Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT KEMBANG KAMPUS (collab with @killertomato)

Siapa tokoh perempuan favorit kalian d cerita ini?

  • Safira

  • Yasmin

  • Indira

  • Laras

  • Amira

  • Naura


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Makasih updatenya suhu @fathimah.
Penasaran dengan lelaki yg ditemui Safira di apartemen, mungkinkah pak Bas atau pak Agustinus? Secara keduanya memiliki kedudukan yg lebih tinggi dibanding pak Dar. Ataukah pak Andreas yg dulu jd perwakilan sponsor utama saat Entrepreneurship Day?

Siapa ya kira-kira? Hee ... Apakah akan terjawab atau nggak neh?

Yang sedang di kangkangi safira adalah kontol pak agustinus sang calon bupati . Cerita safira paling menarik alur nya pergolakan batinya paling masuk akal , ancamanya sangat masuk akal dgn menyerang seseorang yg sangat ambisius sperti safira.... Mau ga mau dia dipaksa takluk meski hatinya tidak terima. Mantab safira.

Pantes aja Safira votenya tinggi, ternyata emang banyak yang suka. Tapi masih kalah sama Yasmin sih.

Nanggung nih Safira nya.. Up lagi admin

Makasiiih huu, tapi nanggung mulu kalo safiraa wkwkwk, sekali kali kayak Yasmin huu. Sampe ughnya gt WKWKKW

wehh kentang saf saf

Jadi kangen sama Safira ya? Hee

Kirain laras huhu

Laras setelah ini yaaa ...

Kasihan Safira..

Kasihan kenapa hu?

lanjutannya jngn terlalu lama suhu

Malam ini nggak lama kan? Hee ...
 
menarik ceritanya
 
Part 23: Lingerie Merah

Sebuah mobil MPV berwarna hitam tampak baru saja berhenti di area parkir basement sebuah apartemen. Dari dalamnya, keluar pasangan suami istri yang terlihat menenteng beberapa barang bawaan.

Sang suami tampak mengenakan pakaian yang biasa ia pakai saat keluar rumah, yaitu polo shirt dan celana jeans. Sedangkan sang istri tampak cantik dengan kaos lengan panjang dari bahan katun warna putih dengan motif garis-garis, lengkap dengan jilbab berwarna abu-abu muda yang ujungnya disampirkan di leher, serta celana panjang hitam.

“Hmm, dari sini kita ke lobby dulu atau bagaimana ya?” Tanya sang suami yang tampak bingung karena baru pertama kali datang ke apartemen tersebut.

Sebaliknya, sang istri tampak begitu yakin akan langkahnya menuju sebuah lift yang lokasinya cukup tersembunyi di area parkir tersebut. Namun ia mendadak menghentikan gerakannya begitu mendengar kata-kata sang suami. Ia tentu tidak ingin suaminya tahu bahwa ini bukan kali pertamanya datang ke bangunan apartemen tersebut.

“Hmm, mungkin kita bisa cari security kemudian tanya-tanya,” ujar perempuan berparas manis itu.

“Ah, iya. Benar juga,” jawab sang suami.

Untungnya, dari tempat mereka berdiri, terlihat sosok petugas dengan seragam berwarna coklat muda di kejauhan. Mereka pun langsung beranjak untuk mendekati petugas tersebut.

“Permisi, Pak. Kalau mau ke apartemen Pak Sunaryo di unit 505, bisa lewat mana ya?” Tanya sang suami.

“Oh, Bapak dan Ibu tamunya Pak Sunaryo ya. Apa sudah ada kartu akses untuk naik ke atas?”

“Belum ada, Pak.”

“Kalau begitu silahkan ke lobby dulu untuk tukar kartu identitas. Salah satu saja yang ditukar, tidak usah dua-duanya.”

“Oh, kalau mau ke lobby bisa lewat mana, Pak?”

“Bapak dan Ibu langsung ke lift yang ada di sana saja,” ujar sang petugas sambil menunjuk sebuah arah, yang tadi sebenarnya hendak dituju sang istri. “Nanti tekan tombol L.”

“Baik, terima kasih banyak, Pak.”

Pasangan suami istri tersebut pun langsung mengikuti petunjuk dari petugas keamanan yang mereka temui barusan. Dan karena sang pemilik apartemen telah memberikan informasi tentang kedatangan keduanya, resepsionis yang berada di lobby apartemen pun langsung memberikan kartu akses untuk naik ke lantai atas tanpa hambatan yang berarti. Karena itu, tak lama kemudian keduanya pun telah sampai di unit apartemen yang dimaksud.

“Wah, sudah sampai ya. Selamat datang,” ujar seorang perempuan berusia hampir 50 tahun yang membuka pintu dan menyambut mereka berdua.

Ia pun langsung menyalami tangan Sofyan, dan memeluk tubuh Laras. Perempuan tersebut tampak sangat bersahabat, meski ini adalah baru pertama kali ia bertemu dengan bawahan suaminya tersebut.

“Perkenalkan, ini istri saya, Ningrum,” ujar Pak Yo, sang pemilik apartemen yang langsung mendekat ke arah pintu begitu melihat kedatangan tamu yang telah ia tunggu-tunggu tersebut. “Bu, ini lho yang aku ceritakan dari kemarin. Pak Sofyan dan istrinya, Dik Laras.”

Sebuah perasaan unik kembali muncul di batin Laras ketika mendengar Pak Yo kembali memanggilnya dengan sebutan “Dik”, seperti saat mereka pertama kali berkenalan. Pria tua itu tentu ingin bersikap sewajar mungkin di hadapan istrinya.

“Wah, ternyata benar kata Bapak. Istrinya Sofyan ini memang cantik sekali.”

“Lha iya dong Bu. Masa Ibu mau meragukan keahlian Bapak dalam membedakan perempuan yang cantik dan tidak sih, hee.”

MEF83KF_t.png


“Ayo, silakan masuk. Mohon maaf kalau apartemennya sedikit berantakan. Maklum, biasanya cuma ditinggali oleh Pak Yo saja sendirian,” ujar Bu Ningrum dengan sopan. Ia pun melirik beberapa kantong plastik yang dibawa kedua tamunya itu. “Ya ampun, pakai repot-repot Dik Laras ini bawa makanan segala.”

“Nggak repot kok, Bu. Dan ini kan sesuai dengan permintaan Pak Yo yang katanya ingin merasakan gudeg dan sambel goreng krecek khas Jogja,” jawab Laras sambil tersenyum.

“Bapak ini. Kasihan lho Dik Laras sampai repot-repot membuatkan gudeg segala. Kan kita bisa beli sendiri, banyak yang jual juga di sini.”

“Wah, Ibu harus cobain masakannya Dik Laras. Uueeeenaaaakk tenan lho Bu,” jawab Pak Yo sambil mengajak Sofyan untuk duduk bersamanya di sofa ruang tamu, memisahkan diri dari kedua perempuan yang sepertinya sudah asyik sendiri.

“Duh, saya jadi penasaran neh. Pengen cobain masakannya Dik Laras,” ujar Bu Ningrum sambil membantu Laras untuk menyiapkan makanan yang dibawa oleh perempuan muda tersebut. Bu Ningrum sendiri sebenarnya sudah mempersiapkan beberapa makanan juga untuk mereka santap bersama.

Beberapa hari lalu, Sofyan tiba-tiba pulang ke rumah dan mengabarkan kepada istrinya bahwa istri Pak Yo tersebut sedang datang ke ibu kota. Karena itu, sang dekan mengajak mereka berdua untuk mampir ke apartemennya demi menyambung silaturahmi. Anehnya, Sofyan menjelaskan permintaan tersebut dengan raut wajah yang kalut. Ia seperti berharap sang istri menolak ajakan tersebut, meski ia sendiri yang menyampaikannya.

Celakanya, Laras tampak setuju-setuju saja dengan undangan dari Pak Yo tersebut, meski awalnya sempat ragu.

“Memangnya biasa ya Mas, kalau keluarga dekan gitu makan bersama dengan keluarga dosen?”

“Hmm, jarang banget sih. Nggak tahu juga kenapa Pak Yo tiba-tiba mengajak ke apartemennya seperti ini.”

“Kalau begitu, aku ikut aja kalau Mas juga mau datang ke sana.”

“Kamu yakin, Sayang?” Tanya Sofyan memastikan.

“Ya, kalau menurut Mas ini adalah kesempatan yang baik untuk menyambung silaturahmi, aku sih ikut saja. Siapa tahu hal ini bisa membuka kesempatan bagi Mas untuk bisa naik jabatan, kan? Seperti yang selama ini Mas sampaikan padaku.”

“Tapi, ada sebuah permintaan khusus dari Pak Yo.”

“Apa itu, Mas?”

“Dia minta dibuatkan gudeg dan sambel goreng krecek khas Jogja.”

“Oh, kalau itu bisa diatur. Nanti aku beli bahan-bahannya dan masak sendiri. Cuma butuh empat porsi saja kan? Berarti tidak perlu bikin banyak-banyak,” jawab Laras yang langsung memperhitungkan bahan masakan apa saja yang harus ia beli.

“Oke deh kalau begitu,” ujar Sofyan dengan tidak bersemangat. “Akhir pekan ini kita ke sana.”

Hingga hari kedatangan mereka ke apartemen Pak Yo, Sofyan pun tampak tidak sepenuhnya merasa bersemangat. Ia hanya menjawab seadanya setiap kali sang atasan menanyakan sesuatu, sambil berkali-kali melirik ke arah istrinya yang cantik. Dalam hati, ada rasa penyesalan karena ia telah mengkhianati perempuan yang telah begitu setia kepadanya tersebut, yang akhirnya membuat ia harus terjebak ke dalam sebuah kubangan nista yang menyandera dirinya.

“Mas, kamu lupa bawa kotak yang warna merah ya?” Ujar Laras tiba-tiba, sambil memeriksa beberapa kantong plastik yang mereka bawa dengan panik.

Sofyan pun langsung berdiri dari tempatnya duduk di samping Pak Yo, dan beranjak mendekati istrinya yang sedang berada di meja island di area dapur bersama Bu Ningrum.

“Hmm, kotak merah yang mana, Sayang?”

“Itu lho, yang isinya gudeg. Kita cuma bawa sambal goreng krecek doang ternyata.”

Sofyan coba mengingat-ingat saat mereka meninggalkan rumah. Ia merasa sudah memasukkan semua kotak plastik yang diminta oleh sang istri. Ia tentu tidak memeriksanya satu per satu, karena percaya saja dengan Laras. Apabila ia memeriksa pun, ia mungkin tidak akan tahu masakan apa yang ada di dalam masing-masing kotak tersebut.

“Masa iya sih aku lupa masukin kotak ke dalam mobil? Rasanya tidak mungkin,” pikir Sofyan dalam hati.

“Lalu bagaimana, Sayang? Hari ini kita makan sambal goreng saja?”

“Ya, nggak bisa dong, Mas. Mana enak makan nasi pake sambal goreng doang?”

Sofyan dalam hati mengakui hal tersebut. Nasi putih, gudeg, dan sambal goreng krecek memang sudah seperti satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.

Mendengar perbincangan pasangan suami istri itu, Bu Ningrum jadi merasa tidak enak.

“Sudah tidak apa-apa, Dik Laras. Lagipula di sini saya juga sudah masak banyak makanan. Hanya kurang gudeg saja rasanya tidak masalah. Iya kan, Pak?” Ujar Bu Ningrum kepada suaminya yang kini ikut mendekat ke arah mereka bertiga.

“Wah, bagaimana ya? Seperti ada yang kurang sih kalau hari ini tidak ada gudeg buatan Dik Laras,” jawab Pak Yo sambil tersenyum penuh arti.

“Ih, Bapak ini. Kasihan lho Sofyan dan Dik Laras sudah jauh-jauh datang ke mari.”

“Tidak apa-apa, Bu. Rumah saya juga tidak terlalu jauh, bisa saya ambilkan saja sebentar gudegnya,” ujar Laras berusaha menengahi masalah.

“Oke, kami pamit sebentar ya Pak Yo, Bu Ningrum,” tanggap Sofyan sambil mengeluarkan kunci mobilnya dari kantong celana.

“Eh... Stop dulu,” ujar Pak Yo tiba-tiba, sembari menahan Sofyan dan Laras yang hendak kembali ke rumah mereka.

“Ada apa lagi, Pak?” Tanya Sofyan. Ia bisa merasakan bahwa sang atasan tengah mempunyai sebuah rencana jahat, meski ia tidak tahu apa.

“Karena saya yang minta dibuatkan gudeg, mungkin saya juga yang harus bertanggung jawab. Biar saya saja yang mengantar Dik Laras untuk kembali ke rumah dan mengambil gudeg tersebut. Bagaimana?”

“Hmm, tapi Pak...”

“Lagipula kalian kan baru saja sampai di sini. Masa iya saya tega membiarkan kamu dan istri kamu mondar mandir lagi. Biar saya saja yang nyetir kali ini, oke?”

“Tumben banget, Pak. Harusnya seperti ini dong dari dulu sama aku, penuh perhatian. Hahaa... “ ujar Bu Ningrum tiba-tiba.

“Ihh, Ibu ini. Rahasia keluarga jangan diumbar-umbar di muka umum dong, hahaa,” jawab Pak Yo. “Jadi bagaimana Sofyan?”

Sofyan tentu bisa merasakan bahwa ada yang aneh dari permintaan Pak Yo ini. Ia seperti tidak bisa percaya sepenuhnya kepada atasannya tersebut, terutama setelah pembicaraan rahasia mereka di ruang dekan beberapa hari lalu.

“Tapi memangnya Bapak tahu rumah saya? Sepertinya lebih baik kalau saya saja...”

“Kan saya ke rumah kamu bersama Dik Laras. Masa iya Dik Laras lupa lokasi rumahnya sendiri? Hee. Nggak masalah kan, Sofyan?” Tanya Pak Yo lagi, kali ini dengan tatapan tajam yang seperti memperingatkan bawahannya tersebut kalau sesuatu yang buruk akan terjadi apabila ia tidak menuruti permintaan sang atasan.

“Menurut kamu bagaimana, Sayang?” Kali ini Sofyan beralih bertanya kepada istrinya, berharap perempuan tersebut akan menolak dan lebih memilih untuk pulang dengannya. “Kamu nggak masalah ambil gudeg di rumah bersama Pak Yo?”

“Siapa saja boleh kok, Mas,” jawab Laras sambil tersenyum. “Tapi kata-kata Pak Yo ada benarnya juga. Mas kan tadi sudah nyetir ke sini, jadi mungkin lebih baik Mas istirahat dulu saja.”

“Baiklah.”

“Sip kalau begitu, mari Dik Laras saya antarkan. Ibu tunggu di sini ya dengan Sofyan. Cuma sebentar saja kok,” ujar Pak Yo.

Istrinya pun mengangguk. “Oke, Pak.”


***​


Ketika Pak Yo dan Laras sudah sampai di area parkir, keduanya langsung naik ke dalam mobil Pajero milik sang dekan yang sudah dikenal baik oleh Laras. Perempuan tersebut memang sudah beberapa kali pergi berdua dengan pria tua tersebut dengan mobil berukuran besar itu, tanpa diketahui oleh sang suami.

Anehnya, begitu menempati kursi pengemudi di balik setir, Pak Yo tidak kunjung menyalakan mesin kendaraan. Ia malah menatap ke arah perempuan cantik di sebelahnya. Merasakan tatapan tersebut, Laras tidak tampak marah, dan justru tersenyum manis.

MEHN2HT_t.png


“Pak Yo kok ngeliatin saya begitu sih, malu tahu,” ujar Laras sambil sedikit menutup wajah dengan kedua tangannya.

“Habis kamu cantik banget sih hari ini. Pakai make up segala ya?”

“Kan Pak Yo sendiri yang minta saya untuk tampil cantik hari ini, biar nggak kalah sama Bu Ningrum, hee.”

“Kamu nggak pakai make up juga sudah menang kemana-mana dibanding istriku. Apalagi kalau dandan seperti ini.”

Tanpa sepengetahuan Sofyan, Pak Yo sebenarnya sudah memberitahukan rencananya untuk mengundang pasangan suami istri tersebut kepada Laras. Karena itu, ketika Sofyan menceritakan undangan dari sang dekan, Laras tidak kaget dan langsung menuruti permintaan tersebut.

“Akting kamu bagus juga tadi,” ujar Pak Yo lagi.

“Akting yang mana maksud Bapak?” Tanya Laras bingung.

“Itu lho, yang soal gudeg ketinggalan di rumah.”

“Oh, hahaa. Itu sih gampang. Mas Sofyan kan memang tidak teliti, karena itu gampang aja saya simpan gudeg di rumah biar dia nggak bawa.”

“Untung saya mengerti kode yang kamu berikan, hehehe.”

“Bapak kan seorang dekan, masa sih nggak paham kode-kode begitu.”

“Makanya saya bilang, acting kamu bagus sekali tadi. Padahal saya cuma minta kamu mengarang alasan, biar kita bisa berduaan tanpa diketahui oleh mereka.”

“Kalau Bapak nggak paham-paham, tinggal saya paksa saja nanti. Beres.”

“Oh, jadi kamu sudah berani maksa-maksa? Walau di depan istriku? Hahaa... Binal sekali sih kamu sekarang,” ujar Pak Yo.

“Lupa siapa yang membuat saya seperti ini?”

“Hehee... Iya juga yah.”

“Asalkan masih sesuai dengan kesepakatan, saya sih oke-oke saja,” lanjut Laras.

Seusai persetubuhan pertama mereka di apartemen Pak Yo, Laras memang telah mengambil keputusan besar. Ia memilih untuk mengikuti permainan sang dekan yang terus saja mendekatinya, termasuk mengajaknya untuk berhubungan seksual. Laras hanya mengajukan satu syarat, yaitu Pak Yo hanya akan mendapat “jatah” dua minggu sekali. Selain itu, sang dekan pun tidak boleh memaksa apabila Laras sedang enggan melakukannya karena satu dan lain hal.

Menurut Laras, itu adalah kesepakatan yang adil, karena dirinya bisa tetap menjaga diri dan fokus memberikan kepuasan kepada sang suami. Sedangkan bagi pria tua seperti Pak Yo, mempunyai teman tidur yang rela memuaskan dirinya tanpa perlu dipaksa tentu merupakan kebanggaan tersendiri. Soal intensitas persetubuhan mereka yang tidak terlalu sering, pria tua itu pun merasa tidak keberatan.

“Dengan usiaku yang sekarang, aku tentu tidak akan kuat bermain cinta seminggu sekali atau bahkan setiap hari. Karena itu, untuk apa memaksakan ego yang akhirnya membuat Laras justru tidak berkenan memuaskan aku dengan maksimal. Ditambah lagi, rentang waktu antara persetubuhan yang satu dengan persetubuhan yang lain justru memberikan rasa penasaran tersendiri bukan?” pikir Pak Yo dalam hati.

Dan untuk semua itu, Laras tentu tidak mau memberikannya secara cuma-cuma. Ia meminta uang bulanan dari Pak Yo untuk mengisi tabungan pribadinya. Selain itu, Laras pun meminta sang dekan untuk memprioritaskan suaminya apabila ada lowongan posisi penting di kampus. Pak Yo pun tidak keberatan dengan kedua permintaan tersebut.

Namun bukan Pak Yo namanya kalau ia tidak punya akal bulus tersendiri untuk memuaskan birahinya, terlepas dari semua batasan yang diminta Laras. Seperti yang terjadi dalam kesempatan kali ini, di mana jatahnya untuk mendapat pelayanan dari Laras telah tiba, tetapi sang istri justru datang ke ibu kota untuk waktu yang cukup lama. Karena itu, Pak Yo memutuskan untuk membuat skenario dengan mengundang Laras dan suaminya datang ke apartemen, tetapi kemudian mencuri waktu untuk kemudian bisa menggauli perempuan cantik itu di belakang pasangan mereka masing-masing.

“Lagipula ngapain sih Bapak pakai minta kita ketemu juga? Bukannya ada istri Bapak yang bisa digauli kapan saja?” Tanya Laras heran.

Ia memang tidak habis pikir mengapa pria-pria yang telah mempunyai istri seperti Pak Yo, dan pria-pria lain yang pernah ia goda sebelumnya, selalu saja mempunyai birahi berlebih bila bertemu dengannya. Padahal, mereka bisa dengan mudah melepaskan birahi tersebut kepada pasangan resmi mereka.

“Rasa kamu dan rasa istriku jelas beda dong, Laras.”

“Rasa apaan sih, Pak? Memangnya saya dan Bu Ningrum itu permen?”

“Kamu memang permen cinta favorit aku, hee.”

“Kalau saya jadi permen, rasanya apa dong? Dan Bu Ningrum rasanya apa?”

“Kalau istriku rasanya kayak permen jahe, pedes-pedes asem gitu. Kalau kamu itu permen nano-nano.”

“Rame rasanya?”

“Iya, hahaa,” ujar Pak Yo sambil tertawa. “Lagipula, bisa menyetubuhi kamu di belakang istriku dan suami kamu, rasanya benar-benar begitu menegangkan.”

“Masa sih?” Tanya Laras.

“Banget... Emangnya kamu nggak merasakan hal yang sama?”

Laras langsung mengingat-ingat momen saat ia berbohong di hadapan sang suami saat di apartemen tadi. Termasuk saat ia menyembunyikan kotak tupperware berisi gudeg di tempat yang tidak terlihat oleh sang suami, agar tidak sampai terbawa ke apartemen Pak Yo. Perempuan berjilbab itu merasakan ketegangan yang berbeda dari yang biasa ia rasakan saat menggoda pria-pria lain sebelumnya. Dan ketegangan seperti itu benar-benar membuatnya ketagihan.

“Kayak main kucing-kucingan ya, Pak.”

“Hee, iya,” jawab Pak Yo.

Pria tua itu kembali menatap Laras dengan tajam. Kali ini bukan ke arah wajahnya, melainkan ke bagian atas tubuhnya yang masih tertutup kaos lengan panjang, terutama payudara perempuan tersebut yang menyembul indah.

“Tuh kan, kenapa sih Bapak ngeliatin saya kayak gitu lagi. Serem tahu lama-lama,” ujar Laras protes.

“Kamu... Penuhi permintaan aku yang satu lagi itu, kan?” Tanya Pak Yo.

Laras langsung tahu ke mana arah pembicaraan sang dekan tua. Ia pun mengangguk pelan.

“Masa sih? Coba dong lihat, saya perlu bukti,” ujar Pak Yo lagi.

“Jangan ah, Pak. Ini kan tempat umum,” jawab Laras sambil melihat situasi di luar jendela mobil.

Ia khawatir tiba-tiba ada orang lain yang lewat di dekat mobil tersebut, dan merasa curiga mengapa ada sepasang insan berbeda jenis kelamin yang tidak kunjung pergi dari area parkir, meski sudah cukup lama berada di sana. Apalagi kalau yang memergoki mereka itu adalah Sofyan atau Bu Ningrum. Wah, bisa rusak semua rencana.

“Sedikit saja, coba dibuka. Nggak ada orang kok di sini.”

“Kan nanti Bapak juga bisa buka sendiri.”

“Aku maunya sekarang. Boleh ya. Please...”

Laras akhirnya menyerah. Setelah memastikan bahwa tempat mobil Fortuner itu terparkir benar-benar sepi, ia pun mengangkat sedikit bagian bawah kaos lengan panjangnya ke atas. Tidak sampai terlalu tinggi hingga menyingkap bongkahan payudaranya, tetapi cukup bagi Pak Yo untuk melihat kain tipis berwarna merah di baliknya.

“Wow, kamu pasti terlihat sangat seksi dengan lingerie merah tersebut, Laras.”

Perempuan tersebut hanya tersenyum. Ia memang sempat mematut dirinya hanya dengan lingerie tersebut sebelum berangkat, tentunya tanpa sepengetahuan sang suami, dan harus diakui pakaian seksi tersebut membuat tubuhnya tampak begitu menggairahkan. Lingerie tersebut berbentuk seperti babydoll dress dengan kain transparan yang benar-benar menunjukkan keindahan payudara dan pinggul Laras di baliknya. Lingerie tersebut pun datang beserta sebuah celana dalam g-string dengan warna senada.

“Saya tadi sempat ragu tahu akan langsung memakai lingerie ini atau tidak,” ujar Laras.

“Kenapa begitu?”

“Takut ketahuan Mas Sofyan. Dia kan tidak tahu kalau Bapak membelikan saya lingerie ini.”

Laras masih ingat betul betapa kagetnya dirinya saat membuka paket yang dikirimkan Pak Yo, yang datang bersamaan dengan skincare dan kosmetik yang memang ia minta. Perempuan berjilbab itu memang tidak terlalu naif, dan tahu bahwa ada pakaian seksi dengan bentuk seperti itu, yang biasa digunakan untuk membuat gairah pasangan semakin naik.

Ia sempat melihat beberapa influencer memperlihatkan lingerie dengan model yang sama di TikTok. Teman-temannya sesama influencer di Instagram pun beberapa kali berbagi foto mereka sedang mencoba lingerie di grup WhatsApp. Namun, tidak pernah terbesit sedikitpun di benak Laras, bahwa ia juga akan mencoba pakaian birahi tersebut. Toh suaminya juga tidak pernah sekali pun meminta dia untuk menggunakan lingerie seperti itu.

“Justru yang seperti ini jauh lebih menantang, bukan? Hehehe,” ledek Pak Yo.

“Udah ah, Pak Yo. Ayo kita cepet ke rumah buat ambil gudeg. Kalau kelamaan nanti Mas Sofyan dan Bu Ningrum bisa curiga.”

“Duh, ada yang udah nggak sabar kayaknya neh.”

“Bukan begitu. Tapi kan jarak antara apartemen ini dan rumah saya nggak begitu jauh. Kalau kita sampai berjam-jam nggak balik, saya pusing harus bikin alasan apa lagi di depan Mas Sofyan dan Bu Ningrum.”

“Tenang saja, Laras. Semuanya aman kok,” ujar Pak Yo sambil tersenyum.

Pria tersebut kemudian mendekatkan kepalanya ke wajah Laras. Perempuan yang masih tampak alim dengan balutan jilbab panjang tersebut tampak tidak menolak, dan justru mengalungkan tangannya di leher Pak Yo. Tak lama kemudian, bibir keduanya telah saling bersentuhan.

“Sluurrrppphh... Ccpppppp... Saya rindu sekali dengan bibir indah kamu ini, Laras,” desah Pak Yo di sela-sela percumbuan mereka. Tangannya mulai menggerayangi bagian payudara Laras yang terasa tidak terlapisi dengan baik karena perempuan tersebut memang tidak mengenakan bra yang biasa ia pakai.

“Saya juga kangen dikecup dengan liar seperti ini, Paaakk... Hmmmppphhhh... Ssslllrrrpphh.”

“Bagaimana rasanya diremas sambil pakai lingerie begini? Aahhh...”

“Enak, Pak... Seperti tidak ada batasan. Nggghhhh...”

“Apalagi kalau aku menyentuhnya secara langsung ya, tanpa tertutup kaos seperti ini. Ssssshhhh....”

“Ughhh, Pak Yoooo... Ngggghhhh...”

Kata-kata tersebut memang bukanlah kebohongan, karena perlahan-lahan Laras memang mulai menikmati perlakuan mesum Pak Yo kepadanya. Menerima rangsangan dari pria tua yang merupakan atasan suaminya tersebut membuat sang perempuan terus menerus bangkit gairahnya. Ia pun jadi lebih sering bermain cinta dengan sang suami di rumah karena gairahnya yang terus meninggi, meski di sela-sela aktivitas tersebut wajah Pak Yo seringkali muncul di pikirannya.

Selain itu, Laras pun merasa bahagia karena Pak Yo ternyata sosok pria yang cukup royal dalam memberikan uang bulanan kepadanya. Uang yang ia terima dari sang dekan bahkan lebih banyak dari jatah bulanan yang diberikan sang suami. Karena itu, Laras pun jadi tidak perlu berpikir terlalu lama apabila ingin bersenang-senang sendiri di belakang suaminya.

“Persetan lah kalau aku dianggap sebagai seorang pelacur karena ini. Toh aku masih bisa menentukan kapan aku bisa disetubuhi, dengan cara yang seperti apa, dan oleh siapa. Dan untungnya, seks dengan Pak Yo ternyata tidak buruk-buruk amat,” batin Laras.

Setelah beberapa menit bercumbu, Pak Yo mulai merasa tidak tahan. Ia pun melepas kecupannya, lalu bergegas menyalakan mesin mobil dan mengarahkannya ke rumah Laras yang ia sudah hafal betul letaknya. Laras hanya tertawa kecil melihat tingkah Pak Yo yang begitu terburu-buru tersebut.


***​


Sepanjang perjalanan, Pak Yo terus menerus menggeber kecepatan mobilnya, meski lalu lintas sebenarnya dalam keadaan yang cukup padat. Maklum, di akhir pekan para penduduk ibu kota memang banyak meluangkan waktu untuk bepergian keluar rumah, melepas penat setelah lima hari bekerja di kantor. Karena itu, situasi jalan pun jadi tidak bisa diprediksi.

Namun berkat kelihaiannya dalam mengemudikan mobil, serta nafsunya yang telah meledak-ledak, Pak Yo terus menyalip kendaraan demi kendaraan, sehingga bisa tiba di rumah Laras lebih cepat dari biasanya. Perempuan yang duduk di sebelahnya hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Tadi perasaan ada yang ngatain saya tidak sabar. Padahal, dia sendiri yang sudah nggak sabar, sampai nyetir ugal-ugalan seperti ini,” ledek Laras sambil menjulurkan lidahnya.

“Ya, siapa sih yang bisa sabar kalau menghadapi perempuan cantik seperti kamu, Laras,” jawab Pak Yo.

“Gombal melulu ihh. Sudah ya, saya mau ambil gudeg dulu. Cuma sebentar saja kok,” ujar Laras sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Pak Yo gemas.

“Wah, kalau urusan ngambil gudeg sepertinya nggak bisa sendiri dong, Laras. Harus aku temani,” lanjut Pak Yo sambil mengikuti sang perempuan yang sudah terlebih dahulu turun dari mobil. Laras jelas tidak menolak.

MEHN2HT_t.png


Begitu mereka berdua telah berada di dalam rumah, Laras pun langsung menutup pintu dan memutar kunci, agar tidak ada yang bisa mengganggu kebersamaan mereka dari luar. Begitu ia berbalik, Pak Yo yang sudah begitu horny langsung menarik tubuh indah Laras ke dalam pelukannya, dan kembali melumat bibir indah sang perempuan.

“Ahhssssshhh...” terdengar desahan dari bibir Laras saat tubuhnya telah berada di pelukan sang pria tua. Matanya langsung terpejam, seperti berusaha menikmati setiap kenikmatan yang ia rasakan dari kecupan tersebut.

“Hmmmppphhh... Saya suka perempuan dengan bibir ranum seperti kamu, Laras. Nggghhh...”

Tangan Pak Yo mulai bergerilya di punggung Laras yang masih tertutup kaos lengan panjang. Dari balik pakaian berbahan katun itu, sang pria bisa merasakan tali-tali tipis dari lingerie yang dikenakan perempuan muda itu di baliknya. Bayangan tubuh indah Laras yang hanya tertutup lingerie tipis berwarna merah, membuat birahi Pak Yo semakin menggelegak. Apalagi, kini dadanya sudah menempel erat di payudara Laras, membuatnya bisa merasakan gemuruh di dada perempuan tersebut.

“Kita main di kamar kamu yuk,” ajak Pak Yo dengan tatapan yang penuh birahi. Kelopak mata Laras mulai terbuka perlahan.

“Hmm, jangan ah Pak. Saya nggak mau mengotori ranjang pengantinku dan Mas Sofyan dengan bersetubuh bersama pria lain di atasnya.”

“Sekali ini saja. Pleaseee... Saya mau melihat langsung kamar yang selama ini hanya kamu kirimkan fotonya lewat WhatsApp.”

“Jangan ya, Pak. Nggghhhh...” Laras masih berusaha menolak, tetapi perempuan tersebut harus mengakui bahwa ia sudah begitu terangsang akibat sentuhan jemari Pak Yo yang kini mulai merambah ke pantatnya yang montok.

“Saya janji, sekali ini saja saya mau kita ngentot di kamar tidurmu. Setelah itu, silakan kalau kamu mau menolak.”

“Janji hanya sekali saja?”

“Iya, kamu tahu kan kalau aku ini orang yang selalu menepati janji, hee.”

“Ahh, dasar gombal,” pungkas Laras.

Meski begitu, perempuan tersebut pun memutuskan untuk menuruti permintaan sang dekan. Menurutnya, lebih cepat pria tersebut merasa puas, akan lebih baik juga untuk dirinya.

Begitu pria tua itu melepaskan pelukannya, Laras langsung berjalan ke arah kamar tidur yang merupakan tempatnya istirahat bersama Mas Sofyan setiap malam. Pak Yo pun mengikuti perempuan muda itu dari belakang.

“Ohh, jadi ini ya kamar tidur yang sering aku lihat fotonya kalau kita WhatsApp-an malam-malam,” ujar Pak Yo sambil melihat-lihat ruangan yang berukuran tidak terlalu luas tersebut. Ia pun mengusap-usap meja rias yang memang sering muncul di foto yang dikirim Laras. “Dan ini meja rias tempat kamu mempercantik diri setiap hari.”

Laras hanya tersenyum mendengar kata-kata Pak Yo yang penuh puji-pujian kepadanya. Dalam hati, perempuan itu merasa tersanjung, karena sang suami seperti lupa caranya untuk bersikap romantis di hadapannya setelah menikah.

Pak Yo kemudian meletakkan sebuah bungkus rokok di atas meja rias tersebut. Setelah itu, ia tampak membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. Hal itu pun mencuri perhatian Laras.

“Itu rokok siapa, Pak? Bukannya Pak Yo tidak pernah merokok?” Tanya Laras tiba-tiba.

“Eh, saya merokok kok. Kamu tidak pernah lihat saja, hee,” jawab Pak Yo sekenanya. Ia tampak cukup terkejut dengan pertanyaan mendadak dari Laras itu.

“Lalu tadi kirim pesan ke siapa?”
“Oh, tiba-tiba ada urusan kampus yang harus aku balas.”

“Lagi begini masih sempat-sempatnya ngurusin kampus? Hufth...” Ujar Laras sambil cemberut.

Pak Yo hanya tersenyum melihat wajah Laras yang menggemaskan. Ia tidak menunda-nunda waktu lagi dan langsung melepaskan kaos yang ia kenakan, demikian juga dengan celana panjangnya. Karena itu, tubuhnya yang gelap dan dipenuhi lemak di sana-sini pun jadi terlihat jelas di hadapan Laras. Postur tubuh seperti itu tentu tidak bisa membuat sang perempuan terangsang. Namun sesuatu yang masih tersembunyi di balik celana dalam yang masih menutupi bagian selangkangan pria tua itu, sepertinya bisa.

Sang pria yang sudah menginjak kepala lima tersebut kemudian mendekati Laras yang masih berdiri di sisi ranjang. Ia menatap tajam ke arah Laras yang masih mengenakan pakaian lengkap itu. Perlahan, ia mengusapkan jemarinya di pipi Laras yang empuk dan halus.

“Kamu buka dong,” ujar Pak Yo.

“Apanya?” Tanya Laras.

“Ya, pakaiannya. Kalau aku suruh buka hati kamu juga paling kamu nggak mau.”

“Iya lahhh... Buka semua?”

“Iya, tapi jilbabnya jangan.”

“Kenapa Pak Yo selalu pengin aku tetap pakai jilbab sih kalau ngewong? Malu ahh.”

“Kan istri aku nggak pakai jilbab.”

“Terus?”

“Ya, pengin sesuatu yang berbeda saja.”

“Hisshh...”

“Dan kamu tampak lebih anggun apabila wajahmu masih berbalut jilbab seperti itu. Rasanya seperti lagi ngentot sama perempuan alim.”

Laras mendengus kesal. Tetapi ia tetap menuruti permintaan pria yang usianya hampir sama dengan ayahnya tersebut. Perempuan cantik itu perlahan mengangkat kaosnya ke atas, hingga melewati leher dan kepalanya. Jilbab yang ia kenakan sempat berubah posisi karena itu, tapi lekas dibetulkan oleh Laras. Setelah itu, ia pun memelorotkan celana panjang kain berwarna hitam yang menutupi paha dan betis indahnya.

“Luar biasa. Sudah kuduga, kamu cocok banget pakai lingerie seperti itu, Laras,” ujar Pak Yo sambil menatap ke arah tubuh seksi sang perempuan tanpa berkedip. “Ukurannya pas kan?”

“Pas banget kok, Pak,” jawab Laras sambil menundukkan kepala. Ia tampak masih malu memperlihatkan tubuhnya dengan lingerie seperti itu di hadapan pria yang berusia jauh di atasnya tersebut.

Pak Yo kemudian mengulurkan tangannya ke arah Laras, yang langsung disambut oleh sang perempuan. Ketika jemari mereka telah bertaut, Pak Yo langsung mendorong tubuh indah Laras, dan merebahkannya di atas ranjang. Pria tua bertubuh gempal itu kemudian menindihnya dengan nafas yang menderu.

“Sudah kangen banget aku sama toket kamu yang lembut ini, Laras,” desis Pak Yo yang sudah begitu terangsang, sambil mengusap-usap kedua gunung kembar milik sang perempuan.

“Ngghhh... Memangnya toket Bu Ningrum nggak lembut, Pak?” Tanya Laras dengan lirih.

“Punya dia sudah kendor, Sayang. Beda banget sama punya kamu. Kalau pakai lingerie juga nggak akan terlihat seseksi kamu.”

“Masa sih Pak? Nggghhh...”

“Kamu belum pernah punya lingerie transparan seperti ini sebelumnya?”

“Belum, Pak. Ahhh...”

“Memangnya Sofyan nggak pernah minta?”

“Hmmpphhh... Nggak pernah. Makanya aku selalu simpan lingerie ini di tempat tersembunyi kalau dia ada di rumah.”

“Kalau dia nggak ada di rumah baru dipake? Hee.”

“Hu’uh... Ngggghhhhh.”

“Duh, ****** banget sih dia. Padahal bikin mupeng banget lho ngelihat kamu pakai lingerie seksi kayak gini, hii.”

Pak Yo kembali melumat bibir Laras, yang langsung disambut dengan mesra oleh sang perempuan. Laras bahkan kemudian mengalungkan tangannya di leher pria tua yang tengah menindihnya tersebut. Ia sempat merasakan tetes demi tetes keringat yang mulai mengalir di punggung Pak Yo. Matanya kemudian terpejam, dengan raut wajah yang menunjukkan bahwa birahinya telah terpantik dengan kecupan liar tersebut.

Mereka berdua tampak sudah tidak memperdulikan cincin pernikahan yang sama-sama melingkar di jari manis mereka masing-masing. Yang terpenting bagi mereka sekarang adalah bagaimana caranya bisa mendapatkan kepuasan dari persetubuhan yang akan terjadi sesaat lagi di kamar penuh dosa tersebut.

Tidak puas dengan hanya meremas-remas payudara Laras, jemari Pak Yo mulai bergerak ke bawah. Tangan yang sudah mulai keriput tersebut menyelinap ke balik g-string berwarna merah yang dikenakan perempuan cantik itu, lalu mengusap-usap bibir vagina di baliknya.

“Aaaaahhhhhhhh.... Hhhmmmpppphhhh....” Tubuh Laras sedikit terangkat saat kemaluannya disentuh oleh jemari Pak Yo. Bagian tersebut memang begitu sensitif akan sentuhan seminim apa pun.

“Enak banget ya pas memek kamu dielus-elus begini, Laras?” Tanya Pak Yo di sela-sela percumbuan mereka.

Laras pun mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa menikmati setiap sentuhan, remasan, kecupan, dan gesekan berbagai anggota tubuh Pak Yo di tubuhnya, merasakan birahinya perlahan menanjak hingga nanti sampai di puncak. Seperti tidak mau kalah, Laras pun mulai mengusap-usap selangkangan Pak Yo yang masih tertutup celana dalam berwarna hitam, senada dengan kulitnya yang gelap.

“Ughhhh... Enak banget rasanya kontol saya disentuh kayak gitu, Laras,” erang Pak Yo sambil menarik paksa kepala sang perempuan yang masih tertutup jilbab, lalu melumat bibirnya dengan liar.

“Pak Dekan ngomongnya kotor banget sih. Ssshhh...” Protes Laras.

“Memang harusnya apa dong?”

“Pe-Peniiissssss Paakk... Aahhhhh...”

“Nggak enak ah nyebutnya. Lebih enak kontol. Kamu nyebut penis kalau lagi main sama suami kamu aja. Kalau lagi sama aku, ini namanya kontol.”

Kamar tersebut pun menjadi saksi pergumulan dua insan yang seperti bertolak belakang satu sama lain. Seorang pria tua yang sudah mempunyai istri dan anak, dengan badan gempal dan kulit gelap, sedang menindih perempuan cantik berkulit putih yang masih mengenakan jilbab, tapi tubuhnya hanya tertutup lingerie transparan dari leher hingga kaki. Keduanya pun begitu aktif merangsang bagian-bagian tubuh sensitif dari pasangan mereka.

“Aku sudah nggak tahan, Laras. Sekarang kamu emutin kontol aku dong. Nggghhh...”

Pak Yo kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dengan kepalanya tepat berada di bantal tidur yang biasa digunakan Sofyan. Laras ingin mencegahnya demi menjaga kehormatan sang suami, tetapi ia tahu sang dekan tentu tidak akan mau pindah dari tempat tersebut. Karena itu, ia pun hanya membiarkan saja dan memposisikan dirinya sendiri di atas paha Pak Yo.

“Iya, lepasin celana dalam aku kayak gitu, Laras. Kamu memang lonte yang pintar,” ujar Pak Yo merendahkan istri dari Sofyan tersebut sambil mengelus-elus kepalanya yang masih berbalut jilbab.

Laras tampak tidak protes, karena mereka telah sepakat bahwa Pak Yo boleh memanggilnya dengan sebutan apa saja ketika mereka sedang bersetubuh. Asalkan, mereka tetap bersikap seperti biasa ketika bertemu di situasi lain.

“Udah gede banget sih penis Bapak,” balas Laras.

“Kamu lupa ya itu namanya apa?”

“Hmm, maaf. Maksud saya kon... kontol Bapak.”

“Nah, gitu dong. Sekarang coba kamu kecup-kecup kontol saya Bu Sofyan, kemudian Ibu emut-emut juga,” ujar Pak Yo sambil membuka pahanya, demi memudahkan sang perempuan untuk melakukan blow job terhadap kemaluannya yang sudah tegang.

“Serius mau panggil saya begitu, Pak?” Tanya Laras dengan dahi mengernyit.

“Serius... panggilan itu sepertinya lebih bikin aku horny. Nggak apa-apa kan?”

“Terserah Bapak saja lah.”

Laras pun langsung memulai aksinya mengecup-ngecup batang kemaluan Pak Yo dari ujung hingga pangkalnya. Ia mengeluarkan sedikit air liur yang kemudian ia balurkan ke seluruh batang penis pria tua tersebut. Ia tidak tahu apa gunanya, tetapi setiap film porno yang pernah ia tonton mempunyai adegan seperti itu, jadi dia hanya mengikuti saja. Dan selama ini Pak Yo juga tidak pernah protes karenanya.

“Cccpppp... Cppppp...”

Perempuan berjilbab itu kemudian mulai menjilat-jilat batang kemaluan yang telah menegang itu. Gesekan antara lidahnya dengan batang penis yang telah begitu lembab tersebut pun menimbulkan bunyi kecipak yang membangkitkan gairah. Pak Yo tampak belingsatan menerima kenikmatan dari mulut, bibir, dan lidah yang hangat milik Laras.

“Terus sepongin aku Bu Sofyan... Ahhhh, nikmatnya bisa diemutin sama istri bawahanku sendiri... Ngggghhhhhh.”


***​


Pak Yo sebenarnya berbohong saat menjawab pertanyaan Laras beberapa waktu lalu. Ia tentu tidak akan mau meluangkan waktu untuk mengurus persoalan kampus saat tengah berduaan dengan perempuan cantik itu. Sang dekan memang mengirimkan sebuah pesan kepada bawahannya di kampus, tetapi isinya sama sekali tidak berkaitan dengan proses belajar mengajar di institusi pendidikan itu.

Begitu Pak Yo menekan tombol kirim, pesan tersebut langsung sampai di ponsel seorang pria yang tengah duduk santai di dalam sebuah apartemen. Pria tersebut pun kaget ketika menerima pesan tersebut, dan langsung membukanya.

“Kirim apa lagi ini Pak Yo,” ujar pria bernama Sofyan tersebut dalam hati.

Sang dosen muda itu sangat terkejut, ketika mengetahui bahwa atasannya hanya mengirim sebuah link. Ia lebih kaget lagi ketika mengetahui link tersebut ternyata bisa digunakan untuk mengakses tayangan live streaming dari sebuah kamera. Beberapa detik menonton, Sofyan langsung tahu di mana kamera tersebut berada, karena hampir setiap hari dia berada di lokasi tersebut.

“Pak Yo dan Laras? Ngapain mereka berdua di kamarku? Apa jangan-jangan?” Batin Sofyan pun bertanya-tanya.

Kekhawatiran yang berkecamuk di kepala Sofyan sejak Pak Yo dan Laras pergi meninggalkan apartemen, ternyata menjadi kenyataan. Di tayangan live streaming tersebut, Sofyan bisa melihat bagaimana Pak Yo tengah membuka pakaian, yang diikuti dengan sang istri yang ternyata mengenakan lingerie seksi di balik kaos lengan panjangnya. Padahal, perempuan manis itu tidak pernah sama sekali memakai busana terbuka seperti itu selama mereka menikah.

Sofyan merasakan hatinya bergemuruh, amarahnya memuncak, kedukaan muncul mengisi relung batinnya. Apabila tidak segera dilepaskan, hal itu bisa meledak kapan pun. Di kondisi normal, ia tentu akan langsung pergi dari apartemen tersebut menuju rumahnya, lalu mendamprat atasannya itu. Namun ini memang bukan situasi yang biasa bagi Sofyan.

“Bu Ningrum, mohon maaf,” ujar Sofyan memanggil istri dari atasannya yang memang tengah berdua saja dengannya di apartemen tersebut.

“Iya, Sofyan. Ada yang bisa saya bantu?” Jawab Bu Ningrum.

Perempuan paruh baya itu sebenarnya tampak cukup anggun dengan blus berwarna merah muda dan celana panjang berwarna putih. Apalagi ketika ia duduk sambil menyilangkan kaki sambil menonton tayangan di televisi, seperti yang ia lakukan sekarang. Namun usianya yang sudah tidak muda lagi membuat kecantikannya jelas sangat jauh apabila dibandingkan dengan Laras.

“Saya mau ke toilet sebentar. Di mana ya toiletnya?”

“Oh, di sana Sofyan,” ujar Bu Ningrum sambil menunjuk ke arah salah satu kamar mandi di apartemen tersebut.

“Terima kasih Bu.”

Sofyan pun langsung berdiri dan beranjak mengikuti arah yang ditunjuk oleh Bu Ningrum. Di dalam kamar mandi, ia hanya duduk di atas kloset yang tertutup, lalu menutup mata dengan kedua tangannya. Ingatannya kembali ke beberapa hari lalu, saat ia tiba-tiba dipanggil Pak Yo untuk menghadap ke ruang dekan.

“Selamat siang, Pak Sofyan.”

“Selamat siang, Pak Yo. Mohon izin, Pak. Boleh tahu mengapa saya dipanggil ke sini?” Tanya Sofyan begitu ia duduk di kursi yang menghadap ke meja kerja sang dekan.

“Jadi begini, Pak Sofyan. Apakah Bapak akhir-akhir ini merasa melakukan sebuah kesalahan?”

Sofyan berusaha memikirkan kesalahan apa yang dimaksud Pak Yo, tetapi tidak bisa menemukannya. “Hmm, sepertinya tidak ada, Pak. Semua baik-baik saja di kelas. Proses akreditasi pun berjalan lancar.”

“Bapak yakin?”

“Yakin sekali.”

“Kalau begitu, coba Pak Sofyan saksikan video ini,” Pak Yo langsung memutar layar monitor di atas meja kerjanya hingga menghadap ke arah Sofyan. Di monitor tersebut, ada sebuah video yang sedang diputar.

Awalnya, Sofyan harus memicingkan mata untuk melihat video apa yang sedang diputar oleh Pak Yo. Kondisi pencahayaan yang terbatas membuat objek di video tersebut tidak terlalu terlihat, dan Pak Yo pun tidak menghidupkan suara dari video tersebut sama sekali. Namun setelah beberapa detik, Sofyan baru menyadari video apa sebenarnya yang sedang diputar, dan jantungnya serasa akan copot saat itu juga.

“I-Itu...”

“Sekarang sudah tahu kesalahan apa yang saya maksud?”

“Ba-Bagaimana Bapak bisa dapat? Kok bisa ada videonya? Apa maksudnya ini?” Sofyan tampak mulai panik. Apabila video tersebut tersebar kemana-mana, kehidupannya pasti akan langsung hancur berkeping-keping. Demikian juga dengan kehidupan perempuan yang tubuh indahnya tertangkap di video tersebut.

“Kamu tidak perlu tahu dari mana saya dapat. Yang penting kamu sudah sadar kan apa kesalahan kamu?”

“Su-Sudah, Pak. Saya mohon hentikan video tersebut dan hapus file-nya sekarang juga, Pak.”

“Itu urusan gampang, karena saya juga tidak mau nama kampus ini tercoreng karena kasus perselingkuhan sesama dosen, hee,” ujar Pak Yo sambil terkekeh. “Tapi ada satu syaratnya.”

“Sy-Syarat apa itu, Pak?”

“Syaratnya mudah. Saya cuma minta kamu tidak mendekati Bu Yasmin lagi. Apabila saya lihat Pak Sofyan mendekati Bu Yasmin, atau malah melakukan tindakan seperti di video ini lagi, maka kesepakatan kita batal. Dan saya akan melaporkan hal ini ke pihak kampus, atau bahkan pihak yang berwajib. Deal?”

“Deal, Pak. Saya tidak akan sekali pun mendekati Yasmin, apalagi melakukan tindakan tercela itu kepada beliau. Saya janji.”

Dalam hati, Sofyan memang menyesali apa yang telah ia lakukan kepada sahabatnya itu, yang membuat hubungan mereka kini kian merenggang. Itulah alasan mengapa ia selalu menghindar saat Indira mengajak mereka bertiga untuk kembali berkumpul. Dan ancaman dari Pak Yo jelas menambah bulat keputusannya untuk menjauh dari dosen cantik yang baru saja menikah itu.

“Oh, iya. Ada satu syarat tambahan.”

“A-Apa lagi, Pak?” Sofyan merasa atasannya tersebut mempunyai rencana kotor di balik semua ini, tetapi ia masih tidak tahu apa.

“Kamu harus izinkan saya tidur bareng dengan istrimu, Laras.”

Sontak Sofyan naik pitam. Ia pun berdiri dari tempat duduknya dengan wajah yang memerah, menahan emosi karena merasa harga dirinya telah diinjak-injak. Ia memang merasa bersalah akan apa yang terjadi antara dirinya dan Yasmin, tetapi sebagai suami ia juga tidak mau istrinya dibawa-bawa ke dalam urusan ini.

“Tunggu dulu, Pak Sofyan. Jangan keburu marah dulu.”

“Apa maksud Bapak meminta hal tersebut?” Tanya Sofyan dengan lantang. Tangannya terkepal, seperti berusaha menahan diri untuk tidak meninju kepala sang dekan, yang mungkin akan menyebabkan dirinya terjebak ke permasalahan yang lebih pelik.

“Coba Bapak pikirkan baik-baik. Pak Sofyan sudah menyetubuhi Bu Yasmin secara paksa, padahal Bu Yasmin sudah mempunyai suami. Karena itu, saya rasa wajar kalau istri Bapak juga merasakan hal yang sama dengan lelaki lain, bukan?”

“Tapi istri saya tidak tahu apa-apa tentang hal ini, Pak. Saya mohon jangan libatkan dia. Dan...”

“Dan apa Pak Sofyan?”

“Dan dia tidak mungkin setuju dengan semua ini. Dia pasti menolak disetubuhi oleh orang lain selain saya. Karena itu, saya mohon hentikan kegilaan ini sekarang juga, Pak.”

“Bapak yakin kalau istri Bapak tidak mau digauli oleh lelaki lain?”

“Sangat yakin.”

“Kalau begitu, coba Bapak lihat video ini,” Pak Yo kembali memutar layar monitornya ke arah Sofyan. Monitor tersebut ternyata memutar video yang berbeda.

Sofyan terkejut setengah mati saat melihat bagaimana istrinya tengah ditindih oleh atasannya sendiri, di atas ranjang yang sepertinya merupakan bagian dari sebuah apartemen. Ia pun menyimpan amarah yang membara, kepada Pak Yo, kepada istrinya, termasuk kepada dirinya sendiri.

“Sudah lihat kan, kalau Dik Laras tidak masalah disetubuhi orang lain? Dan saya harap Pak Sofyan tidak memberitahukan hal ini kepada Dik Laras, cukup jadi rahasia kita berdua saja. Kalau Bapak melanggar, jangan salahkan saya kalau video Bapak dengan Bu Yasmin juga tersebar. Hee,” kekeh Pak Yo.

Sofyan pun tampak termenung. Ia merasa hidupnya sudah hancur, dan secara tidak langsung itu adalah akibat ulahnya sendiri. Apabila dia tidak melakukan hal tercela itu dengan Yasmin, mungkin masih ada cara untuk menyelamatkan istri dan pernikahannya. Ia pun hanya diam, tanpa suara, tanpa gerakan, berusaha meresapi kehidupan yang seperti runtuh dan hancur berkeping-keping. Ia merasa sudah tidak mempunyai harga diri dan kehormatan lagi di mata atasannya tersebut.

“Apa Pak Sofyan tahu apa yang dikatakan Dik Laras saat kami berdua bersetubuh? Dia bilang kalau dia hanya mau melakukannya asal saya membantu memuluskan karier Pak Sofyan di kampus, hahaa... Benar-benar istri yang baik kan? Sayang Pak Sofyan telah menyia-nyiakan pasangan sebaik dia,” ujar Pak Yo mengakhiri obrolan tersebut.

Ingatan tersebut masih terbayang jelas ketika Sofyan sedang duduk di atas kloset, di dalam kamar mandi apartemen Pak Yo. Dalam hati, ia benar-benar merasa marah akan apa yang dilakukan Pak Yo dan istrinya. Dan mereka dengan tega melakukan perzinahan tersebut di atas ranjang pengantin Sofyan dan Laras yang begitu suci.

Namun di sisi lain, Sofyan juga tidak bisa mencegah semuanya terjadi. Pertama, karena ia khawatir video pemerkosaan yang ia lakukan kepada Yasmin tersebar ke publik. Kedua, ia juga tahu bahwa sang istri melakukannya sebagai pengorbanan bagi sang suami. Kalau dipikir-pikir, dirinyalah pelaku utama yang menyebabkan kekacauan ini terjadi. Tanpa sadar, setetes air mata mengalir di pipi pria tersebut.

Tttkk... Tttkk...

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar mandi. Sofyan sepertinya begitu larut dengan perasaannya, sampai tidak sadar sudah berapa lama dia berada di dalamnya.

“Sofyan... Kamu tidak apa-apa di dalam sana? Kok lama sekali?” Tanya Bu Ningrum dari balik pintu.

“I-Iya, Bu. Ini sudah selesai kok. Sebentar lagi saya keluar,” jawab Sofyan sambil menyeka air matanya.

Sebelum keluar, Sofyan menyempatkan diri untuk melihat video kemesraan Pak Yo dan Laras yang sedang berlangsung di rumahnya. Walau hanya sebentar, Sofyan merasa tidak tahan dan langsung menutup layar video itu di ponselnya. Pada awalnya, ia merasa bahwa gejolak yang ia rasakan adalah amarah dari seorang suami yang tidak suka melihat istrinya digenjot kemaluannya oleh pria lain.

“Eh, kenapa ini?” Gumam Sofyan yang merasakan batang kemaluannya tiba-tiba berdiri dari balik celananya. Hal seperti itu tentu tidak akan muncul karena amarah, bukan?

Agar tidak ditanya lagi oleh Bu Ningrum, Sofyan pun tidak memperdulikan hal tersebut, dan langsung keluar. Namun ia tidak menyangka bahwa istri Pak Yo tersebut sedang berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Karena itu, ia pun tidak sengaja menabrak tubuh Bu Ningrum saat keluar, hingga perempuan setengah baya itu tergeletak di lantai.

“Bu Ningrum...”

“Sofyan...”

Mata keduanya saling bertatapan penuh arti.


***​


Di saat yang sama, Pak Yo tampak tengah merem melek menikmati setiap isapan dan sedotan dari mulut indah Laras di batang penisnya. Tangan lembut sang perempuan pun berkali-kali mengelus paha dan biji pelirnya, membuat pria tua itu merasa kegelian. Apabila terus dibiarkan, Pak Yo pasti akan segera mencapai puncak.

MEHN2HT_t.png


“Sudah, Laras... Sudah. Ssssshhhhhh... Kalau terus diemut begitu nanti aku cepat keluar,” ujar Pak Yo sambil menjauhkan kepala Laras dari selangkangannya.

“Duhh, kok buru-buru banget sih, Pak. Saya belum apa-apa lho, hihihi,” jawab Laras.

“Hishhh, jangan ngeledek. Sekarang kamu naik ke atas tubuhku.”

“Untuk apa, Pak?”

“Aku mau woman on top. Boleh kan?”

“Hmm... Boleh,” jawab Laras malu-malu.

Perempuan berparas manis tersebut langsung melepas celana dalam model g-string yang masih ia kenakan, dan melemparkannya ke lantai kamar. Namun, ia tetap mempertahankan lingerie merah yang menghiasi tubuhnya, dan tampaknya Pak Yo juga tidak keberatan. Setelah itu, Laras pun memposisikan kemaluannya yang sudah lembab akibat rangsangan Pak Yo, tepat di atas batang penis pria tersebut yang mengacung tegak.

“Ayo turunin pinggulmu, Bu Sofyan. Biarkan kontolku menembus memek indahmu itu,” ujar Pak Yo yang kembali menggunakan sapaan favoritnya tersebut. Tangannya tampak menempel di pinggang Laras, agar bisa menusuk selangkangan perempuan itu dengan posisi yang tepat.

“Iya, Pak Dekan... Aku turunin tubuh aku pelan-pelan ya. Nggghhhh...” desis Laras.

Pak Yo bisa merasakan bagaimana batang kemaluannya ditelan pelan-pelan oleh liang senggama Laras yang begitu rapat. Ini bukan pertama kali mereka melakukannya, sehingga Pak Yo tidak mengalami kesulitan berarti untuk menembusnya. Apalagi, vagina Laras sudah cukup lembab dengan cairan cinta yang merembes keluar, sehingga memudahkan penisnya yang besar untuk menyelinap masuk. Dan begitu berada di dalam, Pak Yo bisa merasakan dinding liang senggama Laras yang rapat dan hangat seperti memijat-mijat batang penisnya yang berurat.

“Ahhh, sudah masuk semua Bu Sofyan... Nikmat sekali memek sempit kamu ini, bikin aku ketagihan buat terus-terusan ngentotin kamu.”

“Dalem banget masuknya Pak Dekan. Nggghhhh... Kok bisa sih kontolnya mentok sampe ujung. Aaahhhh...”

“Sekarang kamu naik turun di atas aku Bu Sofyan. Aku mau ngerasain goyangan cewek muda berjilbab kayak kamu. Aaahhhh....”

“Pak Dekan udah nggak tahan yaaa... Bagaimana kalau begini?”

Laras mulai menggerakkan pinggulnya secara melingkar dari kiri ke kanan, berlawanan dengan arah jarum jam. Secara otomatis, batang penis Pak Yo pun jadi terombang-ambing di dalam liang senggama yang sudah begitu basah tersebut.

“I-Iya begitu, Bu Sofyan... Sekarang lakukan lebih cepat.”

“Begini maksudnya, Pak Dekan? Begini? Nggghhh...” Laras memutar pinggulnya lebih cepat, sehingga payudaranya yang hanya tertampung oleh tetalian tipis dari lingerie merah yang ia kenakan, jadi bergoyang-goyang indah.

Perempuan tersebut sendiri tampak menggigit bibir bawahnya demi menahan gairah, sembari menatap wajah Pak Yo yang juga telah dimabuk birahi.

“Iya begitu, Bu Sofyan. Aaahhhhh... Nikmat bangeeeeetttt...”

“Suka ya Pak Dekan sama goyangan saya? Ssssshhhhh....”

“Suka banget, goyangan pinggul Bu Sofyan benar-benar nggak ada duanya. Kamu adalah lonte terbaik yang pernah saya cicipi, Buuuu... Aaaahhhhh....”

“Enakan mana sama yang ini, Pak Dekan? Nggggghhhh...”

Kali ini Laras menggerakkan tubuhnya naik turun tepat di atas selangkangan Pak Yo. Hal itu memberikan rasa nikmat yang luar biasa bagi sang pria tua, yang langsung menggelinjang tidak karuan. Pria tersebut pun membalas dengan menangkup kedua payudara Laras dan meremas-remasnya.

“Jelas enakan ini Bu Sofyan... Hmmmpphhhh, empotan memek Bu Sofyan benar-benar luar biasa...”

“Ngghhhh... terus remas toket aku kayak begitu Pak Dekan, nggghhhhh.”

“Kamu seksi banget sih pakai jilbab panjang begini, Bu Sofyan. Tapi di bawahnya malah pakai lingerie seksi. Nggghhhhh... Setiap kita ngentot kamu pakai ini terus yaaaa, ahhhhhhh.”

“Memangnya nggak akan bosen nanti Pak Dekan? Nggghhhh...”

“Yaudah, nanti saya belikan yang baru. Khusus untuk kamu, Bu Sofyan... Pfffttttt....”

“Mendingan kasih mentahnya aja Pak Dekan, biar saya beli sendiri nanti yang pas dengan tubuh saya, dan bisa bikin Bapak horny kalau lihat langsung. Ngggghhhh....”

“Oke, nanti saya kirimkan sepuluh juta lagi ditambah uang bulanan buat kamu, Bu Sofyan. Aaaahhhh... Yang penting kamu selalu siap menjadi pemuas nafsuku, Buuuu... Nggghhh.”

“Deal, Pak Dekan.... Aaahhhh, kok bisa makin gede sihhh tititnya, nggghhhhh...”

“Mungkin karena kita ngelakuinnya di ranjang yang biasa Bu Sofyan pake buat ngentot sama suami, jadinya aku merasa lebih terangsang, hahaaa... mmpphhhh...”

“Baru juga di ranjang suami, bagaimana kalau benar-benar di depan suami saya ya, Pak Dekan? Ngggghhhh.... Daaammnn, enak banget Pak, nggghhhh...”

“Kalau Bu Sofyan mau, nanti bisa kita coba. Atau di depan penghulu juga oke kalau Bu Sofyan berminat jadi istri kedua saya, hahaa... Nggghhh...”

“Aaaahhhhh... Pak Dekan jangan gila deeehhh. Aaahhhh, tusuk sampe dalam Pak, saya suka, aaaahhhhh...”

“Saya suka dengan perempuan gila seperti kamu, Bu Sofyan... Beruntung banget saya kalau Ibu mau dibawa ke penghulu sama saya. Hmmmpphhhh...”

“Jangan, Pak Dekan. Nanti penghulunya jadi ngaceng lihat tubuh saya. Ngggghhhh....”

Setelah beberapa menit menyetubuhi Laras dengan posisi woman on top, Pak Yo pun merasa kalau birahinya sudah tidak bisa terbendung lagi. Ia pun langsung menarik kepala Laras agar mendekat ke arahnya, lalu mengecup bibirnya. Seluruh tubuh mereka pun kini telah saling menempel, keringat mereka menyatu, sedangkan kemaluan mereka masih asyik maju mundur dengan gerakan beraturan.

“Aku mau keluar, Bu Sofyan. Aku keluarin di dalem yaaa...” bisik Pak Yo penuh birahi.

“I-Iya, Pak Dekan. Keluarin aja sperma kamu di memek istri bawahanmu ini...” Jawab Laras dengan nakal, sambil menambah kecepatan kocokan memeknya di penis Pak Yo.

“Sial... Kamu benar-benar binal, Bu Sofyan... Ngggghhh, terima pejuku ini Buuuuu...”

“Nggggghhhh... Pak Dekaaaaann... Ooooohhhhhhhhhhhh...”

Crrroootttt... Crrrrroooootttttt... Crrrrrrrrooooooottttttttttt...…

Desahan kencang yang memenuhi kamar tidur tersebut pun seperti menjadi penanda pecahnya orgasme Pak Yo. Meski belum mencapai puncak, Laras tetap saja merasa kelelahan, sehingga tubuhnya langsung ambruk menindih sang dekan berpostur gempal itu. Kepalanya langsung bersandar di dada Pak Yo, dan tangannya menggenggam tangan sang pria tua. Nafas keduanya yang memburu seperti menunjukkan betapa hebatnya pertarungan kedua insan tersebut di atas ranjang.

“Kapan lagi ya aku bisa mendapat kenikmatan ini dari kamu?” Gumam Pak Yo lirih, ketika spermanya yang kental telah terkuras semua, dan berpindah ke vagina Laras.

“Sesuai janji kan? Dua minggu lagi...” Jawab Laras sambil tersenyum.

“Tapi kelamaan, huu...”

“Janji adalah janji, hee.”

“Baiklah,” ujar Pak Yo kecewa.

“Sebaiknya kita beres-beres, Pak. Kemudian kembali ke apartemen Bapak, sebelum Mas Sofyan dan Bu Ningrum curiga.”

“Oke, aku akan ambil gudegnya. Kamu simpan di mana?”

“Ada di laci dapur yang paling atas.

“Hahaha, pantas suami kamu gak ngeliat.”

“Aku juga mau ganti lingerie ini dulu sebelum kembali ke apartemen.”

“Sini dulu tapi...” ujar Pak Yo sambil menarik kepala Laras agar mendekat. Bibir mereka kembali bertemu, dan air liur keduanya pun kembali bercampur.

Sang dekan seperti tidak mau melepaskan perempuan bertubuh indah tersebut dari pelukannya. Ia sudah merasa sangat nyaman dengan pelayanan maksimal dari istri bawahannya tersebut, yang kebetulan juga mempunyai paras cantik dan kemampuan memasak yang hebat. Di matanya, Laras adalah sosok wanita yang sempurna.


***​


Di luar, malam terlihat cerah dengan bulan purnama yang bersinar terang. Seluruh rumah di komplek perumahan yang berada di sudut kota tampak meriah dengan kesibukan suami istri yang memadu kasih, atau para anak kecil yang sedang sibuk berlatih lato-lato agar bisa pamer ke teman-teman mereka di sekolah esok hari.

Namun di kediaman Sofyan dan Laras, tidak terdengar suara sama sekali, padahal kedua penghuninya belum tidur. Sang suami tengah duduk diam di sofa sambil menghadap televisi, yang sedang menyiarkan berita tentang kakek-kakek pelaku pembunuhan berantai, sedangkan sang istri duduk di sebelahnya, menatap ke layar televisi dengan pandangan kosong. Mereka tidak saling berbincang, dan hanya fokus ke berita di televisi. Jarak keduanya di sofa pun cukup jauh. Sepertinya mereka masih merasa sedikit lelah setelah bersilaturahmi ke kediaman Pak Yo di siang hari.

Sofyan tampak mengusap-usap kepalanya yang seharian ini seperti ditekan-tekan oleh palu besar, sedangkan Laras tampak mengusap-usap perutnya dari balik piyama ungu yang ia kenakan. Beberapa saat kemudian, perempuan tersebut tampak terburu-buru menuju wastafel di dapur karena merasa ada tekanan dari dalam lambungnya. Di hadapan kran wastafel, ia mengeluarkan isi perutnya, kemudian terbatuk-batuk.

Sofyan bergeming, dan hanya melirik ke arah istrinya, tanpa berkata apa-apa.

TAMAT
 
Author's Note

Halo, Fathimah di sini.

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada suhu @killertomato atas kesempatannya untuk bisa berkolaborasi membuat cerita Kembang Kampus ini. Saya yang tadinya hanya bisa menikmati karya hebat beliau dalam versi “sudah jadi”, kini jadi bisa terlibat langsung dalam pembuatan karya mulai dari ide awal, pengembangan karakter dan plot, hingga brainstorming berhari-hari tentang cerita ini mau dibawa ke mana. Percayalah, apa yang kalian baca saat ini cukup jauh berbeda dengan apa yang kami rencanakan di awal dari segi alur hingga ending, dalam artian positif tentunya.

Selain itu, saya juga ingin memberikan apresiasi tak terhingga kepada para pembaca yang sudah meluangkan waktu untuk membaca karya kami berdua, hingga memberikan komentar berupa masukan, dukungan, dan kritik. Semuanya kami baca satu per satu, dan kami tampung di kepala kami. Tapi apabila ada yang dirasa kurang dari segi apa pun, saya pribadi meminta maaf yang sebesar-besarnya, karena yang namanya manusia pasti ada salah dan kurangnya.

Bagi saya, Kembang Kampus adalah sebuah karya yang “sukses” dalam berbagai hal:
  • Cerita ini bisa Tamat hanya dalam waktu beberapa bulan sejak rilis pertama kali. Ini terhitung sangat cepat apabila dibandingkan dengan karya saya yang lain. Itu pun masih dijeda sempat vakum sekian lama karena saya ada kesibukan di RL. Mohon maaf sekali untuk pembaca dan suhu killertomato atas hal itu.
  • Cerita ini adalah gabungan dua kepala yang mungkin benar-benar setara kontribusinya. Saya pribadi melihat apa yang kuat di cerita saya dan cerita suhu killertomato, semuanya campur aduk di dalam cerita. Ini adalah pengalaman baru yang unik bagi perjalanan saya menulis cerita sensual.
  • Cerita ini telah menonjolkan beberapa tokoh yang sepertinya mempunyai karakter kuat, dan disukai pembaca. Karena itu, dari cerita ini saja, saya sendiri banyak mendapat ide untuk membuat berbagai cerita-cerita baru.
  • Lebih dari 400 orang berpartisipasi dalam vote. Untuk itu, terima kasih banyak atas kontribusi teman-teman yang sedikit banyak juga turut membantu saya dalam memprioritaskan mana tokoh yang harus diceritakan lebih dulu.

Akhir kata, one hell of a ride, and i really enjoy it. Apalagi semasa membuat cerita ini pun saya ditemani dengan cerita-cerita dari suhu-suhu lain yang juga tayang di waktu yang bersamaan, membuat forum ini jadi semakin ramai. Apabila ada yang tertarik untuk mengetahui proses di balik kolaborasi ini juga silakan ditanyakan.

Oh, iya. Soal akan ada apa setelah cerita Kembang Kampus ini Tamat, kira-kira ada yang nunggu nggak ya? Hee.

Dari cerita ini, saya dan suhu killertomato mendapat ide untuk mengembangkan Universe “Kembang” ini ke beberapa cerita lain. Namun perlu dicatat, semua ini benar-benar tergantung kesehatan dan kesibukan kami di dunia nyata. Doakan saja agar semua dilancarkan. Menagih kami untuk lekas upload tidak akan membuat kami jadi lebih cepat menerbitkannya, hee.

Untuk yang pertama, dalam waktu dekat kami akan menerbitkan cerita baru berjudul Kembang Kompleks, yang tentunya akan menghadirkan beberapa tokoh yang sudah muncul di cerita Kembang Kampus ini. Siapa saja tokoh-tokoh tersebut, silakan ditunggu saja. Bagi para pecinta karya-karya suhu killertomato, pasti akan terkejut ketika membaca bab-bab awal. But I won't spoil everything, just read it then, guys.

Jangan ditanya kapan tayang juga ya, ditunggu aja.

MEID1T8_t.png

Dan apabila diberi umur panjang, kami pun berniat untuk melanjutkan cerita yang baru tamat ini ke Kembang Kampus: Semester 2. Karena itu, apabila kalian ada ide tentang kelanjutan cerita para tokoh di cerita ini, silakan beri masukan lewat reply atau DM ke saya. Sekali lagi, ini bukan janji ya. Hanya berbagi ide yang ada di kepala kami berdua, dan berpotensi untuk direalisasikan.

That’s all. Fathimah is signing out, see you in the next story.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd