tidak kencang dengan lingkaran puting yang berwarna cokelat tua dan tengahnya menonjol jauh lebih besar jika dibandingkan dengan wanita seumuranku.

Karena kejadian ini masih terasa aneh, dan aku masih memikirkan segala resikonya, si joni belum tegang sama sekali. Padahal biasanya liar gampang berontak. Dia menurunkan boxerku dan aku memperhatikan wajahnya. Aku tipe "growing" yang sebenarnya kurang PD jika wanita melihat si joni yang masih tertidur. Apalagi udara kota tempat tinggalku yang dingin pada saat malam hari membuat si joni mengkerut. Sempat terpikirkan bahwa tante akan kecewa saat melihat joniku belum bangun. Tapi ternyata ekspresi dia biasa saja, tidak berubah sedikitpun.

Dia lalu mulai mengguyur tubuhku dengan air di gayung, lalu mulai menyabuniku dengan sabun batang. Saat dia menyabuni si joni, aku mengambil air dengan gayung lalu menyiram tubuhnya. Terlihat aliran air yang mengkilap terkena lampu mengikuti bentuk susunya. Aku mengambil sabun dari tangan tante, dan mulai menyabuni susunya. Terasa licin, empuk dan aku suka goyangan susu itu ketika aku menyabuni sambil sesekali meremasnya.

Setelah kedua tubuh kami tertutup sabun, tante memelukku dan menggoyangkan tubuhnya keatas dan kebawah. Terasa kedua susunya menggesek tubuhku. Si joni pun mulai bangun, dan aku yakin tante merasakannya. Dia kemudian menarik tubuhnya dan memegang si joni yang sudah tegang maksimal, dan bertanya, "Kok bengkok? kamu sering ngocok ya?" aku langsung memeluk, mencium dan melumat bibirnya untuk membuatnya diam. Saat ini aku sedang tidak ingin mendengar kata-kata random dari mulut tante, yang nantinya malah membuat aku males. Tante Bunga membalas ciumanku dengan semangat, dan berlangsung cukup lama.

Tante Bunga lalu mengambil gayung dan hendak mengguyur tubuhnya, tapi aku langsung menahan tangannya dan malah mengarahkan gayung itu untuk mengguyur si joni. Aku masih ingin menikmati pemandangan tubuh tante Bunga yang terlihat mengkilap karena bekas sabun yang tersisa. Setelah si joni bersih dari sabun, tante berjongkok dan menghisap si joni. Tiba-tiba aku ingin buang air kecil dan teringat, tadi bangun tidur langsung ganti baju dan pergi mengantar tante, tanpa sempat ke kamar mandi.

Rasa ingin buang air ini tidak terbendung lagi dan si joni pun menjadi agak mengecil. "Kenapa jadi kecil?" tanya tante sambil melanjutkan menghisapnya. Aku tidak menjawabnya. Aku sudah tidak tahan dan buang air kecil di mulutnya. Tante yang kaget sontak menjauhkan kepalanya dan meludahkan air kencing dari mulutnya lalu berkata, "Gila kamu ya?!". Karena sudah nanggung, aku dengan cuek tetap mengencingi wajah dan badannya, sampai akhirnya dia menutup mata dan nampak menikmatinya.

Setelah aku selesai buang air kecil, tante melanjutkan menghisap si joni. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini teknik hisapan dia lebih aneh. Itulah saat pertama kalinya aku melihat teknik seperti ini, dia menghisap kepala joni sambil terus memutarkan kepalanya sedikit ke kanan dan kiri. Agak lucu melihat gerakan kepalanya yang heboh seperti itu, untung saja aku dapat menahan tawa. Tapi biar bagaimanapun, pengalaman puluhan tahun terlihat berbeda jauh dengan pacarku Putri, yang saat menghisap pelan-pelan saja masih sering kena gigi.

Selang beberapa lama, tante menghentikan hisapannya, dan bertanya:

Tante: "Kamu bohong ya, pasti kamu sudah pernah enak-enak."
Aku: "Beneran belum pernah tan, memang kenapa?"
Tante: "Kalau belum pernah, harusnya sudah keluar daritadi."

Tante lalu menghentikan aksinya dan mengguyur tubuh kami berdua dengan air. Selanjutnya dia berdiri menempel ke bank mandi, lalu dengan tangannya dia menarik tubuhnya keatas sampai dia duduk di atas tembok bagian luar bak itu. Aku agak serem juga melihatnya, takut dia jatuh terjengkang dan masuk ke bak itu. "Budi, kamu sudah pernah mencium bau memek?" tanya dia. "Belum tan," jawabku dengan poker-face.

Tante Bunga menarik tanganku kearah bawah memberi kode untuk menurunkan tubuhku, lalu dilanjutkan dengan menekan bahuku sampai posisi kepalaku searah dengan lubangnya. Aku bertanya, "Kan tadi belum dicuci pakai sabun tan, bau nggak?" "Coba cium dulu," jawab dia. Tangan kirinya memegang tembok yang menonjol di bagian belakang bak untuk menopang berat tubuhnya, lalu membuka bibir lubangnya dengan jari telunjuk dan tengah tangan kanannya. Aku terdiam melihat bibir yang besar dan keriting tidak beraturan dan berwarna kehitaman. Daging didalamnya berwarna kemerahan. Cahaya lampu yang remang membuat bentuknya tidak terlalu terlihat jelas.

Aku memajukan kepalaku lebih dekat ke lubang itu sampai hidungku tepat di depannya. Tercium aroma amis yang menyengat tidak sedap, seperti bau ikan busuk. Hampir muntah aku mencium baunya. "Coba jilat," kata tante. Aku menolaknya, "Bau tan, nggak mau ah." Tante tertawa dan berkata, "Tante sengaja nggak cuci supaya kamu tau seperti apa bau memek yang sebenarnya." "Memang seperti ini baunya," lanjutnya.

Aku mengumpat di dalam hati, "Sudah gila ini orang, mau ngebohongin aku." Aku sering menjilat lubang kenikmatan pacarku Putri dan mantanku, memang ada sedikit bau khas tapi bukan bau busuk seperti ini. Terbersit rasa jijik dan takut... Rasa takut kalau tante ini memiliki penyakit kelamin. Mendengar cerita beberapa teman yang asal nyelup dan akhirnya terkena penyakit kelamin, membuatku tidak mau mengalaminya juga.

Jujur saja, bau itu membuatku jadi tidak bernafsu. Sambil mengambil sabun, aku berkata, "Udahan ya tan, takut Andre pulang." "Oh iya," balas tante singkat. Terlihat ada sedikit kekecewaan dari raut wajahnya. Aku menyabuni seluruh tubuhku dan membilasnya dengan air sampai bersih. Tante melakukan hal yang sama, namun kali ini dia juga menyabuni lubangnya, lalu berjongkok dan membilasnya dengan air, seperti orang sedang cebok. Aku memperhatikan gerak geriknya sambil mengeringkan tubuh dengan handuk, dilanjutkan dengan memakai pakaianku kembali.

Aku meninggalkan tante yang sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk, dan kembali ke ruang tamu. Sambil menikmati rokok, kejadian tadi masih berputar-putar dipikiranku.

"Dulu memang tante Bunga sering membantu mengasuhku, tapi dia dulu memandikanku dengan wajar... Tidak seperti ini..."

"Walau dia sering bercanda menjurus yang membuatku yakin tante Bunga ini memiliki nafsu yang besar, tapi ini rasanya sudah terlalu ekstrim..."

"Jika ibu tahu tentang ini, aku bisa diusir dari rumah..."

Rasa bingung dan takut itu bercampur aduk dipikiranku.

Aku melihat ke arah jam dinding, yang ternyata sudah jam 21:05. Jariku sudah keriput karena air, dan badanku menggigil. Aku baru tersadar habis mandi pakai air dingin di udara sedingin ini. Seharusnya tadi masak air panas dulu, tapi tidak terpikirkan olehku.

Aku mengecek HP, ada 3 SMS dan 2 panggilan tidak terjawab dari pacarku, Putri. Isinya standar seputar menanyakan sudah makan malam belum? Kenapa tidak balas? Lagi dimana? Belum sempat aku membalas SMS Putri, tante Bunga yang sudah memakai daster datang sambil memegang HP.

Tante: "Budi, Andre bilang di SMS kalau dia sedang ada acara BBQ dirumah temannya, dan pulangnya besok siang. Kamu hari ini menginap saja ya, temani tante."

Tentu saja aku mau, tapi aku tidak ingin mengiyakan segampang itu. Lagipula ibuku suka ngomel kalau aku tidak pulang, semua karena beberapa tetangga suka ada yang ngegosip aneh-aneh.

Aku: "Nggak ah tan, tau sendiri ibu bakalan ngomel kalau aku nginep."
Tante: "Ya sudah, tante sekarang mau menelepon ibumu, dan bilang kalau hari ini akan sibuk sampai subuh untuk menyiapkan pesanan catering dadakan untuk besok, dan tante butuh bantuan kamu."
Aku: "Ya sudah tan, kalau diijinkan aku akan menginap."

Tante lalu berjalan ke teras dan menelepon ibu untuk meminta ijin, dan tidak lama kemudian tangan kirinya memberi kode untuk menghampirinya, nampaknya ibu ingin mengatakan sesuatu.

Ibu: "Budi, kamu mau bantu tante menyiapkan pesanan catering-nya?"
Aku: "Ya paling bantu bungkusin ke kotak makanan doang bu."
Ibu: "Ada siapa saja disana?"
Aku: "Ada beberapa pegawai tante, tapi kayaknya kurang orang."
Ibu: "Koq sepi?"
Aku: "Ini lagi di teras bu, yang ramai itu di dapur belakang."
Ibu: "Ya sudah, kamu boleh menginap, tapi jangan ngerepotin ya."
Aku: "Iya bu, tenang saja."

Tante Bunga ternyata seorang pembohong yang handal, dia sengaja dari awal menelepon di teras agar ada alasan kalau ditanya kenapa rumahnya terdengar sepi.

Aku mengembalikan HP itu ke tante dan dia nampak berbincang lagi dengan ibu. Aku kembali ke ruang tamu untuk mengabari Putri. Aku SMS dia dan bilang sedang sibuk membantu catering tante Bunga. Tentu saja Putri yang posesif tidak percaya dengan mudah. Aku suruh dia untuk SMS ibu. Sepertinya dia melakukannya karena akhirnya dia percaya. Aku bilang kalau tidak akan bisa membalas SMS lagi karena sedang sibuk banget, dan aku menyuruh dia tidur. Jaman itu belum ada video call, aku jadi bisa berbohong dengan mudah.

Tante Bunga menyuruhku untuk duluan ke kamarnya sambil menunggu dia mengunci pintu ruang tamu dan pintu belakang. Di kamarnya yang tidak besar, ada ranjang berukuran queen yang menempel ke tembok sebelah kiri. Di depan ranjang ada meja rias dan kursi kayu. Disamping kanan ranjang ada lemari pakaian tua. Tercium aroma pengharum ruangan memenuhi kamar itu.

Aku membuka pakaianku dan masuk di balik selimut. Satu menit kemudian tante Bunga masuk ke kamar. Aku memperhatikannya membuka daster dan celana dalamnya yang belum ganti. Dia naik ke ranjang, masuk kedalam selimut bersamaku dan kami berdua berpelukan. Seketika udara dingin menjadi terasa hangat.

"Tante mau ajarin kamu sesuatu," ucapnya sambil mengusap si joni.
 
Terakhir diubah:
Tante Bunga membuka selimut. Dia meraih kepalaku dan menariknya ke susunya yang sebelah kiri. Lampu yang tidak terlalu terang membuat putingnya terlihat lebih hitam, kontras dengan kulitnya yang kuning langsat cenderung putih. Aku menghisap puting kirinya, dan tangan dia mengarahkan tanganku ke susu kanannya, dan aku meremas-remasnya sambil sesekali memilin pentolnya.

Tubuhnya nampak menggeliat dan terdengar desahan kecil. Setelah beberapa lama, dia membuka kakinya. Aku mendekatkan kepalaku ke lubangnya.

" Maaf aku lancang ya tan, aku hanya ingin memastikan. Tante punya penyakit kelamin nggak?"
"Ya nggak lah Bud, orang tante sudah lama tidak ngewe," jawabnya.

Aku melihat lubang itu dari dekat dan memperhatikannya. Tidak ada kutil maupun benjolan apapun, walau agak burik. Bibirnya tampak besar, tidak beraturan, dan berwarna gelap. Jujur saja bentuknya agak mengintimidasi, aku belum pernah melihat yang seperti ini. Lubangnya juga tampak sudah longgar. Entah mengapa bentuknya seperti itu.


"Jilatin dan hisap," kata tante.

"Ya sudah lah, bodo amat..." pikirku. Aku menghisap bibir lubangnya sambil menariknya dengan lembut. Sesekali kumasukan lidahku ke tengah lubangnya. Kali ini sudah tidak berbau menyengat seperti sebelum dicuci. Tubuh tante nampak menggeliat, dan dia menekan bagian samping atas lubangnya dengan jari telunjuk dan tengah.

Muncul tonjolan sebesar kacang tanah disana dan aku langsung menjilatnya. Aku memainkan lidahku keatas dan kebawah melewati kacang itu sambil sesekali menghisapnya dan gelambir di sekitarnya.

Tidak berapa lama, tubuh tante bergetar hebat diiringi dengan erangan. Aku lihat banyak cairan keluar membanjiri lubangnya sampai menetes keatas sprei. Tampak tante tidak berhenti mendesah dan sangat menikmatinya. Aku menontonnya sambil mengocok si joni yang sudah tegang. Setelah beberapa saat kemudian, tante nampak terlentang kelelahan, dan terlihat keringat disekujur tubuhnya.

Aku lalu tiduran disebelahnya dan dia berkata, "Enak sekali Bud jilatan kamu, tunggu sebentar ya, tante lemas sekali." Dia mengocok si joni dengan lambat seperti tidak bertenaga sambil sesekali membuang napas. Setelah beberapa menit dan napasnya normal kembali, dia menyuruhku menunggu lalu dia keluar kamar. Terdengar suara pintu ruang tengah terbuka dilanjutkan dengan suara benda beradu di dapur. "Mungkin dia sedang minum..." pikirku.

Dia kembali dengan membawa mangkuk lalu menuangkan isinya dimulai dari dadaku, si joni, terus ke mata kaki. Setelah aku perhatikan, cairan itu adalah madu. Dia lalu mulai menjilati dada dan putingku sampai bersih dari madu. Karena daerah sensitif tubuhku bukan disana, aku tidak merasakan apapun dan hanya diam saja. Lalu tante turun ke samping ranjang, dan menyuruhku untuk bergeser ke pinggir ranjang. Dia menjilati madu itu dimulai dari mata kaki.

Sesampainya di paha, aku merasakan geli yang amat sangat. Dia lalu menjilati biji sambil sesekali menyedot dan melepaskannya sampai terdengar bunyi "pop". Terasa geli dan sedikit linu saat biji itu masuk dan keluar dari mulut tante. Dia lalu menjilati sambil menghisap si joni, dengan palkon sebagai incaran utamanya.

Dengan teknik hisapannya yang lihai, dan rasa geli yang sudah aku tahan beberapa lama, membuat si joni tidak sanggup dan memuntahkan laharnya di dalam mulut tante yang sedang menghisap. Dia tidak berhenti menghisap dan rasanya jauh lebih geli 10x lipat jika sesudah keluar begitu masih dihisap. Badanku menggeliat, aku menarik kakiku dan mencoba menahan rasa geli ini.

"Enak nggak?" tanya tante yang ternyata menelan habis spermaku. "Enak tante," jawabku singkat. Di usia yang muda ini, ditambah dengan nafsu yang meledak, membuat si joni masih berdiri tegak walau sudah keluar. "Gila hebat kamu masih bisa berdiri, berbeda dengan yang seumuran tante," kata tante sambil naik ke tengah ranjang.

Dia lalu mengangkang dan aku tanpa banyak pikir duduk di depannya dan memasukan si joni ke lubang itu. "Hmmm... Sudah longgar, wajar sih dengan umur segitu, mungkin dia sudah digenjot banyak sekali pria, dan dia sudah pernah melahirkan juga," pikirku. Si joni merasakan daging bertekstur yang hangat dan licin di dalam lubang itu. Aku mulai menggenjotnya perlahan, dan lambat laun mempercepat iramanya.

Saat irama gerakanku sudah cepat, tante menutup mata, mendesah sambil membuka kedua tangannya lalu meremas sprei, dan kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan kiri. Ada kepuasan tersendiri melihat tante keenakan seperti itu.

Selang berapa menit, dia menaruh tangannya dan mendorong perutku, memberi kode untuk berhenti. "Burung kamu ini bengkok, nggak enak pose begini soalnya menabrak dinding," kata dia sambil mengubah posisinya menyamping ke kiri dan merapatkan kakinya. "Kalau posisi seperti ini, burung kamu akan pas menggesek g-spot tante," lanjutnya. Aku tidak berkata apa-apa karena saat itu belum mengerti apa itu g-spot.

Lalu aku mulai memasukan si joni dengan perlahan. Kali ini terasa jauh berbeda, karena lubangnya terhimpit kedua kaki tante, terasa menjepit dan lebih nikmat. Aku meremas-remas susunya sambil menaikan irama goyanganku. Tante sesekali meremas lenganku sambil menggerakan kepalanya, seperti tidak bisa diam.

Tiba-tiba tante mengerang kesakitan, "Aduh sakit," ucapnya dengan gerakan tangan yang memberi kode untuk berhenti. Ternyata gerakanku yang cepat membuat gelambirnya tertilap dan terjepit ke dalam. Dia mengangkat kaki kirinya dan jarinya mengusap gelambirnya yang sebelah kiri. Setelah beberapa usapan, dia kembali menutup kakinya, namun kali ini jarinya menarik gelambir kirinya dan baru melepaskannya setelah si joni sudah masuk.

Aku memasukan si joni sampai mentok ke pangkalnya sambil mencondongkan badan dan melumat bibir tante. Setelah menggenjot perlahan, aku menghentikan ciuman dan menopang badanku dengan kedua tanganku. Lalu aku mulai menaikan irama genjotanku. Sesekali tangan tante menarik bagian luar gelambirnya, mungkin dia takut tertilap lagi.

Entah sudah berlangsung berapa lama, yang pasti tante nampak sudah kelelahan, gerakan tubuhnya sudah tidak seaktif sebelumnya. Aku terus menggenjotnya sampai terasa akan keluar. Aku cabut si joni, menarik badan tante agar terlentang, dan memasukan joni ke mulutnya. Dia menghisap kepala joni sambil sesekali memainkan lidahnya. Semua lahar putih itu ditelan tidak bersisa.

Aku lalu tiduran menyamping sambil melihat wajahnya, tante tampak lemas dan berkata sambil tersenyum, "Budi kamu bohong banget belum pernah ngewe..." "Kalau belum pernah, paling tiga celup sudah keluar," lanjutnya. Aku bosan mendengar kata kata itu, jadi aku tidak menjawabnya dan merubah posisi badanku menjadi terlentang.

"Gila aku nggak menyangka bisa mencicipi tante Bunga..." pikirku. Tante Bunga berbisik, "E...nak nggak... Bud..." Belum sempat aku jawab, aku menoleh ke samping dan melihatnya sudah tertidur. Lalu aku ke kamar mandi untuk membasuh badanku yang lengket karena madu dan jilatan tante Bunga. Aku tidak perduli dengan air yang dingin, rasa lengket ini membuatku tidak nyaman. Setelah mengeringkan badanku dengan handuk, aku kembali ke kamar.

Di kamar terlihat tante Bunga yang tertidur telanjang. Jiwa mudaku kembali meluap, si joni tegak lagi. Aku melihat celana dalamnya yang berada diatas sandaran kursi meja rias. Kuambil celana dalam itu dan ternyata ada noda berwarna kekuningan. "Mati aku, jangan-jangan ini nanah, jangan-jangan tante Bunga mengidap penyakit kelamin." Walau jijik, aku memberanikan diri untuk mencium celana dalam itu, ternyata ada bau pesing. "Mungkin karena faktor umur, saluran kencing tante sudah jebol, yang penting bukan nanah..." pikirku.

Aku kembalikan celana dalam itu ke atas sandaran kursi, dan tidak sengaja melihat sebotol body-lotion. Karena sebenarnya aku sebenarnya belum puas, aku menuangkan sedikit body-lotion itu ke si joni. Aku menggoyangkan kaki tante dengan maksud ingin membangunkannya dan memintanya mengocok si joni. Tapi ternyata dia tidak bangun. Jadi aku mengocok sendiri sambil memandangi tubuh tante Bunga. Aku ambil celana dalam tante Bunga dan kukeluarkan lahar putih di atasnya. Setelah puas, aku mematikan lampu, tiduran disebelahnya, lalu menutup badan kami berdua dengan selimut. Aku memeluk tubuhnya sampai ketiduran.

Keesokan harinya aku membuka mata, dan melihat di ranjang sudah tidak ada tante Bunga. Jam dinding menunjukan pukul 6:15. Aku membawa pakaianku dan berjalan telanjang menuju ke kamar mandi. Nampak tante Bunga sudah mandi dan mengenakan baju berwarna merah muda dan celana pendek. Dia sedang memasak mie goreng sambil bersenandung kecil. Dia tersenyum dan mencandaiku, "Eh si ganteng sudah bangun, mau dimandiin lagi?" "Nggak ah, mau mandi dan pulang," sahutku.

Setelah aku beres mandi dan berpakaian, aku berjalan ke arah ruang tamu. Terlihat di meja ruang tamu sudah ada mie goreng dan dua piring nasi. Tante Bunga ternyata sudah menungguku untuk makan bersama. Mataku tertuju ke putingnya yang menyembul karena dia tidak mengenakan bra.



Tante menyendokkan mie goreng ke piringku sambil membuka percakapan serius.

"Budi, jangan pernah ceritakan kejadian kemarin kesiapa pun, dan jangan pernah bahas lagi walau kita hanya sedang berdua."
Aku: "Aku ngerti tan, takut ketahuan kan?"
Tante: "Iya, kita kunci rahasia ini selamanya, dan kita jangan ngewe lagi untuk menghindari keteledoran."
Aku: "Ok tan, rahasia ini aman selamanya."

Aku sebenarnya agak kecewa karena aku tidak bisa menikmati tubuh tante lagi. Tapi disisi lain omongan tante ada benarnya, aku juga tidak mau kalau rahasia ini terbongkar. Semakin sering melakukannya, akan semakin banyak celah untuk terbongkar.

Sekalian mengetes apakah dia bisa jaga rahasia atau tidak, aku bertanya, "Tan, tante punya banyak rahasia ya? Siapa aja yang pernah ngewe tante selain aku?" Dia menjawab sambil tertawa, "Tante nggak pernah ngapa-ngapain Bud."

Nampaknya dia menyindirku dengan menyalin kata-kata dari jawabanku kemarin yang berpura-pura belum pernah enak-enak. Ada perasaan lega, karena sepertinya tante bisa menjaga rahasia ini. Setelah percakapan ringan dan kami selesai makan, tante berdiri sambil mengikat rambutnya dan berkata, "Makasih banyak ya Bud, mari tante antar ke depan."



Itu adalah pertama dan terakhir kalinya aku ngewe dengan tante Bunga. Sepertinya aku hanya menjadi pemuas rasa penasaran dia saja. Sejak itu dia tidak pernah mengajak main lagi, begitu pun aku. Sejak itu hubungan kami agak canggung. Setiap bertemu tante Bunga, selalu muncul bayangan adegan saat kami melakukannya.

Bahkan jika ibu dan tante Bunga sedang mengobrol berdua, terkadang aku suka parno sendiri dengan apa yang mereka bicarakan. Tante Bunga sepertinya merasakan hal yang sama, karena dia tidak pernah lagi bercanda jorok denganku.

Masih ada pertanyaan besar dibenakku... Pertanyaan yang sampai kapan pun tidak akan terjawab...

"Siapa saja yang pernah ngewe dengan tante Bunga?... Apakah mereka orang yang kukenal?..."
 
Terakhir diubah:
Terima kasih untuk yang sudah mampir. 🙏
Maaf saya belum sempat untuk membalas komennya satu per satu.

Saya post semua part tentang tante Bunga, biar ngga kentang amat. 😂

Cerita selanjutnya yang akan datang adalah tentang Susi.

Part 5 ~ Tarik Ulur dengan Susi

Aku menenangkan Susi, "Sudah tenang saja, tutup pintu kamarnya, kunci perlahan, dan jangan membuat suara."
Susi menutup pintu dan memutar kunci dengan perlahan, ada suara kecil besi beradu. Aku terdiam mendengarkan apakah orangtuaku terbangun sambil melihat Susi duduk dibagian pinggir ranjangku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd