Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ketika Birahi Berdesir update Part 08

Bimabet
Wah bisa bisanya ada karya baru suhu otta saya ketinggalan. Semoga selalu dimudahkan untuk berbagi ceritanya suhu
 
Part 05



P
apa telah memergoki kami dalam keadaan sama – sama telanjang dan saling berpelukan. Ketika Papa menutupkan berlalu setelah menutupkan kembali pintu kamarku ... aku dan Mama saling tatap. Lalu Mama berkata setengah berbisik, “Makanya mama gak mau tidur di sini, takut kejadian begini. Karena Papa kan selalu bawa kunci cadangan. “

“Iya Mam. Biarin ... aku akan mempertanggungjawabkannya, “ sahutku sambil mengenakan baju dan celana piyamaku.

Mama pun mengenakan housecoat hitamku. Lalu duluan keluar dari kamarku.

Aku berkonsentrasi sejenak. Lalu keluar juga dari kamarku. Menghampiri Papa yang sedang terdiam di sofa ruang keluarga, bersama Mama yang tengah memeluknya.

Aku sudah siap untuk diapakan juga oleh Papa. Meski Papa akan menghajarku sampai babak belur, aku mau bersikap pasrah saja. Karena sebagai lelaki aku tak boleh menghindar dari tanggung jawab atas segala yang telah kulakukan.

Aku berlutut sambil memegang kedua kaki Papa. “Ampuni aku Papa. Aku terima bersalah. Aku yang bersalah Pap. Bukan Mama. “

Di luar dugaan, Papa malah membelai rambutku. “Sudah ... sudah ... papa sudah menduga sejak lama, bahwa hal itu akan terjadi. Tapi papa gak marah kok sama kalian. Papa malah senang melihatnya. Karena yang melakukannya darah dagingku sendiri. Anak tunggalku sendiri. Yang penting kalian harus melakukannya secara rapi, jangan sampai ada orang luar yang tau. “

“Jadi Papa gak marah ?” tanya Mama.

“Nggak. Bahkan tadinya aku akan menyuruh Edo untuk mewakiliku selama aku tidak ada di rumah ini. Tapi ternyata Edo sudah mendahului perintahku. Hahahaaa ... gak apa – apa. Daripada sembarangan selingkuh dengan orang luar, mendingan sama anakku sendiri. “

Mama menciumi pipi kiri Papa dengan sorot ceria. Aku pun jadi berani duduk di samping kanan Papa. Sambil memegang tangan kanan Papa.

“Sebenarnya aku takkan lama di sini. Aku hanya akan mengambil beberapa surat penting, untuk mengurus usahaku di Indramayu. Paling lambat surat itu harus diberikan ke notaris hari ini, “ kata Papa.

“Mau dibikinin kopi ?” tanya Mama pada Papa.

“Boleh, “ sahut Papa.

“Edo juga mau dibikinin kopi ?” tanya Mama padaku.

“Iya Mam, “ aku mengangguk.

Lalu Mama pergi ke dapur.

Papa pun berkata setengah berbisik, “Memang daripada senang – senang sama perempuan nakal, mendingan puasin Mama. Biar dia tetap teguh di samping papa. “

“Iya Pap. “

“Lagian kamu udah dewasa sekarang. Puasilah mama untuk mewakili papa. “

“Tapi ... kalau Mama hamil nanti gimana Pap ?”

“Gak apa – apa. Malah bagus. Supaya dia merasa terikat sama kita. “

Aku hanya mengangguk – angguk tanpa berani menanggapi.

Lalu kami sama – sama terdiam seolah kehabisan kata – kata untuk diucapkan.

“Ohya ... Mama bilang tanahnya dibeli sama kamu. Betul ?” tanya Papa ketika Mama sudah muncul sambil membawa dua cangkir kopi di atas baki.

“Sekarang Edo sudah sukses Pap, “ kata Mama, “Bukan hanya tanah yang dibelinya. Mobil baru pun sudah punya. “

“Ohya ? Betul begitu Do ?” tanya Papa padaku, seperti belum yakin pada laporan Mama.

“Iya Pap, “ sahutku, “kebetulan aja ada bisnisku yang meledak. “

“Bisnis apa ? ” tanya Papa.

“Bisnis besi tua Pap, “ sahutku.

“Syukurlah. Yang penting jangan bisnis ilegal. Mana mobilnya ? Papa ingin lihat, “ kata Papa sambil berdiri.

Aku pun berdiri dan mengikuti langkah Papa ke garasi lewat pintu dari dapur.

“Wah, ini sih mobil bsgus Do, “ kata Papa sambil mengusap – usap SUV hitamku.

“Cuma SUV Pap. Bukan sedan, “ kata Papa.

“SUV juga SUV mahal ini sih, “ sahut Papa sambil menepuk – nepuk mobilku.

“Papa mau dianterin ke Indramayu ?” tanyaku.

“Gak usah. Sebentar lagi juga Pak Jaya datang menjemput Papa. “

“Owh, Papa pakai mobil Pak Jaya ?”

“Numpang di mobil Pak Jaya, “ sahut Papa seperti membetulkan kata – kataku.

Lalu kami kembali ke ruang keluarga lagi di mana Mama menunggu di sofa.

“Bagus ya mobilnya ?” cetus Mama.

“Bagus sekali, “ Papa mengangguk lalu duduk di samping Mama.

“Papa mau dibikinin nasi goreng ?” tanya Mama.

“Takkan keburu. Sebentar lagi juga Pak Jaya datang menjemput. Lagian tadi udah makan di dekat batas kota. “

“Papa serius gak marah padaku dan pada Edo ?” tanya Mama.

“Kalau bukan Edo lelakinya, pasti aku marah. Tapi karena Edo yang melakukannya, aku ijinkan untuk berlanjut terus. Terutama agar Mama jangan kesepian kalau aku sedang gak ada. Bahkan tadi Edo nanya, bagaimana kalau Mama hamil nanti ? Aku jawab, itu lebih bagus. Supaya ada ikatan di antara kita bertiga. Aku hanya pesan, pandai – pandailah menjaga rahasia ini. Rahasia yang hanya untuk kita bertiga saja. “

Papa seperti masih ingin bicara. Tapi tiba – tiba terdengar bunyi klakson mobil di depan rumah kami. Treeeeetttttt ... treeeeeeeeeeeeetttt .... !

“Nah itu Pak Jaya sudah datang. Aku mau berangkat lagi ya Sayang ... “ kata Papa sambil mencium bibir Mama.

Aku menghampiri Papa dan mencium tangannya. “Papa titipkan Mama padamu ya Do. Bahagiakanlah Mama dan jangan pernah sakiti hatinya, “ kata Papa sambil mengusap – usap rambutku.

“Siap Pap, “ sahutku.

Sambil mengepit map plastik, Papa melangkah ke pintu depan. Membuka pintu itu lalu melangkah ke sedan Pak Jaya yang sudah menunggu di pinggir jalan.

Tak lama kemudian sedan itu bergerak di atas jalan aspal. Setelah sedan itu hilang dari penglihatan, aku dan Mama masuk lagi ke dalam rumah.

“Yesssss ... ! “ aku mengacungkan jempolku, “Ternyata Papa sayang sekali pada kita berdua ... Papa bahkan sudah mengijinkanku untuk menghamili Mama ... yesss ... ! ”

Mama cuma tersenyum datar. Mungkin karena batinnya masih terpengaruh oleh semua yang telah terjadi tadi. Awalnya shock, seperti aku, lalu mendapat “lisensi” dari Papa untuk bikin enak dan bikin anak denganku.

“Mama mau ke pasar dulu ya. Edo mau dimasakin apa sama mama ?” tanya Mama sambil melingkarkan lengannya di pinggangku.

“Mau dianterin ke pasar ?” aku balik bertanya.

“Gak usah. Pasar kan dekat gitu. Jalan kaki juga bisa. Edo mau dimasakin apa ? “ Mama mengulangi pertanyaannya yang belum kujawab.

“Aku sih pengen sate kambing Mam, “ sahutku.

Mama mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik, “Biar kontolmu ngaceng terus ya ?”

“Ah, memangnya sate kambing bisa bikin ngaceng ? Aku sie pengen makan aja. Karena udah lama gak makan sate kambing sama emping. “

“Mau dibikinin gule kambing juga ?”

“Terserah Mama. Yang penting ada satenya aja. “



Baru saja beberapa menit Mama berangkat ke pasar, yang memang dekat dari rumah kami, tiba – tiba handphoneku berdering. Ternyata dari ... Teh Nining ... !

Lalu :



Aku : “Hallo Teh ... apa kabar ?”

TN : “Sehat. Edo sendiri gimana ? Gak kecapean ?”

Aku : “Emang lagi kecapean Teh. Makanya hari ini takkan ke mana – mana. “

TN : “Iya, istirahat aja di rumah. Ohya ... teteh mau nanya soal lahan yang akan dijadikan rumah kos itu, kata Edo luasnya satu hektar ?”

Aku : “Betul. Emangnya kenapa Teh ?”

TN : “Semuanya mau dijadikan rumah kos ?”

Aku : “Iya Teh. “

TN : “Kegedean rumah kos sampai sehektar sih Do. Memang kelihatannya lebih keren. Tapi nanti langsung disamperin orang pajak. Karena rumah kos yang sudah proifesional, kena pajak. “

Aku : “Terus bagusnya gimana Teh ?”

TN : “Ini sih sekadar saran ya. Mendingan beli rumah tua yang letaknya strategis. Lalu dirombak jadi rumah kos. Tapi kamarnya jangan terlalu banyak. Lima kamar juga cukup. Terus cari lagi lokasi lain. Jadi intinya mendingan banyak rumah kos kecil – kecil daripada sekaligus ngabisin lahan satu hektar. Pasti sangat menyolok nanti. Dan akan tercium orang pajak. Kalau rumah kecil – kecil sih takkan diganggu. “

Aku : “Kalau gitu, aku akan ikuti saran Teh Nining aja. Aku akan mencari rumah – rumah tua untuk direnovasi jadi rumah kos kecil. “

TN : “Gak usah rumah tua aja. Rumah yang masih bagus juga kalau harganya murah dan cocok untuk dijadikan rumah kos sih beli aja. “

Aku : “Iya. Banyak kok rumah yang mau dijual. Yang sulit itu mencari pembelinya. “

TN : “Iya, seperti rumah Pak Hendra tuh. Udah berbulan – bulan mau dijual, sampai sekarang belum laku juga. “

Aku : “Oh iya ... iya ..***mah Pak Hendra itu kalau dijadikan rumah kos, cocok ya ?!”

TN : “Iya, tapi tanya dulu harganya berapa. Terus cari di bulletin property, berapa harga pasaran tanah dan bangunan di daerah rumah Pak Hendra itu. “

Aku : “Oke ... terimakasih atas perhatiannya Teteh Nining cantik dan baik hati ... “

TN : “Mmmm ... hati teteh selalu berbunga – bunga kalau mendengar gombalan Edo. “

Aku : “Itu bukan gombalan, tapi kenyataan. Selama ini Teteh banyak sekali berbuat baik padaku, sampai aku tak bisa membalas kebaikan yang sudah bertumpuk ini. “

TN : “Untuk membalas kebaikan teteh, nikahi Shinta dan bahagiakan dia. Tapi hubungan kita jangan sampai putus, karena teteh masih sangat membutuhkan sentuhan Edo. “

Aku : “Kalau soal itu sih, aku kan sudah menyetujui semua. Tinggal pelaksanaannya aja kan ? ”

TN : “Iya. Tepatnya tiga bulan lagi Do. Soalnya kalau sebulan-dua bulan lagi gedungnya sudah dipesan semua. “

Aku : “Aku sie gak pengen resepsi di gedung segala Teh. Yang penting akad nikah selesai, selamatan di rumah juga gak apa – apa. “

TN : “Anak teteh kan cuma satu orang. Apa kata orang – orang nanti kalau pernikahan anak tunggal teteh dilaksanakan diam – diam ? Pasti banyak gosip nanti. “

Aku : “Iya Teh. Kalau gitu sih, silakan gimana Teh Nining aja. By the way, Teteh udah bersih mens-nya ?”

TN : “Belum Do. Masih ada flek-flek. Mungkin besok baru benar – benar bersih. Kenapa ? Udah kangen ?”

Aku : “Iyaaa ... “

TN : “Lusa aja ke sini. Biar pasti udah bersih. Biar enak makainya. Hihihiiii ... “

Gila, ucapan Teh Nining itu spontan membuat si dede bangun. Tentu saja, karena biar bagaimana pengalaman seksual pertamaku adalah dengan Teh Nining itu.



Setelah hubungan seluler ditutup, aku tersenyum sendiri. Membayangkan seandainya Shinta sudah jadi istriku, sementara hubunganku dengan Teh Nining tetap berjalan, kebayang serunya. Bukan tidak mungkin pada suatu saat aku bisa threesome juga sama mereka. Sama ibu dan anaknya.

Lalu terawanganku melayang lagi ke arah Papa. Sungguh tak kuduga kalau Papa bisa mengeluarkan keputusan yang kontroversial bagi orang lain, tapi menyenangkan bagiku.

Tiba – tiba terawanganku buyarm karena ada WA masuk. Ternyata dari ... Shinta ... !

Isinya singkat sekali, cuma – Kangen –

Aku tersenyum sendiri. Lalu kubalas dengan – Aku juga kangen, tapi hari ini aku tak bisa ke mana – mana karena lagi istirahat. Badan pegel – pegel –

Shinta : – Sini dong biar aku bisa pijitin sampai hilang pegelnya –

Aku tidak menjawab. Datang lagi chat darinya – Apakah aku yang harus datang ke rumah Papie ? –

Kujawab : – Gak usah. Aku sudah pesan tukang pijit, sebentar lagi juga datang –

Aku membohonginya. Aku tidak pegel – pegel dan tak pernah pesan tukang pijit. Aku hanya mencegah agar Shinta jangan datang ke rumah. Karena takut berjumpa dengan Mama. Takut hati Mama jadi kecil, jadi kurang pede. Karena Shinta itu masih muda, cantik pula.

Beberapa saat kemudian, Mama datang. Dengan beberapa kantong kresek berisi belanjaan dari pasar.

Aku menghampiri Mama yang tengah membongkar belanjaannya di dapur. Mendekapnya dari belakang sambil menciumi tengkuknya.

“Edo ... jangan ganggu dulu dong. Mama kan mau bikin sate yang kamu inginkan. Kalau diganggu gini entar mama horny lagi ... “ kata Mama ketika aku tak cuma mendekapnya dari belakang, tapi menurunkan tanganku untuk memijat – mijat bagian “pusat dari segala kenikmatan perempuan” alias memek.

Maka kulepaskan dekapanku. Mengambil kursi dan duduk di situ. Sementara Mama mulai menggodok air di panci dan memotong – motong daging kambing untuk sate.

“Kalau dipikir – pikir Papa itu baik sekali sama kita ya Mam. Tadinya kupikir Papa akan menghajarku sampai babak belur. Tapi Papa malah membelai rambutku dengan lembut, “ kataku.

“Karena kamu kan anak semata wayang Papa. Selain daripada itu, mungkin Papa juga sudah sadar, bahwa belakangan ini Papa semakin jarang memberikan nafkah batinnya sama mama, “ sahut Mama.

“Tapi Papa masih normal kan ?” tanyaku.

“Yah ... senormal – normalnya lelaki yang sudah hampir enampuluh tahun. Banyak mogoknya daripada lancarnya. Kalau mama perturutkan kata hati sih, mungkin mama udah minta cerai. Karena hasrat birahi mama udah sering tidak terpuasi. Tapi mama udah telanjur sayang sama Papa, laksana sayangnya seorang anak kepada ayahnya. “

“Papa kan dulunya berteman baik dengan ayah Mama ya. “

“Iya, “ sahut Mama, “almarhum ayah mama teman sekantor sama Papa. Gak nyangka setelah ayah mama meninggal, Papa bakal melamar mama dan akhirnya menjadi suami mama. Dan gak nyangka juga kalau akhirnya ketidakpuasan mama terobati olehmu Do. “

“Aku juga gak nyangka bakal mendapatkan kenikmatan tiada banding dari Mama, “ sahutku.

“Tapi kelak kalau kamu udah punya istri, mungkin kamu melupakan mama, “ kata Mama lirih.

“Gak mungkin Mam. Meski aku dikelilingi bidadari, Mama takkan pernah kulupakan. Karena Mama punya sejarah istimewa di hatiku. “

Mama seperti mau menjawab. Tapi tiba – tiba terdengar bunyi ketukan di pintu depan. “Siapa itu Do ? Samperin gih. Mama lagi berlepotan gini tangannya. “

Aku mengangguk. Lalu bergegas menuju pintu depan. Begitu pintu terbuka, aku agak kaget, karena di teras depan berdiri seorang wanita muda, adik bungsu Mama yang biasa kupanggil Tante Icha.

“Tante Icha ?! Kirain siapa ... “ sambutku sambil menjabat dan mencium tangannya.

Tante Icha mencubit pipiku sambil berkata, “Edo kok makin ganteng aja sih ?!”

“Hehehee ... Tante juga makin cantik aja, “ sahutku.

“Masa sih ?! “ Tante Icha menggandeng pinggangku, “Mana Mama ?”

“Ada di dapur, “ sahutku sambil melangkah ke dapur. Tante Icha pun mengikuti langkahku.

“Mama tampak kaget. “Icha ?!” serunya sambil memegang sepasang bahu adiknya.

Lalu mereka berpelukan dan cipika – cipiki.

Aku sudah kenal dan akrab dengan ketiga adik Mama, yakni Tante Mira, Tante Tetty (yang sudah menjanjikan bonus “gumurih” itu) dan Tante Icha (adik bungsu Mama).

“Kok lama sekali kamu gak ke sini – sini Cha ?” tanya Mama setelah Tante Icha duduk di kursi bekas tempat dudukku tadi.

“Sibuk bisnis Teh, “ sahut Tante Icha, “ Udah gak punya suami kan harus rajin nyari duit sendiri. Ini juga ke sini mau nanyain tanah Teh Lina yang satu hektar itu, mau dijual gak ? Soalnya ada boss yang butuh tanah sehektar atau dua hektar, untuk dibangun gudang. ”

“Waaah ... tanah itu sih udah dibeli Edo, “ sahut Mama sambil menunjuk ke arahku.

“Dibeli sama Edo ?! “ Tante Icha memandangku.

“Iya, “ sahut Mama, “Edo sekarang kan bisnis juga. Makanya punya duit untuk beli tanahku. “

Aku mengambil kursi lain untuk duduk di dekat Tante Icha.

“Mau dijual lagi tanahnya Do ?” tanya Tante Icha padaku.

“Nggak Tante. Tanah itu untuk masa depanku. Takkan dijual lagi. Tapi kalau Tante butuh tanah, aku punya rekan yang mau jual tanahnya. Tapi luasnya dua hektar. “

“Justru boss tante juga inginnya dua hektar. Tanahnya di dalam kota ?” tanya Tante Icha.

“Agak di luar kota Tante, “ sahutku, “ Tapi letaknya di pinggir jalan raya. Pokoknya kalau untuk dibangun gudang, cocoklah. Truk bisa masuk dengan mudahnya. Gak jauh pula dari pintu tol. “

“Bisa disurvey sekarang ?” tanya Tante Icha.

“Bisa, “ sahutku.

Mama nyeletuk, “Jangan sekarang perginya. Ini kan lagi masak. Pada makan pagi dulu, baru pergi. “

“Iya ... , “ sahut Tante Icha sambil berdiri dan menghampiri panci yang isinya sedang diaduk – aduk oleh Mama, “Waaah ... gule kambing Teh ?”

“Iya. Nanti kalau gulenya sudah matang, satenya dibakar, “ kata Mama sambil menunjuk ke setumpuk sate yang belum dibakar.

“Aduuuh ... pagi – pagi makan yang berat – berat, “ kata Tante Icha

“Ini udah hampir jam sebelas, jadi termasuk makan siang Tante, “ sahutku.

“Iya ya. Abis dari tadi langit mendung terus, terasanya masih pagi. “



Beberapa saat kemudian kami sudah duduk mengitari meja makan, untuk menyantap masakan Mama. Sate dan gule kambing bersama emping yang besar – besar. Tentu Mama hidangkan juga sambel cengek (cabe rawit) untuk menambah semangat makan.

Setelah selesai makan, aku pun masuk ke dalam garasi. Membuka pintunya dari dalam dan memanaskan mesin SUV hitamku.

Kemudian masuk ke dalam kamarku, untuk ganti pakaian. Dari piyama ke celana jeans dan baju kaus kuning muda.

Tak lama kemudian, aku sudah duduk di belakang setir SUV hitamku. Tante Icha duduk di sebelah kiriku.

Ketika mobilku bergerak menuju jalan aspal, tampak Mama sedang menutupkan pintu garasi. Sebenarnya aku sudah mengajak Mama untuk ikut, tapi Mama tidak mau. Karena mau mencuci pakaian dan bersih – bersih rumah katanya.

“Berarti Edo sudah sukses bisnisnya ya, “ kata Tante Icha ketika mobilku sudah meluncur di atas jalan aspal.

“Dari mana Tante mengukur kesuksesanku ?” tanyaku di belakang setir.

“Kan tanah mamamu sudah dibeli. Sudah punya mobil mahal segala. Tinggal kawin aja yang belum. “

“Kalau kawin sih udah pernah Tante ... hihihihiii ... “

“Eeee ... maksud tante nikah. Kalau kawin sih, yaaah, anak muda zaman sekarang pasti udah sering. “

“Ohya, Tante kok bisa cerai sama Oom Beni, kenapa ?” tanyaku.

“Dia itu lelaki pencemburu sekali. Sama siapa – siapa cemburu. Yang gak tahannya dia itu suka KDRT. Makanya tante gugat cerai dia. “

“KDRT kalau sudah kelewatan bisa dituntut secara pidana Tante. “

“Iya. Pokoknya Tante males kawin lagi, takut ketemu yang suka ringan tangan lagi. “

“Males kawin ?”

“Iiiiih ... males nikah. Kalau kawinnya sih masih suka. Hihihihiii ... “

“Tapi Tante masih normal kan ?”

“Maksudnya normal gimana ?”

“Mmm ... masih bisa horny gitu. “

“Edo ... Edo ... ya tentu aja tante masih normal. Umur tante kan baru duapuluhempat tahun. Tentu aja masih membutuhkan sentuhan lelaki. Mau dibuktikan ?”

“Bagaimana cara membuktikannya ?”

“Pakai ini, “ sahut Tante Icha sambil memegang celana jeansku tepat pada bagian yang menutupi si johni.

“Tante mau ?”

“Kalau Edo mau, tante juga mau. “

“Mau deh ... mau. “

“Nanti setelah survey, langsung ke rumah tante aja ya. “

“Siap Tante. “

“Umur Edo sekarang berapa ?” tanya Tante Icha.

“Delapanbelas ... “ sahutku.

“Hmm ... enam tahun lebih muda daripada tante. Berarti nanti tante bisa ngerasain brondong. Hihihihiiii ... “

“Dan aku justru penggemar wanita yang lebih tua. Ngepas deh ... “

“Penggemar MILF ?”

“Begitulah kira – kira. “

“Sudah berapa MILF yang disikat sama Edo ?”

“Baru dua orang Tante, “ sahutku sengaja dikurangi. Seharusnya aku menjawab 3 orang.

“Termasuk mamamu ?”

“Iiiih ... nggak dong. Mama kan sudah kuanggap ibu kandungku sendiri, “ sahutku berbohong lagi.

“Kirain ... “ gumamnya, “Tapi seandainya terjadi sesuatu di antara kita berdua, jangan lapor sama mamamu ya. “

“Tentu aja Tante. Kalau lapor, bisa ditempeleng nanti sama Mama. “

“Mamamu galak ?”

“Nggak sih. Cuman waktu aku masih ABG, memang sering marahin aku juga. Setelah umurku lewat tujuhbelas, Mama gak pernah marahin aku lagi. “

“Kalau udah tujuhbelas tahun ke atas kan udah bukan anak kecil lagi. Kalau dimarahin juga bisa melawan. “



Beberapa saat kemudian, SUV hitamku sudah tiba di lokasi yang dituju. Tadi aku pun sudah mengirim WA pada Mang Ucup (pemegang surat kuasa tanah yang mau dijual itu), supaya dia standby di lokasi sebelum kami datang.

Begitu melihat lokasinya, Tante Icha membisikiku, “Boss pasti suka tanah ini. Coba nego dulu harganya. “

“Tanah ini mau dijual berapa Mang ?” tanyaku kepada broker tradisional itu.

“Ini harga matinya Den, “ Mang Ucup memperlihatkan secarik kertas dengan nominal harga tanah itu.

“Harga mati? Gak bisa kurang sedikit pun ?” tanyaku setelah melihat harga tanah itu. Tante Icha pun ikut melihatnya.

“Tempo hari ada yang nawar dengan selisih sedikit, gak dikasih Den. Soalnya mamang kan ikuti keinginan pemiliknya aja. “

Tante Icha menjauh dari aku dan Mang Ucup, untuk menelepon bossnya.

Aku mendadak teringat pesanan Deni, rekan lamaku itu. Lalu aku bertanya, “Mang Ucup punya tanah yang ada mata airnya ?”

“Ada Den, “ sahut Mang Ucup, “ Butuh berapa hektar ?”

“Antara empat sampai lima hektar. Tapi harus ada mata airnya, “ sahutku.

“Ada Den. Bahkan mata airnya pun banyak. Bikin banjir ke rumah – rumah penduduk. “

“Airnya bening ?”

“Bening sekali Den. Untuk apa mata airnya itu Den ?”

“Untuk pabrik air mineral Mang. “

“Wah, cocok sekali kalau untuk pabrik air mineral mah Den. Penduduk di sekitarnya pasti senang. Karena kalau airnya disedot terus, rumah – rumah penduduk takkan kebanjiran lagi. “

“Ya udah nanti Mang Ucup tanyakan dulu, luas tanahnya berapa dan mau dijual berapa,” ucapku.

“Siap Den. Nanti kalau sudah jelas, mamang hubungi Den Edo. “

Sesaat kemudian Tante Icha sudah selesai menelepon bossnya. Lalu kembali menghampiriku. Dan langsung bertanya kepada Mang Ucup, “Tanahnya sudah ada sertifikat Mang ?”

“Sudah SHM Neng. “

“Sertifikatnya tidak sedang disekolahin ke bank ?”

“Nggak Neng. SHM aslinya ada sama mamang. Jadi nanti transaksinya juga bisa dengan mamang aja, karena pemiliknya sudah menyerahkan sepenuhnya sama mamang. “

“Kalau gitu, kita tunggu kurang lebih dua jam. Karena Boss mau datang ke sini. Untuk menyaksikan sendiri posisi dan kontur tanah ini, “ kata Tante Icha.

“Baik Neng, “ sahut Mang Ucup, “mamang akan standby di sini. Mungkin nongkrongnya di tukang bubur kacang ijo yang itu tuh. “ Mang Ucup menunjuk ke arah tukang bubur kacang ijo yang tak jauh dari lokasi tanah yang mau dijual itu.

AKu dan Tante Icha mengangguk. Lalu kami masuk ke dalam mobil yang kugerakkan ke arah selatan. Karena aku masih ingat benar bahwa di jalan menuju danau besar itu ada bagian yang sepi sekali dan biasa dipakai tempat pacaran oleh para ABG.

“Ini mau ke mana Do ?” tanya Tante Icha.

“Ke situ, gak jauh. Ada tepat yang biasa dipakai pacaran sama anak – anak muda. “

“O, jadi ceritanya Edo mau ngajak pacaran nih sama tante ?”

“Iya. Biar gak kesal. Nungguin dua jam itu bukan waktu sebentar Tante. “

Hanya dibutuhkan waktu 5 menit untuk mencapai tempat yang kutuju. Tempat yang sangat sepi, dengan kerimbunan pepohonan di sekitarnya.

Aku tidak kuatir dilihat orang sedikit pun. Karena kaca – kaca mobilku gelap semua. Dari luar takkan bisa melihat ke dalam mobil, tapi dari dalam mobil bisa melihat ke luar.

Maka setelah melepaskan seatbelt, aku menghadap ke arah Tante Icha yang sedang tersenyum manis. Lalu Tante Icha membantingkan kartu balak 6 .... memagut bibirku dan melumatnya dengan hangat. Aku pun membalasnya dengan lumatan lahap pula, sementara tanganku mulai memegang lutut Tante Icha yang terbuka lewat belahan gaunnya. Bahkan ketika Tante Icha semakin lahap melumat bibirku, tanganku pun merayap ke balik gaun kuning muda itu. Merayapi pahanya sampai ke pangkalnya.

Akhirnya tanganku berhasil menyelinap ke balik celana dalam Tante Icha. Lalu menyentuh memeknya yang ternyata berbeda dengan memek Mama. Kalau memek Mama punya jembut yang lumayan lebat, memek Tante Icha justru bersih dari bulu alias gundul plontos.

“Edo ... aaaaaaaahhhh .... “ desah Tante Icha ketika jemariku mulai menyelusup ke dalam celah memeknya yang hangat dan mulai membasah. “Nanti kalau tante kepengen gimana ? Masa mau main di sini ?”

“Apa salahnya main di sini ? Kalau belum kenyang kan bisa dilanjutkan nanti, “ sahutku sambil menyodok – nyodokkan jari tengahku ke dalam celah memekTante Icha yang mulai basah dan licin.

Tante Icha pun merayapkan tangannya ke ritsleting celana jeansku. Aku mengerti, dia ingin memegang kontolku, mungkin. Maka kubuka kancing logam celanaku dan kuturunkan ritsletingnya, lalu kuturunkan celana jeansku berikut celana dalamnya sampai di lutut. Sehingga kontol ngacengku langsung menunjuk ke atas. Dan Tante Icha memekik tertahan, “Anjiiiiirrrrr ... kontolmu gede pisan Dooo ... !”

“Mending yang gede apa yang kecil ?” tanyaku sambil mencolek – colek memek Tante Icha terus.

“Gak tau. Tante kan baru tau satu kontol doang. Kontol mantan suami tante. Dan dibandingkan sama kontol Edo ini, kontol mantan suamiku kalah gede dan kalah panjang ... !”

“Liang memek Tante malah kebalikannya. Kecil sekali. “

“Ya iyalah ... tante kan belum pernah melahirkan. Makanya memek tante masih seperti gadis yang udah bolong tapi belum nikah. Hihihiiiii ... “ kata Tante Icha sambil memegang kontol ngacengku dengan telapak tangannya yang terasa hangat. Lalu tangan satunya lagi digunakan untuk memelorotkan celana dalamnya.

Aku pun dengan sigap merebahkan sandaran seat kiri depan, sehingga menyambung dengan seat belakang.

Tante Icha menurut saja ketika kuminta agar rebah celentang di seat kiri depan dengan seat belakang itu. Gaunnya pun disingkapkan sehingga memeknya terpamerkan dengan jelas di mataku.

“Memek gundul gini enak jilatinnya, “ kataku sambil merenggangkan kedua paha Tante Icha, lalu menyerudukkan mulutku ke memeknya yang bersih dari bulu itu.

“Iya Do ... memek Tante harus dijilatin dulu. Kalau langsung dimasukin sih pasti sakit, karena kontol Edo kegedean ... “ kata Tante Icha sambil semakin merenggangkan kedua pahanya.

“Dua jam bukan waktu yang sebentar. Tapi kalau kita pakai senang – senang, pasti akan terasa sebentar, “ ucapku diikuti dengan gerakan lidahku, menyapu – nyapu memek Tante Icha.


PS
Mulustrasi di part berikutnya
Sikat sampe abissss do
 
Part 08



A
ku pernah membaca buku tentang perilaku seksual manusia. Antara lain ada kalimat yang pernah kubaca : Wanita baik – baik takkan menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang tidak dicintainya. Dengan kata lain, wanita baik – baik hanya akan menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang dicintainya.

Berbeda dengan lelaki, yang bisa menyetubuhi wanita hanya untuk kebutuhan biologis semata. Bahkan seorang lelaki bisa saja terangsang oleh seorang wanita yang tidak disukainya, juga sekadar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Bukan untuk cinta.

Sebagai seorang wanita baik – baik, Bu Vivi telah menyerahkan tubuhnya padaku berdasarkan rasa cintanya padaku. Bahkan berkali – kali dia menyatakan bahwa aku ini cowok typenya benar. Bahkan sebelum aku meninggalkan bangunan besar yang ternyata kantor perusahaannya itu, masih sempat ia membisiki telingaku, “I love you so much honey. “

“I love you too sweetheart, “ sahutku yang disambut dengan ciuman mesra wanita cantik itu.

Sebelum itu, aku sudah merundingkan banyak hal dengan Bu Vivi. Setelah aku bekerja padanya, aku diperbolehkan kuliah seperti yang sudah kurencanakan. Aku hanya harus “ngantor” seminggu 2 kali saja (selama aku masih kuliah). Atau bisa juga menikmati weekend saja dengannya.

Tugasku memang ringan. Hanya diwajibkan memeriksa setiap proyek punya Bu Vivi yang tersebar di sana – sini. Dan yang lebih penting lagi, aku harus selalu siap meredakan hasrat birahi wanita berdarah Taiwan yang ternyata sudah lama menjadi mualaf itu (sejak menikah dengan almarhum suaminya dahulu).

Setelah dikasih alamat rumah Bu Vivi, aku pun meninggalkan kantor perusahaannya. Dengan janji bahwa di hari Sabtu pagi mendatang, aku akan mengunjungi rumahnya. Untuk menikmati weekend bersamanya.

Lalu aku mencairkan chek pemberian Bu Vivi di bank. Kuambil dalam bentuk fisik. Tidak sekadar memindahkan ke rekening tabunganku. Karena transfer dari Mang Ucup sudah cukup banyak. Hasil perjuanganku di kota X bersama Teh Nining, juga masih sangat banyak yang kuendapkan di tabunganku. Cukup untuk membangun wisma kos segede hotel di atas tanah yang kubeli dari Mama itu. Tapi rencana untuk membuat wisma kos itu berubah. Karena aku akan mengikuti saran Teh Nining. Untuk membuat rumah kos kecil – kecil saja, tapi jumlahnya banyak dan tersebar di sana – sini.

Untuk itu aku akan membeli beberapa rumah yang letaknya berjauh – jauhan. Lalu dirombak sampai layak dijadikan rumah kos.

Setelah mencairkan chek di bank, aku mampir ke sebuah café, karena sudah lama aku tidak minum kopi di café langgananku ini.

Ketika aku sedang minum kopi Aceh Gayo pilihanku itu, tiba – tiba bahuku dipijat dari belakang. Dan terdengar suara wanita dari belakangku, “Edo makin ganteng aja ya. “

Aku kaget dan menoleh ke belakang dan langsung berdiri setelah tahu yang memijat bahuku itu Bu Tika, mantan guru SMAku.

“Bu Tika ... apa kabar Bu ?” tanyaku setelah menjabat dan mencium tangannya.

Bu Tika menjawab, “Baik – baik aja. Edo juga sehat kan ?”

“Owh ... silakan duduk Bu. Mau minum apa ?”

Bu Tika duduk di sofa yang sedang kududuki. “Coffee flute aja, “ sahutnya.

Aku pun duduk di samping kanan mantan guruku itu sambil melambaikan tangan ke arah waiter. Setelah waiter itu menghampiriku, kupesan coffe flute dan tambahan snack lagi.

“Edo melanjutkan ke mana ?” tanya Bu Tika.

“Belum Bu. Mungkin dua bulan lagi baru akan kuliah, “ sahutku.

“Di mana ?” tanyanya.

Kusebutkan nama universitas yang akan kutuju itu.

“Wow ... itu sih universitas borju Do, “ kata Bu Tika.

“Iya Bu. Tapi kualitasnya pendidikannya memang terkenal bagus Bu. “

“Iya sih, kalau kualitasnya memang tidak diragukan. Cuma biayanya itu yang gak murah. Ibu sih gak sanggup kuliah di situ. “

“Memangnya Ibu mau ambil es-dua ?”

“Iya. Lagi ngumpulin duit dulu untuk biayanya. “

“Kan tinggal minta aja sama suami Ibu. “

“Suami apa ? “ cetusnya yang lalu melanjutkannya dengan bisik – bisik di dekat telingaku, “Sekarang ibu janda Do. “

Mungkin aku ini termasuk cowok yang telat nakal. Sebelum merasaskan enaknya perempuan, aku ini termasuk cowok baik dan pendiam. Tapi setelah merasakan nikmatnya menyetubuhi perempuan, aku menanggapi ucapan Bu Tika itu dengan, “Wah boleh dong ... hehehee ... “

“Boleh apa ?” tanya Bu Tika sambil memegang tangan kiriku.

“Mmm ... boleh mengisi masa kesepian Ibu selama belum nikah lagi. “

“Memangnya Edo mau mengisi kesepian ibu ?”

“Kalau Ibu tidak keberatan, aku siap mengisi kesepian Ibu. Gimana ?”

“Sapa takut ?! “ sahut Bu Tika sambil menepuk lutut kiriku.

“Sip deh. Berarti khayalan masa SMAku bakal terwujud dalam kenyataan, “ kataku.

“Memangnya apa yang menarik di diri ibu sampai membuat Edo bisa mengkhayalkan ibu waktu masih di SMA dahulu ?” tanya Bu Tika

“Masa Ibu gak nyadar kalau Ibu ini cantik dan ... seksi. “

Bu Tika tersenyum manis, lalu membisiki telingaku lagi, “Apalagi kalau udah ngelihat ibu telanjang ya. “

Aku terkesiap mendengar bisikan yang tak terduga itu. Lalu menyahut, “Pasti bakal seperti melihat bidadari turun dari langit. “

Bu Tika merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku. Membuatku semakin bergairah untuk mewujudkan khayalan masa SMAku. Karena menurutku Bu Tika adalah guru termuda dan tercantik di SMAku. Wajar kalau aku punya penilaian istimewa padanya. Tapi pada saat itu aku pun tahu kalau Bu Tika selalu diantar jemput oleh seorang lelaki dan mobil tuanya. Setelah selidik sana sini, aku mendapat berita bahwa lelaki itu adalah suami Bu Tika.

Seorang waiter mengantarkan pesanan untuk Bu Tika. Kemudian ia kembali ke belakang meja bar.

“Ibu pake apa ke sini tadi ? “ tanyaku.

“Pake angkot, “ sahut Bu Tika sambil meneguk coffee flute-nya.

“Ya udah, nanti pulangnya kuanterin Ibu sampai rumah. “

“Edo bawa motor ?”

“Yang rodanya empat Bu. “

“Owh ... kirain pake motor. Iya deh, nanti mau numpang di mobil Edo aja. “

Lalu Bu Tika menyantap snack yang sudah terhidang di depannya. “Jadi Edo nganggur selama setahun ya, “ ucapnya.

“Iya Bu. Berjuang nyari duit dulu, untuk kuliah, “ sahutku.

“Sekarang udah dapat duitnya ?”

“Alhamdulillah sudah cukup untuk biaya kuliah dan segala tetek bengeknya. “

“Tapi nyari duitnya harus jalan terus, untuk masa depan Edo. “

“Tentu aja Bu. Hidup di dunia ini takkan nyaman kalau gak punya duit. “

“Terus nyari duitnya lewat jalan apa ?”

“Ah, bisnis serabutan aja Bu. Yang penting ada income untuk kebutuhan sehari – hari. Maklum ayah saya kan udah pensiun. Sudah tak bisa menghamburkan uang untuk kebutuhan anak – istrinya. “

“Mamanya gak kerja ?”

“Nggak. Jadi IRT aja Bu. Itupun ibu tiri, karena ibu kandungku udah lama meninggal. “

“Owh gitu ya latar belakang kehidupan Edo. Rada mirip dengan latar belakang kehidupan ibu. “

“Miripnya seperti apa Bu ?” tanyaku penasaran.

“Nanti aka diceritain di rumah ibu. Edo mau nganterin ibu pulang kan ?”

“Iya Bu, siap. “

“Bukan sekadar nganterin kan ? “ tanya Bu Tika setengah berbisik, sambil merapatkan lagi pipi kanannya ke pipi kiriku.

Aku celingukan memperhatikan keadaan di dalam café ini. Ternyata hanya aku dan Bu Tika tamu café ini. Maka aku pun menyahut setengah berbisik juga, “Kalau Ibu mau ditemenin bobo juga aku siap. “

“Hmmm ... kebayang ditemenin bobo sama anak muda yang sedeng – sedengnya fresh gini ... pasti hangat dan seru, “ kata Bu Tika sambil meremas – remas tangan kiriku.



Beberapa saat kemudian Bu Tika sudah berada di seat kiri depan mobilku. Sementara aku pun sudah berada di belakang setir SUV hitamku.

“Ternyata Edo sudah punya mobil mahal gini. Berarti sudah sukses ya bisnisnya, “ kata Bu Tika ketika aku baru menghidupkan mesin mobilku.

“Kebetulan bintangku lagi terang Bu. Mobil ini hasil kerja keras selama dua minggu di kota lain, “ sahutku.

“Dua minggu dapet mobil mahal. Waaah ... berarti transaksinya juga gede – gedean. Aih ... kok seatbeltnya susah dipasang Do. “

Kulihat Bu Tika kesulitan memasangkan seatbeltnya. Maka kubantu dengan menarik seatbelt di sebelah kiri Bu Tika. Dan tanpa disengaja, aku menyentuh perut mantan guruku itu. Karena mantel panjang yang dikenakannya terbuka. Sekalian saja aku mergusap – usap perut Bu Tika yang terbuka dari belahan rompi putih belang – belang hitam itu. Bahkan pusar perutnya sengaja kugelitik dengan ujung jariku.

Bu Tika malah ketawa cekikikan. Lalu menarik tanganku ke arah toket di balik rompi belang hitam putih itu. “Yang ini nih kalau mau megang sih, “ katanya ketika telapak tanganku sudah memegang toketnya yang ternyata tidak berbeha.

Lagi – lagi aku menemukan toket berukuran sedang yang padat kencang.

Pada saat itu mobilku diparkir menghadap ke dinding. Sehingga Bu Tika leluasa untuk memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya, sementara mobilku belum dijalankan, meski mesin dan ACnya sudah dihidupkan.

Aku pun membalas ciuman Bu Tika dengan lumatan, sementara tanganku asyik meremas toket kirinya. Tapi semua itu hanya berlangsung beberapa detik. Lalu Bu Tika melepaskan ciumannya, juga mengeluarkan tanganku dari balik rompinya, kemudian ia menutupkan ritsleting mantel panjang hitamnya. “Nanti di rumah ibu, kita lanjutkan ya, “ ucapnya yang diiyakan olehku.

Lalu kumundurkan mobilku, kemudian memutar dan akhirnya berada di jalan ramai, menuju rumah Bu Tika yang sudah disebutkan alamatnya.

“Tadi yang disebut mirip dengan latar belakang kehidupanku itu apa Bu ?” tanyaku gak sabar, ingin segera mendengar jawaban Bu Tika.

“Singkatnya aja ya, “ kata Bu Tika, “Ibu juga punya mama tiri. Terus mama tiriku kepergok sedang selingkuh dengan suami ibu. Makanya ibu langsung menggugat cerai. Nah ... itu aja singkat ceritanya. “

“Jadi Ibu bercerai dengan suami, gara – gara dia selingkuh sama mama tiri Ibu ?” tanyaku.

“Iya. Terlalu kan ? “

“Mama tiri Ibu usia berapa ?”

“Memang agak muda sih. Cuma beda lima tahun sama ibu. Sekarang usia mama tiri ibu tigapuluhtujuh tahun. “

“Berarti sekarang usia Bu Tika tigapuluhdua tahun ?”

“Iya. Kenapa ?”

“Bu Tika kelihatan seperti masih di bawah duapuluhlima tahun. “

“Mmmm ... terimakasih. Masih seksi kan ?”

“Masih seperti waktu aku masih di SMA. “

“Terakhir Edo ninggalin SMA kan setahun yang lalu. Belum lama. “

“Bu Tika bercerai sama suami kapan ?”

“Dua tahun yang lalu. “

“Duh ... padahal saat itu aku masih jadi murid Ibu. Tapi aku belum pernah dengar kalau Ibu sudah menjanda. Kalau tau sih ... “

“Ah, saat itu Edo baru tujuhbelas tahun kan ? Secara hukum ibu bakal disalahkan, bisa dianggap memanipulasi anak di bawah umur. “

Rumah Bu Tika di luar kota. Aku mengambil jalan pintas, mengikuti anjuran mantan guruku itu. Jalan pintas yang melewati hutan pinus di kanan kirinya.

“Ibu sudah punya anak berapa ?” tanyaku ketika masih berada di antara hutan pinus di kanan – kiri mobilku.

“Belum punya, “ sahutnya.

“Wow ... berarti itunya ... masih seperti gadis ya. “

“Ya iyalah. Kan belum pernah turun mesin. Nanti Edo akan membuktikannya, “ sahut Bu Tika sambil meraba – raba ritsleting celana jeansku. Lalu berusaha menariknya ke bawah.

Aku mengerti apa yang diinginkannya. Karena itu kubuka kancing logam celana jeansku, lalu menurunkan ritsletingnya. Bu Tika tampak senang. Tangannya langsung menyelinap ke balik celana dalamku dan memegang kontolku yang sudah agak tegang. Lalu memekik tertahan, “Edooo ... ! Punya Edo ini ... gede banget ... ! Diapain bisa jadi gede gini ?”

“Gak diapa – apain Bu. Sudah dari sononya begini. “

“Ntar dulu ... Edo punya darah bule juga ya. “

“Ibu kandungku blasteran Turki dengan Lebanon Bu. “

“Turki itu kan bule juga. Orang Lebanon juga banyak yang bule. Hmmm ... pantesan punyamu gagah begini, “ ucapnya sambil menggoyang – goyangkan kontolku yang sudah ngaceng full, gegara dipegang oleh telapak tangan halus Bu Tika.



Ternyata rumah Bu Tika lumayan besar dan megah. Pagar tembok tinggi mengelilingi rumah besar itu. Bentuknya sudah minimalis tropikal yang modern dan artistik.

“Ibu tinggal sendirian di rumah sebesar ini ? Dengan suasana sepi di sekitarnya ?” tanyaku sambil membantu Bu Tika turun dari SUV hitamku yang agak tinggi.

“Iya, “ sahutnya, “di sini sih aman. Tapi dua hari sekali ada pembantu yang datang untuk bersih – bersih dan masak. Rumah ini pemberian ayah. Kalau beli sendiri sih gak mampu. Gaji guru kan gak banyak Do. “

Hari sudah remang – remang ketika aku dan Bu Tika masuk ke dalam rumahnya.

“Silakan duduk dulu, “ kata Bu Tika sambil menunjuk ke sofa ruang tamu, “ibu mau ganti pakaian dulu ya. “

“Iya Bu, “ sahutku sambil duduk di sofa ruang tamu.

Lalu Bu Tika masuk ke dalam kamarnya. Sementara aku mengeluarkan ponselku karena ada tone WA yang masuk. Ternyata dari Shinta ... !

Shinta : – Katanya mau datang. Kok gak muncul – muncul ?

Aku : – Aku mendadak sibuk sekali Sayang. Mungkin besok atau paling lambat lusa baru bisa datang. Sabar ya Cantik. –

Shinta : – Oke deh, aku mau sabar. Jaga kesehatan ya. –

Aku : – Thanks buat pengertiannya. I love you. –

Shinta : – Love you too

Handphone kumatikan, lalu kumasukkan ke dalam saku celana jeansku kembali.

Bu Tika pun muncul dalam pakaian yang aduhai ... mengenakan semacam bikini yang terbuat dari kain putih jarang, seperti kain puring atau kain tirai yang tembus pandang. Sehingga aku bisa melihat dengan jelas bentuk sepasang toketnya yang indah dan bagian menghitam di bawah perutnya. Jelas bahwa yang menghitam itu jembut ... !

Bu Tika menghampiri sofa yang sedang kududuki. Tapi bukannya duduk di samping kiriku. Bu Tika merebahkan diri, dengan kepala berada di atas sepasang pahaku.

Aku pun langsung menyambutnya dengan menyelinapkan tangan kiriku ke balik bikini transparan itu pada bagian dadanya. Dan meremas toket kirinya yang masih seperti toket gadis 20 tahunan. Masih sangat enak untuk diremas. Sementara tangan kananku menyelinap ke bagian yang menutupi memeknya yang memang berjembut lebat tapi mungkin sering digunting, agar tidak berantakan tumbuhnya.

Ketika tangan kiriku memainkan pentil toket mantan guruku yang cantik ini, jemari tangan kananku sudah menemukan celah memeknya yang mulai membasah. Bahkan aku telah berhasil menemukan kelentitnya yang nyempil kecil di atas mulut memeknya.

Bu Tika mulai menggeliat dan mengejang – ngejang. Suhu badannya pun mulai hangat.

Lalu ia menatapku sambil berkata, “Di kamar ibu aja yuk. Biar lebih leluasa. “

Aku mengangguk sambil mengeluarkan tangan dari bikini transparan itu.

Bu Tika bangkit, lalu berdiri sambil memegang pergelangan tangan kiriku. Lalu melangkah ke dalam kamarnya sambil menuntunku.

Kulihat kamar mantan guruku itu tertata dengan apik dan modern. Menimbulkan rasa nyaman di hatiku. Lalu ia melepaskan bikini transparan itu, sehingga tubuh putih mulusnya jadi telanjang bulat. “Edo juga harus telanjang dong. Masa mau pakaian lengkap terus, “ kata Bu Tika sambil naik ke atas bednya. Lalu ia merebahkan diri di atas bed yang modern bentuknya itu.

Sayup – sayup kudengar musik. Aku tahu benar, itu koleksi musik Juan dari Spanyol. Lagunya banyak yang instrumental, banyak juga yang ada vocal, tapi hampir semua musik koleksi Juan itu slow dan menenangkan hati. Lagu yang tengah diputar itu pun termasuk kusukai. Lagu Take me to the sea.

Kulepaskan seluruh busanaku, sampai telanjang seperti bu Tika. Lalu naik ke atas bed yang bentuknya sangat artistik dan modern ini.












Bu Tika langsung duduk, hanya untuk memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini. Dan berkata, “Pasti penis Edo ini menurun dari Turki. Makanya bisa panjang gede gini. “

Lalu Bu Tika mendorong dadaku, sampai aku celentang. Dan Bu Tika tengkurap di atas dadaku. Sambil memagut bibirku ke dalam lumatan hangatnya. Aku pun mendekap pinggangnya sambil balas melumat bibirnya.

Terasa sekali bahwa Bu Tika sedang hot – hotnya. Sedang sangat merindukan sentuhan lelaki. Ketika ia melumat bibirku ini, terasa tubuh putih mulusnya bergetar – getar dan semakin menghangat.

Dan manakala Bu Tika menelentang, aku pun langsung menelungkup di antara kedua belah paha putih mulusnya yang direnggangkan selebar mungkin. Sambil mengusap – usap jembut lebatnya, namun hanya tumbuh di luar mulut memeknya. Sehingga aku leluasa untuk menciumi dan menjilati mulut memek mantan guru yang dahulu sering menjadi obsesiku itu.

Bu Tika mulai menggeliat – geliat ketika aku sudah gencar menjilati labia mayora dan labia minoranya, sementara ujung jempol kiriku mulai menggesek – gesek kelentitnya. Tentu saja air liur pun kualirkan sedikit demi sedikit ke dalam mulut memek Bu Tika.

Dan setelah mulut memek Bu Tika basah kuyup, aku pun bangkit. Meletakkan moncong kontolku di ambang mulut Bu Tika.

Bu Tika pun memegang kontol ngacengku dengan jempol dan telunjuknya. Mungkin agar sasarannya tepat, jangan sampai meleset. Lalu dia memberi isyarat dengan matanya. Pertanda bahwa letak kepala kontolku sudah tepat arahnya.

Aku pun mendesakkan kontolku sekuat mungkin. Dan ... sedikit demi sedikit melesak masuk ke dalam liang memek Bu Tika yang ... lagi – lagi aku menemukan liang memek super sempit, seperti liang memek Bu Vivi dan Tante Icha.

Maka ketika kontolku sudah masuk lebih dari separohnya, aku pun mulai mengayun kontolku sambil berpegangan pada sepasang toket Bu Tika yang masih sangat enak buat diremas ini.

Desahan dan rintihan Bu Tika pun mulai berkumandang di dalam kamar yang tertata apik dan modern ini. “Hhhhhhhhhh .... hahhhhhhhhhhhh ... hehhhhhhhhhhh ... Edooooo ... gak nyangka kita bakal beginian ya .... aaaaaaaaaaahhhhh ... penismu memang luar biasa gedenya Doooo .... sampai terasa benar menggaruk – garuk liang memek ibuuuu ... ooooooohhhhh ... Edddddooooo ... kalau sama Edo sih ditidurin tiap hari juga ibu mau Doooooo ... “

“Uuuuughhhhhh ...aaaa ... aaaku juga ... ba ... bakal ketagihan ngentot memek Ibu yang sempit sekali ini ... uuuughhhh ... nikmat seklai rasanya Buuuu .... uuuuughhhh ... “ sahutku di antara dengus – dengus nafasku yang tidak beraturan.

“Aaaaaaaa .... aaaaaaaahhhhh ... kita ini lagi ngapain Do ?” tanyanya terengah.

“Ugggghhhh ... nuju ewean Buuuu .... “

“Aduh, sampai ewean bener istilahnya ... “

“Lantas apa istilah yang paling tepat ?”

“Bilang aja lagi ngemplud ... hihihihiiii ... “

“Ada juga yang bilang ble’e ... lagi ble’e Bu ... “

“Ada lagi yang bilang lagi ngencus ... hihihiiiii ... ayo lanjutin ... jangan direndem lama – lama. Nanti keburu jadi ager – ager. “

Liang memek Bu Tika memang sudah beradaptasi dengan ukuran kontolku. Sehingga aku bisa menggencarkan entotanku sampai batas kecepatan standard.

Persetubuhanku dengan mantan guruku ini sebenarnya ronde kedua bagiku. Karena tadi siang cukup lama aku menyetubuhi Bu Vivi. Namun aku hanya sekali ngecrot saja di dalam memek wanita berdarah 100% Taiwan itu.

Menurut prediksiku, persetubuhan dengan Bu Tika ini akan berlangsung lebih lama lagi. Karena durasi dalam ronde kedua biasanya lebih lama daripada ronde pertama. Hal ini membuatku pede. Begitu juga ketika Bu Tika mulai menggual – geolkan bokong semoknya, aku tetap pede. Dan tetap menyodok – nyodok liang memek mantan guruku dengan gairah yang berkobar - kobar.

Latihan dan petunjuk dari Teh Nining, tentang cara memuaskan wanita, kupraktekkan lagi. Bahwa ketika kontolku sedang gencar mengentot liang sempit ini, ketika Bu Tika makin binal menggeol – geolkan bokong semoknya, tangan dan mulutku pun mulai beraksi. Tangan kiriku asyik meremas – remas toket kanan Bu Tika, sementara mulutku mulai asyik menjilati leher jenjangnya, disertai dengan gigitan – gigitan kecil yang tidak menyakitkan.

Rintihan Bu Tika pun berkumandang lagi di dalam kamar ini. Dengan kata – kata vulgar yang konon dibutuhkan juga pada waktu sedang melakukan hubungan seks.

“Oooooo ... oooooooooohhhhh ... Edoooooo ... kontol Edo ini ... memang luar biasa enaknyaaaa ... terasa sekali menggaruk – garuk memek ibuuuuu ... antot terus Doooo ... janganb brenti – brenti ... entooooooottttt ... entooooooooooootttttt ... oooooohhhhhhh ... iyaaaaa ... iyaaaaaaaa ... iyaaaaa ... nikmaaaaaat Dooooo ... heunceut ibu sampai denyat – denyut gini saking enaknyaaaa ... entoootttt teruuuusssss ... entoooooooootttt ... Edooooo ... entoooooooooootttttttt ... iyaaaaa ... iyaaaaaaaaaaaaaa ... “

Aku semakin bersemangat mengentot mantan guruku ini. Sehingga terasa tubuhku mulai keringatan. Bu Tika pun sudah mulai keringatan di sana – sini. Namun aku semakin bersemangat menjilati lehernya yang sudah basah oleh keringat ini. Bahkan pada suatu saat, ketika tangan kiri Bu Tika sedang berada di dekat kepalanya, kuserudukkan mulutku ke ketiak kirinya yang juga sudah basah oleh keringat, namun hanya harum deodoran yang tersiar ke penciumanku. Sehingga meski keringat Bu Tika tertelan olehku pun, aku tidak merasa jijik sedikit pun.

Namun ketika aku sedang mengentot dengan gencar sambil menjilati ketiak kiri Bu Tika, sedang asyik juga meremas – remas toket kanannya ... Bu Tika mulai klepek – klepek. Mulai berkelojotan ... lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang, dengan perut sedikit terangkat, dengan mulut ternganga dan menahan nafasnya.

Pada saat itulah kudesakkan kontolku sedalam mungkin. Lalu tidak kugerakkan lagi, karena ingin menikmati indahnya liang memek wanita yang sedang orgasme.

Ya ... liang memek Bu Tika mengedut – ngedut kencang. Disusul dengan terbitnya lendir kewanitaannya. Kira – kira seperti kontol yang sedang ngecrot. Namun lendir kewanitaan Bu Tika hanya terasa menghangatkan dan membasahi kontolku. Tidak tersembur keluar seperti ejakulasi pria.

Bu Tika terpejam beberapa saat, dengan pelukan yang sudah mengendur. Dan ketika mata beningnya terbuka lagi, ia menatapku dengan senyum manis di bibirnya. “Terima kasih Edo ... Edo sudah memberikan yang terbaik pada ibu, yang tak mungkin ibu rasakan dari lelaki lain. Tapi Edo belum ejakulasi kan ?” tanyanya.

“Belum Bu. Santai aja. Soalnya aku sie suka lama ngecrotnya, “ sahutku.

Bu Tika mencium bibirku dengan mesra sekali. Lalu berkata, “Edo ini ... punya penis luar biasa panjang gedenya ... mainnya juga bagus sekali ... gak gampang ngecrot pula. Hmmm ... ibu sih kalau Edo mau, digenjot tiap hari juga mau. “

Lalu aku seperti mengalami déjà vu. Bahwa seperti Tante Icha dan Bu Vivi, demikian pula halnya dengan Bu Tika. Bahwa sesaat kemudian ia minta min di atas, minta woman on top alias WOT.

Aku mengiyakan saja. Meski aku yakin Bu Tika takkan bertahan lama kalau main di atas. Konon, dalam posisi WOT itu “onderdil” kewanitaan turun semua. Sehingga mudah tersentuh dan mudah orgasme.

Biarlah, aku akan membuktikannya. Apakah Bu Tika bisa bertahan lama main di atas atau tidak.

Setelah liang memeknya “mencengkram” kontolku, Bu Tika mulai mengayun bokong semoknya sambil berlutut. Maka terasalah nkontolku dibesot – besot oleh liang memeknya yang tidak sesempit tadi lagi (karena sudah orgasme tadi). Sehingga dengan mudah Bu Tika bisa menaik – turunkan liang memeknya. Sementara selangkangannya yang “menepuk – nepuk” selangkanganku, menimbulkan bunyi unik. Bunyi plak pluk plak pluk dan plak puk terus.









Seperti yang telah dijanjikan, setelah Ketika Birahi Berdesir ini sudah terupdate sampai part 08, maka saya akan melanjutkan Pejantan Perkasa dulu. Dan nanti para pembaca akan tahu, bahwa sebenarnya kisah nyata ini ada hubungannya dengan Gigolo dan Pejantan Perkasa.

Mohon para suhu maklum adanya.

Otta. -
Siaaap suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd