Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (KISAH NYATA) EXTRA TIME

Nungguin yg sekali tancap lgsg crot
 
BAGIAN DELAPAN

Sebagian orang percaya takdir karena didasari keyakinan, dogma kepercayaan yang saklek dan diajarkan sebagaimana berita tentang hari akhir, atau surga dan neraka. Bagiku tidak begitu. Aku meyakini definisi takdir sebagai jalan yang harus diperjuangkan. Berbagai pilihan yang kita ambil pada suatu kesempatan akan saling terhubung dengan pilihan orang lain. Maka, ini semua sebenarnya hanya tentang memilih.

Sepuluh tahun terakhir, aku memilih untuk menjalani kehidupan lain. Di bawah bayang-bayang sebagai seorang suami dan ayah. Di ruang gelap yang dijaga kerahasiaannya. Ruang eksplorasi diri yang membawaku menemui karakter-karakter wanita unik. Siapa sangka jika yang kutemui ternyata lebih dari satu. Siapa pula yang menyangka kalau kami, aku dan para perempuan itu, bisa menjalin interaksi hingga beradu fisik. Lebih jauh lagi, mereka bahkan rela menyerahkan diri, memberi sesuatu yang spesial untuk laki-laki yang tidak berhak.

Aku merasa beruntung, apakah mereka juga merasa demikian?

...

Seminggu sebelum masuk bulan puasa.

Sesuai janji beberapa waktu yang lalu, Dina kuajak ‘kencan’ di tempat kami makan siang dulu. Hari itu aku memang ada pekerjaan di kota sebelah. Sedangkan Dina, kuminta untuk mencari alasan mengajukan izin, yang tentu saja kusetujui secara resmi. Dengan begini kami seakan punya dua agenda berbeda yang tidak terkoneksi. Semoga cukup aman dari pantauan kantor.

Kami kembali ke tempat itu, kali ini di meja makan yang berbeda, sedikit lebih privat, di sisi paling luar, dekat pohon rindang berdaun mungil. Dari sini pemandangan elok yang jadi magnet utama tempat ini tidak terlalu terlihat. Berganti dengan pemandangan wanita berkerudung yang sedang asik menikmati sup. Tangan kanannya sibuk menciduk hidangan pembuka. Sedangkan tangan kiri, erat menggenggam tanganku.

Kami layaknya pasangan yang sedang kasmaran.

Ini seperti tempat kami berpacaran.

Dua minggu terakhir, roda takdir berputar cepat untuk kami. Dimulai dari urusan catering, kini hubungan kami menjadi cukup intens, setiap hari ada saja yang kami obrolkan baik langsung maupun lewat aplikasi. Dari situ pula, aku tahu kalau keluarga kecil Dina memang sedang kurang harmonis. Ada persoalan keuangan yang cukup pelik. Juga tentang rasa kesepiannya yang bisa dikata sangat mengganggu. Aku merasa kehadiranku bisa jadi solusi jangka pendek.

Istri yang tinggal jauh dari suami memang sasaran empuk bagi pemburu kehangatan. Tentu bukan hanya aku yang menyadari kesempatan itu. Dari cerita Dina, sudah ada beberapa pria yang juga memberikan perhatian berlebih untuknya. Aku tidak membantah. Tidak mungkin wanita sepertinya bebas dari godaan pria haus darah di luar sana. Bahkan ada yang sudah pernah mengirimkan tas branded untuknya. Barang yang hanya bertahan beberapa hari saja karena segera dilego, dicairkan.

Intensnya hubungan kami, membuatku harus ekstra hati-hati. Aku berusaha menutupi kedekatan kami dengan menjalin hubungan intens dengan bawahanku yang lain, termasuk kembang di kantor kami, Mawar. Tentu level intensitasnya berbeda, hanya tampak intens di luaran, jarang sekali kuhubungi mereka lewat jaringan pribadi.

Aku belum berani menjalin kontak fisik dengan Dina, sedekat apapun hubungan kami waktu itu. Sampai satu kejadian yang tak kurencanakan.

. . .
. .
.

Aku lemas, pusing luar biasa, hampir pingsan ketika baru saja kembali dari perjalanan luar kota. Badanku tak bertenaga, kurebahkan seketika di sofa panjang ruang kerjaku. Sempat terpejam beberapa saat, begitu mata sedikit terbuka, ada siluet wajah Dina dengan mimik khawatir. Dia duduk persis di sebelahku, setengah berjongkok. Dadanya yang tampak menonjol memaksaku bangun, seperti mendapat kesegaran dari surga, tapi mataku masih berat, seperti mengantuk.

Tangan Dina lembut, kurasakan mengusap jidat, sekitar wajah dan leherku. Mungkin memeriksa suhu tubuhku. Dia juga menyentuh pergelangan tanganku, cukup lama, hingga kemudian dia keluar dari ruangan, setengah berlari. Ada beberapa orang yang kemudian datang, dari suaranya aku yakin itu staf dari ruang sebelah. Satu orang ada yang usul membawaku ke klinik kesehatan, tidak jauh dari kantor. Ada pula yang berargumen untuk membiarkanku istirahat beberapa saat. Sementara yang lain, ada yang membuka sebagian kancing bajuku paling atas.

Dina memberiku minum. Rasanya unik, tidak seperti air minum biasa, ada aroma mint dan lemon. Cukup banyak aku menenggak cairan itu. Ada kesegaran baru yang kurasakan. Biar begitu, rasa kantukku tak tertahan. Sepertinya usul untuk membiarkanku istirahat, tidur sebentar, sudah disepakati orang-orang di sana. Sebagian kemudian memilih untuk keluar ruangan, diikuti yang lain.

Dina menjadi orang terakhir yang meninggalkan ruangan. Masih bisa kurasakan sensasi lembut saat tangannya mengusap pipi kiriku. Lembut. Sentuhan wanita memang tiada dua.

Itu yang terakhir kuingat. Aku tidur.

Hari sudah sore saat aku bangun. Terdengar keramaian di ruang staf, mungkin sudah jam pulang. Benar saja, sudah hampir jam lima. Masih ada sisa pusing. Entah apa yang terjadi tadi. Pusing atau tertidur tak jelas betul.

Aku melirik dari tirai jendela partisi.

Tersisa dua orang di ruang staf. Dina masih di meja kerjanya, merapikan beberapa map, kuduga hendak bersiap pulang. Badanku masih terasa lemas, terpaksa kurebahkan kembali ke sofa, duduk, coba mendalami apa yang kurasakan.

Tidak lama, pintu terbuka, Dina dengan jaket dan tas jinjing itu masuk. Mendekatiku dengan wajah penuh empati.

“Sudah baikan Pak?”

Aku hanya mengangguk, kupaksa mengirimkan senyum, mengapresiasi perhatiannya.

Dina kini duduk di sebelahku, sisi kiri. Tangannya kembali menyentuh jidat lalu turun ke pipi.

“Tadi agak panas, sepertinya sudah turun sekarang,” begitu ucapnya

Reflek, tanpa rencana, kutahan tangan kanan itu di pipiku.

“Emmmhhh…,” Dina tampak kaget, ada suara kecil yang keluar dari mulut mungilnya. Suaranya lucu, lebih mirip desah tertahan. Sementara ekspresi muka kagetnya betul-betul kelihatan, alamiah.

Tangan kiriku berusaha menggenggam tangan Dina yang tengah memeriksa suhu tubuhku itu.

Setelah itu aku tak paham lagi apa yang terjadi. Sejujurnya aku pun tak ingat siapa yang memulai.

Tiba-tiba kami berciuman saja.

Desah tertahan Dina mengiringi momen adegan dewasa pertama kami.

Cukup lama kami terjebak, ehmmm…. menjebakkan diri di situasi itu. Yang kuingat, badanku masih terlalu lemas untuk berbuat lebih mesum dari itu. Tapi tidak untuk perempuan berhijab itu. Sementara tangannya masih menempel di pipiku, tangan satunya berusaha mencari tanda-tanda kehidupan si junior di bawah.

Sayang, tanda kehidupan tak terlalu nampak, hanya ada setengah reaksi, belum keras sempurna. Tetap saja tangan Dina yang lembut mengusap area itu .

Sial, badanku sama sekali tak berguna sore itu, Tanganku hanya sanggup mengusap paha Dina, dari luar busana kerja.

Seandainya Dina nekat mendudukiku, memaksaku bersetubuh, kupastikan sekali tancap langsung crot.

Sungguh tak elok menyia-nyiakan kesempatan pertama. Tapi apa mau dikata. Adegan dewasa kami berakhir segera. Pagutan mulut kami terlepas, Dina segera beranjak pergi dari ruang kerjaku.

Tidak ada ucapan kalimat. Tidak ada kata-kata apapun.

Nothing.



bersambung


Oh dina...kesal... Kebutuhannya belum terpenuhi...
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd