Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ketika Birahi Berdesir update Part 08

Part 03

Aku bangun sepagi mungkin. Lalu kupanaskan mesin mobil punya Teh Nining, sementara aku mandi dulu sebersih mungkin. Setelah mandi dan berdandan, aku keluar dari kamarku.

Mama menyambutku dengan ciuman mesra di bibirku. Lalu mengajakku menyantap sarapan pagi di ruang makan.

Beberapa tangkep roti bakar sudah dihidangkan di atas meja makan. Ada secangkir kopi panas juga untukku, sementara Mama sendiri hanya menyediakan air mineral untuk dirinya sendiri.

“Nyenyak tidurnya tadi malam ?” tanya Mama yang duduk di kursi sebelah kiri kursiku.

“Nyenyak sekali. Kalau tidur sama Mama, pasti gak bisa tidur. Karena aku pasti akan menggoda Mama terus. Hehehe ... “

“Iya sih. Pasti kamu nafsu lagi, lalu gerayangin memek mama. Dan mama pun pasti horny lagi. “

Tiba – tiba aku teringat sesuatu. Maka lalu tanyaku, “Mama punya tanah kosong yang tak jauh dari jalan besar itu kan ?”

“Iya. Memangnya kenapa ?”

“Luasnya berapa Mam ?”

“Cuma satu hektar. “

“Kalau Mama mau jual, aku mau beli deh. Daripada dijual sama orang lain, mendingan dijual sama aku. “

“Emangnya kamu punya duit sebanyak harga tanah itu ?”

“Ada Mam. Kemaren ada bisnisku yang pecah. Makanya, daripada dipakai foya – foya kan mendingan dibelikan tanah. “

“Tanahnya gak terurus. Di musim hujan begini, pasti sudah banyak ilalang. “

“Makanya itu, mendingan dijual sama aku Mam. Tapi Mama harus jual semurah mungkin, karena jualnya bukan sama orang lain. “

“Memangnya kamu mau bertani ?”

“Bertani sih bukan bidangku. Pokoknya hitung – hitung investasi aja Mam. Daripada dibelikan hal – hal yang gak penting. Siapa tau kelak bisa dijadikan sesuatu. “

“Sebenarnya tanah itu ada sejarahnya Do. “

“Sejarah gimana ?” tanyaku.

“Tanah itu dibeli dengan uang asuransi kematian suami pertama mama. Saat itu batin mama sedang kemelut. Mama tidak mau membelikan uang asuransi itu untuk apa pun. Karena mama seolah menjual nyawa suami. Akhirnya mama beli tanah itu dengan uang asuransi ditambah dengan tabungan mama sendiri. “

“Lalu setelah tanah itu dibeli, Mama terlantarkan begitu saja tanahnya. “

“Diterlantarkan benar sih gak juga. Mama kan sengaja tanamin bambu dan pohon buah – buahan. “

“Dahulu Mama beli tanah itu berapa ?” tanyaku.

Mama menyebutkan harga pembelian tanah itu. Lalu berkata lagi, “Tapi kalau Edo mau tanah itu, biarin mama jual dengan harga setengah dari pembeliannya. Jadi ada discount limapuluh persen buat Edo tersayang. “

Aku terkejut. Karena harga pembelian tanah itu terhitung murah, mungkin karena belinya beberapa tahun yang lalu, saat harga tanah masih murah. Lalu Mama akan menjualnya padaku dengan discount 50 % jadi sangat sangat murah sekali ... ! Dan aku sanggup membelinya, dengan sebagian kecil dana tabunganku yang sudah gemuk sejak sukses di kota X itu.

Karena itu aku menyambutnya dengan ucapan, “Deal Mamaku Sayang. Transaksinya besok aja ya. Karena sekarang aku ada kerjaan yang harus diselesaikan dulu. “

“Memang Edo punya duit segitu besarnya ?” tanya Mama bernada kurang percaya.

“Punya Mam. Dalam tabunganku di bank. Nanti kalau sempat akan kutarik dana untuk membayar tanah itu. Sekarang aku harus pergi dulu ya. Takut kesiangan. “

“Iya, hati – hati di jalan ya Sayang, “ kata Mama sambil mendekap pinggangku dari belakang.

Aku pun memutar badan jadi berhadapan dengan Mama. Lalu kutepuk – tepuk memek Mama meski hanya dari luar dasternya, sambil berkata, “Titip punyaku ini ya Mam. Rawat sebaik mungkin, supaya rasanya tetap super lezat ... “

“Iya. Demi Edo, mulai saat ini mama akan merawatnya sebaik mungkin. Agar Edo tidak berpaling dari mama. “

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di belakang setir sedan punya Teh Nining. Dengan senyum di bibir. Karena Mama sudah mau menjual tanahnya dengan harga sedemikian murahnya. Mungkin karena Mama belum sadar, bahwa tanah itu memang berada di pinggir jalan kecil, bukan di pinggir jalan besar. Tapi hanya beberapa ratus meter dari tanah itu sudah berdiri sebuah kampus besar. Kampus yang rata – rata mahasiswanya anak – anak orang berduit semua.

Kalau aku membangun rumah kos di tanah punya Mama itu, pasti banyak peminatnya.

Karena itu aku sangat bersemangat memacu mobil Teh Nining ini menuju rumahnya.

Mudah – mudahan urusan kabel tembaga kupas itu akan mendatangkan fee lagi untukku. Agar rumah kos yang kucita – citakan cepat terwujud.



Setibanya di halaman depan rumah Teh Nining, kurapatkan mobil ke teras depan. Lalu turun dari mobil itu setelah mematikan mesinnya.

Di ruang tamu kulihat Shinta sudah berdandan. Sehingga kecantikannya makin bersinar cerah. “Mau kuliah ?” tanyaku.

“Iya Papie sayang, “ sahutnya sambil tersenyum.

“Mana Mamie ?” tanyaku lagi.

“Lagi mandi. Sini sebentar ... “ Shinta menarik tanganku ke dekat dinding ruang tamu.

Tiba – tiba di situlah Shinta mencium bibirku dengan lahapnya ... !

Setelah ciumannya terlepas, Shinta berkata setengah berbisik, “Tadi malam aku ingat POapie terus. Mau ngirim WA, tapi takut Papie sudah tidur. “

“Aku juga punya perasaan yang sama. Mau ngirim WA, tapi takut Shinta udah bobo. “

“Masa sih ?!” Shinta tampak ceria.

“Serius ... “

“Ya udah aku mau berangkat kuliah dulu Pap. Sekalian mau ambil formulir pendaftaran buat Papie itu. Nanti kita lanjutkan di WA aja ya.”

“Iya. Ati – ati di jalan ya Shin. “

“Oke. Thanks, “ sahut Shinta sambil melambaikan tangannya.

Tak lama kemudian Shinta sudah berada di atas skuter Itali, meluncur ke luar halaman luas rumah Teh Nining ini.

Aku pun duduk di sofa ruang keluarga, sambil menunggu Teh Nining yang katanya sedang mandi.

Beberapa saat kemudian Teh Nining muncul dari dalam kamarnya. “Udah lama nunggu ?” tanyanya dengan sikap ceria.

“Belum lama. Memangnya Teteh baru bangun jam segini ?”

“Iiiih ... teteh sih udah ke sana – sini. Tapi mandinya baru saja. Sini yuk sebentar, “ ucap Teh Nining sambil menarik tanganku. Mengajakku menuju sebuah pintu. Lalu pintu itu dibuka. Ternyata pintu itu menuju garasi, di mana ada sebuah mobil SUV tersimpan, berbungkus plastik seperti masih 100% baru.

Teh Nining membuka bungkus plastik itu sehingga mobil SUV berwarna hitam itu tampak sekujurnya. Memang masih baru. Bannya juga masih bersih dari debu.

Lalu Teh Nining berkata, “Jangan ditolak ya. Ini mobil sengaja teteh belikan, supaya Edo mau punya mobil. Ini teteh kasih dengan hati ikhlas. Teteh hanya ingin melihat Edo lebih gagah dengan mobil yang cocok untuk lelaki. “

Aku terkejut dan memegang sepasang tangan Teh Nining, sambil berkata, “Teteh ... ooooohhhh ... aku kan sudah dapat bagian yang lebih dari semestinya. Tapi Teteh malah membelikan mobil baru segala ... aaaaahhhhh ... aku kehabisan kata – kata untuk mengucapkan terima kasih sama Teteh yang begini baiknya padaku. “

Teh Nining malah menepuk bahuku sambil menyahut, “Sudah ... jangan banyak basa – basi. Sekarang kita survey tembaga itu pakai mobil baru ini. Ayoooo ... “

Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di belakang setir mobil SUV hitam yang menurutku lebih mahal daripada sedan Teh Nining sendiri. Soalnya mobil SUV ini tergolong mobil berkelas. Bukan SUV biasa.

Di dalam perjalanan menuju tempat penyimpanan kabel tembaga kupas itu, Teh Nining berkata, “Sebenarnya ada sesuatu yang ingin teteh sampaikan pada Edo. “

“Mengenai masalah apa Teh ?”

“Masalah hubungan kita, “ sahut Teh Nining, “Anak teteh kan cuma seorang, ya Shinta itu. Dia seolah belahan jiwa teteh sendiri. “

Teh Nining terdiam sejenak. :Lalu berkata lagi, “Jadi, kalau dia bahagia, teteh juga bahagia. Sebaliknya kalau perasaannya hancur, berarti kehancuran teteh juga. “

“Iya, terus ?”

“Tadi malam Shinta curhat sama teteh. Dia bilang bentuk Edo sangat mirip dengan mantan pacarnya yang meninggal akibat kanker otak. Teteh hanya jadi pendengar yang baik. Tapi teteh yakin, Shinta itu jatuh hati sama Edo. “

“Terus ?”

“Demi perasaan sayang teteh sama Shinta, teteh rela menjadikan Edo pacar atau calon suami Shinta. Tapi hubungan kita harus tetap terjalin. Hanya saja kalau Shinta bisa dijadikan istri Edo yang sah. Sementara dengan teteh hanya hubungan tanpa perkawinan. “

“Kedengarannya aneh di telingaku Teh. “

“Tidak aneh. Kita bisa saling memiliki terus. Tapi calon istri Edo itu Shinta. Bukan teteh. Mengenai rencana kuliah Edo, lanjutkan terus. Teteh yang akan menanggung semua biayanya. Hubungan kita pun jalan terus. Jangan terputus gara – gara menikah dengan Shinta nanti. Jadi, anggap saja Edo punya istri dua orang. Shinta dan teteh. Kapan pun Edo membutuhkan teteh, akan teteh ladeni sebisa mungkin. “

Aku terdiam di belakang setir mobil SUV yang sedang kutujukan ke lokasi tembaga itu. Dengan perasaan bercampur aduk.

Lalu Teh Nining berkata lagi, “Teteh akan berunding sama Shinta nanti. Teteh akan membolehkannya jadi pacar atau calon istri Edo. Tapi hubungan teteh sama Edo akan berlanjut terus, meski pun Edo sudah menjadi suami Shinta nanti. Bagaimana ? ” Teh Nining menepuk bahu kiriku.

“Aku jadi bingung Teh, “ sahutku

“Jadi lelaki harus bisa memutuskan ketika ada masalah seperti ini. “

“Seandainya aku menerima saran Teteh, bagaimana dengan perasaan Teteh kelak ? Apakah Teteh takkan sakit hati ?”

“Ya nggaklah. Teteh malah akan merasa bahagia kalau Shinta bahagia. Karena dia itu anak teteh satu – satunya, “ kata Teh Nining.

“Baiklah, “ sahutku, “Untuk membalas segala kebaikan Teteh, aku terima saran Teteh, meski masih terasa aneh bagiku. “

“Jangan begitu. Jangan sangkuit pautkan keputusan Edo dengan kebaikan teteh. Edo harus menjadikan Shinta sebagai calon istri berdasarkan cinta. Jangan berdasarkan kebaikan teteh. “

“Aku mau terus terang nih. Tapi Teteh jangan marahi Shinta nanti ya. “

“Teteh belum pernah memarahi Shinta sejak kecil sampai nsudah sedewasa itu. Emang apa yang mau Edo sampaikan ? “

“Tadi, waktu Teteh masih mandi, Shinta mau berangkat kuliah. “

“Terus ?”

“Dia menarik tanganku di ruang tamu. Lalu mencium bibirku Teh ... “

“Ogitu ... ya udah ... berarti dia sudah gak tahan, ingin memiliki Edo. “

“Apakah aku memang mirip mantan pacarnya yang sudah meninggal itu ?”

“Iya. Memang mirip. Tapi Edo masih menang di usia. Mantan pacar Shinta itu berumur 25 tahun, sedangkan Edo malah lebih muda setahun dari Shinta. “

Aku mengangguk – angguk kecil.

“Meski sudah pernah pacaran, jangan takut Do. Shinta dijamin masih perawan. Setelah pacarnya meninggal, teteh bawa dia ke dokter. Untuk memeriksa keperawanannya. Karena teteh takut hubungannya dengan almarhum sudah kebablasan. Ternyata dia masih perawan. “

“Sampai segitunya Teh Nining sama anak ya. “

“Ya iyalah. Karena seorang janda lebih berharga daripada gadis yang tidak perawan lagi. Keperawanan itu laksana piring. Kalau sudah pecah, ya dibuang ke tempat sampah.”

“Soal itu kan bisa kubuktikan nanti Teh. “

“Edo bahkan boleh membuktikannya sebelum nikah. Kalau Shinta tidak perawan lagi, batalkan aja pernikahannya. “

“Waduh ... mudah – mudahan hal itu jangan sampai terjadi. “

“Amiin ... “

Tak lama kemudian, mobil SUV-ku sudah tiba di depan gudang tempat penyimpanan kabel tembaga kupas yang 150 ton itu.

Syam, teman bisnisku yang menawarkan kabel tembaga itu, menghampiriku waktu aku baru turun dari mobil baruku.

“Di mana barangnya ?” tanyaku.

“Di gudang, “ sahut Syam sambil menunjukke arah gudang yang tertutup, “Buyernya ibu itu ?”

“Iya, “ sahutku berbohong. Karena sebenarnya Teh Nining masih mengandalkan seorang funder sebagai latar belakangnya. Teh Nining memang belum kenal dengan Syam. Karena Syam bukan rekan segrup yang biasa kumpul di rumah Pak Hendra.

“Bisa lihat barangnya ?” tanyaku.

“Bisa, “ Syam mengangguk. Lalu mengajak kami (aku dan Teh Nining) menuju gudang yang pintunya masih tertutup itu. Lalu Syam membuka pintu gudang itu dan mengajak kami masuk ke dalam.



Bisnis kabel tembaga yang sudah dikupas itu sukses. Bahkan ternyata barangnya ada 250 ton. Tapi kata Syam yang 100 ton sudah di-DP oleh buyer lain. Jadi hanya 150 ton yang dieksekusi. Lalu diangkut oleh beberapa truk , menuju buyer yang sebenarnya.

Kelebihan Teh Nining dalam berbisnis, tidak cuma modal dengkul. Setiap barang yang akan dijualke buyer yang sebenarnya, dibayar cash oleh Teh Nining. Sementara aku sendiri masih bisa disebut modal dengkul. Karena aku selalu mengandalkan Teh Nining untuk membayar setiap barang yang akan dibisniskan ke buyer yang sebenarnya.

Setelah kabel tembaga itu selesai diangkut ke gudang buyer yang sebenarnya, aku pun meninggalkan gudang yang dipercayakan kepada Syam itu.

Setelah SUV hitamku meninggalkan gudang itu, Teh Nining memperlihatkan kalkulatornya sambil berkata, “Ini keuntungan kita berdua. Dan Edo berhak untuk mendapatkan separohnya. “

Aku berpikir sejenak. Haaa ... keuntungan yang akan kuterima dari Teh Nining, jumlahnya malah lebih banyak daripada harga tanah yang akan Mama jual kepadaku itu. Maka ketika Teh Nining bertanya, apakah keuntungan itu mau ditransfer ke rekening tabunganku atau mau menerima secara fisik (uang) saja ? Aku pun menjawab, “Cash aja Teh. Soalnya aku mau membayar tanah yang akan dibuar rumah kos itu hari ini. “

“Iya, tapi itu berarti kita harus ke bank dulu ya. “

“Iya Teh Nining sayang ... “

“Hmmm ... nanti sama Shinta juga harus manggil Shinta sayang ya. “:

“Heheheee ... iya, iyaaa ... “

Tak lama kemudian, SUV hitamku berhenti di depan bank yang ditunjuk oleh Teh Nining. Lalu Teh Nining duluan masuk ke dalam bank itu, untuk menarik dana yang akan diberikannya padaku.

Setengah jam kemudian Teh Nining sudah menjinjing tas kertas yang biasa diberikan oleh bank, untuk menyimpan uang yang jumlahnya banyak. Teh Nining menyerahkan kantong kertas itu padaku. Lalu dia naik lagi ke dalam SUV-ku.

“Berapa luas tanah yang Edo mau bayar itu ?” tanya Teh Nining ketika SUV-ku sudah meluncur di jalan aspal.

“Satu hektar Teh, “ sahutku.

“Haaaa ... memangnya cukup uang segitu untuk membeli lahan sehektar ?!”

“Jual beli dengan ibu tiriku sendiri Teh. Harusnya dua kali itu bayarnya. Tapi karena dijualnya sama aku, ibu tiriku ngasih discount limapuluh persen. “

“Pantesan murah – murah amat. Sekarang tanah di kota ini harganya pasti milyaran. Apalagi yang dekat dengan kampus begitu. Ohya ... Edo punya ibu tiri ?”

“Iya Teh. Ibu kandungku sudah lama meninggal, waktu aku baru kelas tiga SD. “

“Ibu kandung Edo orang mana ?”

“Dia blasteran Lebanon dengan Turki Teh. “

“Iiiih ... pantesan ... titit Edo gede banget. Mungkin menurun dari ibunya, atau ayah dari ibu Edo itu. “

“Mungkin. “

“Kalau teteh kan pernah melahirkan jadi gak susah dimasukin kontol Edo yang segitu gede dan panjangnya. Tapi kalau dengan Shinta ... pasti Edo harus berjuang keras dulu sebelum mendapatkan keperawanannya. “

“Hahahaaa ... itu kan masih lama Teh. Gak usah dipikirin sekarang. “

“Bisa masih lama, bisa sebentar lagi. Mungkin aja Shinta minta cepat – cepat dikawinkan. “

“Lalu kuliahnya gimana ?”

“Kan bisa cuti dulu satu atau dua semester. Makanya banyak ibu – ibu yang sudah banyak anaknya, masih kuliah juga. Ada yang cuma ambil es-satu, ada juga yang ambil es-dua atau es-tiga. “

“Iya sih Teh. “



Beberapa saat kemudian SUV hitamku sudah tiba di depan rumah Teh Nining.

Kulihat skuter Shinta sudah ada di dekat pintu garasi. Berarti Shinta sudah pulang. Memang saat aku turun dari SUV baruku, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 5 sore. Sang waktu memang dihabiskan di gudang kabel tembaga tadi.

Teh Nining duluan masuk ke dalam rumahnya. Sementara aku sedang menerima call dari Deni, salah seorang teman bisnis serabutanku.

Deni : “Ada yang nyari tanah sekitar empat atau lima hektar, tapi harus yang ada mata airnya Do. “

Aku : “Untuk apa nyari tanah yang ada mata airnya ?”

Deni : “Untuk pabrik air mineral. “

Aku : “Iya. Ntar aku cariin. Kalau sudah dapet, aku call Deni nanti. “

Deni : “Aku tunggu beritanya ya Do. “

Aku : “Oke. “

Setelah hubungan seluler ditutup, barulah aku melangkah masuk ke dalam rumah Teh Nining.

Teh Nining tidak ada di ruang tamu mau pun di ruang keluarga. Tapi terdengar suara Teh Nining sedang berbicara di kamar Shinta. Mungkin sedang menasehati Shinta atau apa gitu. Yang jelas, beberapa saat kemudian Teh Nining muncul bersama putrinya. Seperti kemaren, Shinta duduk di sebelah kiriku, Teh Nining di sebelah kananku, di atas sofa yang sama.

“Sudah clear Do, “ kata Teh Nining yang sudah duduk merapat ke sisi kananku.

“Clear masalah apa ?” tanyaku.

“Masalah yang diceritakan di mobil tadi. Jadi Shinta siap untuk menjadi calon istri Edo, sementara teteh diijinkan untuk tetap berhubungan dengan Edo layaknya hubungan suami – istri. “

“O gitu Shin ? “ tanyaku sambil menoleh ke arah Shinta.

“Iya, “ sahutnya sambil tersipu – sipu.

“Jadi kalau sudah jadi istriku, Shinta sama sekali takkan marah seandainya melihatku sedang wikwik dengan Mamie misalnya ?”

“Gak apa – apa. Kan yang duluan ngedapetin Papie juga memang Mamie. Lagian kalau sama Mamie aku rela, karena aku dan Mamie saling menyayangi. “

“Lalu ... keinginan menikah denganku memang sudah ada di hati Shinta ?”

“Sudah. Sebagai cewek aku boleh nembak duluan ?”

“Boleh. Kan kita semua sudah emansipasi. “

“Aku sih begitu melihat Papie kemaren, aku langsung jatuh hati sama Papie. “

“Karena aku mirip mantan pacar Shinta yang sudah meninggal itu ?”

“Itu sih hanya salah satu penyebabnya. Sebab utamanya ... Papie ini memang typeku benar. “

“Ogitu ya. Lalu menurut keinginan Shinta, kapan sebaiknya kita menikah ?”

Di luar dugaan, Shinta menyahut, “Lebih cepat lebih baik. Teman – teman seSMAku juga banyak yang udah nikah. “

“Besok aja kita nikah ya, “ kataku yang sebenarnya bercanda.

“Hushhh ... jangan besok benar dong. Kan harus ada persiapan dulu, “ sahut Shinta.

“Lalu kapan waktu yang tepat buat Shinta ?”

“Sebulan lagi, “ sahutnya tegar.

“Lalu kuliahnya gimana ?”

“Jalan terus. Kecuali kalau hamil, ya minta cuti aja dua semester. “

“Oke, “ aku mengangguk, “Pokoknya aku akan mengikuti keinginan Shinta dan Mamie. Berarti sebulan lagi kita menikah ya. Tapi kalau boleh usul, nikahnya secara sederhana saja. Karena aku belum jadi orang kaya. “

“Nikah sih yang penting sah-nya itu. Bukan ria-nya, “ sahut Shinta.

“Oke kalau begitu aku mau pulang dulu ya. Ada yang sedang menunggu di rumah, kataku sambil berdiri. Teh Nining dan Shinta pun sama – sama berdiri. Lalu kucium bibir Teh Nining dengan mesra. Kucium juga bibit Shinta dengan mesra. Sengaja hal ini kulakukan hitung – hitung melatih jiwa Shinta. Agar dia terbiasa menyaksikan sikap mesraku kepada ibunya.

Shinta tidak mengantarku ke dekat mobil. Teh Nining yang mengantarku.

Ketika aku sudah masuk ke dalam SUV hitamku, Teh Nining berdiri di dekat pintu di samping kananku. “Teh Nining ... aku hanya bisa mengucapkan terima kasih atas pemberian mobil ini, atas pemberian uang sekantung ini dan untuk semua kebaikan Teteh padaku yang sudah tak terhitung lagi banyaknya. “

“Sama – sama Do. Yang penting jaga kesehatan, jangan suka ngebut. “

“Itu keinginan Shinta mau dikabulkan ? Maksudku keinginan menikah sebulan lagi ?” tanyaku.

Teh Nining tersenyum. Dan menyahut, “Ya harus dikabulkan. Agar dia merasa bahagia. Karena kebahagiaan Shinta adalah kebahagiaan teteh juga. Edo gak usah mikirin biaya resepsinya. Biar teteh yang nanggung semuanya. “

Aku cuma mengangguk – angguk. Meski tak mungkin aku menikahi Shinta dengan membawa kontol doang. Tentu aku harus menyiapkan mahar, seserahan dan sebagainya.



Tak lama kemudian aku mulai menjalankan mobil baruku di jalan aspal lagi. Aku sudah tak sabar, ingin segera menyerahkan uang pembelian tanah ini kepada Mama. Supaya hatiku tenang, lalu tinggal memikirkan pembangunan di atas tanah itu. Pembangunan rumah kos itu.

Setibanya di depan pintu garasi, lagi – lagi Mama muncul menyambut kepulanganku. Aku turun dulu, untuk membuka pintu garasi, kemudian memasukkan SUV baruku ke dalam garasi.

Mama menghampiri mobil baruku. Ketika aku turun dari mobil baruku, Mama bertanya, “Mobil siapa lagi ini Do ? Kelihatannya mobil ini masih sangat baru. “

“Yang kemaren mobil teman bisnis. Kalau yang ini mobilku Mam, “ sahutku.

“Haaa ?! Kamu sudah bisa beli mobil segala Do ?! Syukurlah ... mama ikut bahagia kalau kamu sudah mulai sukses. “

Aku cuma menyahut dengan senyum. Karena yang sesungguhnya SUV hitam itu bukan dibesli olehku, tapi hadiah dari Teh Nining. Calon mertua sekaligus kekasihku.

Lalu kukeluarkan tas kerja dan kantong kertas berisi uang yang jumlahnya sangat banyak itu (untuk levelku).

“Kantong ini berisi uang untuk pembelian tanah Mama. Tapi harus dihitung dulu, karena bercampur dengan uang untuk urusan lain, “ kataku sambil mengangkat kantong kertas berisi uang itu.

“Wow ... mudah saja kamu mendapatkan uang sebanyak itu Do. Berarti kamu sudah benar – benar sukses. “

“Belum benar – benar sukses Mam. Baru belajar nyari duit doang, “ sahutku merendah. Lalu aku melangkah ke dalam rumah. Dan duduk di kursi ruang makan. Lalu memuntahkan isi kantong kertas itu ke atas meja makan.

Setumpuk uang seratusribuan sudah membukit di atas meja makan. Membuat Mama terlongong, seperti baru bangun tidur.

“Ayo Mama ambil uangnya, sesuai dengan yang sudah disepakati oleh kita berdua. Aku akan mengambil sisanya untuk keperluan lain. Pokoknya satu gepok itu sepuluhjuta.

Tidak lama kami menghitung gepokan – gepokan uang itu. Lalu Mama mengambil haknya dan memasukkan ke dalam lemari di kamarnya. Sisanya kuamankan di kamarku.

Baru saja selesai kami mengamankan uang kami, tiba – tiba terdengar bunyi pintu mobil ditutupkan di depan rumah ... bruggggg ... !

Aku menengok ke depan. Ternyata ada seorang wanita hamil turun dari taksi dan melangkah menuju ke pekarangan rumah.

“Mamaaaa ... ! Ada tamu tuh ... !” seruku yang spontan diiyakan oleh Mama dari dalam kamarnya.

Lalu bergegas Mama menuju pintu depan. Dan terdengar suaranya, “Tetty ?!”

“Iya Ceu, “ sahut wanita hamil itu.

Kemudian mereka berpelukan. Cipika – cipiki. Lalu melangkah ke arah pintu depan dan masuk ke dalam rumah.

Ternyata wanita hamil itu adik Mama yang biasa kupanggil Tante Tetty.

Tanpa disuruh pun aku menyongsong kedatangan Tante Tetty dengan menjabat dan mencium tangannya.

“Waduuuh ... Edo makin ganteng aja sih ?” Tante Tetty menggasak – gasak rambutku. Lalu cipika – cipiki denganku.

Kemudian Mama mengajak Tante Tetty duduk di ruang keluarga. Aku sendiri masuk ke dalam kamarku. Lalu merebahkan diri di atas tempat tidurku. Entah apa yang sedang diobrolkan oleh Mama dan adik kandungnya yang sedang hamil itu. Aku tak mau ikut campur, karena mungkin ada urusan keluarga yang sedang dibicarakan di ruang keluarga.

Kurang lebih setengah jam kemudian, Mama muncul di ambang pintu kamarku.

“Edo ... anterin Tante Tetty pulang gih. Kasian dia lagi hamil tua begitu, “ kata Mama.

“Memangnya ada apa Tante Tetty ke sini Mam ?” tanyaku.

Mama menghampiriku dan berkata setengah berbisik, “Dia pinjem duit, cuma lima juta. Untuk persiapan mau melahirkan katanya. Untung aja mama baru terima duit darimu. Kasihan tantemu itu, sudah dekat waktunya melahirkan, kiriman dari suaminya belum datang juga. “

“Oom Parta kan kerja di Hongkong, ya Mam ?”

“Iya. Kamu mau kan nganterin Tante Tetty pulang ke rumahnya ?”

“Iya deh. Demi Mamaku tersayang, apa pun yang Mama inginkan, pasti kukabulkan, “ sahutku sambil turun dari bed dan mengenakan sandal kulit, karena malas pakai sepatu. Lalu keluar dari kamarku.

“Kenapa buru – buru amat mau pulang Tante ?” tanyaku sambil menghampiri Tante Tetty yang masih duduk di ruang keluarga.

“Keperluannya sama mamamu kan udah selesai. Edo mau nganterin tante pulang ?” tanya Tante Tetty.

“Iya, “ sahutku sambil menggandeng lengan Tante Tetty yang sedang buncit sekali itu.”Tante lagi hamil berapa bulan ?”

“Delapan bulan Do. “

Kemudian kubantu Tante Tetty naik ke dalam mobilku yang lumayan tinggi. Setelah mobilku bergerak menuju jalan aspal, Tante Tetty melambaikan tangannya pada Mama yang sedang berdiri di ambang pintu depan.

“Biasanya kalau melahirkan itu setelah kandungannya berapa bulan Tante ?” tanyaku di belakang setir mobil baruku.

“Kira – kira sembilan bulan setengah gitu. “

“Berarti sebulan setengah lagi Tante melahirkan anak kedua ya. “

“Iya. Anak pertama dilahirkan lewat operasi cezar. Gak tau anak yang kedua ini bisa dilahirkan secara normal atau harus dicezar lagi. “

“Kok anaknya gak dibawa Tante. Apa dia ditinggal sendirian di rumah ?”

“Sejak umur enam bulan anak itu diambil oleh neneknya. “

“Maksudnya diambil sama ibunya Oom Parta ?”

“Iya, diambil sama mertua tante. “

“Berarti Tante sendirian aja di rumah ?”

“Iya. Oom Parta kan cuma setahun sekali pulangnya. “

“Terus kalau Tante melahirkan, siapa yang nungguin di klinik bersalin nanti ?”

“Mungkin adik ipar tante yang perempuan bisa nungguin di klinik bersalin. “

“Owh ... terus ... Oom Parta berangkat ke Hoingkong udah berapa lama ?”

“Pada waktu tante hamil tiga bulan. “

“Waduuuh ... kata orang, hamil tiga bulan itu suami harus rajin – rajinnya ngolotkeun ya Tante. “ (ngolotkeun = menuakan kandungan)

“Hihihiiiii ... kamu udah tau ngolotkeun segala Do. Memangnya kamu pernah punya istri hamil ?”

“Cuma denger – denger obrolan orang aja Tante. Katanya kalau gak dikolotkeun, bayinya suka lemes. “

“Itu mitos Do. Tapi gak tau juga. Mudah – mudahan aja bayi di dalam perut tante kuat dan sehat. “

“Sekarang sih meski pun Oom Parta ada di rumah, takkan bisa ngapa – ngapain. Karena kehamilan Tante udah tua, harus istirahat digaulin suami ya. “

“Apaan ?! Tante sih di kehamilan anak pertama juga ... sehari sebelum melahirkan masih sempat wikwik sama Oom Parta. “

“Emang bisa waktu hamil tua begituan ?”

“Bisa. Yang penting perut Tante jangan tergencet. Kan bisa nyari posisi yang enak buat perempuan hamil. “

“Ogitu ya ... hehehee ... kebayang ... “

“Apanya yang kebayang ? Edo pengen nyobain wikwik sama perempuan hamil ?”

“Mau sih. Tapi sama siapa ?”

“Sama tante aja. Kalau Edo ingin nyobain rasa wikwik sama perempuan hamil, nanti tante kasih. “

“Serius Tante ?”

“Serius. Edonya serius mau nyobain wikwik sama tante yang sedang hamil tua ini gak ? ” tanya Tante Tetty sambil menepuk lutut kiriku.

“Serius Tante. Di mataku wanita hamil itu justru seksi. Sering juga mikir, bagaimana ya rasanya begituan sama wanita hamil. “

“Nanti Edo akan merasakannya di rumah tante. Tapi awas, jangan sampai mamamu tau, “ kata Tante Tetty.

“Ya iyalah. Kalau Mama sampai tau, pasti aku dimarahin abis – sbisan. “

“Mmm ... kalau Edo udah ngerasain punya Tante, nanti ada bonusnya setelah tante melahirkan. “

“Bonus apa ?”

“Bonusnya, gumurih tante. “

“Haa ? Gumurih itu apa ?”

“Empatpuluh hari setelah perempuan melahirkan, memeknya akan lebih enak daripada memek perawan. Rasa yang luar biasa enak itulah yang disebut gumurih. “

“Wah ada pengetahuan baru nih, “ kataku, “Jadi nanti ... empatpuluh hari setelah Tante melahirkan, aku boleh wikwik lagi sama Tante, supaya aku bisa merasakan yang disebut gumurih itu ?”

“Sebelum tante melahirkan sih, Edo boleh datang diam – diam ke rumah Tante. Mau tiap malam juga wikwik sama tante boleh. Yang penting jangan sampai mamamu tau. Itu aja. “

“Memang Oom Parta kapan pulang ke Indonesia ?”

“Masih lama. Tujuh bulan lagi. Jadi pada waktu tante sedang gumurih, Edo bisa merasakan enaknya memek wanita empatpuluh hari setelah melahirkan itu. “

“Sebelum empatpuluh hari, gak boleh wikwik ?”

“Gak boleh dong, Nanti sparepartnya bisa rusak. “

“Hihihhiiii ... Tante ... ada sparepartnya juga ya ?”

Ketika SUV hitamku tiba di depan rumah Tante Tetty, aku disuruh memasukkan mobilku ke pekarangan rumahnya yang tidak dipagar. Memang semua rumah di kompleks perumahan ini, pekarangannya tidak dipagar. Tapi menurut berita yang sering kudengar, keamananan perumahan ini sangat terjamin. Sehingga memarkir mobil di pinggir jalan pun aman.









PS

Mulustrasinya nanti di part 04 ya.
 
Dalam 2 hari sudah terbit 3 part.
Luar biasa suhu yang satu ini
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd