alif99
Senpai Semprot
- Daftar
- 30 Jan 2023
- Post
- 815
- Like diterima
- 5.372
Ibunda Tami sedang memperhatikan foto pernikahan Ardi dan Tami, ada kebahagiaan di raut wajah Ibunda, hingga ia tidak berhenti menatap foto tersebut.
“Bu. Ngga bosen ya mandangin foto Kak Tami sama Mas Ardi. Pajang aja ya Bu. Sebentar, Rahmi ambil palu dan pakunya ya.” ucap Rahmi.
“Ibu, Rahmi.. kami datang.” sapa Tami dengan suara dari arah teras rumah.
“Kok seperti suara Kak Tami?” bingung Rahmi.
“Ibu.. Rahmi.. pada kemana sih?” tanya Tami yang mencari Ibu dan Rahmi.
“Eh... beneran kakakmu. Aduh anak ibu pulang. Kamu sama Ardi?” sambut Ibunda yang semakin senang.
“Selamat malam Ibu.” sapa Ardi yang mencium tangan Ibu.
“Kalian belum bulan madu?” tanya Ibunda.
“Belum Bu. Rahmi, ngapain kamu pegang palu?” tanya Ardi yang melihat Rahmi memegang palu.
“Mau pajang foto nikah kalian. Tiap hari Ibu plototin foto kalian.” balas Rahmi.
“Sini sama Mas aja. Taro dimana?” palu pun di rebut oleh Ardi dan mencari tembok yang kosong.
Tami dan Ibu pun duduk di meja makan dan mulai bercerita setelah mereka menikah.
“Kapan kalian bulan madu?” tanya Ibu.
“Nantilah Bu, Mas Ardi juga langsung kerja di kantor baru. Ngga enak, karyawan baru udah cuti. Lagipula aku juga masih mau kerja Bu. Ibu pasti pengen cucu ya?” tebak Tami bikin Ibu senyum-senyum.
“Oiya, Ibu sama Rahmi udah makan malem? Aku beliin makanan nih buat makan malam kita.” Tami menyiapkan makan malam yang ia beli sebelum tiba di rumah Ibunya.
Ardi, Tami, Rahmi dan Ibu pun makan malam bersama. Pemandangan yang indah berkumpul dengan keluarga yang lengkap.
“Maaassss....! Diliat Rahmi nanti. Malu tau.” kejut Tami saat memasuki kamar dan melihat Ardi sedang bersandar di ranjang dan mengocok penisnya.
“Sini Yang. Oohhh.. ngga kuat aku nemu cd kamu di lemari.” ucap Ardi dengan aktivitasnya.
“Iseng ya, brantakin kamar aku.” balas Tami menghampiri Ardi sambil merangkak di atas kasur.
“Aahh.. Yang.. kamu cantik banget.. udah dikunci pintunya?” sambung Ardi menahan nafsu.
“Udah sayang. Ssluupprrhh... sslluurrphh... mmhhhhh...” Tami langung memasukan penis Ardi dalam mulutnya dengan posisi menungging.
“Aahh cintaku.. nikmaat banget kuluman kamu Yang. Teruss.. aaahh.. istriku cerdas... bikin suaminya melayang.. aahhhh...” desah Ardi yang tak kuasa menahan nafsunya.
Ardi langsung menarik piyama Tami dan terlihatlah bulatan pantat Tami dengan cd tipis menutupi belahan pantatnya. Lalu ditariknya piyama Tami hingga lepas dari badan Tami. Tersisa Bra dan cd tipisnya.
“Yang, jangan pake bra dong kalau dirum..ahh...” pinta Ardi.
“Ini rumah Ibu. Harus hormat. Sslluurrpphh... sslliurrpphh..” balas Tami yang terus memanjakan penis Ardi.
“Nanti aku beliin bra yang tipis ya, buat disini. Aahh.. sayang.. terus sayang..” tak hentinya, Ardi pun langsung melepas bra Tami.
Ardi benar-benar sudah di ujung tanduk. Ia langsung merebahkan Tami dan segera membuka cd Tami. Secepat kilat Ardi menjilati vagina Tami lalu memasukan penisnya hingga mentok.
“Oohh sayaang.. aku mau anak kecebong.. aaahhh.. aaahhh.. sayang..” posisi misionaris yang dilakukan Ardi membuat Tami menikmati persetubuhan itu.
“Say.. keluarin di dalam lagi.. enak peju kamu hangat di dalam. Terus suamiku.. aahh genjot aku teruss.. aaahhh... aaaarrrgghhh...” lengkuhan Tami sedikit keras, lupa kalau dirinya sedang berada di rumah Ibunya.
“Suara siapa sih Bu? Malem-malem gini.” tanya Rahmi menghampiri Ibunya yang masih di dapur.
“Masuk sana. Tidur. Kakakmu lagi bikin ponakan buat kamu. Ayo.. masuk. Biarin suara-suara itu. Proses. Nanti juga kamu begitu.” jawab Ibunda yang langsung mengajak Rahmi masuk kekamarnya.
Esoknya, Tami sudah menghubungi Adit melalui pesan teks dan Adit menyetujuinya untuk bertemu dengan Tami di sebuah kedai sederhana.
Tami datang bersama Ardi, karena Ardi ingin semua masa lalu Tami selesai.
“Mana orangnya Yang?” cari Ardi.
“Belum dateng. Biasa deh, memang dia suka ngaret kalo janjian.” balas Tami yang masih ingat dengan kebiasaan Adit.
“Duduk deh. Aku pesen minum dulu ya, kamu mau apa?” tanya Ardi.
“Es kapucino boleh ngga?” tanya Tami minta ijin.
“Ya udah. Aku pesenin ya. Tunggu disini jangan kabur.” sambung Ardi.
Tidak lama Ardi hendak memesan minumannya, Adit pun datang menghampiri Tami yang sedang duduk sendiri.
“Udah lama lu? Maaf ya gua telat.” sapa Adit langsung duduk berhadapan dengan Tami.
“Berapa bulan kita ngga ketemu, lu tambah cantik aja, tambah bohay pula.” genit Adit.
“Biasa aja kali. Kenapa mau ketemu gue? Gue jarang-jarang pulang kesini ya, soalnya gue...” ucap Tami yang terpotong.
“Gua mau minta maaf sama lu, gua ngga bermaksud buat nyakitin hati lu. Tapi gua sadar kesalahan gua. Gua nyesel banget. Kalau bisa itu lun kalau lu mau, gua pengen perbaikin apa yang udah gua ancurin waktu itu. Lu paling mengerti apa yang mau. Perhatian lu lebih dari cewek-cewek yang gua kenal.” cerita Adit sedikit memohon.
“Loe mau balikan sama gue? Tapi gue ngga bisa Dit. Gue udah ngga ada rasa lagi sama loe.” jawab Tami.
Dari kejauhan Ardi memantau Tami yang sedang berbicara dengan Adit.
“Kita bisa buka lembaran baru Mi. Gua janji gua bakal setia sama lu. Sekarang gua udah punya kerjaan dengan penghasilan yang cukup. Karena itu, gua pengen serius sama lu. Please Mi.” mohon Adit yang langsung memegang tangan kiri Tami.
“Dit. Jujur gue ngga bisa balik sama loe. Loe udah jadi masa lalu gue. Dit, gue mau ketemu sama loe juga, karena suami gue mau loe stop kirimin pesan loe.” ucap Tami sambil menarik tangan kirinya.
“Suami? Lu udah nikah?” kaget Adit setelah mendengarnya.
Ardi pun datang membawa es kapucino yang di pesan Tami lalu duduk di samping Tami.
“Halo, gue Ardinan Pramono, lakinya Tami. Laki beneran, tuh cincin nikahnya. Gue udah denger semua obrolan kalian. Gue paham kok, tapi saat ini gue mau kalian menyelesaikan masalah masa lalu kalian. Supaya tidak ada dendam diantara Tami maupun loe Dit. Gue sama Tami bisa hidup bahagia tanpa ada ganjalan di hati Tami.” sambung Ardi mencoba untuk membuat Adit paham.
“Kok lu ga undang gua sih?” tanya Adit.
“Walaupun gue undang loe, pasti loe juga ngga bisa dateng. Karena gue nikahnya di Jakarta. Dit, gue yakin loe pasti dapet orang yang bisa mengerti loe dan loe bahagia. Loe pasti bisa ngerti Dit. Tapi gue udah maafin loe apa yang udah loe lakuin dulu dan gue ngga bakal ungkit-ungkit lagi.” jawab Tami dengan kalimat panjangnya.
“Kalau gitu, gue juga minta maaf sekali lagi. Gue stop semua pesan teks. Gua juga mau lu bahagia walau bukan sama gua. Terima kasih ya, Ardi. Gua yakin loe pasti jagain Tami selamanya. Gua pamit ya, gua takut makin cemburu nih. Sorry sebelumnya.” ucap Adit langsung meninggalkan Ardi dan Tami.
Mereka pun saling bertatapan dan Ardi mencium kening Tami.
“Semua sudah berakhir, kini masa depan kamu bersama aku.” ucap Ardi lalu Tami memeluk Ardi erat.
“Uueekkk.... uueekk...” Tami berlari menuju kamar mandi.
“Yang. Kamu kenapa? Kamu masuk angin?” tanya Ardi panik melihat Tami mual-mual saat makan malam bersama Ardi.
“Ngga apa-apa kok Say. Ini biasa buat wanita. Uueekkk...” balas Tami yang masih mual-mual.
“Aku ambil minyak dulu ya.. tunggu disini.” Ardi pun segera mengambil minyak di kamarnya.
Sesampainya di kamar, Ardi mencari minyak kayu putih namun matanya tertuju pada sebuah benda meyerupai termometer digital. Ardi tersenyum setelah melihat ada dua garis merah. Ardi kembali menemui Tami di kamar mandi.
“Yang.. kamu ya bikin panik aku. Kamu telat berapa hari?” tanya Ardi.
“Kamu udah liat toh.” jawab Tami dengan santai.
“Yang... telat berapa hari?” tanya Ardi penasaran.
“Waktu terakhir kamu panggil therapis itu, harusnya aku udah haid. Ternyata enggak.” jelas Tami
Ardi memeluk Tami dan mencium kening Tami.
“Besok kita ke dokter ya. Testpack itu hanya menunjukan kalau sedang hamil. Aku mau tau sudah berapa hari anak kecebong kita berenang di rahim kamu. Mau ya Yang?” tanya Ardi.
“Ya maulah. Kan aku perginya juga sama papi kecebong.” Tami semakin memeluk Ardi.
“Terima kasih ya Yang. Aku akan jadi suami siaga mulai saat ini, juga papi yang baik buat anak kecebong kita.” sambung Ardi.
Keesokan harinya, Ardi dan Tami pun memeriksa kandungannya dan dokter meminta mereka untuk menunggu hasilnya 1 jam kemudian.
Sementara menunggu, Tami meminjam ponsel Ardi. Karena ponsel Tami tertinggal di mobil. Namun Tami tidak sengaja melihat satu foto yang nampak asing.
“Say, ini foto apaan? Merah gini.” Tanya Tami yang memperhatikan foto tersebut pada Ardi.
“Itu, anak kecebong kita yang pertama. Yang sekarang ada di bawah pohon srikaya.” balas Ardi.
“Kamu sempet foto? Ya ampun nak, kamu kecil banget. Ada foto fisiknya ngga Say?” tanya Tami.
“Sempet aku cetak satu, niatnya buat kasih liat ke kamu waktu itu. Tapi foto itu di bawa Tio selamanya.” jawab Ardi.
“Ya udah ngga apa-apa. Liat dari ponsel juga aku udah bahagia.” senang Tami yang matanya tidak lepas dari foto janinnya yang pertama yang keguguran.
“Ibu Tami Liyani!” panggil suster.
Tami dan Ardi duduk berhadapan dengan dokter kandungan yang dipilih Ardi untuk Tami.
“Selamat ya Ibu Tami, usia kandungan ibu sudah masuk 7 minggu. Mau USG sekarang, untuk lihat keadaan kandungannya?” tanya Dokter.
“Mau.. mau... aku mau liat.” semangat Tami.
“Oke, Ibu rebahan dulu disana, rileks ya Bu. Sus siapin gelnya.” sambung dokter tersebut membuat Tami tidak sabar melihat janin dalam kandungannya.
Tami dan Ardi tampak bahagia melihat foto yang dicetak oleh suster. Tak henti-hentinya Tami memandangi foto janin yang mulai terbentuk.
“Aku mau bingkai ya Say. Buat kenangan untuk anak kecebong.” pinta Tami.
“Boleh dong. Nanti ya kita bikin. Kamu mau makan apa?” tanya Ardi sambil mengemudikan mobilnya.
“Pizza?” sahut Tami.
“Siap Mami kecebong. Meluncur.” balas Ardi.
Tangan Tami yang terus mengelus perutnya pertanda kebahagiaan dalam hidupnya bersama Ardi suami yang selalu ada untuk Tami.
Tami benar-benar manjaga kandungannya, selalu rutin minum susu untuk ibu hamil serta pola makan yang cukup, terkadang ada juga makanan yang ia idamkan selama hamil. Beruntung Ardi memiliki istri yang tidak neko-neko, tidak menyusahkan selama kehamilan Tami. Kini, Tami bahagia bersama Ardi dan menantikan kelahiran anak mereka.
Terakhir diubah: