Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kampus untold stories

Abis Mbak Santi, cewek model bijimane yg bakal dientot?

  • Jilbab alim tapi binal dan suka kontol

    Votes: 491 61,3%
  • Aktivis kampus berkacamata

    Votes: 310 38,7%

  • Total voters
    801
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part 3 : Sepasang Bunga dari Seberang

“ Aku kemari menghirup hidup. Lelehan kopi yang terhapus pilu. Mari, sudilah berpesta duka. Kuajak engkau menapak harapan. Dalam nyanyian,anak-anak zaman...”


Si pembaca puisi mengakhiri kalimatnya dengan satu hembusan yang perlahan namun mantap. Hadirin yang berbahagia bertepuk riuh untuk menyambut gerakan penghormatan si pembaca puisi nan gemulai. Semua yang datang berbinar menatapnya, mata yang merekah cerah itu dalam bingkaian hijab merah merona. Si pembaca puisi ternyata bukan hanya seorang gadis yang aduhai cantik nian orang melayu, namun juga mahasiswi yang lihai membikin sajak serta piawai membacakanya di depan ratusan orang dengan suara lantang. Hmm, sekilas mengingatkanku kepada Mbak Santi. Jikalau dia tidak sedang dikirim kampus ke luar pulau, pasti sudah kucolek paha moleknya dan berakhir dengan cubitan manjanya.

“ Hadirin yang berbahagia,,, berikan tepuk tangan sekali lagi untuk Emelda Cantika, perwakilan dari kampus di ujung barat negeri ini....”


Emelda Cantika

“ Wow,, luar biasa sekali ya Rio! Saya sampek ternganga-nganga lho tadi...”

“ Betul sekali, Sita. Tapi kamu ternganga-nganga itu pasti karna nggak ngerti ya...hahahaha... Iyap, temen-temen dari kampus yang lain gak kalah keren sama temen-temen dari kampus kita. Mereka bikin puisi bukan cuma yang tema cinta-cintaan yang bikin cewek lebay kayak kamu ini nangis-nangis bombay gak jelas...hahaha...”

“ Hahahah,,, Si Rio ini bisa aja. Yaudah, biar lebih jelas, kita tanya-tanya dulu nih sama Mbak Emelda nya.... Mbak Emelda...”

“ Iya mbak...”

“Udah punya pacar belum?”

“Ih Rio mulai ngegombal deh, inget umur, anak-anak di rumah nunggu...”


Hadirin pun mulai ikut ngakak lebay melihat guyonan duo MC garing itu. Ketika kemudian si Emelda ini mengucapkan kalimat demi kalimatnya yang runtut, hadirin baru sedikit tenang. Mereka pasti sedang menakar apa yang tersembunyi di balik tubuh yang agak mungil namun menggemaskan itu. Wajah innocent dengan kulit terang dan mata lebarnya berpadu cara bicaranya yang asyique untuk didengarkan. Aku tak ambil pusing, mungkin orang-orang itu excited karena ada perempuan secantik itu lahir dari tanah yang jauh. Bagiku, perempuan sperti itu bisa ditemukan di mana pun, tak harus menunggu event tahunan seperti ini.

“Kak....”

Aku baru saja hendak menyulut api untuk rokok yang akan kuhisap, ketika sebuah tepukan tangan lembut menerjang pundak kiriku. Kulepas kembali rokok di mulutku. Sedetik kemudian ku menoleh ke arahnya. Sylvia...


Sylvia Pratami

“Oh,,, Hai.. Ngapain? Kamu nggak sibuk?”

“Nggak kak, performer ku masih nanti jam 8 malem.”

Sylvia menjawabnya sambil mengalihkan pandanganya. Ia tidak mau memandangku langsung. Setelah itu hening saja. Tapi tanganya tetap di pundakku. Setelah agak lama, itupun setelah kami saling melirik, Sylvia baru menurunkan tanganya dengan cepat. Kami canggung sekali. Aku sudah seperti abege kencur belom bau cewek. Sylvia malah kayak cewek SMA lagi kasmaran.

“ Kak Santi ke mana kak? Biasanya acara-acara begini dia suka.”

Aku kembali memandangnya. Sylvia ganti menatapku dan kemudian paham.

“Oh iya, lagi keluar...”

Selepas ia mengatakanya, kami kembali bertatapan sebentar. Tatapan Sylvia menerawang seperti masuk dalam-dalam. Sebentar kemudian, kami sudahi lagi. Entahlah, semenjak peristiwa di ruang rapat itu, hubungan kami berdua jadi aneh begini. Kami jarang bertemu, kalaupun bertemu Sylvia cuma tanya-tanya yang gak penting seperti itu, sambil pura-pura benerin posisi kacamata. Kadang-kadang sambil menelan ludah dan sedikit batuk kecil. Habis itu, udah. Dia juga terlihat lebih... mmm... kalem mungkin. Apakah ia malu atas kejadian saat itu? Aku pun juga tak mau mengungkitnya.

Tapi memang, setelah kejadian itu, UKM Sastra seringkali mengundangku ke acara-acaranya. Aku banyak terlibat dalam kegiatan mereka, meskipun hanya di belakang panggung. Bahkan di Perayaan Hari Teater Dunia ini, yang merupakan event terbesar UKM Sastra, aku juga terlibat sebagai LO. Peserta yang melimpah dari berbagai macam daerah memang membutuhkan banyak LO. Event perayaan inilah, penentu kesuksesan UKM Sastra di setiap tahunya. Karena sifatnya yang semi-nasional, makanya mereka selalu mendapat alokasi dana yang besar dari akademik.

“ Gimana? Bapak-bapak dekan udah beres kan ttd nya? Atau....”

“Sssst...” Sylvia menempelkan telunjuknya ke bibirku.

“Jangan di sini kak. Lihat! Si Mbak nya nggak ada abis-abisnya ngawasin kita.”

Aku baru ingat. Mungkin hal ini juga yang bikin Sylvia jadi canggung. Semenjak kejadian di ruang rapat itu, Dewan Mahasiswa mencurigaiku telah berkongsi dengan UKM Sastra demi meloloskan kepentingan mereka. Maka dari itu beberapa hari ini selalu ada saja orang-orang dari Dewan yang memata-matai kami. Baik itu aku, Sylvia, atau petinggi-petinggi UKM Sastra, dan juga kawan-kawan dekatku di BEM Fakultas. Hari ini tak tanggung-tanggung, kulihat sesuai arah lirikan Sylvia, tampak ketua Dewan Mahasiswa sedang mengawasi kami. Sonia Paramita. Dia sendiri yang memimpin rapat kala itu. Tentu dia tahu segala gerak-gerikku ketika itu. Senior yang menakutkan. Kami pun memilih untuk tetap bermain aman kali ini.

“Kalo nggak hati-hati, kita berdua bisa kena sangsi, Kak. Syukur-syukur kalo cuma sangsi, kalo sampe DO gimana?”

Kulirik pandangan Sylvia menunjukan kekhawatiran dan kegelisahan. Aku merebut tanganya dan kugenggam di bawah tertutup barisan kursi agar tidak terlihat Ketua Dewan Mahasiswa. Sylvia menoleh memandangku.

“ Kamu nggak usah khawatir. Kamu nggak akan kenapa-kenapa. Kalopun ada sangsi, cukup aku yang kena.”

Meskipun sebenarnya aku cukup ngasal bicara, sepertinya mengena bagi Sylvia. Ia tampak tersenyum malu sambil menunduk-nunduk. Ketika Sylvia kembali memandangku, aku ikut tersenyum, eh, meringis humor maksudnya. Kami berdua pun tertawa. Pertama kalinya sejak kukenal dia di ruang rapat, Aku dan Sylvia tertawa bersama. Kini hubungan kami jadi jauh lebih aneh.

Sebuah panggilan melalui HT membuat Sylvia buru-buru menjawabnya. Dia pun beranjak dari kursi dan berdiri beberapa meter di belakangku. Aku kembali membuang pandanganku ke panggung utama. Terlihat beberapa pemain musik telah memainkan musiknya. Alunan gitar dan biola membawa kesan mellow bagi hadirin. Agaknya ini musikalisasi puisi. Dua orang cewek berdiri di tengah panggung dan menyanyikan sajak-sajak terkenal. Nada-nadanya sendu, sajaknya jadi begitu kuat di telinga. Ketika nyanyian dijeda, tiba saat puisi dibacakan dengan iringan musik. Aku terhenyak. Suara itu...

Bila aku adalah beban, tolong ringankan aku. Tapi jangan kau pungutku kembali, meski aku adalah sampah.”

Fiana...


Aku serta-merta berdiri dan melotot. Tak salah lagi. Fia... Kebencian dan kekecewaan terlintas begitu saja. Hendak kulangkahkan kakiku menjauhi tempat ini. Namun kembali suara Fia menggema lewat pengeras suara. Aku kembali mematung dan memandangnya. Fia membacakan puisinya sambil memandangku tajam. Belum pernah kulihat tatapan Fia setajam itu. Tapi aku malah ingin lebih dekat denganya. Ini sebuah dilema.
Kubuang semua perasaanku. Kupasang topengku dan kulangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Buru-buru langkahku hampir saja menabrak Sylvia yang menghampiriku.

“ Kak, aku butuh bantuan kakak...”

Nafasku terengah-engah,usahaku untuk mengaturnya sedikit buntu. Tak kusangka kehadiran Fia yang cuma sebentar itu memberikan efek yang cukup besar bagiku. Sylvia masih belum ngeh melihatku berdebar-debar.

“ Kakak kenapa?”

................................................................................................................................

Mereka ada 4,tidak, 6 orang. Cowoknya 4, ceweknya 2. Eh, salah. Yang satu itu nggak tahu cewek apa cowok. Kalo cewek, masak jakunya naik turun begitu? Suaranya besar lagi. Ahh, entahlah mereka mau nampilin apa. Seseorang dengan jaket almamater berwarna kuning gelap menghampiriku. Agaknya dialah tim officer penampil dari kampus tersebut. Kampus yang sama dengan kampusnya Si Emelda yang tampil tempo hari.

“ Mas, nanti pas si Rita tampil, tolong lighting buat center nya dinyalain ya?”
“ Rita? Ritanya yang mana ya mbak?”

Cewek berambut lurus hingga pinggang itu berbalik dan menujukiku si bencong yang kubilang tadi. Aku manggut-manggut. Cewek ini kembali membetulkan almamaternya yang sedikit tersingkap. Kulihat sekilas name tag nya, Mellan Claudya. Dengan segera kualihkan mataku ke wajahnya setelah dia kembali menoleh, biar tidak dikira aku ngintipin susunya yang semok itu. Ternyata dia cukup tinggi. Hampir sama denganku mungkin. Tidak terlihat dari jauh karena tubuhnya memang semok dan agak berisi.


Mellan Claudya

“ Masnya yang gantiin Mbak Sylvia kan?”
“Eh, iya mbak betul. Kalo ada apa-apa, cariin aku, Joni...”

Aku mengulurkan tanganku bermaksud menjabatnya.Tapi ia bahkan tidak memandangku dan kembali sibuk dengan catatan-catatanya.

“Yaudah, pokoknya Mas nya stay aja di sini. Ntar kalo ada kebutuhan mendesak aku bilang ke masnya. Soalnya kita udah siapin semuanya kok mas.”

Aiih, sok sibuk betul nih cewek. Emang sebagus apa sih pementasanya? Lihat saja. Kalau nanti sampai mereka kelupaan sesuatu, akan kupersulit. Biar tidak songong nih cewek.

Jam sudah menujukan pukul 7 malam. Para peserta yang dikoordinir oleh cewek bernama Mellan itu satu persatu menyelesaikan make up dan kostumnya. Setelah berdoa bersama dan melakukan yel-yel, mereka pun bersiap membawa segala peralatanya. Mereka pun berjalan keluar ruangan untuk menuju belakang panggung yang agak gelap. Kulihat Mellan mondar mandir membereskan segala peralatan di ruang ganti khusus untuk kontingen kampusnya ini. Setelah beres, tanpa memperhatikanku dia keluar begitu saja. Aku pun mengeluarkan rokokku dan menyalakan korek. Duduk selonjor di ruangan kosong ini.

Asap yang mengepul menerbangkan lamunanku. Kulihat wajah Fiana kembali dibalik asap-asap itu. Kalau tidak karena Sylvia memintaku menggantikanya sebagai LO, aku pasti masih terpaku menikmati kehadiran Fiana dihadapanku. Dia adalah candu. Aku ingin menjauhinya, namun di sisi lain aku juga butuh dia. Senyum dan canda tawanya, puisi-puisinya. Bergelantungan di langit-langit ruang otakku. Aku memasang headphone dan menyetel musik. Menyamankan diri dengan pikiran tentang Fiana, meskipun bukan sebuah kenyataan. Mengandaikan pertemuan dan harapan akan kembali. Demi sebuah meja dengan dua gelas lemon tea di atasnya. Aku tenggelam dan memejamkan mata. Menyelam dan menikmati bayang-bayang Fia...

Aku merasakan hape ku bergetar. Sebuah panggilan tentu saja. Kubuka mata dan kulirik layar, nomor tak dikenal. Pasti Mellan, atau seseorang dari kampusnya. Kututup karena menganggu alunan mp3 ku. Kembali kutenggelamkan diriku dalam lamunan khusus Fia ku... Hape kembali bergetar. Kututup lagi. Bergetar lagi, kututup lagi. Bergetar lagi....

Kesal kurasakan karena hape ini terus berdering. Kumatikan setelan musik dan kucabut headphone ku. Aku berdiri dan hendak beranjak keluar. Ketika di daun pintu aku menabrak seseorang yang juga tengah berlari.

Braak!!
“Aduuuh”


Mellan

Aku terjengkang ke belakang. Sesorang yang menabrakku kini menindihku. Setengah meringis ketika kubuka mataku. Mellan si cewek songong ternyata. Ia juga meringis dan sedikit mengerenyitkan matanya. Setelah ia membuka matanya, kami malah berpandangan. Ia menatapku dengan ekspresi yang berbeda. Kurasakan wangi parfurmnya begitu menyengat. Wajah yang agak bulat dan sedikit chubby itu begitu dekat. Matanya mengambang, bibirnya yang berlipstick itu agak terbuka. Ia tampak mengamatiku. Setiap centi dari lekuk wajahku. Aku merasa tidak enak. Bagaimanapun rasanya dipandangi orang asing dari jarak sedekat ini sama sekali tidak nyaman. Setelah kurasa terlalu lama, aku pun berusaha bangun. Mellan kaget dan ikut berusaha bangun.

“ Kamu ini kemana aja sih mas? Aku telfon dari tadi kok kamu tutup terus sih?”

“ Ya maaf mbak. Kecapekan dari pagi kerja mulu nih.”

“Ya tapi kan ini masih mau perform mas. Professional dikit dong.”

“Iya iya, lagipula katanya tadi udah disiapin semua...”

“Namanya manusia mas, pasti nggak luput dari lupa...”

“Yaudah, apanya yang kelupaan?”

“Kami butuh... ini mas, yang kayak gini. Yang ini habis.”

Mellan menunjukan salah satu alat make up yang aku tidak tahu namanya. Makanya dia menujukan langsung barangnya. Sebenarnya alat-alat seperti itu mungkin saja ada di ruang UKM Kethoprak.

“Kok nggak bilang-bilang dari tadi sih mbak? Kalo sekarang kan susah mau beli di mana juga?”

“Ya elah santai dong mas, masih satu jam lagi juga performnya. Masak kampus segede gini nggak punya sih mas? Katanya sering bikin pentas beginian? Masih lengkapan kampusku tau.”

Astaga, cewek ini lebih songong dari perkiraanku. Jika tadi ia hanya mengacuhkanku, kali ini ia mengejekku langsung.

“Enak aja kamu bilang gitu mbak. Eh, ayo tak ajak ke ruang G. Tak kasih, mau minta berapa kilo? ada kok.” Sahutku kesal.

Aku pun menarik tangan Mellan keluar dari ruang rias. Kutarik dia menuju ruang UKM Kethoprak. Sambil tersandung-sandung jalanya, Mellan menghubungi seseorang melalui hape dan memberitahukan tujuanya untuk mengambil make up. Semakin dekat ke ruang G, pencahayaan semakin berkurang. Mahasiswa-mahasiswa yang biasanya berkumpul mencari wifi di sekitar sini juga nggak ada entah kemana.

Sesampai di depan ruang G, aku yang membawa kunci cadanganya langsung membukanya. Kupersilahkan Mellan masuk duluan. Dia langsung berkeliling mencari-cari barang yang dimaksud. Aku yang hapal seluk beluk ruangan ini tentu tau di mana tempat make up di simpan. Kuambil satu wadah dari plastik yang berisi puluhan alat make up, dan kusembunyikan di balik punggungku. Tak lupa pintu kututup biar tak ada orang mengganggu pertunjukanku. Mellan terlihat putus asa mencari-cari.

“Mana? Katanya ada banyak? Kalo nggak punya ya bilang aja nggak punya.”

Aku mendekati Mellan. Dia agak mundur melihatku mendekat.

“Mbak, maumu apa to? Mau ikut bantu perform di kampus kami, ato mau malu-maluin kampus kami?”

“Lah, emang kenyataanya begitu kan? Udah kampusnya nggak lengkap, mahasiswanya juga model kayak masnya begini...”

“Memangnya kenapa model aku ini?”

“Ya sok ganteng, sok keren, mesum pula. Aku tau dari tadi kamu curi-curi liat ini ku kan?” kata Mellan menunjuk payudaranya.

“Cih,enak aja. Susu model begitu cari di pinggiran banyak. Nggak silau aku mbak...”

“Eh sembarangan nyamain aku sama lonthe. Emang ya, seleramu itu cuma sekelas pelacur murah mas.”

“Kamu itu yang lonthe! Pikiranmu isinya cuma kenthu aja!”

“Dasar kampungan, omongan jorok nggak pake tatanan. Palingan penismu udah tegang mas dari tadi. Dasar mesum!”

Emosiku kembali menguasaiku. Sama seperti saat menghadapi Sylvia saat itu. Kuperlihatkan wadah berisi make up dihadapan Mellan, dan kubanting keras-keras sampe pecah bernatakan.

Pyaaar!!!

Mellan kaget dan hampir menjerit. Nafasnya tertahan, matanya membelalak. Sesaat kemudian ia memandangku, matanya berkaca-kaca. Bagaimanapun dia adalah wanita. Dibentak atau dikasari seperti ini membuat hatinya rapuh. Ia bergegas berjongkok untuk memunguti alat make up di lantai. Aku segera menghalanginya. Kusingkirkan tangan-tangan halusnya dari alat make up dan pecahan plastik.

“ Eit eeeit... Ngapain? Katanya kampus ini nggak punya apa-apa? Nggak usah ngambil dong...”

“Kamu jahat mas, biadab kamu....”

“Orang kamu yang mulai kok, jangan nangis dong ah. Cemen tauk.”

“Apaan sih, dasar pengecut kamu mas. Beraninya sama cewek....”

“Berani dong, lu juga berani kok...”

Aku memegangi kedua tangan Mellan. Ia mulai mengangkat tanganya dan tidak lagi fokus memunguti alat make up. Ia lebih fokus melepaskan tanganya dariku.

“Lepasin...lepas...shiin..”

“Buat apa dilepas? Ntar songong lagi nih tangan..”

“Persetan! Lepasiiin... lepaas...”

Mellan berhenti meronta. Kalimatnya terambang tak terselesaikan. Kini ia menatapku langsung. Persis seperti di ruang rias tadi. Sialnya, wajah kami juga ternyata terlalu dekat. Aku bahkan dapat merasakan bau nafasnya. Tatapanya juga sama seperti tadi, tetapi dengan sisa-sisa airmata yang tadi berusaha keras ia bendung. Semua ekspresi marah dan kengototan tubuhnya untuk melawanku hilang begitu saja. Aku jadi bingung. Apa yang terjadi padanya? Kini yang terjadi adalah aku ikut memandanginya. Wajah Mellan ternyata semakin mendekat. Ia mengatupkan matanya. Mulutnya terbuka. Dengan satu gerakan maut Mellan menyerangku!

“MMMmmmppphh”



Ciuman maut menyergap mulutku. Aku gelagapan dibuatnya. Ciuman datang di situasi yang sama sekali tidak terduga. Mellan langsung dengan rakus melahap bibir, lidah, dan seluruh rongga mulutku. Peganganku pada tanganya terlepas. Kedua tanganya pun memeluk punggung dan leherku. Membuat tubuhku merapat, menempel pada kedua payudara semoknya. Aku mati langkah! Kurasakan Mellan menghisap lidahku kuat-kuat. Mataku sampai mendelik dibuatnya. Nafasku sesak karena mulutku total dilahap Mellan tak bersisa. Waktuku habis untuk berpikir, sedikit kudorong tubuh semok Mellan biar agak menjauh. Susah juga. Mellan terus menerus bergerak kesetanan. Nafasnya mendengus keras dan cepat. Menerpa seluruh permukaan wajahku. Dengan sedikit paksaan, terlepaslah ciuman maut Mellan. Namun tanganya terus mendekapku erat-erat.

“Mel!!! Apa-apaan kamu????”

“Udah, diem, berisik!!! Mmmphhh...”

Sia-sia saja. Betina jalang yang satu ini kembali menyergap mulutku. Sepertinya aku telah salah membuat perkara dengan cewek model begini. Diam-diam ternyata binal dan liar. Tangan Mellan yang satunya bahkan kini meremas selangkanganku kuat-kuat. Aku meringis sebentar. Tak pelak membuat kontolku benar-benar ngaceng maksimal kali ini. Apa boleh buat. Aku berbalik memeluknya erat dan membalas ciuman mautnya dalam-dalam. Lidah kami saling berbelit panas. Bertukar liur dan saling menghisap. Nafas silih berganti mendesah resah. Bunyi kecupan kami begitu hangat dan mesra. Ini ciuman terpanas yang pernah kurasakan. Jauh lebih hot dari ciuman Mbak Santi.

Aku sudah lupa segalanya. Lupa bahwa yang sedang kulumat habis-habisan ini cewek yang baru aja kukenal. Lupa juga dia cewek songong yang ingin kuberi pelajaran. Yang ada kini dia yang memaksaku untuk menerima “pelajaran” darinya. Tak tanggung-tanggung, kali ini kuremas kuat-kuat kedua payudara semoknya. Mellan merintih sebentar, kemudian kembali melumatku. Remasan ku pada payudaranya ia tahan sekuat tenaga. Keluar menjadi desahan nikmat dari mahasiswi kampus luar pulau ini.

Satu per satu kulepas pakaian Mellan. Almamater kuning gelapnya kulepas sambil berciuman. Almamater itu kutaruh di sebelah kami. Aku juga melepas almamaterku kutumpuk di atas almamater Mellan. Sambil terus meremas susunya, aku melepas kancing bajunya secara cepat. Setelah lepas semua, kutelusupkan tanganku masuk kedalam BH warna hitamnya. Jemariku menyentil pentil Mellan yang terasa besar. Mellan mendesah kuat dan melepas ciuman kami. Aku langsung menyosor pentilnya setelah kusingkap Bhnya ke atas. Mellan menggelinjang nikmat.

“Aaahhh... terussh... Massku sayaanghh...ahhh..”

Mellan memanggilku sayang? Entahlah, sepuluh menit yang lalu dia memanggilku biadab. Perlahan sambil menyusu, kulepas pula resletingnya berikut Cd merah mudanya. Ciumanku beralih menyosor tempiknya yang ditumbuhi jembut lebat. Kujilat jilat bibir tempik dan klitorisnya. Kukecup dan kuhisap kuat-kuat. Mellan bergetar menahan nikmat.

“Uuuh... Teruss maas... enaak..”

“Enak kan mbaak? Enaaak?.....Mmppphh”

“Ouuuh... jahatt kamu mas...Mmm... enaaak”

“Kamu yang jalang mbak... kamu lonthe...Mmpphhh”

“Aaaah... iya maas... ahh... aku lonthe. Puasin akuuuh...”

“Aku tau kamu emang dari awal pengen kan mbak?Mmmppph”

“IIIiih... ii.. iya maas... aku pengeen.. aku pengen kamuuu...”

“Dasar lonthe... kenapa pengen aku? Mmmmppph”

“Auuuuu..uuh... kamu ganteng maas... ah ah... ah... Aku keluaaar... AAAAAHHHH!!!!”

Melllan mengejang beberapa kali dan menyemprotkan pejunya ke wajahku. Aku yang tak bisa mengelak pun hanya bisa pasrah dan menjilati peju Mellan yang baunya aneh ini. Setelah Mellan berhenti mengejang, aku bangkit dan langsung mencium Mellan. Kuserahkan pejuh Mellan yang kutampung di mulut dan wajahku. Kami bertukar peju itu bersama. Mellan menyeruput dan meminumnya, begitupun juga aku.

Setelah tuntas, aku bangkit dan mengambil almamater Mellan. Kulapkan seluruh wajahku hingga bersih dari pejuh Mellan. Begitupun wajah Mellan kubersihkan juga dengan almamaternya sendiri. Aku pun berdiri dan melepas seluruh pakaianku,juga sisa pakaian Mellan. Kami berdua telanjang bulat sekarang. Kontolku mengayun tegak ke depan. Kini kukangkangi tubuh Mellan. Kontolku mengacung tepat di atas wajah Mellan.



“Mellan, kamu bener lonthe kan?”

“Iya mas, aku lonthe...” sahut Mellan di sela-sela nafasnya yang belum teratur.

“Kenapa kamu mau sama aku?”

“Kan kamu senengnya lonthe mas... Makanya aku mau jadi lonthe aja...” kini Mellan menjawabnya dengan senyum sok manis ala chibi-chibi jepang.

“Hahahha... Pantes kok pantes. Nih biar lebih pantes, sepong dulu kontolku....”

“Mmmpppph”

HLEBBBB

Kontolku langsung melesak masuk ke dalam rongga mulut mahasiswi beralmamater kuning gelap ini. Kudiamkan sebentar setelah mentok dan Mellan terlihat sesak nafas. Hangat dan basah di dalam sana. Kurasakan lidah Mellan mulai menari-nari dan membasuh setiap centi batang kontolku dengan air liurnya. Ooooh.... begitu nikmat servis Mellan Claudya. Apalagi kini dia tengah menghisap kontolku kuat-kuat. Aku yang tak mau cepat keluar ikut menggoyangkan pantatku. Kontolku yang overload di mulut Mellan kini keluar masuk dengan cepat. Aku bergerak menyetubuhi mulut Mellan dengan bebasnya. Begitu nikmat dan sensasional mulut mahasiswi songong ini.

“Oh oh oooh... suck it my bitch!!! So damn good..... Melllaan...ahh”

“Mmmpphh.. mmmpp.. mlllleemm....”

Mellan seperti hendak mengatakan sesuatu tetapi suaranya tertahan genjotan kontolku. Sleeb sleeb sleeb... Kontol besar ini tengah memperkosa mulut Mellan Claudya. Pada gerakan terakhir kutekan dan kutahan kontolku di posisi terdalam mentok di kerongkongan Mellan. Kupegangi kepalanya dan kumaju mundurkan. Wajahnya menempel pada jembut-jembut lebatku. Mellan pun menghisap kontolku sekuat tenaga. Ketika kulepas kulumannya terhadap kontolku, Mellan terbatuk-batuk dan kesusahan mengatur nafas.

Kini kujepitkan kontolku diantara dua buah payudaranya yang super semok ini. Ouuh hangat sekali. Ini susu terbesar yang pernah ku mainkan. Kini susu besar yang tadi hanya dapat kulihat dari balik almamater ini sedang menjepit kontolku dengan kehangatanya. Aku pun mengocok susu Mellan sambil memainkan putingnya.

“Ini hukuman buat kamuuu Mellan...”

“Ahhhmm... salah saya apa tuan?”

“Susu ini nggak kamu bolehin kulihat tadi...”

“Sekarang susunya milikmu mas... buatmu semua...”

Setelah agak lama kumainkan, ternyata susu ini begitu sempurna. Kenyal tapi kencang dan licin. Kontolku sukses merasakan jepitan surgawinya. Karena takut bisa muncrat kapan saja, aku mencabut kontolku dari susunya. Mellan melihatku bingung.

“Kok udahan mas? Mau apa lagi?”

Tak kujawab pertanyaan Mellan, kini tubuh semoknya kuangkat berdiri. Kutumpukan kedua tanganya ke meja rias. Pantatnya yang semok menantang ingin digenjot. Mellan malah menggodaku dengan menggoyang-goyangkan pantatnya.

“Ayoo mas sayang... puasin Mellan... ini memek udah gatel nih...ahhh”

“Sabar Mellan sayang... kena hajar kontolku pasti kamu jerit-jerit deh. Rasakan iniiih!!!”

“AAAaAHHH”

JLEBBBBB

Kontol besar kebanggaanku kini mendobrak liang pertahanan Mellan dengan perkasa***dal maut itu menjebloskan dirinya tanpa ampun menembus jepitan tempik Mellan yang amat sangat rapat. Bukan perawan sih, tapi sumpah, tempik tembem ini begitu hangat dan kenyal. Tetapi juga ketat dan rapat. Hmmm.... sensasinya benar-benar tidak bisa dilupakan. Tanpa ampun langsung saja kuhujam-hujam kontol besar ini menyetubuhi Mellan Claudya. Cewek binal ini pun mengaduh dan merintih menahan nikmat tiada tara. Kulihat ekspresi Mellan di cermin tampak merem dengan mulut terbuka mengeluarkan desahan keras. Tubuhnya yang semok itu berguncang hebat setiap kali kontolku menyodok tempik nikmatnya.

Jleb jleb jleb
Bless blesss blesss

“Aaaah...ahhh... Iyaah... Maaas... terusss.. enaak...lebih kerass...”

“Uuh uuh uuh... iniih lontheku... Mellanku.... Rasain kontolku... uuh”

“Hmm hhmm hmm,,,,, aaaah... enaak banget....maas”

“Apanya yang enak?”

“Penismu maas...ahhhh”

“Bukan penis, bilang kontol...”

“Iyaah...ahhh,.... kontolmu enaak pool maas... ahhh”

“Kamu suka digenjot kontol begini? Uh uh uh”

“Sukaaa bangeeet.. ahhhh”

“Iya kamu lonthe jadi sukaa...ahhh”

“Aku lonthe.... suka dikontolin maas...ah”

“Setiap hari mau? Uh uh”

“Mau banget maas... ah ah ah. Aku lonthemu selamanyaaa”

Begitu nikmat dan mantab. Nafas kami menderu. Oh Uh Ah dan sebagainya. Mellan membalas kata-kata kasar ku dengan kalimat jorok yang ia ucapkan keras-keras sambil terpotong-potong karena tubuhnya kugenjot habis-habisan. Kutampar pantat semok ini berkali-kali, keras-keras, sampe memerah. Mellan jadi semakin menggila. Ia ikut menggoyang dan memutar pantatnya seperti gasing. Membuat kontolku rasanya mengebor tempik nikmat ini lebih dalam.

“Ooooh Melllan.... nikmaat bangeet... Ini tempik terenak yang pernah kugenjot.... oooh”

“Ouuuh... iya mass... kontolmu kontol termantab yang pernah ngontolin tubuhku... ahhh... ahhh... ahhh.. genjot terusss maas... entot akuuhhh”

Mellan bukan lagi berkata jorok. Dia berteriak histeris. Melolong saat kontolku terlalu dalam mengebor rahimnya. Ia kini benar-benar betina jalang yang kepanasan dientot habis-habisan. Aku mempercepat tempo genjotan mautku. Lebih cepat pula desahan dan kalimat kotor Mellan Claudya. Pergulatan kami benar benar semakin panas. Plakplak plak benturan pantat Mellan ketika ku genjot cepat. Tubuh Mellan sampai agak mendongak. Kedua tanganya kini kutarik ke belakang. Kini aku seperti menaiki kuda betina liar.

“Yiiihaa... ayo..ayo Mellan lontheku....”

“Iiiih iiih.... iyaaah... genjot teruss...kontol... kontol... kontool enaaak”

Mellan menggila dan benar-benar melacurkan dirinya. Ia kini wanita haus kontol yang menggelepar-gelepar karena hujaman kontolku. Nafas Mellan semakin naik tak terkendali. Aku belum mau i orgasme lagi. Aku masih ingin main gila denganya. Kuhentikan genjotanku tiba tiba dan kucabut kontolku. Mellan merosot ke lantai. Ia melihatku dengan tatapan melas.

“Plisss plissmas, jangan dicabut... Mellan masih pengeen... entotin aku mas...”

“Udah lonthe jangan berisik...”

Aku mengangkat tubuh Mellan berdiri membelakangi tembok. Kuangkat sebelah kakinya, lalu kujebloskan kembali kontolku dari depan.

JLEBBBB
Bles bles bless

“Ooouuhhh.... asiiik mainmu masss.. terus...Mmppph”



Kulumat bibir seksi Mellan dalam dalam daripada ia berisik terus. Kami menggenjot sambil berciuman hebat. Deru nafas kami benar-benar terpacu. Kami bagai Siwa dan Durga, Poseidon dan Medusa, atau Bima dan Arimbi. Menggenjot terpacu nafsu yang tak pernah padam. Menggelora dan menggelegar. Mellan terus melumatku habis-habisan. Ia mendekapku seolah tak pernah inginkanku menjauh darinya.

Jleb jleb jleb

Kontolku terus menghujam dari bawah. Tempik Mellan jadi lebih nikmat rasanya. Mellan pun semakin mendekapku erat. Kedua tanganya menggantung kuat di bahuku. Kuangkat sekalian kaki yang satunya. Sehingga kini dua kaki Mellan mengapit pinggangku. Membuat kontolku semakin dalam meluluhlantakkkan tempik kebanggaanya.

“ Auuuh auuh... Mmmmhhh... Kamu hebaat maas”

“Kamu juga hebat Melll... enaaak hmmm...ah ah ah..”

“Aku sayang kamu maaas......ah ah ah ah ah ah aah”

Kalimat sayang dari Mellan mebutakanku. Kugenjot Mellan sekuat tenaga. 3 kali genjotan per detik. Rambut Mellan yang panjang berkibar-kibar. Kuelus sebentar, dan kulanjutkan genjotan mautku. Jleb jleb jleb semakin panas dan keras. Keringat kami bercucuran dan saling menempel, membuat genjotan menjadi lebih lancar.

Do do dok... Assalamualaikum

Mellan mendadak menoleh. Ia sepertinya mengenali suara itu. Aku tidak peduli. Aku begitu kesetanan dibutakan nafsu Mellan. Mellan berusaha menahan desahanya kuat kuat. Yang terjadi malah ia terlihat seperti ingin menangis. Aku kasian juga. Tetap terus kugenjot tubuh semok ini sambil berjalan perlahan. Kubuka pintu ruangan. Dan...

“Astagfirullah....”

Si cantik Emelda Cantika berdiri di depan pintu sambil terbelalak memandangi kami. Ia pasti baru kali ini melihat orang kenthu secara langsung. Sambil terus menggenjot Mellan, kutanyai cewek manis ini.

“Ah ah ah... ada apa mbak?”

“E e anuu... mau cari kak Mellan...”

“Uuuh uhhh uhh,,, dek,,, ituuh,, kamu cari di bawah itu...” Mellan berusaha menjawab sekenanya.

Emelda mencari cari tumpukan makeup yang berserakan. Tapi ekor matanya tetap melihat ke arah kami yang sedang berpanas ria. Mellan kini mendorongku. Aku terbaring di lantai beralas almamater kami. Mellan kembali memasukkan kontol besar ku untuk menghajar tempik kesayanganya. Ia menaikiku layaknya joki. Jleb jleb jleb.... Goyanglah Mellan dengan goyangan mautnya sehingga kontolku mengebor tempiknya jauh lebih dalam. Mentok sampai rahim Mellan.

“Uuuh terus mas Joni sayaang... aahhh”

“Iyaah Mellan... kamu nikmat banget sayaang...”

“Aaaah iya mas... aku lonthe mu selamanya... aku mau kamu kenthu terus maas... aaah...”

Mendengar kalimat frontal Mellan, Emelda tentu saja risih luar biasa. Dunianya yang melulu soal kelembutan tak akan pernah tersentuh noda-noda nafsu seperti kami.



“Iyaaah Mellan sayang.. kamu lonthe kuuu... tak kenthu setiap harii...”

“Kenthuin aku maas...ah ahhhh ahhh... setiap hariii... setiap pagi... setiap jaam... ahhhh...”

“Ooooh kamu itu ladangkuuuh Melll... tak garap setiap waktu yaah... ahhh..”

“Iyaah maas... garap aku... tanami aku.... tubuhkuuuhhh cuma buat kontolmuuu... ahhhh...”

Genjotan Mellan menggila dan cepat sekali. Memaksaku untuk melumatnya dengan ganas. Kedua tanganku mendekap dan meremas susunya. Nafas kami saling bersahutan di sela-sela ciuman kami. Kami menjadi satu sekarang. Mellan dan Joni. Saling menggenjot penuh nafsu. Terbutakan dan tergilakan. Jleb jleb jleb....bles bles bles. Mellan semakin gencar mengebor kontolku sambil menghisapi lidahku. Deru bising suara persetubuhan semakin memenuhi ruangan. Kami insan gila sex... Mellan gila kontol, aku gila tempik Mellan. Nikmaat.. Semakin cepat semakin nikmat. Spermaku terasa diujung tanduk.

“Mellan....sayangkuuuh... ladangkuuu,,,,, siap tak tanamin yaaah...”

“Auuuh iyaaa maas.... tanamin aku,,, hamilin aku,,, buntingin aku...”

“Iniiih kamu hebaat nikmaat Melaaankuuuh....”

“Iyaaaah massayaang... ahhh kamu yang supeer hebaat... ahhh”

“Kamu enaaak,,,, Melllaaan Ohhhh...”

“Masss... Aku nyampeeek..,AHHHHH...”

“Aku juga.... iniiih Mellan sayaaang... titip anaak yaaah... niiih rasaiiiin...AHHHHHH”

CROT CROT CROOOOT CROOOOOOT CROOOOOOOOOOT

Pejuh kami muncrat nggak habis-habis. Banyak sekali. Berliter-liter keluar dari tempik dan kontol kami. Mellan mengejang-ngejang berkali-kali. Tubuhnya melenting ke atas. Hingga kemudian lemas dan ambruk menindihku. Kumerasakan sisa deru nafas Mellan menerpa wajahku. Kuposisikan wajahnya bersandar menyamping di bahuku. Kulihat wajahnya tersenyum puas. Matanya terpejam. Mulutnya terbuka namun tetap tersenyum.

“Ini kak, udah ketemu, aku cabut dulu yah... dah”

Emelda buru-buru meninggalkan kami. Ia pasti benar-benar excited liat orang orgasme bersama macam begini. Persetan lah denganya. Aku benar-benar puas kali ini. Tak kusangka kepuasan lahir batin ini kudapat dari orang yang baru kukenal. Kubelai rambut panjang Mellan. Kukecup keningnya yang belepotan keringat. Mellan tersenyum damai. Aku memeluk tubuh semoknya. Dan sekali lagi kutenggelamkan diriku sesat, kali ini tentang Mellan dan kenyamananya.

“Mas...”

“Ehem?”

“Terima Kasih...”

"Maaf kalo sambutan kampus kami kurang berkenan, yang kami punya cuma ini" kataku sambil menunjuk kontolku

Kulihat Mellan tersenyum ala chibi-chibi Jepang lagi.
Sumpah hu... Ane sampai muncrat bacanya. Mantaab hu.. Ane setia nunggu updatnya hu.
:tegang:
 
Bimabet
Wkwkwk. ..Ncen gan. Lebih pengalaman :adek:

Biarpun ra patio kroso tp sensasine nek di leboni jriji jiaaaahhhhh mantep, pernah terong biarpun ujung2e mlompong tp rasaneeeeee ndesss jian mantep bgt iso ngantek ketok kbh njerone memek ro anuse wkwkwkwkw

Ayo joni longarkan biar mereka lebih mudah melahirkan dan BAB wkwkwkwk
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd