Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karena Hasrat Harus Dibayar Tuntas

Status
Please reply by conversation.
Ayo om lanjut saya pilih nomer 3 om biar kelar biar wira bisa merasakan. Kekuatan dari ilmu kakek nogo om... Ayo lanjut om....
 
Ane pilih no. 3
Karena Wira ada dendam yg harus dibalaskan...
 
Cepat jadi orang kuat wira, habisi pras dan begundal lain nya setelah itu bikin ibumu jadi budak mu dan nga usah sentuh biarkan dia menyesal telah menyianyiakan mu hohoho
 
Wooooy TS kampret, masa wira yang seganteng saya dipasangin sama anus bebek?
:marah:
Ee ini point pertama.
Kedua, suhu banyak kasih kata baru ya? Originalee, dipatenkan bisa kali tuh.. Belitan ular binal, nogo gombyok, apalagi ya? Wkwk
Ketiga, saya pilih nomor 3. Btw, kalo suhu menggunakan hasil poling sebagai lanjutan cerita, apa tidak mengganggu alur kerangka utama? Misal tentang inspektur arif, dia kurang tenar kan di cerita ini, kalo sampe beberapa part kemudian nggak ada yg pengen cerita ttg inspektur arif sedangkan nanti di akhir inspektur arif berperan dalam penuntasan cerita, gimana Hu? Semoga nggak bikin ceritanya stuck ya...
Keempat, komen ini sepertinya akan muncul di page 25. Hayo update
:stress:
 
terserah hu yg penting wira bisa bangkit, kontolnya kuat dari siapapun biar bisa jaga nafsu ibunya. dan buat semua wanita kalah ma kontol wira.???? idah saatnya wira keluarkan kemampuanmu....
 
Sambungan....

Part 11: Mulai Berlatih


“Dasar PKI, penyembah Lenin! Bakar saja!”

“Bunuh! Penggal! Bakar jasadnya!”

“Jangan sisakan! Mereka sudah menistakan negara kita!”

“Ampuuuun pak, ampuuunnnn”

Api berkobar, teriakan membahana. Wira melihat kandang sapinya terbakar, termasuk Item, anak sapi kesayangannya. Ia hanya menangis ketika Item dan induknya menjerit kepanasan. Menjerit kesakitan. Lalu mati.

“Bakar semua hewannya, awas, pasti ternaknya sudah tertular virus komunisme. Hati-hati, bakar saja, nanti bisa bikin kita sial. Bisa bikin murtad!”

Lalu Bimo, anjing tekel milik Wira yang jadi sasaran. Orang-orang menjeratnya, memasukkannya dalam karung dan mulai menghabisi hewan setia milik keluarga Lurah Durno itu. Ada yang membanting, menendang, memukul dengan tongkat hingga menusuk dengan tombak”

“Auw…hukhukhuk…..awuwwww.” Itulah ucapan selamat tinggal Bimo, sebelum pergi menghadap Shang Hyang Pencipta Hidup.

“Bimo pergilah, adukan ini pada penciptamu.” Wira berdoa sambil menangis. Ajaran leluhur Wira mengatakan semua yang bernyawa akan kembali pada Shang Pencipta untuk mengadu bagaimana manusia memperlakukan mereka. Itu mengapa bahkan untuk menyembelih ayam, para Suromenggolo akan berdoa terlebih dahulu.

“Wira tolong….”

“Ibu….”

Lalu ia melihat ibunya diikat. Tubuhnya sudah bugil.

“Ayo kita entot!”

“Ayooooooooooo!”

“Akum au susunya!”

“Aku bagian mekinya!

“Anusnya aku dulu!”

“Sikat lonte keparat ini! Kita perkosa sampai mati!”

Lalu satu persatu orang-orang merogol ibunya.

Kemudian datang Pras.

“Tenang aku akan menyelamatkanmu, Ratri”

Ia membuka ikatan Ratri. Cukup sulit.

Akhirnya ikatan itu berhasil dibuka, tetapi kemudian……Plak!!!

“Lonte, cepat menari untuk kami….” Pras menampar mulut Ratri. Darah mengucur. Merah. Segar.

“Tapi,….”

“Cepat, bangsat!”

Plakk!!!

Ratri pun menari untuk mereka. Gerakannya lincah, goyangannya maut. Sesekali ada tangan-tangan yang meremas susunya. Atau mengkobel mekinya. Atau menciumi bibirnya.

Awalnya Ratri menolak. Ia meronta sekuat tenaga. Namun setelah itu ia lemas. Ia menurut. Bahkan ia membalas semua ciuman yang ada. Lidahnya beradu dengan lidah Gawon. Mekinya bergoyang mengikuti sodokan Bahrul.

Mereka lalu membentuk lingkaran, dengan Ratri bergoyang di tengahnya. Pras dan Abdul berdiri dan mengimbangi goyangan Ratri. Kemudian berdua mereka melakukan Threesome dahsyat. Abdul mencium mulut Ratri, Pras mencium mekinya.

“Wira, lawan mereka Wira…” tetiba ada suara menyeruak upacara maksiat itu.

“Mas Tomo?”

“Cepat, lawan mereka Wira!!! Bunuh mereka, potong leher mereka dengan katana ini.” Tomo melempar katananya.

“Tapi aku tidak bisa mas. Aku lemah.”

“Omong kosong! Cepat! Kau pasti bisa, asal punya kemauan. Cepat bunuh mereka. Bela nama ibumu. Selamatkan ibumu. Selamatkan harga diri Suromenggolo!”

Lalu, Wira memungut katana itu. Ia menguhunusnya dan mulai menyerang kerumunan itu.

“Mati kalian semua……..” Wira menyerang sebisanya.

Tapi mereka semua hanya tertawa.

“Ada banci ngamuk”

“Awas si cacing mulai kepanasan.”

“Hahahah….anak siapa ini, lemah sekali.”

“Hati-hati, bocah kecil dilarang main pisau, hahaha”

Mereka semua mengeroyok Wira lalu menghajarnya habis-habisan.

“Dasar lemah” Abdul menghina.

“Kalau begini, pantas ibumu lebih memilih kontolku, cacing hina. Dasar aib Suromenggolo! Banci pengecut!” Pras menambahkan makiannya sambil memeluk Ratri. Ratri balas memeluk.

“Katakan pada anakmu untuk diam dan menonton kau menari saja, nanti kami kasih kesempatan ngentot ibunya, hahaha….”

“Iya Wira duduk ya sayang. Sudah minum susu kan tadi, nah kalau sudah duduk ya. Nanti bantu om-om ini ngentot ibu ya sayang,”

“Ibu, kenapa ibu mengkhianati ayah?”

“Kata siapa? Ayahmu sendiri yang minggat ke Rusia. Sudah, nanti ibu sepong kontil mungil kamu, tapi ibu harus jadi budak seks om-om ini dulu ya…..sabar ya cacingku.”

“Tidakkkkkkkkkkkkkkkkkk!”

Wira terbangun.

Lalu dihadapannya telah ada tiga orang. Kakek tua renta yang matanya telah diperban. Ya itulah kakek Nogo yang kini telah jadi buta. Di sisi kiri ada Ibunya sedang di sisi kanan, ada wanita dengan rambut panjang dan wajah keibuan yang adem memayu hayuning prajoko. Wajahya mirip artis Marini Zumarnis. Ia hanya menggunakan kembem. Dialah Kirana.

“Kakek Nogo?”

“Iya, akulah Nogoireng. Apa kau Wira Surapita.”

“Iya kakek.”

“Kemaren kakek menemukanmu tergeletak di pekarangan. Kau sudah pingsan dua hari. Sebagai orang buta, cukup susah juga aku menyeretmu ke rumah.”

“Benarkah kakek?”

“Ya, aku juga tak tahu kenapa itu bisa terjadi.

“Kami kemarin berbelanja di desa, kek. Maaf, saya ceroboh.” Kirana menjawab.

“Tidak, saya yang ceroboh kek. Saya mengajak Mbak Kirana berhenti untuk membeli bunga-bunga untuk sesaji hingga lupa waktu.”

“Sudah, tidak apa-apa. Yang terpenting anak ini selamat. Apa maumu Wira?”

“Aku ingin jadi kuat. Angkat aku jadi muridmu. Aku mohon kakek, ajarkanlah aku ilmu silat. Jadikan aku kuat. Aku mohon kakek.”

“Wira anakku, apa benar kau ingin menjadi kuat?”

“Iya, kakek. Aku ingin jadi kuat. Aku ingin jadi hebat, sama seperti Kakek Nogoireng, Kakek Durno, Ayah dan Mas Tomo. Jika bisa, aku ingin sekuat Eyang Suromenggolo.”

“Tapi itu tidak main-main, anakku. Dibutuhkan kerja keras, pengorbanan, dan keteguhan hati. Apa kau siap?”

“Wira pasti bisa, kakek. Benar khan, anakku?”

“Apapun itu kakek. Aku siap.”

“Dengar, jika kau ingin belajar, kau akan menemukan hal-hal yang selama ini tak pernah kau bayangkan. Kau akan mengalami sakit yang tidak terkira. Kau akan ditempa melewati batas kemampuan manusia. Kau akan menderita, tubuh, pikiran dan jiwamu.”

“Aku mohon kakek, ajarlah aku. Angkat aku jadi muridmu.”

“Baiklah. Walau aku buta tapi aku bisa merasakan kobaran semangat dalam jiwamu. Semoga itu pertanda baik. Hanya saja, jika kau ingin sekuat Gusti Suromenggolo, itu tidak mudah. Gusti Suromenggolo menguasai Tiga Ilmu Mulia, yang terpancar dari hasil olah fisik, pikiran dan jiwa yang keras dan sangat lama.”

“Aku mohon, kakek, jelaskan apa itu Tiga Ilmu Mulia.”

“Itu adalah “Sakti, Wicaksana dan Luhur”.

Kakek Nogoireng berhenti sejenak. Jemari tangannya mengelus jenggot putihnya yang panjang terurai. Dia mencoba mencari kalimat yang tepat agar calon muridnya, Wira Surapita dapat mencerna apa yang ia maksudkan.

Tiga Ilmu Mulia adalah kunci menguasai jurus Ajian Suromenggolo. Ketiganya harus berjalan beriringan dan harmonis. Dulu, ketika ia mewariskan ilmu ini pada Hartomo, ia merasa kakak Wira itu lebih mudah memahaminya. Hartomo lebih kalem, lebih bijak dan lebih kuat secara fisik.

“Wira, ilmu ini bukan main-main. Jika kau mampu menguasainya, pancainderamu akan terbuka. Kau akan sangat sensitif. Orang yang tidak kuat mentalnya, pasti akan jadi gila atau bunuh diri.”

“Hamba mohon, guru, berikan ilmu itu pada hamba.” Wira menciumi kaki Kakek Nogoireng. Ia tahu, ada sedikit keraguan pada calon gurunya itu. Mungkin karena Sang guru tidak yakin anak kecil seperti Wira bisa menguasai ajian tertinggi Klan Suromenggolo.

Padahal bukan itu asal keraguan Kakek Nogoireng. Pertama, ia mendengar titit Wira sangat mungil. Ia tak sengaja mencuri dengar percakapan Wira, Ratri dan Pras kemaren hari lalu. Ya, kucing hutan tambun itu adalah jelmaan Kakek Nogoireng.

“Kamu gak mau melayani anakmu sendiri?”

“Ga, mas. Wira kontilnya kecil. Tenaganya juga kaya kecebong.”

“Sembrono, dalam ajaran Satrio Buddhi, ilmu kecebong itu ilmu tertinggi.”

“Maaf mas, maksud Ratri, belum waktunya kontil mungil Wira merambah meki.”

“Kamu gak mau ngentot Wira karena takut ga puas ya? Sini mbak bawa ke Mak Emput, biar dipermak…”

“Bua tapa mbak….kan udah ada Nogo Nakal isi gotri pemecah birahi ini….”Ratri langsung bangun. Ia sedot lagi kontol Pras.

“Dasar lonte binal. Tapi menurutku kau harus layani Wira sekali-kali. Kasihan anak itu, bisa kendhat gegara ga isa ngentot ibunya sendiri….ah….anjing ….ah enak banget seponganmu…”

Demi mendengar percakapan itu, ibalah Kakek pada Wira. Tetapi ia juga tak yakin bocah itu bisa mewarisi ilmunya, mengingat kontilnya yang mungil.

Darisitu, Kakek Nogoireng bersasumsi, kekuatan seksual Wira lemah. Padahal, tahap pertama dari Ilmu ini adalah membuka Shakti Gede Bawor Buwono. Selain itu, ada satu keraguan lagi, yang bahkan jauh lebih besar dan mendalam. Tapi Kakek Nogoireng tak sampai hati bertanya pada calon muridnya yang nampaknya dibutakan semangat balas dendam itu.

“Baiklah anakku, istirahatlah terlebih dahulu. Besok, jika memang kesehatanmu sudah membaik, kita pikirkan langkah selanjutnya.” Kakek lalu mengusap kepala Wira.

Kakek Nogo sudah berubah. Ia tidak sekuat dulu lagi. Selain matanya buta, kesaktiannya juga berkurang.

Esoknya, Kakek Nogo mengajak Wira pergi ke tengah hutan.

“Wira, dengarlah. Sebelum kau menguasai ajian ini, kau harus tahu tentang 11 Shakti dalam tubuh manusia.”

“Apa itu Shakti, guru?”

“Shakti adalah pintu gerbang yang ada dalam diri manusia. Jika terbuka, maka kekuatan yang muncul bisa sangat hebat.”

“Hamba mendengarkan, guru.”

“Bagus, pasang telingamu. Aku akan menceritakan dengan seksama perihal sejarah dari kesebelas Shakti itu.”

Lalu Kakek Nogoireng mulai bercerita.

Semula berawal dari Ki Suromenggolo yang mendapat tugas untuk berperang melawan Anacaraka, seorang pangeran, pendekar sekaligus penguasa Medhang Wijayan, sebuah kerajaan kuno di utara Jawa. Ki Suro bermaksud merebut kembali tahta Medhang dari trah Harjisaka Sang Pertapa, yang merebutnya dari Mahaprabu Dewata Cengkar Jaya Binangun, kakek dari Ki Suro.

Empat kali Ki Suro kalah ketika berperang tanding melawan murid sekaligus anak dari Prabu Agung Harjisaka itu. Akhirnya Ki Suro mengembara ke Gunung Tirta Tambora, jauh di pulau selatan. Di sana ia bertemu dengan seorang mahaguru suci yang mengajarkan Ilmu Tiga Mulia. Sepuluh tahun, Ki Suro mempelajari ilmu itu.

Setelah mempelajari Ilmu Tiga Mulya, atau Tri Ukoro, maka Ki Suro kembali ke Jawa Dwipa. Ia langsung pergi ke Keraton Medhang dan menantang Pangeran Anacaraka. Sang Pangeran menerima tantangan itu. Duel sampai matipun terjadi.

Maka terjadilah perang tanding yang luar biasa. Ki Suro dengan bersenjatakan sebuah padang melawan Pangeran Anacaraka yang bersenjatakan gadha dan cemeti. Pertempuran dua pendekar hebat itu berlangsung dua hari dua malam. Semua orang tampak takjub. Tidak pernah ada pertarungan yang seperti ini sebelumnya, bahkan sesudahnya juga tidak penah ada lagi. Hasil dari pertempuran itu adalah kemenangan untuk Ki Suro.

“Kau yang menang. Sekarang, bunuh aku. Biarkan aku menjadi asap dan kembali pada leluhurku.”

“Tidak pangeran. Engkau pangeran yang hebat. Di bawah kepemimpinanmu, rakyat makmur, bencana menjauh dan alam bersukaria. Tetaplah jadi pemimpin bagi kami.”

“Apa yang kau bicarakan. Apa kau mau mempermalukan aku?”

“Tadinya hamba berniat merebut kedudukan raja. Tapi setelah berkelana dan mengerti arti hidup, hamba sadar bahwa hamba membawa takdir hamba sendiri. Hamba telah menunaikan tugas mengalahkan Pangeran. Sekarang, hamba mohon Pangeran tetap menjadi raja kami. Tetapi hendaknya diberikan sepertiga bagian pulau Jawa sebelah selatan, agar negeri Suromenggalan bisa berkembang layaknya negeri Medhang.”

“Baiklah, kuturuti permintaanmu, wahai pendekar waskita.”

Lalu Ki Suromenggolo menjadi Prabu di wilayah Negeri Suromenggalan dengan gelar Mahaprabu Agung Suromenggolo Waskito Wicaksono ing Negari Tirto Surohadidiningratan.

Suromenggolo hanya memiliki seorang anak, bernama Harjid Kertanegara Ardipenggolo. Tetapi sedari lahir, Suro junior ini lemah. Dia menderita cacat tubuh. Ayahnya takut, sepeninggal dirinya, akan ada pemberontakan. Untuk itu, ia melatih sebelas perwira pilih tanding yang diberikan rahasia sebelas Shakti. Ini dimaksudkan agar jika seorang perwira itu memberontak, sepuluh yang lain akan mampu mengalahkannya.

Adapun sebelas perwira itu adalah: Gede Buwono (kemaluan), Ulu Radin (perut) , Citro Sumengkar (tulang belakang), Buang Wirid (paru-paru), Bambang Irawan (tangan), Maladi (mulut), Arimbi (mata), Gustama (telinga), Bambang Sakri (hati), Dyah Sulistyorini (lidah) dan Arya Sekar (Pikiran).

Kakek Durno mampu menguasai delapan shakti, Hardjo hanya mampu menguasai tiga shakti. Sedang Mas Tomo, mampu menguasai sembilan Shakti.

“Aku akan membantumu menguasai Shakti yang pertama, yaitu Shakti Gede Buwono. Ini sakti yang paling mudah tapi sekaligus yang paling lama. Tomo butuh hanya waktu dua tahun menguasai sembilan shakti, tapi dia butuh waktu satu setengah tahun untuk menguasai Shakti Gede Buwono. Apa kau siap, Wira?”

“Murid siap guru”

“Baiklah, sekarang bediri tegak. Kedua tangan mengepal di samping. Pandangan lurus kedepan.”

“Sendiko”

Wira lalu melakukan yang diperintahkan Kakek Nogo.

“Jangan bergerak.” Kakek Nogo kemudian pergi.

“Guru mau kemana?”

“Aku harus pulang untuk minum obat.”

“Daulat guru”

Sebenarnya inilah ujian pertama. Kakek Nogo kemudian berubah menjadi kucing hutan. Ia memanjat sebuah pohon jati, lalu melompat ke pohon jati lainnya yang dekat dengan Wira. Dengan seksama ia memperhatikan anak itu.

Wira sebenarnya heran. Latihan macam apa ini. Berdiri tegak menghadap timur lalu ditinggal pergi. Berjam-jam pula. Apa gurunya mau mengerjai dirinya? Tapi Wira tak punya pilihan. Semangat dalam dirinya telah berkobar.

Semangat itu pula yang dilihat oleh Kakek Nogo. Ia takjub dengan Wira. Delapan jam sudah berlalu, tapi ia tetap patuh. Tak sedikitpun ia bergerak. Pandangannya lurus kedepan, walau sesekali melirik ke kanan atau kiri. Tangannya terus mengepal, walau tidak sekuat ketika di awal. Tapi tetap, kakek Nogo berhasil dibuat terkesan.

Kemudian kakek Nogo melompat. Begitu sampai tanah, ia sudah kembali ke wujudnya semula.

“Cukup Wira.”

“Kakek? Kapan kakek ada di belakangku?”

“Itu tidak penting. Sekarang, apa kau siap menerima latihan selanjutnya?”

“Siap, guru”.

“Baiklah, sekarang pulang dan tidurlah.”

“Maaf guru?”

“Ya, pulang dan tidurlah. Hari sudah gelap.”

“Tapi….bukankah kita akan berlatih…”

“Sudah….jangan membantah!”

“Baik guru!”

Hampir setiap pagi selama satu bulan Wira melakukan hal yang sama, bediri menghadap timur, lalu ditinggal oleh gurunya. Biar begitu ia tak mau protes atau bertanya. Baginya, gurunya tau apa yang terbaik buat dirinya.

“Wira….sekarang latihan yang kedua. Pasang kuda-kuda!”

Wira tersenyum. Pasang kuda-kuda? Berarti sebentar lagi ia akan diajarkan ilmu silat.

“Baik guru…”

Wira memasang kuda-kuda. Ia rendahkan pinggulnya, kaki kiri dan kanan membentuk jarak sekitar satu setengah meter. Kedua tangan mengepal di pinggang.

“Bagus,”

Lalu Kakek Nogopun pergi…..

Hampir selama sebulan, hanya itu yang dilakukan Wira. Tak pernah Wira belajar menyerang, menerjang apalagi menggunakan senjata. Tapi kepatuhan pada gurunya membuatnya tidak terpikir gurunya hanya mempermainkannya.

“Sekarang, sambil memanggul balok kayu ini, buatlah kuda-kuda!”

Sementara itu….

“Laksanakan guru!” WIra memanggul sebalok kayu yang besar dan berat, sambal membuat kuda-kuda sempurna. Ia melakukan itu hampir seminggu!

“Ah……enak……sepongan lonte Pandanwangi benar-benar enak. Sekarang bergoyang!”

“Baik ndoro”

Ratri bergoyang, pinggul dan pantatnya bergerak indah. Lalu Pras menyodok dari belakang.

“Iyesssssssssssssssssssss”

Slob…………..slobbbbb……….slobbbbb

Selagi Wira berlatih di hutan, Ratri sibuk melonte kepada Pras.

“Mana Wira?”

“Berlatih dengan eyang, ndoro.”

“Seperti apa latihannya?”

“Hanya latihan biasa. Membentuk kuda-kuda sempurna. Semua juga bisa.”

Plakkkk!!!!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ratri

“Budak sok tahu!”

Iya, Pras memang benar. Itu bukan latihan biasa. Kakek sedang mengajarkan Jurus kaki-kaki naga.

Pras ingat betul bagaimana dulu ia dan teman-temannya belajar jurus itu. Sangat membosankan. Tetapi ternyata memang itulah yang dibutuhkan, ketekunan.

Tak terasa sudah tiga bulan Wira latihan. Tidak ada yang berubah, selain otot-otot kaki Wira yang bertambah kokoh!

“Wira….”

“Iya kakek….”

“Apa kau tidak bosan?”

“Sama sekali tidak kakek. Agar jadi kuat, aku harus nurut sama kakek”

“Aku kagum padamu. Jurus apa yang sudah kau punya Wira?”

Labrakan Simo Gendheng”

“Bagus, sekarang jurus itu sudah jauh lebih berbahaya. Pras akan langsung mati ketika kena tendangan pas di dadanya.”

“Kakek tahu?” Wira tersedak ikan tongkol.

“Ya, kakek tahu. Tapi mustahil membunuh Pras dengan hanya satu jurus. Besok kita akan belajar hal yang baru,”

“Terima kasih kakek”

Lalu kakek merapal mantra.

Kembang jepun sinar sumebyar. Baciro, janti, mantrijeron, parangkusumo. Pudak telas dipangan rondo ganas. Sukmo ucul ngrogoh buwono!

Begitu selesai, roh Wira dan Kakek Nogo pergi meninggalkan tubuh masing-masing. Kakek Nogo terlihat sangat kuat dan tampan. Lalu kakek berkata “Jika tak kuat, tak usah lihat”

Apa yang Wira lihat benar-benar mengerikan. Ratri sedang dientot sepuluh orang secara bergantian. Tubuhnya di ikat sedemikian rupa. Orang-orang mengantri. Lalu setelah tiba giliran, mereka maju, memasukkan penis mereka ke memiaw atau pantat Ratri. Setelah crot mereka keluar, membayar limapuluh ribu kepada Pras. Demikianlah pekerjaan baru Ratri, sebagai lonte!

Sejak Wira pergi ke hutan, Ratri selalu kelayapan. Nampaknya ia sedang puber kesekian. Apapun yang diminta oleh Pras selalu ia turuti. Termasuk jadi lonte.

“Bajingan!!!!” Wira menangis

“Sudah, ayo kembali”

Setelah raga mereka kembali, Wira menangis sejadi-jadinya. Tetapi kobaran api dalam dirinya makin besar. Ia harus jadi kuat.

“Guru, ajar aku guru!”

“Baiklah. Besok pagi aku akan mengajarkanmu ilmu baru.”

Hampir setiap hari Ratri melonte. Ia berharap dengan itu, Pras akan mencintainya. Padahal Pras adalah petualang cinta. Ia tidak pernah hinggap terlalu lama pada sebatang bunga. Bahkan kini ia sudah punya TO baru.

“Siapa orang itu?”

“Mana Ndoro?”

“Wanita berbaju kuning yang mirip Devi Permatasari?”

“Oh, dia Bu Asmi. Isteri camat, ndoro. Hati-hati, dia juga petinggi PPK”

Ya, Bu Asmi sekarang mulai sering pergi ke Dorosewu. Kadang mengisi pengajian, kadang menemani suaminya, kadang hanya berbelanja. Padahal itu semua tak lebih demi mencari info tentang Ratri.

“Berarti sirep Munyuk Mendhem Ciu tidak akan berguna.”

Di hutan.

“Wira, kalau kau ingin kuat, ada satu orang yang bisa menolongmu. Orang itu tinggal di dalam sumur kering di atas bukit sana. Isi sumur itu dengan air hingga penuh, maka kau akan bertemu dengannya”

“Tapi guru….mengisi sumur kering? Dengan dua ember kayu ini? Itu mustahil guru”

“Kalau begitu, berhentilah bermimpi jadi kuat”

Wira melengos. “Bermimpi jadi kuat? Lebih baik aku mati!” batinnya.

Lalu ia raih dua ember kayu itu. Tanpa air saja sudah berat. Ia timba air di sungai, ia bawa ke atas bukit dan ia tuang ke sumur itu.

“Lari, atau kau akan tua di jalan!”

“Baik guru”

Apa sebenarnya tujuan dari latihan-latihan ini? Apakah benar Kakek Nogo ingin menjadikan Wira kuat? Atau….ia hanya mempermainkan Wira?
 
Makasih suhu updatenya.
Kyknya wira lg digembleng sama gurunya biar kuat badannya. Kakinya udh kuat, skr latihan badan. Bsk latihan nafas kyknya
 
pras vs bu asmi
penasaran kira2 siapa yang menang ya
 
apa tudak marah tu kakek nogo putrinya di entot pras ? ayo wira jadilah kuat biar punya banyak budaksex
 
ayo wira jadilah kuat agar ibumu menyesal dan tergila gila sama kamu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd