Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT KEMBANG KAMPUS (collab with @killertomato)

Siapa tokoh perempuan favorit kalian d cerita ini?

  • Safira

  • Yasmin

  • Indira

  • Laras

  • Amira

  • Naura


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Part 21: Kalung Berlian

“Heh! Masih pagi kok udah bengong saja,” ujar seorang pria yang tampak sudah berpakaian rapi, kepada seorang perempuan yang justru masih mengenakan piyama tidurnya.

Perempuan tersebut tampak tengah duduk menghadap meja makan, dengan sepotong roti dan segelas susu terhidang di hadapannya. Namun ia tidak menggubris makanan dan minuman tersebut sama sekali, dan justru menatap tanpa ekspresi ke arah pintu rumah. Hal itu jelas membuat heran sang suami yang baru saja membangkitkan perempuan itu dari lamunan dengan kata-katanya, sehingga pikiran sang perempuan kembali ke dunia nyata.

“Ihh... Mas ini iseng banget sih. Gangguin istrinya aja. Lagian siapa juga yang lagi bengong? Hufth.”

“Bilangnya sih nggak bengong, tapi itu roti sama susu dikerubungi lalat saja sampai nggak sadar, hee.”

“Tadi udah diusir, cuma dateng-dateng terus lalatnya.”

“Kok bisa begitu?”

“Nggak tahu, mungkin karena aku manis,” jawab sang perempuan dengan asal, sambil menjulurkan lidahnya ke arah sang suami.

“Memang lagi mikirin apa sih istriku yang cantik? Mikirin kerjaan di kampus ya?”

“Nggak kok. Cuma merasa sedikit capek aja, Mas. Mungkin karena akhir-akhir ini aku kurang minum.”

“Kalau gitu dibanyakin dong minumnya. Sama jangan lupa makan juga di sela-sela waktu mengajar di kampus. Biar badan kamu bisa tetap fit walau beraktivitas seharian. Dan bila perlu, minum Extra Jreng, hahaa...”

“Hahaa, Mas ini bisa saja bercandanya,” ujar sang perempuan sambil tersenyum manis. “Tenang saja, Mas. Aku pasti jaga kesehatan kok.”

“Kalau diperhatikan, kamu begini tuh sejak pulang dari Semarang. Beneran nggak ada masalah sewaktu kamu di sana?”

Perempuan tersebut pun terdiam sejenak. Ia tahu bahwa ada banyak sekali hal yang terjadi di perjalanan dinas terakhirnya tersebut. Namun tentu saja ia tidak bisa membicarakan tentang hal tersebut di hadapan suaminya. Bila sang suami tahu, bisa terjadi perang dunia ketiga nanti.

“Bener kok, Mas. Nggak ada masalah apa-apa. Mungkin aku nggak terbiasa saja jalan jauh sendirian, jadi berasa lemes ketika pulang ke sini.”

“Apakah itu artinya kita harus sering jalan-jalan? Hehehe.”

“Nah, itu ide yang bagus. Mas sih nggak pernah ngajakin aku jalan-jalan,” ujar sang perempuan sambil mengedipkan mata, seperti memberikan kode keras kepada sang suami.

“Haha... Kok jadi aku juga yang kena,” ujar sang suami sambil menggaruk-garuk kepala. “Nanti ya, Sayang. Kalau uang kita sudah terkumpul, kita usahakan untuk jalan-jalan bersama ke luar kota.”
“Iya, Mas. Aku paham kok kondisi keuangan kita seperti apa, dan aku juga tidak mau banyak menuntut.”

“Terima kasih ya, istriku,” ujar sang pria sambil menarik kepala istrinya tersebut, lalu mengecup keningnya.

Hal itu jelas membuat batin sang istri bahagia. Ia merasa beruntung memiliki suami sebaik pria yang tengah berdiri di hadapannya tersebut. Pria tersebut memang memiliki kekurangan dalam hal kecerdasan, finansial, dan kemauan untuk bekerja lebih keras. Namun di sisi lain, sang perempuan pun merasa bahwa dirinya telah menjadi begitu hina, sejak berbagai kejadian yang menimpa dirinya di Semarang beberapa hari lalu. Ia pun menjadi ragu, apakah ia bisa melewati semua cobaan tersebut sembari mempertahankan bahtera pernikahannya.

“Tuh kan bengong lagi, padahal baru aku cium lho. Masa sih ciuman begitu saja sudah bisa bikin kamu terlena?”

“Hihihi, maaf Mas,” jawab sang perempuan. “Ngomong-ngomong, kok udah rapi banget pagi ini. Mau langsung narik?”

“Iya nih Sayang. Biar bisa dapet banyak penumpang, dan setorannya juga makin banyak. Jadi kita bisa cepet jalan-jalan ke luar kota deh.”

Jawaban tersebut jelas semakin membuat sang perempuan semakin merasa bersalah. Apa sih yang ada di pikirannya, sampai tega membiarkan tubuhnya dijamah oleh pria lain, sedangkan suaminya sendiri bekerja dengan keras di sini. Namun perempuan tersebut berusaha bertahan agar tidak menampilkannya dengan gamblang di hadapan sang suami.

“Ya sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya, Mas.”

“Terima kasih istriku,” jawab sang pria sambil merapikan kaos yang ia kenakan. “Kamu sendiri nggak ada jadwal mengajar hari ini?”

“Ada sih, Mas. Tapi masih nanti siang.”

“Nggak mau aku tungguin saja, biar kita bisa berangkat bareng?”

“Nggak usah, Mas. Nanti biar aku berangkat sendiri.”

“Baiklah,” ujar pria tersebut sambil mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja makan, lalu beranjak menuju pintu depan. Namun sebelum pria itu hilang dari pandangan, ia pun berbalik. “Kamu besok nggak ada acara apa-apa kan?”

“Nggak ada sih, memangnya kenapa mas?”

“Besok Kak Faris dan Mbak Intan kan ada acara empat bulanan. Kita diminta untuk datang ke sana,” ujar sang pria sambil menyebut nama kakak laki-laki beserta istrinya yang tengah mengandung anak kedua mereka. “Kamu nggak lupa kan?”

“Oh, nggak lupa kok Mas. Aku sudah kosongkan agenda, supaya kita berdua bisa ke sana besok.”

“Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu ya. Bye Yasmin sayang.”

“Bye, Mas.”

MEHN2HR_t.png


Perempuan bernama lengkap Yasmin Wulandari tersebut pun bernapas lega saat suaminya yang bernama Ferdian Jayadi telah hilang dari pandangan dan meninggalkan rumah mereka untuk memulai aktivitas sebagai pengemudi taksi online. Ia sebenarnya merasa heran karena sikap suaminya seperti berubah 180 derajat antara sebelum ia pergi ke Semarang, dan sesudah ia kembali. Saat ini, sang suami tampak begitu ceria dan penyayang, serta tidak lagi mengungkit-ungkit soal dirinya yang pergi ke luar kota hanya bersama dengan pimpinan yayasan kampus.

Namun Yasmin tidak ingin terlalu memusingkan hal tersebut, karena ia sendiri memiliki masalah lain yang begitu pelik. Itulah mengapa begitu ia merasa telah sendiri saja di dalam rumah, perempuan cantik itu langsung menutup wajah dengan kedua tangannya, demi menahan rasa malu yang selama ini ia tahan. Dosen muda tersebut benar-benar merasa terhina atas apa yang telah dilakukan Pak Bas, Sofyan, dan beberapa pria tua lain terhadap tubuhnya yang indah saat tengah berada di Semarang.

Namun bukankah nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah berlalu, tidak bisa dicegah untuk terjadi. Sekarang yang terpenting adalah apa yang harus aku lakukan setelah ini, batin Yasmin.

Perempuan berparas manis itu kemudian membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya, sambil menunggu waktu untuk berangkat ke kampus. Pandangannya tertuju pada sebuah grup yang hanya diisi oleh dirinya, Sofyan, dan Indira. Grup tersebut sudah tidak begitu aktif sejak beberapa hari lalu, tepatnya sebelum Yasmin kembali dari Semarang.

Orang terakhir yang mengirimkan pesan di grup tersebut adalah Indira, yang mengajak mereka bertiga untuk bertemu dan mengobrol santai seperti biasa. Namun Sofyan dan Yasmin sama-sama tidak menyahut. Indira sempat mengontak dirinya secara pribadi untuk memeriksa apakah ada masalah, tetapi Yasmin menyatakan bahwa semuanya baik-baik saja dan ia hanya kelelahan setelah pulang dari luar kota.

Padahal, alasan utama mengapa Yasmin tidak kunjung membalas pesan Indira di grup adalah karena perutnya yang selalu mual setiap kali melihat nama dan foto Sofyan di kontak WhatsApp. Perempuan tersebut tidak bisa membayangkan apabila mereka berdua harus bertemu secara langsung, setelah apa yang pria tersebut lakukan terhadapnya.

Anehnya, perasaan itu tidak terlalu terasa apabila Yasmin tengah memikirkan Pak Bas, sang pimpinan yayasan kampus yang juga melakukan persetubuhan dengan dirinya. Mungkin karena pada saat hal tersebut terjadi, perempuan tersebut seperti melakukannya dengan sukarela, bukan karena paksaan penuh seperti yang dilakukannya bersama Sofyan.

Untungnya, sejak pulang dari Semarang, Yasmin memang belum pernah bertemu dengan kedua pria tersebut. Karena itu, ia bisa fokus memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini dengan keduanya.

“Triiinngg...”

Tiba-tiba terdengar suara notifikasi, tanda bahwa ada sebuah pesan yang masuk ke WhatsApp Yasmin. Perempuan muda yang kebetulan memang sedang membuka aplikasi pengiriman pesan itu, langsung bisa mengetahui siapa pengirim pesan tersebut.

“Hari ini kamu ke rumah saya ya. Saya tunggu,” begitu bunyi pesan yang diterima oleh Yasmin.

Pesan tersebut praktis membuat jantung perempuan tersebut jadi berdebar kencang. Ingatannya langsung kembali pada detik demi detik saat mereka tengah berduaan di Semarang beberapa hari lalu.

Perempuan muda itu pun langsung membalas. “Tapi saya hari ini ada kelas, Pak. Mohon maaf, tidak bisa ke sana dulu.”

“Bukankah kamu bisa izin tidak masuk, dan kasih tugas saja ke mahasiswa?”

“Hmm, tapi nanti saya bisa kena marah, Pak. Mungkin nanti saja saya ke sana, apabila jadwal saya sudah kosong.”

“Saya mau kamu ke rumah saya sekarang,” ujar sang pengirim pesan tersebut dengan tegas. “Lagipula siapa sih yang akan marah sama kamu? Pak Dar atau Pak Banu? Kalau iya, suruh mereka hubungi saya secara langsung.”

Yasmin pun mulai mempertimbangkan apakah dia harus melanjutkan kebohongannya atau tidak. Ia memang tidak sungguh-sungguh saat mengatakan bahwa dirinya tidak bisa izin dari tugasnya mengajar. Ia hanya ingin menghindar dari sang pria tua pemilik yayasan bernama Basuki tersebut. Namun apabila ia meneruskan kebohongan tersebut, tidak mustahil Pak Bas akan membuat kedua atasan yang namanya baru ia sebutkan itu untuk ikut campur.

“Hmm, nggak perlu melibatkan mereka, Pak.”

“Lho, lalu bagaimana?”

“I-Iya, nanti saya datang ke rumah Bapak.”

“Nah, gitu dong. Saya tunggu ya Bu Yasmin.”

Kepala Yasmin pun kembali pusing, berusaha memikirkan apa yang harus ia lakukan nanti di rumah Pak Bas, agar apa yang telah mereka berdua pernah lakukan tidak kembali terulang.


***​


Begitu sampai di gerbang rumah Pak Bas yang sudah ia hapal betul lokasinya sejak kunjungan pertamanya ke sana, Yasmin langsung disambut oleh seorang asisten rumah tangga yang langsung mempersilakannya masuk.

“Silakan langsung ke ruang tamu, Non. Pak Bas sudah menunggu di dalam,” ujar sang asisten sambil menunjuk ke arah pintu utama.

“Oh, iya. Terima kasih, Mbok.”

Saat berjalan mendekati bangunan utama rumah tersebut, Yasmin bisa melihat pendopo di sisi lain rumah. Pada pertemuan pertama mereka, dosen muda itu hanya diperkenankan untuk duduk di sana, dan Pak Bas yang menghampirinya dari dalam rumah. Namun kini, Yasmin justru diminta untuk langsung masuk ke dalam.

“Apa ada arti khusus? Apakah pertemuan ini berbeda dengan waktu itu?” Pikir perempuan tersebut.

MEHN2HR_t.png


Pintu utama yang ditunjuk oleh asisten rumah tangga tadi ternyata tidak dikunci. Karena itu, Yasmin pun bisa membuka pintu berbahan kayu tersebut dengan mudah. Ternyata, dari posisinya berada sekarang, Yasmin bisa langsung melihat Pak Bas, yang sedang duduk di sebuah sofa panjang, sambil menatap layar laptop yang berada di hadapannya. Gerakan pintu yang dibuka Yasmin tadi membuat bunyi berderik, yang meski begitu pelan tetapi tetap terdengar oleh sang pemilik rumah.

“Eh, sudah sampai Bu Yasmin. Silakan duduk,” ujar Pak Bas sambil menepuk-nepuk sofa yang sedang ia duduki, seperti memberi isyarat bagi perempuan tersebut untuk duduk di sebelahnya.

Yasmin pun menurut, dan berjalan mendekat ke arah sofa panjang berwarna hitam tempat Pak Bas tengah berada. Di ruang tamu tersebut sebenarnya juga ada dua buah sofa single, yang menghadap ke meja yang sama. Namun sang pimpinan yayasan kampus berusia 60 tahun tersebut sepertinya tidak ingin Yasmin duduk di sana.

Sang dosen muda, yang hari ini mengenakan kemeja lengan panjang berwarna coklat muda, serta celana panjang dan jilbab berwarna merah muda, langsung duduk tepat di samping Pak Bas. Hanya ada jarak beberapa senti yang memisahkan mereka berdua, karena Yasmin tentu tidak mau terlalu dekat, apalagi bersentuhan dengan sang pria tua. Perempuan itu kemudian meletakkan tas tangan berwarna hitam yang ia bawa di samping tempatnya duduk.

Dari tempatnya berada, Yasmin bisa melihat layar laptop yang tergeletak di atas meja kaca di hadapan mereka berdua. Perangkat elektronik tersebut tampak menampilkan sebuah dokumen yang berisi beragam angka. Menurut tebakan Yasmin, dokumen itu sepertinya berisi rencana anggaran Universitas Jaya Abadi, entah untuk tahun yang sudah lewat atau yang akan datang.

“Sedang sibuk ya, Pak,” ujar Yasmin menyapa, sekaligus membuka obrolan.

Ia sebenarnya masih bingung akan alasan mengapa Pak Bas memintanya ke sini. Pria tua itu bahkan tidak menyuruhnya membawa apa-apa. Hal tersebut justru membuat sang perempuan jadi lebih curiga.

“Lumayan,” jawab Pak Bas sambil melirik ke arah layar laptop yang menyala di atas meja. “Oh, iya. Kamu mau minum apa. Saya ambilkan sebentar.”

“Nggak usah repot-repot, Pak.”

“Ah, tidak apa-apa,” ujar Pak Bas yang sudah langsung bangkit dari sofa. “Saya bawakan orange juice ya. Mau?”

“Bo-Boleh, Pak,” jawab Yasmin dengan canggung.

Perempuan tersebut pun membiarkan saja saat Pak Bas berjalan ke arah bagian dalam rumah. Pria tua itu tampak sangat santai, dengan kaos polo dan celana pendek yang tidak sampai menutupi lututnya. Yasmin jadi membayangkan apakah pria tua itu mengenakan baju dalam lagi di baliknya.

“Haisshhh... Mikir apa sih aku kali ini,” batin Yasmin berusaha melupakan isi pikiran mesum itu.

Demi mengalihkan isi kepalanya dari hal-hal kotor, Yasmin pun melihat-lihat isi rumah yang baru ia masuki untuk pertama kalinya tersebut. Seperti kesan saat melihat rumah tersebut dari sisi luar, interior tempat tinggal Pak Bas itu pun banyak didominasi oleh unsur kayu. Namun ada kesan modern yang tertangkap, salah satunya karena pintu kaca besar yang mengarah langsung ke arah kolam renang. Kebetulan, posisi Yasmin duduk saat ini tepat menghadap ke arah pintu kaca tersebut.

Tidak ada kipas angin maupun AC yang terlihat di dalam ruangan tempatnya berada, tetapi Yasmin tetap merasa sejuk. Mungkin karena rumah tersebut memang didesain dengan ventilasi yang baik, sehingga tidak perlu peralatan elektronik tambahan guna membuatnya nyaman untuk ditinggali. Sayup-sayup terdengar bunyi suara burung yang sesekali berbunyi, seperti hendak mengajak sang perempuan muda tersebut untuk mengobrol.

“Ini minumnya ya, Bu Yasmin,” perempuan tersebut seperti tidak sadar akan kedatangan sang pria tua, yang langsung meletakkan gelas berisi cairan berwarna kuning yang tampak segar di hadapannya. Ia sendiri membawa gelas lain yang berisi air putih untuk dirinya.

“Duh, maaf kalau jadi merepotkan, Pak,” tanggap Yasmin mencoba berbasa-basi.

“Haha, nggak merepotkan kok. Kan cuma tinggal dituang saja, karena memang sudah ada yang siap minum di kulkas,” ujar Pak Bas sambil tersenyum.

Yasmin pun meneguk minuman tersebut hingga habis setengah. Perjalanan yang cukup jauh dari rumahnya menuju rumah Pak Bas dengan taksi online membuatnya sedikit lelah dan haus.

“Ngomong-ngomong, istri Bapak ke mana?”

“Dia sedang keluar dari tadi pagi.”

“Kalau anak-anak Bapak?”

“Mereka semua sudah tinggal di luar kota, Bu Yasmin.”

“Jadi, Bapak sendirian saja di sini?”

“Ya, begitulah. Hanya bersama asisten rumah tangga yang biasanya hanya bersantai di belakang.”

“Ohhh...” Ujar Yasmin. “Jadi, untuk apa Bapak meminta saya ke sini?”

“Begini, saya sedang melihat-lihat anggaran pengeluaran kampus untuk tahun pendidikan mendatang. Apa Ibu bisa bantu saya untuk memeriksa apakah semuanya sudah sesuai?” Tanya Pak Bas sambil menggeser laptop miliknya yang berada di atas meja, ke arah Yasmin.

“Hmm, mengapa saya yang harus periksa, Pak? Saya kan tidak punya jabatan apa-apa di kampus?”

“Tapi kamu kan ikut saya waktu meeting dengan Pak Rahmat di Semarang, dan kamu dengar jelas beberapa permintaan yang beliau ajukan agar dana yang ia berikan bisa dimanfaatkan secara maksimal. Saya hanya ingin memastikan kalau semua permintaannya sudah terakomodasi dalam rencana anggara ini.”

Yasmin pun mengangguk sambil menarik laptop yang diberikan Pak Bas, agar lebih dekat dengan posisinya duduk. “Coba sebentar saya lihat.”

Dalam hati, Yasmin sedikit menyesal telah berprasangka yang tidak-tidak kepada pria tua pemimpin yayasan kampus tersebut. Mungkin tujuannya mengundang Yasmin datang memang murni hanya untuk meminta bantuan terkait urusan kampus, seperti yang terjadi di Semarang beberapa waktu lalu.

Pada akhirnya, memang kami melakukan persetubuhan yang tidak seharusnya terjadi. Namun bukankah aku yang pertama kali menginginkan hal tersebut? Ujar Yasmin dalam hati.

Perempuan muda tersebut tidak sadar bahwa posisi duduknya yang kini sedikit membungkuk karena posisi meja yang cukup rendah, membuat payudaranya yang besar menggantung indah, hingga hampir menyentuh bagian pahanya. Posisi tersebut membuat Pak Bas yang duduk di sebelahnya tampak menelan ludah, berusaha menahan birahi yang selalu saja muncul setiap kali Yasmin berada di dekatnya. Pria tersebut melirik ke arah gelas minuman yang telah habis setengah, dan tersenyum bahagia.

Setelah kejadian di kamar hotel Yasmin waktu itu, Pak Bas pun menyadari bahwa dosen muda yang merupakan tenaga pengajar di kampus yang ia pimpin tersebut ternyata punya ketahanan yang cukup tinggi terhadap obat RSVP. Perempuan lain mungkin tidak akan kuat apabila mendapat dua dosis alias sepuluh tetes dalam waktu kurang dari enam jam. Kemungkinan besar mereka akan langsung hilang kesadaran, atau mengalami gangguan di aliran darah maupun jantungnya.

Namun, hal tersebut tidak terjadi pada Yasmin. Karena itu, sang pria tua pun berusaha memanfaatkan hal tersebut untuk keuntungannya sendiri.

“Jadi bagaimana, Bu Yasmin. Apa sudah cocok semua?” Tanya Pak Bas sambil menatap ke arah paras manis sang perempuan yang tengah begitu serius memeriksa angka demi angka yang terpampang di layar.

Dahi Yasmin sedikit berkerut. Ia seperti tengah fokus memeriksa sebuah data, dan coba mencocokkannya dengan data di halaman lain. Di posisi tersebut, Pak Bas merasa perempuan muda di sampingnya itu terlihat begitu anggun dan menawan.

“Sepertinya ada yang kurang pas di bagian perencanaan infrastruktur. Pak Rahmat kemarin meminta kita untuk merenovasi fasilitas olahraga, terutama yang biasa digunakan oleh mahasiswa. Dengan begitu, Pak Rahmat bisa menempatkan materi-materi promosi milik anak perusahaannya di sana,” ujar sang dosen. “Namun di dokumen, anggaran renovasi justru lebih banyak untuk gedung rektorat.”

Pak Bas pun tersenyum. Dalam hati, ia merasa kagum akan kecerdasan perempuan muda di sampingnya tersebut, yang bisa menemukan kesalahan kecil yang sebenarnya sengaja dibuat oleh sang pria tua pemilik yayasan.

“Dan sebentar lagi, perempuan cantik, bertubuh seksi, dan berotak cerdas ini akan bertekuk lutut di hadapanku, hahaa...” gumam Pak Bas dalam hati.

Pria tersebut akhirnya coba menggeser posisi laptop guna melihat data yang dimaksud oleh Yasmin. Sesaat kemudian, ia pun mengembalikan laptop tersebut ke tempatnya semula.

“Kalau begitu, boleh saya minta tolong bantuannya untuk diubah Bu? Agar sesuai dengan permintaan Pak Rahmat kemarin,” pinta Pak Bas.

Yasmin sempat berpikir sejenak, karena merasa itu sama sekali bukan tanggung jawabnya. Dan pria tua itu pun mengatakan bahwa tanggung jawabnya atas kesalahan Yasmin di acara Entrepreneurship Day beberapa minggu lalu sudah termaafkan. Lalu, untuk apa lagi ia berkutat dengan urusan yang bukan merupakan tanggung jawab seorang dosen Fakultas Sosial Politik seperti dirinya?

“Tapi mungkin lebih baik aku sanggupi saja, lah. Biar cepat selesai, dan aku juga bisa cepat pulang. Males banget sih disuruh izin ngajar cuma buat hal kayak begini yang sebenarnya bisa diselesaikan di kampus,” batin Yasmin.

“Oke, Pak... Sebentar saya kerjakan,” ujar Yasmin.

Pak Bas tersenyum mendengar jawaban tersebut. Ia pun mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja, dan membiarkan sang dosen muda sibuk sendiri dengan data-data yang memenuhi layar laptop.

Tak sampai 10 menit kemudian, Yasmin mulai merasakan perubahan di dalam tubuhnya, sebuah sensasi yang sempat menghilang tetapi kini tiba-tiba kembali lagi tanpa diminta. Mendadak ada kehangatan yang muncul dari selangkangannya, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, hingga ujung kaki dan kepala. Bagian-bagian sensual di tubuh perempuan tersebut seperti terpantik secara otomatis untuk menjadi begitu sensitif dalam hitungan detik.

“Duh, mengapa perasaan ini muncul lagi sih? Dan entah kenapa munculnya selalu ketika sedang bersama Pak Bas. Apa memang ada sesuatu dari aura pria tua ini sehingga aku menjadi terangsang begini? Apa jangan-jangan dia pakai pelet?” Batin Yasmin.

Demi menahan perasaan tersebut, Yasmin pun menggigit bibirnya sendiri, sambil terus fokus memeriksa dokumen yang berada di hadapannya. Namun tentu saja itu adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Celakanya, pekerjaan yang baru saja dibebankan Pak Bas kepadanya masih jauh dari kata selesai, sehingga ia tidak bisa begitu saja pergi dari rumah tersebut.

Perempuan cantik itu sempat melirik ke arah kiri, dan melihat Pak Bas masih sibuk dengan ponselnya sendiri. Pria tua itu seperti tidak menyadari apa yang terjadi pada perempuan bertubuh seksi di sampingnya. Dalam hati, Yasmin merasa sedikit bersyukur.

“Sepertinya kondisiku masih aman. Pak Bas tidak menyadari perubahan yang terjadi pada tubuhku, dan asyik sendiri dengan ponselnya. Aku hanya perlu cepat-cepat menyelesaikan dokumen ini, lalu pamit pulang.”

Namun desakan birahi yang terus menggelegak, membuat Yasmin semakin tidak tahan. Berkali-kali, ia coba menggesek pahanya sendiri, hingga mengelus lembut payudaranya, berusaha meredam rasa gatal yang tiba-tiba muncul di sana.

“Kamu kenapa, Bu Yasmin?” Tiba-tiba Pak Bas mengeluarkan pertanyaan yang membuat Yasmin kaget. Perempuan tersebut tidak sadar bahwa sang pria tua sudah duduk begitu dekat dengannya, hingga bau napasnya yang tidak sedap bisa tercium jelas oleh dosen muda itu.

“Ng-Nggak kenapa-kenapa kok, Pak…” Jawab Yasmin. Namun perempuan tersebut tahu bahwa gelagat tubuhnya jauh dari kata normal, dan Pak Bas pasti bisa melihat hal itu. “Bapak kenapa dekat-dekat?”

“Saya cuma khawatir kalau Bu Yasmin kenapa-kenapa. Rumah saya nggak panas kan? Kok sepertinya Bu Yasmin sedikit berkeringat begitu?”

Tanpa menunggu izin, Pak Bas langsung menyeka keringat yang menempel di kening Yasmin dengan punggung tangannya. Seketika, pria tua itu bisa merasakan permukaan kulit sang perempuan cantik, yang begitu halus dan lembut karena selalu dirawat dengan baik. Usapan tangan yang terkesan mesra tersebut seperti menggetarkan hati mereka berdua.

Yasmin kini telah menarik tangannya dari laptop, dan perlahan memejamkan kedua matanya, demi menahan diri dari desakan birahi yang sewaktu-waktu bisa meledak dari dalam dirinya. Ia tampak tidak menolak saat kulitnya yang halus disentuh oleh pria tua yang berusia jauh di atas dirinya tersebut. Perempuan tersebut bahkan seperti membayangkan bahwa ia tengah disentuh oleh suaminya sendiri, yang berwajah tampan dan begitu ia cintai.

“Kamu merasakan seperti yang kemarin ya?” Bisik Pak Bas dengan suaranya yang berat tepat di telinga Yasmin, membuat jantung perempuan tersebut kian berdebar.

Yasmin hanya diam, tidak mengangguk maupun menggelengkan kepala. Namun Pak Bas tentu tahu bahwa ia tidak membutuhkan jawaban. Asal sang perempuan tidak menunjukkan penolakan yang tegas, maka jalan baginya untuk melanjutkan rangsangan demi rangsangan jadi terbuka lebar.

Jemari tangan Pak Bas kini sedikit bergeser ke bibir Yasmin. Pria tua itu memulas bibir tersebut dari kiri ke kanan, lalu menarik bibir bagian bawah perempuan tersebut dengan jempolnya ke arah luar. Ia pun bisa menyaksikan raut wajah yang begitu binal dari sang dosen, yang masih memejamkan matanya tersebut. Tangan sang perempuan tampak tengah menggenggam erat sofa lembut yang mereka berdua duduki, seperti sedang menahan sesuatu yang berat.

Perlahan, Pak Bas memasukkan jari telunjuknya ke dalam rongga mulut Yasmin, melewati deretan giginya yang putih tanpa cela. Sesaat kemudian, telunjuk tersebut sudah langsung bersentuhan dengan lidah sang perempuan yang begitu hangat. Yasmin pun bereaksi dengan menutup erat mulutnya, dan menahan jemari Pak Bas hingga terjebak di dalam, lalu mulai mengulumnya.

“Kamu ingin merasakan kenikmatan itu lagi ya? Seperti yang pernah kita lakukan?” Tanya Pak Bas. Namun lagi-lagi, Yasmin tidak memberikan jawaban yang jelas.

Meski begitu, perempuan tersebut seperti tidak ingin melepaskan hisapannya terhadap jari telunjuk Pak Bas yang sudah keriput karena usia tua. Jemari tersebut sebenarnya terasa sedikit asin karena keringat yang membasahi sisi luarnya. Tapi semua itu sama sekali tidak dipermasalahkan sang perempuan muda. Birahi yang menggelegak sepertinya telah menutup indra-indra Yasmin dari mengenali rasa malu dan jijik.

Pak Bas mulai menggerakkan tangannya yang lain untuk menyentuh gundukan besar yang menonjol dari balik kemeja Yasmin. Meski masih tertutup rapat oleh kemeja lengan panjang berwarna coklat muda, bongkahan buah dada perempuan yang sebenarnya sudah mempunyai suami tersebut tetap saja mengundang libido para lelaki yang melihat, karena ukurannya yang luar biasa dan bentuknya yang sekal. Meski sudah berusaha menahan diri, tetap saja Pak Bas merasa gemas dibuatnya.

“Nggghhhhh... Paaaaakkkkkk...”

Akhirnya terdengar desahan binal dari mulut Yasmin, di sela-sela kulumannya terhadap jari telunjuk Pak Bas. Semakin lama, erangan tersebut terdengar makin kencang, dan intensitasnya lebih sering. Hal itu pun membuat birahi Pak Bas semakin tidak tertahankan, yang ditandai dengan batang kemaluannya yang meninggi dari balik celana pendek yang ia kenakan. Dan karena pria tua tersebut sudah tidak mengenakan celana dalam lagi di baliknya, tonjolan tersebut pun makin terlihat jelas.

Pak Bas yang sudah begitu horny, langsung menarik jari telunjuknya hingga keluar dari mulut sang perempuan. Sebagai gantinya, ia balik mengulum bibir sensual yang sudah menjadi perhatiannya sejak beberapa bulan lalu tersebut dengan liar. Tangan yang tadi diemut-emut oleh sang perempuan, kini berlabuh di kepala Yasmin, sedangkan tangannya yang lain masih asyik meremas-remas payudara sang dosen muda dari bagian luar kemejanya.

“Hmmppphhh... manis sekali bibirmu ini, Bu Yasmin. Bisa diabetes nanti saya kalau sering-sering ngisepin bibir Ibu,” gumam Pak Bas penuh nafsu.

Meski sudah mulai dimabuk birahi, Yasmin tampak masih memperhatikan situasi di mana dia berada saat ini. Ruang tamu tersebut memang cukup terbuka, sehingga aktivitas mereka bisa langsung terlihat apabila ada seseorang yang masuk dari arah pintu utama, maupun dapur. Ruangan tersebut pun menghadap langsung ke arah kolam renang, membuat kesan terbuka dari tempat tersebut semakin kentara.

“Hentikan, Pak. Nanti ada yang lihat dan salah paham atas apa yang tengah kita lakukan,” ujar Yasmin berusaha melepaskan diri dari pelukan sang pria tua. Meski begitu, tenaga yang ia keluarkan begitu lemah, bahkan cenderung terlihat tidak serius.

“Tapi kamu menginginkannya kan? Hee,” kekeh Pak Bas sambil terus menempelkan mulutnya di bibir Yasmin yang berwarna kemerahan.

Sang pria tua kini mulai berani melepas satu per satu kancing kemeja berwarna coklat muda yang dikenakan Yasmin, dari atas hingga bawah. Bagian dada sang perempuan yang begitu menggiurkan bagi setiap pria yang melihatnya tersebut pun langsung terbuka lebar, hingga jemari Pak Bas bisa dengan mudah menyentuhnya. Tak hanya bagian buah dadanya saja, tetapi leher jenjang Yasmin pun tak luput dari rabaan sang pria tua pemimpin yayasan tersebut.

“Nggggghhhhh... Geli banget, Pak,” ujar Yasmin di sela-sela desahannya.

“Nikmati saja, Bu Yasmin. Seperti yang terakhir kali kita lakukan di Semarang. Ibu juga menyukainya kan?”

Ingatan Yasmin pun langsung berpindah ke momen saat ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada pria tua tersebut di kamar hotelnya, beberapa waktu lalu. Di malam tersebut, sang pria tua entah bagaimana bisa membuat birahinya terpuaskan, hingga tidurnya terasa begitu nyenyak saat itu. Hal serupa bahkan tidak pernah ia rasakan dari suaminya, atau saat ia dipaksa untuk melayani nafsu dari Sofyan yang merupakan sahabatnya sendiri.

“Tapi masa kita mau melakukan itu lagi, Pak. Ini kan di rumah Bapak sendiri.”

“Memang kenapa kalau di rumah aku?”

“Bagaimana kalau nanti istri Bapak datang dan melihat kita dalam kondisi seperti ini. Saya tidak mau dianggap sebagai istri perebut suami orang.”

Pak Bas hanya tersenyum mendengar kata-kata tersebut. “Bu Yasmin tidak usah khawatir tentang hal itu, saya jamin tidak akan ada masalah.”

Jawaban tersebut jelas membuat Yasmin bertanya-tanya dalam hati. Apakah artinya istri Pak Bas tidak akan pulang dalam waktu dekat? Dan apa yang akan mereka lakukan tidak akan sampai ketahuan oleh asisten rumah tangga yang tadi menyambutnya di pintu depan, sehingga ia tidak akan mengadukannya kepada istri Pak Bas? Atau apa?

“Saya selalu suka perempuan dengan payudara yang montok seperti milik kamu ini, Bu Yasmin, hee...”

Di kondisi normal, Yasmin pasti akan menganggap kata-kata itu sebagai pelecehan. Namun, saat ini perempuan tersebut juga tengah merasakan bahwa tubuhnya telah menghangat, dan sedikit gemetar akibat rangsangan yang ia terima dari sang pria tua. Karena itu, ia pun tidak yakin bahwa ia akan menolak kenikmatan demi kenikmatan yang sedang ia rasakan. Ia bahkan sudah mulai membalas kecupan yang diberikan Pak Bas terhadap bibirnya.

“Boleh naik ke pangkuan saya, Bu Yasmin?” Tanya Pak Bas sambil menarik tangan Yasmin agar semakin dekat ke arahnya.

“Tapi, Pak...”

“Nggak akan ada masalah kok, Ibu tenang saja.”

“Tapi...”

“Kamu masih ingat kan janji kamu waktu di Semarang? Kalau itu bukan jadi yang terakhir?”

Yasmin mengangguk.

“Selama kamu menurut, saya tidak akan menceritakan hal ini kepada siapa-siapa. Kalau begitu, ayo naik ke sini,” ujar Pak Bas dengan nada suara yang sedikit tinggi, sambil menepuk-nepuk pahanya yang terbuka.

Meski ragu, tetapi rasa takut yang mendera Yasmin akhirnya mendorong perempuan tersebut untuk menuruti permintaan sang pria tua. Di sisi lain, ia pun merasa bahwa gairah yang ia alami saat ini harus segera dituntaskan. Bila tidak, ia khawatir akan mendapat masalah dengan pria lain yang justru tidak ia kenal saat keluar rumah ini, seperti yang pernah ia alami sebelumnya.

Begitu pantat Yasmin yang montok telah menempel erat di paha Pak Bas, perempuan tersebut langsung bisa merasakan ada sesuatu yang menonjol di sana, dan seperti mendorong-dorong bokongnya dari belakang. Karena sibuk dengan birahinya sendiri, ia sampai tidak sada bahwa batang penis sang pria tua juga sudah berdiri tegak di balik celananya.

“Saya suka perempuan yang penurut seperti kamu, Bu Yasmin,” bisik Pak Bas di telinga perempuan tersebut, diiringi dengan tawa ringan.

Tanpa menunggu lama, pria tua tersebut pun langsung memeluk tubuh indah sang dosen dari belakang, dan kembali memberikan elusan-elusan lembut di kedua gunung kembar milik perempuan tersebut. Bentuknya yang begitu indah dan aroma tubuhnya yang begitu harum membuat birahi Pak Bas terus menanjak. Untungnya, pria tua itu telah mempunyai banyak pengalaman dalam berinteraksi dengan perempuan, sehingga ia seperti bisa mengatur tempo agar tidak segera orgasme.

Pak Bas menyingkap sedikit bagian kerah kemeja yang masih menempel di tubuh Yasmin, meski seluruh kancingnya telah terlepas. Pria tua itu kemudian menempelkan bibirnya di leher sang perempuan, dan mengecup-ngecupnya dengan kombinasi kemesraan dan nafsu yang membuncah. Lidahnya yang hangat pun sesekali keluar hingga membuat bagian tubuh sensitif milik Yasmin tersebut menjadi basah karena air liurnya.

Hmmpphh... ssluuurrrpphhh...

Ruangan yang sepi tersebut pun menjadi penuh dengan suara decakan bibir Pak Bas yang terus mengecup leher sang dosen cantik.

“Nggggghhhh... Aaaahhhhh... Paaak Baaaassssss...”

Kombinasi kecupan demi kecupan sang pria tua di lehernya, dan remasan kuat di payudaranya, membuat Yasmin hanya bisa mengeluarkan desahan binal, sambil menatap ke arah kolam renang yang berada di area terbuka di hadapannya.

“Saya buka kemejanya ya, Bu Yasmin. Saya ingin menyentuh seluruh tubuhmu yang begitu seksi ini,” ujar Pak Bas meminta izin. Namun sebelum Yasmin memberikan persetujuan, ia sudah langsung menanggalkan pakaian perempuan yang tengah berada di pangkuannya tersebut dan melemparnya ke lantai.

Namun hal tersebut sepertinya tidak cukup bagi sang pria tua. Ia kemudian mengarahkan bibirnya ke arah punggung Yasmin, dan mencoba melepas kaitan bra sang perempuan dengan mulutnya. Dengan mudah, bra berwarna hitam tersebut pun melonggar, sehingga bisa ditarik oleh Pak Bas ke bawah.

“Duhh, aku kangen banget sama toket Bu Yasmin yang berukuran jumbo ini, hee,” ujar Pak Bas sambil menjepit kedua puting payudara sang dosen dengan jempol dan jari telunjuknya, lalu memutar-mutar daging empuk yang telah menonjol tersebut seperti tuner radio.

Rangsangan tersebut membuat tubuh Yasmin menggelinjang, karena semakin tingginya libido yang berusaha keluar dari dirinya. Desahan yang keluar dari sela-sela bibirnya pun tambah kencang, membuat Pak Bas semakin bergairah. Pria tua tersebut pun langsung mengangkat kaos polo yang ia kenakan hingga terlepas, lalu menarik tubuh Yasmin ke pelukannya. Karena itu, dadanya yang sudah mulai berkerut pun menempel di punggung indah Yasmin yang putih, halus, dan masih begitu kencang khas perempuan muda.

“Paaaaakkk... Stttoooppp Paaaakkk...”

Yasmin berusaha mencegah Pak Bas untuk melanjutkan rangsangan di kedua buah dadanya. Bukan karena ia tidak menginginkannya, tetapi justru karena ia merasakan kenikmatan yang tidak biasa. Perempuan tersebut khawatir ia tidak bisa mengendalikan akal sehatnya bila semua ini berlanjut.

“Yakin kamu mau saya menghentikan semuanya? Baju kita sudah sama-sama terbuka lho?” ujar Pak Bas sambil membuka kancing dan resleting celana panjang berwarna merah muda yang dikenakan Yasmin, lalu menyelipkan tangan kanannya ke balik celana dalam sang perempuan. “Memek kamu juga sudah basah kayak begini, hee.”

Perempuan muda tersebut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat mendengar kata-kata tersebut. Darahnya terasa mengalir lebih cepat dari biasa, seiring dengan semakin kuatnya tekanan birahi yang menerpa dirinya.

Kleeeekkkk...

Tiba-tiba pasangan yang usianya terpaut sangat jauh tersebut mendengar suara dari arah pintu utama yang baru saja dibuka dari luar. Keduanya pun menghentikan aktivitas mereka, dan langsung menatap ke arah asal suara. Yasmin spontan menutup kedua payudaranya yang bergantung bebas, terutama setelah ia mengetahui siapa yang baru saja masuk ke dalam rumah.

“B-Bu Rosita?”

Yasmin tampak tergagap saat melihat istri dari Pak Bas tersebut baru saja masuk ke ruang tamu. Sang dosen muda semakin kaget ketika dari belakang tubuh perempuan setengah baya tersebut muncul seorang pria muda yang tampak masih berusia 22 tahun. Pria tersebut mempunyai tubuh yang tegap dan paras yang tampan, membuat Yasmin ragu kalau pria muda itu adalah anak dari Pak Bas dan istrinya.

Secara reflek, Yasmin pun berusaha melepaskan pelukan Pak Bas yang masih begitu kuat membungkus tubuhnya yang indah. Namun usaha tersebut gagal. Pria tua yang tengah memangkunya tersebut justru tampak tidak terpengaruh dengan kehadiran istrinya, dan tidak melakukan apa pun untuk melepaskan Yasmin dari pelukannya.

“P-Pak Bas, lepaskan tubuh saya sekarang,” desis Yasmin.

“Hahaa, sudah kubilang kamu tenang saja. Tidak perlu khawatir,” jawab Pak Bas.

Tanpa berkata apa-apa, Bu Rosita tampak berjalan mendekati tempat kedua pasangan yang sudah setengah telanjang itu, lalu duduk di salah satu sofa single yang berjarak tidak begitu jauh. Matanya menatap tajam ke arah Yasmin dan Pak Bas, membuat sang perempuan muda ngeri setengah mati.

Saat itu, Bu Rosita tampak mengenakan blus berwarna merah dan celana panjang berwarna hitam. Rambutnya yang hitam tampak tergerai bebas hingga menyentuh bahu. Namun yang paling mencuri perhatian Yasmin adalah sebuah kalung berkilau berbentuk bulan sabit yang menggantung di lehernya. Perempuan muda tersebut memperkirakan bahwa kalung tersebut pasti terbuat dari batu permata yang tidak biasa.

“Aduhh, pasti setelah ini Bu Rosita akan menjadikan ini masalah besar. Apakah aku akan dipecat dari kampus? Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk keluargaku dan Mas Ferdian kalau aku tidak punya pekerjaan? Bagaimana selanjutnya hubungan rumah tangga kami berdua bila Mas Ferdian mengetahui apa yang terjadi hari ini,” begitulah kira-kira pikiran yang beterbangan di kepala Yasmin.

“Apa-apaan kalian?” Ujar Bu Rosita dengan nada tinggi, tanpa mengalihkan pandangan dari mata Yasmin.

Yasmin pun kembali berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Pak Bas, sembari menenangkan Bu Rosita. Namun ia bingung melihat Pak Bas yang seperti tenang-tenang saja.

“I-Ini tidak seperti yang Ibu bayangkan. Sa-Saya bisa jelaskan.”

“Apa yang ingin kamu jelaskan?”

“Sa-Saya dan Pak Bas tidak... I-Ini cuma kesalahan... Sa-Saya sebenarnya...” Jawab Yasmin dengan kata-kata yang tidak jelas, bahkan lebih mirip seperti racauan.

“Ahh, kamu tidak jelas.”

“Maaf, Bu. Tapi apa yang terjadi ini adalah sebuah kesalahan. Saya janji tidak akan terjadi lagi, dan saya akan pergi sekarang juga.”

“Bukan itu yang saya tanyakan.”

“Lalu apa, Bu?”

“Saya cuma mau bilang, apa-apaan kalian berdua bersenang-senang, tanpa menunggu saya pulang,” ujar Bu Rosita sambil menampilkan senyum manis di bibirnya.

Yasmin pun heran melihat perubahan raut wajah sang perempuan paruh baya yang masih menatap ke arahnya. Apakah perempuan tersebut benar-benar tidak marah? Mana ada seorang istri yang tidak marah melihat suaminya tengah memangku perempuan lain dalam posisi tanpa busana.

“Ma-Maksud Ibu apa? Saya masih tidak paham.”

“Sudah, kalian lanjutkan saja permainan kalian, biar saya main dengan Erik,” ujar Bu Rosita sambil memanggil pria muda yang tadi datang bersamanya. “Sini, Sayang.”

“Tuh kan. Saya bilang juga apa, kamu tidak usah khawatir,” bisik Pak Bas sambil kembali memainkan puting payudara Yasmin dengan jemarinya.

Perempuan muda yang masih berada di pangkuan Pak Bas tersebut sampai terheran-heran, ketika ia melihat pria muda yang dipanggil Erik tadi kemudian langsung berlutut di hadapan Bu Rosita. Pria tersebut bahkan langsung menarik celana panjang dan celana dalam yang dikenakan istri dari Pak Bas tersebut ke bawah, lalu mendekatkan kepalanya ke selangkangan Bu Rosita. Sang perempuan pun tampak tidak bermasalah dengan tindakan tersebut.

“P-Pak Bas, ituuu... Ibu sama Erik... Mereka...”

“Sudah, biarkan saja mereka menikmati hal tersebut. Dengan begitu, kita bisa fokus pada gairah kita sendiri,” jawab Pak Bas.

Di sela-sela rangsangan yang diberikan Pak Bas, Yasmin masih berusaha memahami apa yang tengah terjadi di hadapannya. Apalagi tak lama kemudian pria muda bernama Erik yang sebenarnya lebih cocok sebagai mahasiswanya tersebut, mulai menjilat-jilat kemaluan Bu Rosita yang sedikit ditumbuhi bulu berwarna hitam. Aktivitas itu membuat perempuan paruh baya itu mengeluarkan desahannya.

“Ngghhh... Terus, Erik. Isep terus memek Ibu, Sayang... Aaahhhh...”

“Memek Ibu bau banget, tapi Erik suka, hee...”

Pemandangan tersebut membuat gairah Yasmin semakin meninggi. Apalagi Pak Bas kemudian mulai menurunkan celana panjang berwarna merah muda yang ia kenakan hingga melorot ke bawah. Celana dalamnya yang berwarna putih pun turut ditarik, sehingga selangkangan indah sang dosen yang pernah dilihat Pak Bas saat mereka bersetubuh di hotel, kembali terbuka.

“Sudah basah sekali ya memek kamu, Bu Yasmin. Apa kalau di kampus kamu selalu begini? Hee,” goda Pak Bas.

“Ng-Nggak Pak. Saya nggak pernah begini kalau di kampus, sumpah... Ahhhhh...” Jawab Yasmin sambil terus mengeluarkan desahan binal, akibat rangsangan Pak Bas yang bertubi-tubi ia terima.

“Iya juga nggak apa-apa kok, Bu. Silakan saja kalau ibu mau memperlihatkan tubuh indah Ibu kepada siapa saja di kampus, mau terangsang karena siapa saja di kampus... Yang penting ngentotnya cuma boleh sama saya. Bagaimana?”

“Tapi saya sudah punya suami, Pak. Dan kami baru saja menikah, nggghhhh...”

“Saya nggak peduli. Toh Ibu masih rela tubuhnya dijamah oleh saya yang sudah tua ini. Itu tandanya Ibu nggak puas kan dengan suami Ibu, hahaa...”

“Jangan bawa-bawa suami saya dalam hubungan kita, Pak. Aaahhhhh...”

“Kamu akui dulu kalau kamu lebih suka ngentot dengan saya, Bu Yasmin.”

“I-Iya, Pak... Nggghhhh...”

“Iya apa, Bu Yasmin? Saya masih tidak jelas.”

“Iya, lebih enak Pak Bas... Aaahhhhh....”

“Duh, saya masih belum paham. Maksudnya apa? Ibu lebih suka ngentot dengan pria tua seperti saya?”

Yasmin berusaha bertahan untuk tidak menyerah begitu saja. Namun apa yang dilakukan Pak Bas membuat perempuan tersebut kesulitan untuk menahan diri. Sang pria tua kini tengah meremas-remas payudaranya yang terbuka dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya telah mengusap-usap bibir vagina Yasmin yang begitu sensitif, serta mulai memasukkan jari telunjuknya ke dalam liang senggama tersebut.

“Bagaimana, Bu Yasmin? Bisa jawab lagi pertanyaan saya?”

“Sa-Saya lebih suka... ngentot... nggghhhh... dengan Pak Bassssss... Ahhh.....”

“Masih kurang jelas, Bu. Coba dong sekali lagi, hee.”

“Saya lebih suka ngentot dengan Pak Bas dibanding suami saya sendiri... Nggghhhh... Saya pengin dimasukin pakai kontolnya Pak Baaaaaaasssssss.... Aaaaahhhh.”

Pak Bas pun tersenyum bahagia mendengar kata-kata tersebut, yang menandai bahwa perempuan muda di pangkuannya telah sepenuhnya menyerahkan diri kepadanya. Bu Rosita yang juga mendengar kata-kata tersebut dari bibir Yasmin pun turut tersenyum, sambil membiarkan Erik mengangkat blusnya hingga terbuka, dan meremas-remas sepasang payudara di baliknya.

“Kamu nungging sekarang, Bu Yasmin. Saya sudah tidak tahan,” ujar Pak Bas sambil membimbing perempuan muda yang belum mempunyai banyak pengalaman bercinta tersebut untuk naik ke atas sofa dengan posisi tubuh menungging, seperti anjing yang sedang membungkuk.

Pria tua itu kemudian memposisikan tubuhnya tepat di belakang Yasmin, dan langsung menggesekkan batang penisnya di bibir kemaluan sang perempuan. Untungnya, sofa tersebut berukuran cukup lebar, sehingga Pak Bas tidak perlu takut terjatuh ke lantai. Posisi mereka berdua kini sama-sama menghadap ke arah Bu Rosita, yang tengah menikmati kemaluannya dilumat dengan liar oleh Erik.

“Lihat tuh, Bu Yasmin. Istri saya sudah keenakan sekali gara-gara bocah ingusan itu. Karena itu, sekarang izinkan saya untuk membuat tubuh Bu Yasmin menggelepar,” bisik Pak Bas sambil memeluk tubuh Yasmin dari belakang.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Pak Bas langsung menyusupkan penisnya ke dalam kemaluan Yasmin, seperti yang pernah ia lakukan beberapa waktu lalu di Semarang. Yasmin pun merasakan vaginanya begitu penuh dalam waktu seketika. Ukuran pentungan daging milik Pak Bas memang tidak terlalu besar, tetapi cukup memuaskan bila dibandingkan dengan milik Ferdian, suami Yasmin.

“Saya genjot lebih kencang ya, Bu Yasmin... Ngggghhh. Memek Ibu bikin nggak tahan banget,” geram Pak Bas.

“I-Iya, Pak... masukin saja yang dalam, sampai mentok... Aaaahhhhh...”

Satu hal yang tidak diketahui Pak Bas adalah sedari tadi Yasmin terus saja melirik ke arah Bu Rosita dan Erik, yang juga sudah asyik memberikan rangsangan satu sama lain. Sang pemuda telah melepas pakaiannya hingga telanjang bulat, dan terus menjilat serta mengisap paha serta kemaluan Bu Rosita. Tubuh kekar nan segar milik pria muda tersebut sedikit banyak membuat gairah Yasmin pun meninggi.

Dosen muda itu memang biasa bertemu dengan pria seumuran Erik di kampus, tetapi ia tidak pernah membayangkan salah satu di antara mereka ada yang mempunyai badan sebagus itu. Apalagi dengan posisinya sekarang, Yasmin bisa melihat jelas bahunya yang kekar, punggungnya yang bidang, hingga bokongnya yang seksi. Bila tidak ada orang lain di ruangan tersebut, mungkin Yasmin juga sudah tidak sabar untuk meremas-remas bokong pria muda itu.

Namun bukan hanya Yasmin saja yang sebenarnya merasakan birahinya meninggi saat melihat sang pemuda. Erik pun sesekali melirik ke belakang, ke arah dosen yang sudah hampir telanjang bulat tersebut. Pria tersebut memang belum pernah melihat perempuan berjilbab dengan kondisi pakaian yang terbuka seperti itu, menampakkan tubuh indah di baliknya.

“Mengapa perempuan secantik dia mau aja dientotin sama bapak-bapak tua kayak begitu? Mana toketnya gede banget lagi. Yang ada harusnya dia sama aku kan?” pikir Erik dalam hati.

Ia tentu tidak terlalu bodoh sampai mengatakan hal itu secara langsung di hadapan Bu Rosita, yang sudah dekat dengannya selama beberapa minggu terakhir. Namun istri Pak Bas tersebut ternyata menyadari bahwa brondong favoritnya tersebut sepertinya punya ketertarikan pada Yasmin.

“Kamu kenapa lirik-lirik ke belakang,” ujar Bu Rosita.

“E-Eeeee... Anu Bu. Saya hanya kelilipan... Iya betul, saya kelilipan,” ujar Erik beralasan.

“Alasan saja kamu. Lihat perempuan cantik dikit, matanya langsung jelalatan. Ayo ikut Ibu ke kamar,” lanjut Bu Rosita sambil menarik tangan pria muda tersebut menuju bagian dalam rumah.

Dalam hati, Yasmin merasa sedikit kecewa saat pria muda bertubuh kekar tersebut meninggalkan dirinya. Keduanya sempat saling beradu pandang, sebelum Erik dan Bu Rosita hilang dari pandangannya.

“P-Paakk... Bu Rosita pergi tuhhhh...”

“Sudah, biarkan saja mereka bersenang-senang berdua. Kita juga jangan mau kalah dengan mereka, hee.”

“Memangnya Bapak dan Ibu sudah biasa seperti ini ya? Nggghhhh...”

“Hahaa. Begitulah... Makanya saya bilang tadi Ibu tidak perlu khawatir.”

Genjotan demi genjotan batang penis Pak Bas yang terus mengayun, mengacak-acak dinding kemaluannya, membuat kekecewaan Yasmin sedikit berkurang. Ia mulai bisa melupakan tubuh kekar Erik, dan menikmati penis keras sang pria tua. Meski sudah dimakan usia, pria tersebut tampak masih mempunyai stamina yang cukup untuk menggenjot kemaluan Yasmin.

“Ggggrrrrrr... Sempit banget memek kamu Bu Yasmin. Kalau para dosen dan mahasiswa lain di kampus tahu betapa enaknya memek Ibu, pasti mereka tidak akan mau kehilangan kesempatan untuk ngentotin Ibu, hahaa,” ujar Pak Bas di sela-sela goyangan pinggulnya yang maju mundur di belakang tubuh Yasmin yang tengah menungging dengan binal.

“Jangan, Pak. Ahhhh... Saya tidak mau disetubuhi oleh mereka semua... Aaaahhhh....”

“Lalu kamu maunya dientotin sama siapa, Bu Yasmin?”

“Sama suami saya, Paaaaakkk... Ngggghhhh...”

“Yakin cuma sama suami Ibu? Nggak ada yang lain?” Tanya Pak Bas sambil meletakkan kedua tangannya di payudara Yasmin, lalu meremasnya kuat-kuat, hingga tubuh sang perempuan menggelinjang hebat.

“Sa-Sama Pak Bas juga saya mauuuuu.... Ahhhh... Please stoooppp Paaaaakkkk, geli bangeeeeeetttt...”

Sang pria tua pun tersenyum. Gairahnya sudah mendekat ke ubun-ubun, apalagi matanya kini menatap erat ke arah bokong Yasmin yang begitu montok. Pak Bas tiba-tiba tertarik sekali dengan liang mungil di pantat sang perempuan yang seperti mengundangnya untuk memberi kepuasan. Perlahan, tangan Pak Bas pun menambah rangsangan yang ia berikan dengan cara mengusap-usap bokong Yasmin yang seksi.

“Aaaawwwwwwww.... Apa yang Bapak lakukan?? Aaahhhhhh...”

Yasmin tampak kegelian saat jemari Pak Bas mulai mengelus lubang anusnya, membuat sang perempuan sampai membayangkan bahwa ia tengah disetubuhi oleh lebih dari satu orang.

“Nggak cuma memeknya doang yang enak, sepertinya lubang anusnya juga nikmat. Tapi aku tidak boleh terburu-buru. Buat dia nikmat saja dulu, sampai tiba saatnya aku merasakan hal-hal lain bersama dia,” pikir Pak Bas.

Gairah keduanya seperti sudah hampir mencapai puncak. Genjotan pinggul Pak Bas semakin cepat, diiringi oleh remasan yang terus ia lakukan di payudara Yasmin yang menggantung indah. Sementara itu, sang perempuan pun terus mengikuti gerakan maju mundur pria tua tersebut dengan irama yang sesuai. Ruangan tersebut dipenuhi bunyi kecipak yang timbul dari gesekan batang penis Pak Bas dengan cairan cinta yang mulai membanjir di vagina Yasmin.

“Ohhh... Ohhh... Aku suka banget jepitan dinding memek kamu kayak gini, Bu Yasmin. Ngghhhh, saya sepertinya sudah ketagihan buat ngentotin kamu tiap hari, ngghhhh...” erang Pak Bas.

Yasmin yang merasa malu, tidak bisa menjawab apa-apa. Namun dalam hati ia menyimpan rasa kagum akan stamina Pak Bas yang bisa menyetubuhinya dalam waktu yang cukup lama, apalagi bila dibandingkan dengan suaminya. Birahinya yang tadi tiba-tiba muncul, kini sudah hampir pasti bisa keluar dengan lepas akibat seluruh rangsangan dari pria tua tersebut.

“Ngghh, Pak Baaasss... Aku juga sepertinya udah ketagihan sama kontol kamu. Meski aku tahu ini adalah sesuatu yang salah, tetapi aku tidak bisa bohong kalau aku juga pengin banget memek aku disodok-sodok terus sama kontol Bapak, aaahhh...” batin Yasmin.

“Izinkan saya untuk keluar di dalam ya, Bu Yasmin. Pleaaasseeee...”

“Ja-Jangan, Pak. Nanti saya hamiiiilll... Ngggghhh...”

“Saya sudah tua begini, kualitas sperma saya pasti udah jelek. Sekali sajaaaa, boleh yaaaa... Nggghhhh.”

Meski ada rasa takut di dalam hati Yasmin kalau nantinya dia akan mengandung anak dari pria selain suaminya, tetapi ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia ingin segera menjemput kenikmatan bersama pria tersebut. Tidak ada pilihan lain selain mengizinkan pria tersebut melakukan apa yang ia inginkan, apabila Yasmin ingin merasakan kepuasan tertinggi dari persetubuhan tersebut.

Karena itu, Yasmin pun diam saja ketika Pak Bas memeluknya erat dari belakang, seperti anjing pejantan yang hampir menumpahkan birahi pada betinanya.

“Sayaa keluar Buuuuuu Yassmiiinnnnnnnnnn....”

Yasmin akhirnya bisa merasakan dinding vaginanya disemprot oleh cairan kental, yang menimbulkan dorongan hangat ke seluruh rongga senggamanya. Hal itu pun seperti menekan tuas birahi di dalam kepalanya, sehingga pintu gerbang libido perempuan tersebut pun jebol, melepaskan gairah yang selama ini tertahan.

“Nikmaaaaaatttttt Paaaaaaaaaakkkkkk...”

“Banget Buuu... Nggghh... Nggghhh...“

Tubuh mereka berdua langsung rebah di atas sofa, dengan stamina yang telah begitu terkuras. Pak Bas membiarkan penisnya tertanam selama beberapa menit di dalam vagina Yasmin, hingga seluruh sperma yang keluar dari penisnya secara bergelombang habis dengan tuntas. Setelah itu, barulah ia menarik tubuh hingga batang penisnya terlepas, lalu beranjak ke sebuah ruangan yang sepertinya merupakan kamar mandi.

Yasmin pun memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengumpulkan kembali kesadarannya. Ia melihat kotak tissue yang tergeletak di atas meja, dan mengambil beberapa lembar kertas pembersih dari dalamnya untuk menghilangkan noda-noda kental di selangkangannya, berharap semuanya bisa keluar sehingga kemungkinannya untuk hamil oleh Pak Bas semakin mengecil. Perempuan tersebut sebenarnya tidak perlu khawatir, karena ia sedang tidak subur. Tetapi, tetap saja ia khawatir kalau hal celaka itu menjadi kenyataan.

“Huuhh... Apa lagi yang aku lakukan? Bukankah aku sudah berjanji pada diri sendiri bahwa kejadian di hotel waktu itu adalah yang terakhir?” Batin Yasmin.

Namun di sisi lain, perempuan tersebut seperti tidak merasakan tekanan sebesar yang ia hadapi saat pertama kali melakukannya dengan sang pemimpin yayasan kampus tersebut. Kali ini, ia lebih gampang menyerah akan rangsangan yang diberikan sang pria tua. Liang senggamanya pun seperti makin mudah terbuka, dan makin gampang untuk mengeluarkan cairan cinta yang melumasi persenggamaan terlarang mereka.

“Apakah ini karena aku sudah pernah melakukannya dengan lebih dari satu pria? Apakah ini artinya aku sudah menjadi seorang pecandu hubungan seks? Ahh... Mengapa aku berubah menjadi seperti ini sih.”

Saat Yasmin tengah larut dalam kekalutan, ia tidak menyadari bahwa Pak Bas telah kembali dari kamar mandi, dan bergerak mendekati dirinya. Pria tua yang masih tanpa busana tersebut tampak membawa sesuatu di tangannya. Dari jauh, benda tersebut tampak begitu berkilauan.

“Apa itu, Pak?” Tanya Yasmin begitu Pak Bas sudah kembali duduk di sebelahnya. Ia tampak sudah tidak canggung lagi membuka tubuh telanjangnya di hadapan sang pria tua.

“Saya ada hadiah untuk kamu, Bu Yasmin. Semoga kamu suka,” ujar Pak Bas sambil tersenyum.

Yasmin terkejut karena Pak Bas ternyata membawa sebuah kalung, yang serupa dengan yang dikenakan Bu Rosita. “I-Ini bukannya kalung milik istri Bapak?”

“Haa, tentu bukan Bu Yasmin. Yang tadi memang punya istri saya. Tapi, saya punya beberapa kalung seperti ini,” lanjut Pak Bas sambil memasangkan kalung berkilau tersebut di leher sang perempuan muda yang masih tanpa busana, hanya menyisakan secarik jilbab yang sudah berantakan menutupi kepalanya.

Dalam hati, Yasmin mengagumi keindahan kalung pemberian Pak Bas tersebut, yang pasti membuatnya tampak lebih anggun. Terutama, apabila ia tidak sedang telanjang seperti sekarang.

“Bu Yasmin suka?” Tanya Pak Bas dengan santai.

Yasmin hanya mengangguk, sambil tersenyum tipis. Ia masih mencoba menjaga kehormatannya di hadapan sang pria tua. Namun dalam hati, perempuan tersebut sudah ingin berteriak kegirangan. Rasanya, sampai berpuluh-puluh tahun ke depan sang suami juga tidak akan sanggup memberinya hadiah semahal ini.

“Tapi kenapa Bapak memberikan saya kalung ini, yang bentuknya sama dengan milik Bu Rosita?”

“Saya memang suka memberikan kalung seperti itu kepada semua perempuan yang pernah memuaskan saya. Dan setelah melakukannya dua kali dengan Bu Yasmin, saya rasa Ibu pantas menerimanya.”

“Lho, jadi aku ini dianggap apa ya oleh Pak Bas? Pelacur? Gundik? Lonte? Atau apa? Kok bisa-bisanya dia memberikan kalung mahal seperti ini?” Pikir Yasmin dalam hati.

Namun belum sampai Yasmin membuat kesimpulan, Pak Bas sudah kembali menarik kepala Yasmin dan mengecup bibir indah sang dosen muda tersebut. Pria tua itu bahkan langsung menarik tubuh Yasmin hingga kembali menempel dengan tubuhnya. Di momen tersebut, Yasmin pun memutuskan untuk menyimpan kalung pemberian sang pria.

“Aku sudah terlanjur memberikan tubuhku kepada Pak Bas. Tidak ada salahnya juga kan kalau kalung ini aku simpan?”


***​


“Ayo, Yasmin. Nanti kalau kelamaan kita bisa telat,” teriak Ferdian dari luar kamar. Pria tersebut tampak sudah tidak sabar menunggu sang istri yang masih asyik berdandan di dalam kamar.

“Iya, Mas. Ini sebentar lagi selesai kok,” balas Yasmin setengah berteriak, agar suaranya terdengar oleh sang suami.

MEHN2HR_t.png


Yasmin sebenarnya sudah selesai mematut diri sejak beberapa menit lalu. Namun ia masih belum bisa menentukan apakah ia akan mengenakan perhiasan indah yang terdapat di dalam laci meja riasnya. Di dalam laci tersebut, terlihat sebuah kalung berlian berbentuk bulan sabit.

Sebagai perempuan normal, Yasmin tentu suka mengenakan barang-barang indah seperti itu. Namun di sisi lain ia pun masih bisa berpikir dengan jernih, dan khawatir kalau sang suami akan menanyakan dari mana istrinya mendapat perhiasan mahal seperti itu. Sang istri sebenarnya bisa saja berbohong, dan mengatakan bahwa perhiasan itu ia beli sendiri dan harganya tidak terlalu mahal. Toh Ferdian bukanlah tipe pria yang bisa membedakan mana perhiasan yang mahal dan tidak. Namun, apa salahnya kalau lebih berhati-hati, kan?

“Cepet dong, Sayang. Nanti keburu macet.”

“Iya, Mas... Iya. Aku keluar neh,” ujar Perempuan tersebut sambil meraih tas tangannya. Ia pun memutuskan untuk membiarkan kalung tersebut tetap berada di tempatnya semula. Dan kebetulan, itu adalah keputusan yang tepat.


***​


Hanya butuh waktu setengah jam bagi Ferdian dan Yasmin untuk sampai di kediaman Faris, kakak kandung dari Ferdian. Rumah yang berukuran tidak terlalu besar tersebut sudah dipenuhi dengan ibu-ibu pengajian yang sedang melantunkan doa-doa sambil duduk melingkar di ruang tamu. Di tengah mereka, sudah tersaji beberapa piring hidangan yang bisa dinikmati setelah acara usai. Istri Faris yang sedang mengandung anak keduanya tentu sedang berada di tengah-tengah kumpulan ibu-ibu tersebut.

Ferdian dan Yasmin memutuskan untuk mengitari rumah lewat halaman samping, agar bisa langsung ke bagian belakang rumah. Ternyata, sudah ada Faris yang menunggu di sana. Pria berusian 30an tahun tersebut sedang mengawasi beberapa tetangga yang sedang menyiapkan kotak snack untuk dibawa pulang oleh ibu-ibu pengajian tersebut. Ia pun sesekali mengambil foto proses pengajian dengan kamera ponselnya, sebagai dokumentasi yang bisa dilihat suatu saat nanti.

Anak pertama dari pasangan pemilik rumah tersebut terlihat sedang asyik bermain di halaman belakang. Bocah mungil itu terlihat sedang bersama seorang babysitter perempuan yang memang direkrut Faris untuk mengurus anaknya.

“Halo, Mas. Acaranya lancar? Maaf ya baru sampai, tadi jalanan sedikit macet,” ujar Ferdian menyapa kakaknya tersebut.

Seingat Yasmin, kakak iparnya tersebut merupakan seorang pegawai negeri sipil alias PNS di salah satu departemen yang memungkinkan dia untuk sering dinas ke luar kota. Itulah mengapa Mas Faris akhirnya merekrut seorang babysitter untuk membantu istrinya mengasuh anak.

“Nggak apa-apa kok, Ferdian. Kalian datang saja aku sudah senang sekali,” jawab sang kakak sambil menyalami adiknya dan Yasmin.

“Mbak Intan masih di dalam ya, Mas Faris?” Tanya Yasmin.

“Iya, kalian tunggu di sini saja ya, sambil duduk-duduk. Nggak apa-apa kan? Sebentar lagi pengajiannya juga selesai kok.”

“Nggak apa-apa kok, santai Mas,” jawab Ferdian.

Ferdian dan Yasmin pun duduk di dua buah kursi plastik yang sepertinya disewa oleh sang pemilik rumah, agar para tamu yang hadir tidak perlu bingung akan duduk di mana. Udara sore itu tidak terasa terlalu panas, sehingga keduanya pun tidak merasa kegerahan meski harus duduk-duduk di luar rumah.

Dan benar saja apa yang dikatakan Faris, karena tidak sampai 10 menit kemudian, acara pengajian telah selesai. Para tamu yang didominasi ibu-ibu pengajian pun langsung bubar dan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Ketika rumah telah sepi, sesosok perempuan cantik yang mengenakan jilbab berwarna kuning menyala tampak keluar dari dalam rumah. Meski masih di usia kehamilan muda, Yasmin sudah bisa melihat sedikit perubahan dari bentuk tubuh kakak iparnya tersebut yang makin berisi.

“Eh, Ferdian dan Yasmin. Kalian sudah lama datangnya?” Sapa istri Faris tersebut.

“Belum lama kok Mbak. Bagaimana tadi acara pengajiannya, lancar kan?” Tanya Yasmin.

“Lancar kok. Tapi biasa lah, sedikit gerah saja di dalam, hee,” jawab perempuan bernama Intan tersebut sambil menyampirkan jilbabnya ke pundak. Karena itu, payudaranya yang berukuran hampir sama besar dengan milik Yasmin pun jadi terlihat jelas. Pasangan kakak beradik Ferdian dan Faris sepertinya punya selera yang serupa dalam hal memilih istri.

Namun mendadak ada satu hal yang membuat Yasmin kaget. Tentu bukan bentuk tubuh sang kakak ipar yang cukup seksi dan sedang mengandung, karena ia dan Ferdian sebenarnya sudah cukup sering bertemu dengannya. Tetapi dosen muda itu terkejut saat melihat sebuah kalung yang menggantung di leher Intan. Kalung tersebut baru terlihat saat perempuan itu menyampirkan jilbabnya tadi.

Kalung tersebut terbuat dari berlian, dan berbentuk bulan sabit. Persis seperti yang dimiliki oleh Yasmin di rumah.

(Bersambung)
 
Makasih updatenya, sekali para dosen dan siswa yg asalnya polos udah kena oleh pejantan mereka, pasti ngulang ke tahap yg lebih advance lg. Makin laju tancap gasnya hu.
 
Terimakasih updatenya suhu @fathimah. Update'an yg sangat hot dan bikin cenut2 kepala bawah hahaha.
Ternyata Intan adalah pemuas birahi pak Bas juga. Jangan2 anak yg sedang dikandung Intan adalah anak pak Bas. Perlu diceritakan ini mah hehee.
 
Bimabet
Plissss huuu episode nya aga di panjangin lagi huuu soalnya makin kesini makin menarik ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd