Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kebo Ireng dari Cisange

Ikutan nyimak bareng para senior mesum 😍
Siap ditunggu Hu..

Cerita yg patut ditunggu, yuk mari lanjutkan brother...
Terima kasih
Siap hu. Lg dibikin..

Pembukaan yang menarik. Ceweknya gak terlalu murahan. Menantikan bagaiman bridging-nya sampe bisa dientot.
Terimakasih Suhu...

Lanjutannya pasti makin hot inih. Thanks gan, kita tungguin episode2 berikutnya
ON proses Hu..

lanjut donk... ceritanya mantap...
Proses Hu...
 
BAB II
DAPET JOB RENOV VILA​

Malam itu, Jum'at Kliwon.......

Seperti biasa, sayup-sayup terdengar suara rintihan yang memecah keheningan malam di Desa Cisange. Bukan suara Kuntilanak tentunya, melainkan suara rintihan seorang wanita berparas ayu yang tengah digagahi oleh laki-laki yang memiliki tubuh sebesar l gorilla.

Bagai Dewi Sinta yang tengah diperkosa Dasamuka, begitulah gambaran perempuan yang tengah disetubuhi suaminya itu. Namun bukan penderitaan yang ia rasakan, melainkan rasa nikmat yang luar biasa ketika kemaluan suaminya yang besar itu mengisi tiap relung vaginanya.

Terlihat sosok laki-laki bertubuh besar berkulit hitam sedang memacu birahinya. Sementara di bawah sana, istrinya terlihat pasrah keenakan dengan payudara yang berguncang ke sana ke mari tengah digenjot oleh suaminya itu.

Plok..plok..plok..
Plok..plok..plok..
Plok..plok..plok..

Suara dua kelamin itu tengah beradu.

"Aaaahhhh......"
"Ahhh.. aaaahhh... aaahhh..."
"Ngggmnhh .. arrhhhhhh..."

Tubuhnya kembali bergetar, kuku-kukuknya mencengkram kuat-kuat ke tubuh suaminya pertanda ia mencapai puncak orgasme. Sementara suaminya melenguh keras seperti banteng yang terluka saat mendesakan penis besarnya sedalam mungkin ke liang vagina istrinya.

CROTTT.. CROTTT.. CROTTTT!!!!

Mereka berciuman, bibir mereka berpagutan menikmati indahnya surga dunia itu. Didiamkannya penis itu di dalam vagina istrinya sampai ia keluar dengan sendirinya.

Plop... penis itu pun terlepas dari sarangnya.

Pria itu adalah Salim. Si Kebo Ireng. Malam itu baru saja ia memberikan nafkah batin pada istri tercintanya. Salim tidur terlentang di samping istrinya. Perut besarnya terlihat naik turun seiring dengan nafasnya yang terengah-engah seperti habis lari maraton. Dan tak berselang lama terdengar suara dengkuran yang terdengar seperti suara geraman seekor macan.

Sementara itu, istrinya menatap nanar ke langit-langit kamar setelah digagahi olehnya. Dia tak kuasa menggerakan tubuhnya yang terasa amat lemas. Tiap persendiannya terasa copot setelah ditunggangi laki-laki yang beratnya lebih dari satu kwintal itu.

Payudaranya yang besar masih terlihat kencang dan segar walau sudah menyusui dua anak. Yang kini terlihat naik turun seiring dengan deru nafasnya. Seperti biasa, malam Jum'at yang itu ia harus melayani nafsu suaminya.

Dengan sedikit tenaga yang tersisa ia berusaha bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi sekedar untuk membasuh tubuhnya dan membersihkan vaginanya. Tak lama ia keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah bersih dan wangi. Dengan hanya mengenakan lilitan handuk ia menuju dapur menyalakan kompor, merebus air untuk suaminya mandi.

Perempuan itu masih sibuk di dapur. Menggeprek 3 siung bawamg putih lalu ditumisnya. Di tengah membuat indomie sepsial untuk suaminya tercinta. Sudah jadi kebiasaan suaminya setelah bercinta, ia akan mandi air hangat dan menyantap indomie buatan istrinya.

Beruntungnya Salim, memiliki istri berparas ayu. Kulitnya kuning langsat dengan kecantikan khas Mojang Priangan. Tubuhnya langsing semampai namun memiliki payudara yang besar dan bulat membusung. Wanita sempurna ditambah dengan kepribadiannya yang baik dan soleha.

______________________________

Beberapa saat sebelumnya..........

POV : Si Kebo

Salim nama aseli Mamang. Aseli kelahiran kampung sini. Badan Mamang yang gemuk dan kulit yang hitam membuat Mamng diberi julukan Si Kebo Ireng. Seperti halnya penduduk desa, profesi Mamang adalah bertani dan beternak. Mamang garap sawah dan kebon peninggalam orang tua, memelihara beberapa kambing dan ayam, juga nanem ikan di balong. Alhamdulillah hasilnya cukup walau lagi musim kemarau gini. Semua ini karena air sungai Cisange yang tak pernah kering.

Nah kalo lagi nunggu panen gini biasanya Mamang buburuh. Entah itu jadi kuli, macul, nyopir dan lainya yang penting halal. Soalnya gak ada juga yang ngajakin Mamang jadi direktur apa komisaris. Hehehe.

Bapak meninggal sehingga Mamang gak bisa lanjut sekolah. Lalu Mamang mondok gratis di Mama Haji Ipin Saripin belajar ngaji Kitab Kuning dan memperdalam Pencak Silat.

Selepas mondok, Mamang menggarap sawah dan kebun peninggalan Bapak. Beberapa tahun kemudian Emak meninggal. Namun Gusti Maha Adil langsung mengganti sosok wanita yang Mamang cintai itu dengan seorang gadis yang jadi istri Mamang. Dan sampai sekarang rumah tangga, Mamang sudah dianugrahi dua orang anak laki-laki.

Tok .. Tok .. Tok ..
Tok .. Tok .. Tok ..

"Assalamu'alaikum...." ujar Mamang di depan pintu sebuah rumah..

Tok .. Tok .. Tok ..
Tok .. Tok .. Tok ..
"Mas...!! Mas..!!" panggil Mamang.

Ya, itu adalah rumah Mas Tono. Tadi siang ane janji habis isya akan ke rumahnya. Dari mesjid Mamang gak sempet wiridan dulu karena emang kepingin cepat selesai urusannya. Maklum, ini malem Jum'at, Mamang ditunggi.

"Sebentarrr...." seru suara dari dalam.

Yang keluar ternyata Teh Yanti, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, tergesa-gesa sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi dan keramas itu.

"Masuk, Lim.." kata Teh Yanti.

"Maaf Teteh kayak gini, baru habis mandi soalnya." ujarnya.

"Oh' gak apa-apa kok Teh." jawab Mamang.

Sekilas mata Mamang melihat bagian yang lain yang tidak terbungkus handuk. Putih mulus, seperti masih gadis-gadis. Dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Teh Yanti tidak memakai BH. Pikiran kotor Mamang pun kumat.

Setelah mempersilahkan Mamang duduk, Teh Yanti berjalan ke arah dapur. Tak berapa lama, ia kembali lagi dengan membawa segelas kopi.

"Diminum kopinya Lim." kata Teh Yanti.

Ketika menyuguhkan kopi itu ia agak menunduk sehingga Mamang bisa menikmati pemandangan sebagian gunung kembarnya yg besar dan mulus.

"Ditinggal dulu ya. Teteh mau pakai baju dulu." katanya.

"Iya silahkan, Teh." jawab Mamang.

Teh Yanti pun kembali lagi berjalan dan kali ini menuju kamarnya untuk berpakaian. Pinggulnya yang denok demplon itu melenggak-lenggok kiri kanan sungguh menggoda.

Teh Yanti ini istrinya Mas Tono. Dia asli dari kampung ini, 5 tahun lebih tua dari Mamang. Orangnya semok alias seksi montok, denok demplon gitu lah, dengan kulit putih alami khas orang gunung. Ditambah dua buah pepaya besar ukuran jumbo yang menggantung gundal-gandul di dadanya.

Teh Yanti ini bisa dibilang masih family Mamang. Jadi kakeknya Mamang sama kakeknya Teh Yanti ini sama-sama Kakek-kakek. Wew! Eh bukan, maksud Mamang adek kakak. Jadi masih sepupu jauh lah.

Mas Tono suaminya asli dari Jawa. Tepatnya orang Banyumas. Sosoknya seperti bapak-bapak pada umunya. Bertubuh sedang, perutnya agak buncit. Ia memiliki kulit sawo matang, dengan potongan rambut cepak dan kumis tipis menghiasi bibirnya.

Setelah berpakaian Teh Yanti kembali ke depan dan duduk di kursi di depan Mamang. Ia tampak mengenakan kaos ketat berbelahan dada rendah yang dipadu dengan celana jeans sebagai bawahannya. Terlihat Teh Yanti masih ngucek-ngucek rambutnya yang basah dengan sebuah handuk.

"Mau ke mana Teh malem-malem begini? Udah gaya gitu bajunya." tanya Mamang ke Teh Yanti.

"Teteh mau ke Vila, Lim. Nginep di sana sama Si Mas." jawab Teh Yanti.

"Ke Pila?? Nginep??" ujar Mamang yang heran.

"Teteh sama Si Mas ada kerjaan di sana. Oya, katanya dia mau ngajak kamu?" jawabnya.

"Lah, gak tau saya. Si Mas baru cerita ada kerjaan. Tapi gak bilang soal Pila." timpal Mamang.

"Entar juga bilang." jawabnya.

"Terus Si Mas nya ke mana Teh?" tanya Mamang.

"Dia ke warung dulu sebentar." jawabnya.

"Gimana kabar istri sama anak-anak?" tanya Teh Yanti.

"Alhamdulillah baik Teh." jawab Mamang.

"Enak ya kamu. Sedangkan Teteh udah tiga kali punya suami belum juga punya anak." keluhnya.

Teh Yanti ini udah 3 kali menikah. Pernikahan pertama dengan seorang juragan dari desa sebelah. Usianya masih sangat muda kala itu, baru lulus SMP. Dengan berat hati dia dinikahkan karena bapaknya terlilit hutang sama juragan itu. Pernikahannya berakhir karena Si Juragan meninggal. Katanya sih Juragan meninggal gara-gara keracunan obat kejanjatnan.

Suaminya yang kedua seorang pejabat pemerintah. Teh Yanti kala jadi istri ke-2. Seminggu sekali dia datang ke desa ini. Dan itulah kenapa juga pembangunan infrastruktur di desa ini bisa dibilang lancar jaya ya waktu Teh Yanti jadi istri simpanannya. Pernikahannya kembali kandas karena Sang Pejabat itu dipenjara kena kasus Korupsi.

Teh Yanti lalu pergi merantau ke Jawa Tengah. Ia bekerja di Pabrik Bulu Mata. Dan di sana lah ia bertemu dengan Mas Tono yang sekarang jadi suami ke-3 nya.

Harusnya sih Teh Yanti udah jadi orang kaya. Gimana tidak, ia dapat bagian warisan dari suaminya yang pertama tidak sedikit. Ditambah dari suami ke duanya yang punya beberapa aset berupa tabungan dan tanah. Namun karena sifatnya yang boros dan gak tegaan seneng bantu orang semua kekayaanya itu habis entah ke mana. Entah berapa puluh juta uang Teh Yanti yang nyangkut di luar. Mulai dari yang minjem-minjem uang, terus waktu dia usaha kredita barang dan pakaian banyak kreditanya yang macet, lalu pas buka warung malah jadi tempat utangan dan gak pernah ia tagih.

"Sabar aja, Teh. Sekarang sama Mas Tono mungkin rejekinya punya anak." jawab Mamang.

"Lah Mas Tono lagi. Lemah gitu gimana bisa jadi." jawabnya.

"Lemah? Lemah syahwat maksudnya?" tanya Mamang penasaran.

Teh Yanti cuma angguk-angguk kepala aja kawab pertanyaan Mamang.

"Ah masa sih Teh? Mas Tono kan paling greng kalo liat perempuan." Mamang makin penasaran.

"Itu mata keranjang namanya. Tapi da kalo idah digeol mah baru berapa kali geolan juga udah kelar dia mah." ujar Teh Yanti.

Mamang kembali menyeruput kopi suguhan Teh Yanti itu. Teh Yanti kembali sibuk mengurus rambutnya. Kali ini ia akan mengikatnya dengan ikat rambut. Ia mengusap rambutnya ke belakang guna merapikannya. Tangannya otomatis diangkat ke atas. Dan dengan pose ini Teh Yanti tampak sexy, buah dadanya menggantung sungguh menggairahkan.

"Hayoh! Liatin susu Teteh ya? Dasar cunihin!" celetuknya.

"Dih Si Teteh mah. Ngapain juga liatin susu Teteh. Di rumah juga ada wew.." jawab Mamang.

"Tapi yang di rumah kan gak segede yang ini. Hm.. Hm.." ujar Teh Yanti sambil membusungkan dadanya dan mengangkat alisnya.

Emang sih jika dibandingin sama punya istri Mamamg jauh gedean punya Teh Yanti kemana-mana. Walapun punga istri Mamang itu termasuk katagori Toge alias Toket Gede. Teh Yanti termasuk katagori Tobrut alias Toket Brutal.

"Gede tapi punya orang mah ngapain? Gak bisa dipegang gak bisa dikenyot." jawab Mamang sambil mau nyrupit kopi.

"Jadi kepengen ngenyot? Yaudah sini, nih!"

Uwasuuu!!!! Mamang sampe tersedak. Tanpa di luar dugaan Teh Yanti malah mengangkat kaosnya menggoda Mamang memperlihatkan gunung kembarnya. Meski dalemnya masih pake BH tapi itu BH kekecilan gak muat nampung itu toket.

"Dosa siah Teteh. Suami gak ada malah mamerin susu ke lelaki laen." ujar Mamang.

"Hihihihi.. kamu mah bukan orang lain atuh Salimmm. Lagian kalo dosa mah, emang dulu gak dosa?" jawabnya.

"Dulu mah kan saya nya juga masih kecil atuh Teh." jawab Mamang yang tersipu malu.

"Iya, masih kecil tapi udah cunihin. Hihihihihi."

Perkataan Teh Yanti itu mengingatkan Mamang akan masa kecil Mamang dulu. Terbayang Mamang sebagai sosok bocah gendut berkulit hitam yang saat itu masih SD. Biasanya sepulang sekolah almarhum Bapak suka nyuruh Mamang ngarit. Sorenya Mamang suka mandi di kali Cisange. Dulu belum banyak warga yang punya sumur di rumah jadi bukan musim kemarau pun suka ada aja warga yang mandi di sungai itu.

"Salim, sini...!!" kata Teh Yanti sambil melambaikan tangannya.

Di situlah, dekat sebuah batu besar Teh Yanti suka biasa mandi. Agak jauh dari kerumunan ibu-ibu. Tanpa canggung lagi Mamang buka baju dan celana ikutan mandi. Karena yang emang kita masih dibilang sodaraan dan Mamang emang dari dulunya juga suka dimandiin Teh Yanti.

Walau usianya masih sangat beliau, baru lulus SMP kemolekan tubuhnya sudah terlihat dari dulu. Sudah semok, kedua payudaranya pun sudah tumbuh besar walaupun belum sebesar sekarang. Sehingga pantas Si Juragan tergila-gila pada gadis remaja ini.

Terlihat seluruh tubuh putihnya itu tanpa sehelai benangpun, bokongnya yang berisi telihat jelas setelah dia mengusap tubuhnya. Kini ia mulai membasuh rambutnya yang panjang sehingga seluruh tubunya bisa Mamang lihat.

"Titit kamu udah sembuh?" tanya Teh Yanti.

Dilihatnya burung Mamang yang masih imut-imut plus rambut yang baru pada keluar. Kira kurang lebih sebulan sebelumnya Mamang baru disunat.

Setelah selesai keramas dengan menghadap ke arah Mamang, Teh Yanti mulai meletakkan sabunnya dileher jenjangnya, pelan-pelan turun ke susunya yang sudah lumayan besar, kemudian ke tangan dan kakinya dan berakhir pada memeknya setelah itu dia kemudian menggosok badannya untuk memperbanyak busa.

"Udah lama ya kita gak mandi bareng?" ia tersenyum.

"Sini, Teteh mandiin." Mamang cuma ngangguk-ngangguk aja mengiyakan.

Diguyurnya kepala Mamang dengan air sungai yang dingin. Lalu ia menuangkan shampo dan membilas rambut Mamang. Setelah itu Teh Yanti menyabuni tubuh Mamang. Dadanya yang lumayan besar menempel di punggung Mamang tanpa sehelai sebenang pun. Meskipun bisa dibilng masih kecil, naluri kelelakian itu sudah ada. Karena sensasi licin sabun dan empuknya susu Teh Yanti yang menggosok-gosok punggung Mamang sontak saja burung Mamang mulai membesar.

“Dah gede juga burung kamu, Lim”

"Ya atuh Teh, masak mau kecil terus??…” jawab Mamang.

Teh Yanti kemudian membalikkan badannya, lalu meminta Mamang menggosok punggung dan bokongnya yang belum kena sabun. Waktu mengosok bokongnya pelan-pelan tangan Mamang senggolkan ke memeknya. Nampaknya dia cuek saja dengan terus asik menggosok tubuhnya dengan sabun.

Mamang mulai menyabuni membilas kedua payudaranya dari belakang. Ia membalikkan badan, membiarkan Mamang mengelus-elus payudaranya dan seluruh tubuhnya sementara dia mengelus kaki Mamang dan sesekali mengelus penis Mamang.

"Burung kamu udah bisa berdiri ya.." ujarnya sambil mulai mengurut kontol Mamang. Lama-lama pijatan Yeh Yanti itu berubah jadi kocokan. Tangan Mamang pun reflek meremas-remas payudaranya. Tak berlangsung lama kontol Mamang rasanya mau meledak.

"T... Te.. Teeeehhh.. udah Tehh... saya mau pipishhhhh ahh.."

"Gak usah ditahan Lim.. keluarin aja. Pipisin aja.." ujarnya sambil tangannya terus mengocok kontol Mamang.

Badan Mamang pun langsung bergetar merasakan nikmatnya berejakulasi. Teh Yanti meminta merahasiakan kejadian itu. Dan setelah itu beberapa kenakalan sering kita lakukan sebelum Mamang tau kalo itu sebenernya gak boleh. Kadang kami suka senyum-senyum sendiri kalo ingat masa-masa itu.

"Eeehhh ada tamu...." cletuk Mas Tono tiba-tiba. Dia baru saja datang ke rumahnya.

"Udah lama kamu?" tanyanya.

"Dari tadi lah." jawab Mamang.

Mas Tono lalu duduk. Dan meminta istrinya untuk membawakannya kopi. Teh Yanti pun dengan sigap kembali ke dapur menyiapkan kopi untuk suaminya itu.

"Wis langsung bae ya. Kamu ngerti villa yang di kaki gunung itu kan?" tanyanya.

"Iya, terus gimana?"

"Itu kan punya boss aku. Selama ini aku yang ngurus."

"Ya itu mah udah tau dari dulu juga." ujar Mamang.

"Maksudku gini. Ni anaknya Si Boss mai liburan di sini sama istrinya. Sekalian renovasi Vila. Kamu bantu aku ya?" kata Mas Tono.

"Lah berdua aja ini?" tanya Mamang.

"Renovasi dikit-dikit aja kok itu. Berdua juga cukup. Paling enggak dua minggu apa sebulan juga beres." jawabnya.

"Lumayan ini Bo. Si Boss orangnya baik. Urusan ongkos, upah, makan, tidur semua dijamin."

"Tidur?" tanya Mamang lagi.

"Ya kita sekalian nginep di sana." imbuhnya.

"Lah emang kerja ke Bandung pake nginep segala? Ke Villa itu mah jalan kaki sejam juga nyampe. Naek motor apalagi." sanggah Mamang.

"Bukan gitu Bo. Itu Si Boss ke sini cuma berdua sama istrinya. Itu Villa kan lumayan gede, di kaki gunung, satu-satunya lagi. Kita sekalian nemenin jaga di sana."

"Wis tenang. Itu bakal diitung kok. Istriku ae tak ajak buat bantu-bantu." jelas Maa Tono.

"Mas sih enak. Lah saya punya anak dua masa mau dibawa ke sana?"

Proses nego pun berangsung alot. Namun akhirnya Mamang setuju dengan syarat dikasih hari libur dan boleh pulang dua hari sekali untuk bermalam di rumah. Jadi jadwalnya itu Mamang hari Sabtu pagi berangkat kerja, malam Minggu dan malam Senin nginap, Senin sorenya pulang. Selasa pagi berangkat, malam Rabu dan mala Kamis nginap, Kamis sore pulang. Jum'atnya libur dan Sabtu masuk kerja lagi.

Malam itu juga Mas Tono dan Teh Yanti berangkat ke Vila. Mamang pamit pulang saat jarum jam tepat menunjukan pukul 9 malam. Walau masih satu desa, rumah Teh Yanti dan rumah Mamang beda dusun. Sekitar 10-15 menit jalan kaki. Lewat tetelar berupa area persawahan dan kebun. Jalannya lumayan besar bisa masuk mobil walau bukan jalan aspal. Walau kondisi jalan gelap namun Mamang sudah biasa lewat jalan ini dari kecil.

Ketika jalan mamang merasa seperti ada yang mengikuti dan mengawasi Mamang. Wah bener ini, Mamang merasa asa orang yang mau berbuat jahat. Mamang terus berjalan karena kondisi jalan masih gelap. Setelah di tempat yang agak terang, yang terdapat penerangan, Mamang hentikan langkah kaki Mamang.

"Gak usah sembunyi-sembunyi! Sok ke sini ada apa?" ujar Mamang.

Dan benar saja, dua sosok muncul dari balil kegelapan. Yang satu bertubuh kurus krempeng dan bergigi tonggos. Dan yang satu lagi berkumis dan berambut kribo.

"Gede juga nyalinya, Peng."
"Belum tau siapa kita kayaknya, Ling."

"Saya emang gak tau siapa kalian. Tapi maksudanya apa daritadi kalian buntutin saya?" ujar Mamang tegas.

"Gak usah banyak omong! Serahin duit lu kalo mau selamet!" ujar si Kribo.

Si Kribo dan Si Krempeng itu mengeluarkan sebilah golok dari balik jaketnya. Melihat niat jahat mereka, Mamang pun bersiap untuk membeladiri. Mamang singsingkan sedikit celana Mamang lalu pasang kuda-kuda menyilang. Kaki kanan di depan, kaki kiri di agak ke belakang. Sementara tangan kiri Mamang di didepan dengan posisi jempol dan telunjuk terbuka siap menangkap, tangan kanan di belakang tangan kiri, di depan dada.

Sepengalaman Mamang lintasan serangan golok itu hanya tiga; horisontal, vertikal dan diagonal. Yang merepotkan adalah kombinasi dari ketiga serangan itu. Makin tinggi level pemain golok itu makin rumik kombonasi serangannya. Namun, jika Mamang lihat bagaimana cara mereka memegang golok dan kuda-kuda sepertinya mereka masih amatiran.

"Ciyaaaaaatttt!!!"

Si Krempeng langsung menyerang Mamang. Dia hendak menebas leher Mamang dengan goloknya. Dengan sigap Mamang sedikit meleyekan badan Mamang ke semping kiri dan menangkis serangannya. Saat menangkis Mamang tangkap pergelangan tangannya dan memelintirkannya hingga genggaman pada golok itu melemah. Mamang tarik tangannya dan langsung mengepraknya dengan hantaman tangan kiri Mamang....

"Prakkkkkkk!!!!!" bunyi suara benturan saat keprakan kepalan tangan Mamang membentur sikut Si Krempeng. Mamang yakin engsel di sikutnya itu copot. Mamang putar pergelangan tangan kanan Mamang dan langsung mengarahkan sodokan tangan kanan Mamang itu ke rahanya. Dan ketika telapak tangan Mamang itu membentur rahang Si Krempeng, Mamang kait kaki belakangnya dengan kaki kanan sehingga dia kehilangan keseimbangan.

"Gedebughhh!!!" suara Kepalanya saat membentur tanah. Serangan hantaman pada rahang dan dikaitnya kaki secara bersamaan otomatis membuat Si Krempeng jatuh terpelanting. Satu rangkaian jurus langsung membuatnya tak berdaya.

Melihat kawannya tersungkur tak berdaya, dia langsung bersiap hendak menyerang Mamang. Dengan kuda-kuda dan sikap pasang yang masih sama Mamang bersiap hadapi seranganya.

"Ciaaaaaaatttt!!"

Wussshhh!! Dia mengayunkan goloknya, namun saat Mamang menangkis dan hendak menangkap pergelangan tangannya dia memutar goloknya hendak menyabet tangan Mamang. Untung Mamang langsung melepas dan menghindar. Tehnik memutar golok itu menandakan permainan gokoknya tak bisa dianggap remeh.

Mamang harus hati-hati dan memutar otak. Mamang melangkah mundur dengan pola langkah yang teratur dia pun maju mengikuti langkah Mamang. Aha, itu dia! Pola langkahnya jauh sekali dari kaidah-kaidah pencak silat. Permainan goloknya mungkin bagus, tapi kuda-kuda pola langkah adalah dasar dari pada semuanya. Ibarat bangunan, segabus dan semegah apapun tapi jika pondasinya rapuh maka sudah pasti bangunan itu kropos.

Mamang terus melangkah mundur memancingnya sampai ke dekat tiang lampu penerangan jalan. Nah, dia sudah memakan umpan Mamang. Dengan begini Mamang bisa melihat lebih jelas serangannya.

"Jiaaatt!!!"

Di kembali mengayunkan goloknya. Wus..wuss..wus.. tapi tidak ada yang mengenai Mamang karena Mamang berusaha menghindar. Di saat yang tepat Mamang tangkap kembali tangannya. Namun kali ini Mamang tidak fokuskan cengkraman Mamang di pergelangan tangannya, melainkan agan naik sedikit agak ke telapaknya tepat di ruas sambungan jempolnya. Sehingga dia tak bisa lagi menggunakan tehnik memutar golok karena ruas jempolnya terkunci.

Langsung Mamang pelintir tangannya ke belakang. Kraaaakkk! Lalu Mamang jambak rambut kribonya dan langsung membenturkan mukanya ke tiang lampu penerangan jalan berkali-kali.

Ding! Ding! Ding!...

Darah segar mengucur dari hidungnya, membuat dia setengah sadar. Lalu Mamang tarik tangannya, Mamang memutar badan Mamang lalu mengungkit badannya pakai putaran pinggul, dan membantingnya!

"Bluagghh!!!!"

Suaranya kembali keras membentur tanah. Dan kini membuat Si Kribo tak sadarkan diri. Mamang lihat ke sebelah, terlihat Si Krempeng sedang kembali berusaha meraih goloknya.

Krakkk!!!
"Aaaaahhhh!!"

Mamang injek tangannya saat Si Krempeng mau mengambil goloknya.

"Heh! Lu salah cari mangsa! Gua Salim Si Kebo Ireng Jagoan Cisange." ujar Mamang.

Buk!
Buk!
Buk!
Buk!

Pukulan demi pukulan Mamang terus menghantam mukanya sampai Si Krempeng pun tak sadarkan diri.

------------‐---------------------------------------

"Duh, Si Aa ke mana ya? Kok udah jam segini belum juga pulang." ujar seorang perempuan yang tengah mengkhawatirkan suaminya.

Jarum jam sudah menunjukan pukul setengah sepuluh lebih namun suaminya itu belum juga pulang. Terlihat sesosok manusia muncul memasuki pekarangan rumahnya. Ah, ternyata suaminya, Salim, baru saja datang. Ia pun segera membukakan

"Belum tidur?" tanya suaminya.

"Belum, Aa." jawab istrinya sambil mencium tangan suaminya yang baru sampai di rumah. Dengan sigap perempuan itu lalu mengambilkan air teh hangat untuk Salim.

"Diminum dulu, Aa."
"Terimakasih, Neng."

"Neng, Aa mau ngomong." ujar Salim ke istrinya.

"Iya. Gimana, Aa?" jawab istrinya.

"Aa dapat pekerjaan. Renopasi Pila mulai Sabtu besok. Mungkin sekitar 2 minggu atau sebulan ke depan Aa nginap di tempat kerja Aa. Malam Selasa dan malam Jum'at Aa di rumah. Jum'atnya libur dan Sabtu pagi nya Aa berangkat lagi."

"Alhamdulillah atuh, Aa..." jawab istrinya.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Salim.

"Gak apa-apa, Aa. Alhaldulillah Aa ada kerjaan jadi bisa nambah-nambah pemasukan keuangan buat keluarga kita." jawab istrinya.

"Terimakasih, Neng." ujar Salim sambil membelai lembut wajah istrinya.

Istrinya tersipu malu menundukan wajahnya. Salim pegang dagu istrinya dan mengangkat wajah istrinya itu sehingga mendekat ke wajahnya. Dengan tatapan mata yang sayu wajah istrinya tampak cantik dan menggairahkan.

Cup...

Dikecupmya bibir istrinya yang mereah merekah itu. Bibir mereka saling berpagutan untuk beberapa saat. Pasangan dengan status halal itu pun mulai terbakar birahinya.

"Aa mau sekarang?"
"Iya Neng. Neng mau"

Istrinya hanya mengangguk dengan muka memerah karena malu. Dengan menggendong istrinya, Salim pun membawanya ke kamar. Kedua bibir mereka tak hentinya saling berpagutan.

Tanpa perlu dijelaskan, para suhu susah pasti tau apa yang akan terjadi di dalam kamar itu. Untuk sementara kita bersambung dulu...

Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd