Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
PdrFz64.jpg

Part 18





Pagi setelah semua orang menjalankan ibadah Ian dan Asti pergi meninggalkan rumah, mereka melewati terjalnya jalan setapak menggunakan sepeda motor, sengaja Ian melewati jalur itu, di samping lebih cepat Ian juga menyukai suasana hutan suara khas nyanyian kicau burung di pagi hari menemani perjalanannya dan suasana yang sepi membuat Asti bebas bergelayut manja di belakang Ian, yah gadis itu bahagia walau pun harus berhubungan tanpa sepengetahuan oleh siapa pun tapi ia sudah merasa cukup bahagia, yang penting saat ini pemudanya bersamanya, hatinya pun bersamanya, rasa yang terpendam tak lagi menjadi ganjalan di hati.

Begitu juga Ian, hari ini waktunya khusus untuk menyenangkan hati Asti, Ian merasa waktunya tak banyak untuk gadis itu bahkan setelah ini pun ia tak menjamin bisa berdua dengan Asti, banyak yang perlu Ian selesaikan.

Belum lagi kekhawatiran akan datangnya Herni ke kampung, tak sadar Ian menggelengkan kepalanya.


“Mas kenapa toh? “

Tanya Asti keheranan.


“Eh ndak.... Ndak apa-apa Cuma agak pegal aja leherku he he he “

Jawab Ian lalu Asti memijit leher Ian dari belakang, namun tak lama ia berhenti memijat.


“Dah, nanti sampai sana aku pijitin lagi deh... “


“Oke bos.... “


Kendaraan roda dua pun melaju mengikuti kondisi jalan yang lumayan menguras pikiran pengendaranya, kanan kiri jalan banyak di tumbuhi pohon berduri.

Hingga akhirnya mereka sampai di jalan besar, walaupun jalan berbatu tapi paling tidak jalanannya lumayan lebar, sekitar 15 menit barulah Ian sampai di jalan beraspal. Suasana jalanan begitu lengang karna bertepatan dengan hari raya tak membuat Ian mempercepat laju kendaraannya, di samping Ian tak terlalu mahir berkendara ia juga mengulur waktu agar tak segera sampai ke lokasi yang mereka tuju, mengingat waktunya masih terlalu pagi untuk para pengunjung tentunya.

Sekitar jam sembilan mereka baru sampai tujuan, yah, lokasi wisata berupa waduk dan di tengahnya terdapat warung apung yang menjadi tujuan utama mereka berdua, tapi hari masih tanggung belum waktunya untuk makan siang maka Ian dan Asti memilih tempat yang aman, jauh dari lalu lalang pengunjung tentunya, tak ada saung tak ada bangunan apa pun kecuali pohon-pohon besar dan di bawahnya lumayan rapi.


“Uugh... Pegel juga ya mas? “


“Hu um, bentar ya? “


Ian berjalan menuju lapak yang menyediakan tikar ia membeli satu dan segera menghampiri Asti, benar saja setelah tikar di gelar Asti langsung merebahkan dirinya dan meminta Ian menyelonjorkan kaki.


“Pinjam pahanya dong? He he he.. “

Ucap Asti.


“Kamu mau tidur? “


“Ih... Ngga peka! “


Ian tersenyum ia turuti mau gadisnya, senyum yang menawan terpancar dari bibir Asti, hampir dua jam mereka lalui waktu dengan bermesraan tak peduli walaupun ada beberapa orang yang melintas, toh di area itu memang tempatnya orang pacaran, kalau pun bertemu dengan tetangga ataupun orang sekampung itu hanyalah kemungkinan kecil saja, karena biasanya warga sibuk silaturahmi ke sanak saudaranya jadi Ian mau pun Asti tak begitu khawatir akan bertemu dengan tetangganya.


“Mas? “


“Hem...”


“Asti boleh ikut kerja ngga? “


“Loh katanya ngga mau kerja? “


“Ya kalau tempat kerjanya dekat mas aku mau kok? “


“Nanti tak tanya kerjaan dulu ya? “


“Hu um, tapi nanti mas harus sering main kalau aku kerja lo ya? “


“Iya? Ikan bakar enak kayaknya ya As, kamu mau ngga? “


“Hu um, beli satu aja tapi ya? “


Ian mengiyakan, lalu mereka pun berjalan menyusuri anak tangga menuju warung apung, selesai makan mereka pun memutuskan untuk pulang ke rumah, sampai di jalan setapak yang tadi pagi mereka lalui Asti meminta untuk berhenti, ia belum puas berduaan dengan kekasih hatinya.

Tak berbeda jauh dari tempat yang mereka kunjungi sama-sama berada di bawah pohon, bedanya di jalan setapak tak ada lalu lalang orang, tengah hutan yang sepi disiang bolong hanya ada cuitan burung dan Hembusan angin yang menggoyang dedaunan di sekeliling mereka, di atas motor Asti memeluk erat Ian dari belakang dagunya tepat berada di pundaknya, bahkan hembusan nafas Asti begitu terasa oleh Ian.


“Mas? “

Ucap Asti, Ian pun menoleh.
Kecupan lembut dan tiba-tiba membuat Ian gelagapan tapi hal itu tak berlangsung lama, Ian membalas kecupan gadis di belakangnya, debaran asmara begitu terasa, luluh lantak sudah persahabatan yang mereka jalani selama ini, kini api itu tak lagi tertutup oleh apa pun, kecupan panjang berlanjut dengan saling membelit lidah seolah ingin menelusuri setiap sudut rongga mulut pasangannya, begitu lembut perlakuan Ian kepada gadisnya, Berbeda dengan Asti nafasnya memburu dadanya menempel ketat di punggung kekasihnya, lambat laun tangan Asti turun ke bawah dengan cekatan ia buka kancing beserta resleting celana jeans Ian, dan untuk yang pertama kalinya Asti memegang kemaluan seorang pria.

Jari lentiknya memainkan ujung penis yang sudah menegang itu, lambat laun ujung penis pejal pun basah karna cairan precum yang sudah bereaksi, Asti melepaskan pagutannya ia penasaran dengan mainannya yang di bawah.

Matanya menatap sayu ia pandang lekat penis itu, ia baru tersadar dan tersipu malu ketika tangan Ian membelai rambutnya.


“Udah ya? Pulang yuk? “

Ucap Ian.


“Ngga mau ih... Enakkan disini lo mas? “


“Iya sih adem, tapi nanti di cariin loh As? “


“Ndak.... Aku pamit pergi sampai sore kok “


“ Iya udah... Tapi lepasin tu yang bawah kasihan he he... “


Sebelum melepas genggamannya Asti mengocok penis Ian, hal itu sengaja ia lakukan karena melihat Ian beberapa kali memejamkan mata.


“Mas? Ngga mau lebih? “


“Lebih apa to? “


“Lebih dari ini lo mas? “


Tentu saja Ian tau apa yang di maksud Asti, namun untuk saat ini ia tak ingin menambah banyak masalah.


“Hus jangan Ngawur ah, aku ngga mau merusaknya cukup aku melakukan kesalahan dengan Iin aku ngga mau melakukan kesalahan yang sama dengan kamu, aku ngga mau suatu saat kamu kecewa As? “


“Iya mamas sayang?....makasih ya? “


“Makasih... Apa deh, “


“Yang mas bilang tadi itu? “


Pelukan Asti makin erat, hari ini waktunya benar-benar ia habiskan dengan Ian, hingga ba’da Ashar mereka baru pulang ke rumah Masing-masing.

Lebaran kedua Indriani bertandang ke rumah Asti, tak selayaknya pasangan suami istri ia datang sendiri tanpa suaminya. Dan saat ini keduanya asik bercengkerama di ruang tamu menikmati sajian khas lebaran.


“As mas Ian masih tidur apa ya? “


“Ngawur mana pernah mamas, eh mas Ian mbedut tidurnya... Tadi pagi ada kok In, pergi kali dia? “


“Eem.... Mamas? Iya iya... Temen kesayangan ma bebas Hi hi hi..., kesana yuk As.”


“Gah! Males lihat kalian sayang-sayangan he he... “


“Ish... Tapi tadi aku lihat sepi sih? “


" Dah... di sini aja? Nanti kalau ada juga kesini”


“Iya sih? Yo wis tunggu disini aja”


Hingga siang hari orang yang mereka tunggu tak kunjung datang, Asti sempat menghampiri rumah Ian dan disana hanya ada kakek dan neneknya saja, menurut sang kakek Ian pergi dari pagi bersama ketiga temannya, dan Asti pun menyampaikan hal itu kepada Indriani.







Di tempat lain jam delapan pagi dua orang pemuda melintasi jalan berbatu menuju jalan raya namun naas perjalanannya di hadang sekelompok orang, mereka langsung menyerang kedua pemuda yang tak lain adalah Aris dan Heru, mereka tak sempat lagi menghindar, mau tak mau mereka harus melawan puluhan orang yang menghadangnya.

Jelas perkelahian itu berakhir dengan langkah seribu dari kedua pemuda itu, mereka tak mau babak belur di jalan. Jalan satu-satunya hanyalah lari dan kembali ke daerahnya, namun naas Heru terjerambab dan jatuh, ia menjadi sasaran empuk puluhan orang yang mengeroyoknya, keadaannya mengenaskan ia pingsan, tubuhnya berlumuran darah dan di hempaskan diatas batu besar.

Sedangkan Aris lari tunggang langgang ia tak sempat membawa kendaraannya namun ia tau jalan pintas, di samping menghindari pengejaran menggunakan kendaraan bermotor jalan hutan lebih dekat ke perkampungan.

Kini Aris telah sampai di rumah Ian, beruntung Ian masih di rumahnya maka mereka segera menghubungi teman-temannya, delapan orang berangkat, Ian Aris Jodi Bayu dan Indra sedangkan yang lainnya teman dari Jodi,
Mereka berangkat melewati jalur selatan langsung menuju pertigaan langen, Ian menghentikan laju kendaraannya ia segera membagi tugas.


“ Ndes kita berpencar, ada berapa orang mereka Ris! "

Ucap Ian tegas,


“Dua puluhan ndes, ngga bakal mampu melawan kita kalau Cuma delapan orang ndes? “


“Aku tau makanya aku mau cari bantuan dulu, motor kalian sembunyikan disini saja, kamu yang pimpin ya Ris kan kamu yang tau keadaan disana tadi, masih banyak waktu ngga usah buru-buru, kalau mau aman jangan lewat jalanan dan jangan lewat jalan yang kamu lewati tadi ya Ris, “


“Siap, berapa lama kalian mau cari bantuan, kasihan Heru ndes! “


“ Setengah jam kita ketemu di sana, aku nanti dari selatan kalian terserah kalau bisa nanti di pancing dulu tapi ingat setengah jam ya? Dapat ngga dapat bantuan aku pastikan sampai lokasi dengan tepat, “


Ian dan Jodi langsung tancap gas, kini Jodi yang di depan ia lebih lihai berkendara di jalan yang lumayan terjal, mereka langsung ke rumah Panji.

Aris sendiri langsung mengatur siasat, setelah menyembunyikan kendaraannya ia dan Bayu mengambil posisi di dalam hutan sisi kiri jalan sedangkan Indra dan ketiga teman Jodi berada di hutan sisi kanan jalan, mereka berjalan santai dan sebisa mungkin tak menimbulkan suara berisik, kebiasaan berburu binatang para pemuda itu sekarang mereka gunakan untuk memburu musuh yang sedikit saja salah perhitungan bisa mengancam keselamatannya.
Kini Ian dan Jodi sudah berada di rumah Panji, untungnya Panji sudah tau kejadian pengeroyokan itu, dan sebelum Ian datang Panji sudah mengumpulkan masa yang jumlahnya sekitar lima belas orang.


“Oke Nji kali ini aku benar-benar hutang budi sama kamu, lain kali jangan sungkan untuk menagih hutangku ya? He he he"


“ Kalem cuk! Sekarang kita berangkat kesana mau langsung kita serang atau bagaimana? “


“Ayok tapi jangan langsung serang, kita masih ada waktu lima belas menitan, kita bawa kendaraan tapi jangan sampai lokasi ya? Mending masuk ke hutan kita main sergap aja Nji, gimana Jod kamu setuju ngga? “


“Aku Ikut aja ndes! Panji yang tau sikon dari sini biar dia yang pimpin, oke? “


“Siip.... Ayo Nji “

Ucap Ian, tujuh belas orang yang di pimpin Panji hanya menggunakan enam motor agar tak terlihat ramai dan tak membuat orang curiga, butuh lima menit untuk sampai di tempat penyimpanan kendaraan, lalu mereka melakukan hal yang sama di lakukan oleh Aris dan kawan-kawan, bedanya Panji dan yang lainnya bergerombol.

Setelah dekat lokasi Ian memanjat pohon yang lebih tinggi dari pohon yang lainnya sedangkan yang lain sudah siap di bawah. Masih ada waktu untuk memantau keadaan disana, darah Ian mendidih melihat Heru terkapar lemas tak berdaya, lalu Ian pun turun dari pohon, ia lihat jam di tangannya.


“Hem... Sudah waktunya”

Gumam Ian, dan benar saja ada suara teriakan dari arah berkumpulnya musuh dan itu artinya teman-temannya sudah mulai bergerak.


“ Nji gerilya! “


Teriak Ian, maka masa panji yang sudah siap langsung menyerang hanya tertinggal Ian dan beberapa orang saja yang masih diam di tempat, tapi tak berlangsung lama Ian tak bisa diam ia segera menyusul ke arena pertarungan, ia tak peduli lagi dengan teriakannya barusan, ternyata yang memancing kawanan itu adalah Aris, artinya masih ada beberapa orang di belakangnya.

Pertarungan sengit terjadi, kelompok Panji yang rata-rata masih muda tak begitu kuat melawan musuhnya, namun dengan jumlah yang hampir sama menjadikan pertarungan bertahan lama, ditambah lagi dengan kelompok aris baru saja ikut merangsek masuk.

Pertarungan pun semakin sengit saja, Ian sendiri sudah melumpuhkan satu orang dan orang itu ialah Bopeng, orang yang sudah dia kali berurusan dengannya.

Musuh yang Ian incar tak terlihat batang hidungnya, tapi melihat kondisi Heru yang terkapar membuat darah Ian kembali memanas.


“Ris! Bawa Heru ke dokter dulu cepat! “

Ucap Ian dan Aris pun segera mendekat ke arah Heru tentu dengan pengawasan Ian agar tak ada musuh yang menghalangi Aris, Saat Aris hendak berangkat menggunakan motor yang ia tinggalkan tadi tiba-tiba ada suara motor lain dan Ian tau persis suara motor itu,


“An ngga bisa sendiri oey... “

Teriak Aris, kemudian Ian melambaikan tangan ke salah satu teman Panji yang baru saja menjatuhkan lawannya, setelah itu Ian merangsek masuk dalam pertarungan, semangatnya kian berkobar saat melihat musuh bebuyutannya datang, beberapa rekan Ian juga sudah mulai tumbang, sedangkan Jodi dan Panji masih terlihat garang dua orang yang pernah melawan Ian itu menghadapi empat orang sekaligus, bukan perkara mudah untuk lolos dari serangan musuhnya jika lengah setiap saat mereka bisa saja mengalami hal yang fatal.

Kini Ian memburu mangsanya, namun mangsa yang ia incar mendapatkan pengawalan ketat dari dua temannya, Ian sadar ia tak kan mampu melawan mereka bertiga, lalu Ian memancing ketiga orang itu agar mendekat kearah Panji dan Jodi yang sudah berada di atas angin melawan musuhnya.


“Jod! “

Panggil Ian, dengan gaya tengilnya Jodi menghampiri Ian, tanpa babibu Jodi langsung menyerang Iwan dan kedua temannya diikuti oleh Ian yang juga merangsek maju, dua lawan tiga, namun lawan yang mereka hadapi memiliki postur tubuh yang lumayan besar sehingga beberapa kali Ian dan Jodi mendapatkan pukulan telak dari mereka.


“Pancing Jod, lumpuhkan salah satu dulu”

Bisik Ian kepada Jodi dan Jodi pun mengangguk paham, tiga orang mengelilingi mereka berdua, dalam hal ini pengalaman berkelahi bebas menjadi tolak ukur mereka dalam menyelesaikan urusan.
Ian menunjuk tepat ke arah Iwan dan mulai memancing emosinya.


“Kita lihat seberapa kuat uangmu bisa bertahan melawan kami ndes ha ha ha... “


“ Banyak bacot!! “

Wuuus...

Plak!..

Serangan mendadak di Terima Ian, sayangnya serangan itu harus patah oleh tinju Jodi yang tak kalah cepat, lalu disusul serangan dari kedua teman Iwan membuat Ian dan Jodi menjaga jarak antara satu dan yang lainnya, tentu hal itu ada keuntungannya, Ian menghadapi dua orang dan Jodi mendapatkan satu lawan, disaat Ian mulai keteteran Panji datang untuk membantunya, pertarungan satu lawan satu yang seharusnya seimbang tak terjadi kepada Ian dan Iwan, Ian terdesak dan terdesak, tenaga yang sudah terpakai untuk melawan musuh dari awal membuat Ian kelelahan.

Iwan yang merasa di atas angin mencoba terus merangsek dengan serangan-serangan frontalnya, Ian sendiri hanya mampu menghindar, ia tak ingin tumbang melawan Iwan hanya dengan cara seperti itu Ian dapat sedikit mengumpulkan tenaga sekaligus mencari celah agar dapat menjatuhkan musuhnya.

Hingga akhirnya sebuah pohon sebesar jempol kaki yang hampir mengering menjadi pegangan buat Ian, ide muncul seketika dan untungnya Iwan tak menyadari hal itu.

Ptak!!

Dengan keras Batang pohon tanpa daun itu melejit tepat mengenai wajah Iwan yang jelas Iwan kehilangan keseimbangan dan hal itu menjadi kesempatan untuk Ian, sekali terjang Iwan pun roboh bahkan Ian tak memberi ruang gerak untuk Iwan, kesakitan Heru terbalas sudah, karna keadaan Iwan tak jauh beda dengan sahabat Ian yang terkapar tak berdaya.

Pertarungan masih berlanjut, teman Ian yang lain belum juga mampu merobohkan musuhnya, memang musuh Ian dan kawan-kawan rata-rata umurnya lebih matang.

Ian ingat pesan dari mas Zaenal, tapi hal itu tak ia laksanakan, susah payah ia tarik kaki Iwan dan membawanya ke tengah arena perkelahian.


“ Hoy!!!... “


Lantang teriakan Ian dengan kaki tepat berada di wajah Iwan yang tubuhnya lunglai itu.


“ Berhenti atau ku habisi dia!... “


Sontak semua orang menghentikan pertarungannya, mata mereka tertuju ke arah Ian.


“Mundur dan bawa bos bodoh kalian pergi dari sini, atau kalian bersiap membawa pulang bangkainya! “


Teriak Ian lagi, namun sesuatu di luar dugaan, bopeng yang pertama kali di lumpuhkan Ian tiba-tiba menyerang Ian, al hasil Ian jatuh terjengkang, Pertarungan kembali memanas, lagi-lagi Ian berhadapan dengan bopeng,
Setelah bangun Ian langsung membalas perlakuan bopeng, ia tak peduli lagi dengan keadaan sekelilingnya lagi pula si bopeng lah yang telah memukul kakeknya, dia juga yang melakukan pengeroyokan kepadanya, membuat api dendam di diri Ian begitu kuat, hingga akhirnya bopeng tumbang untuk yang kedua kalinya.


“Cuiih!... Orang tua bodoh sepertimu layak mati cuk! “


Umpat Ian sambil terus memukuli bopeng yang duduk bersimpuh tak berdaya itu, Ian bukannya tak terluka ia pun babak belur melawan bopeng, stamina yang lebih kuat membuat Ian mampu bertahan dan menguasai keadaan, tak ada yang berani mendekat karna kubu Ian saat ini berada di atas angin.

Ian sadar Iwan telah siuman dan mencoba untuk bangun, maka Ian pun berhenti memukul, matanya tajam menatap Iwan.


Bugh!!...

Tendangan terakhir Ian merubah posisi Bopeng, kali ini ia benar-benar terkapar tak sadarkan diri.

Lalu Ian menghampiri Iwan, Iwan yang masih terbaring lemah dengan kepala yang mendongak keatas mencoba untuk bangkit.
Namun naas, tanpa rasa iba Ian langsung menerjang kepalanya sehingga Iwan kembali terkapar nafasnya tersenggal senggal dengan tubuh yang semakin lunglai, mata Ian menatap tajam ke arah musuhnya.


“Hari ini hari terakhirmu melihat terangnya dunia, nikmatilah selagi ada waktu, cukup sudah kubalas semua yang kamu lakukan kepada orang-orang yang kusayangi dan juga Heru yang tak tau apa-apa kau jadikan korbanmu, berdoalah sebisamu agar aku tak menghabisi semua keluargamu setelah kematianmu cuk! Dan asal kamu tau, Aku tak peduli dengan hukum yang akan menjeratku nanti. “

Ucap Ian dengan tatapan dinginnya, ia bersiap menghabisi musuhnya yang tak berdaya itu dengan seonggok batu di sampingnya,

Bugh!!

Aaargh!...

Tiba-tiba Ian terjungkal dengan satu pukulan dari belakang, begitu keras pukulan itu,


“Bodoh!.. “

Ucap orang yang memukul Ian dan orang itu tak lain adalah Zaenal, Ian pun terdiam.

“Cukup An! Dan kalian semua lihat di jalan raya sana, kalau kami mau kalian semua sudah rata dengan tanah! “


Seketika semua orang yang ada di lokasi itu menoleh kearah jalan raya, dua mobil truk berisikan puluhan lelaki dari utara dan selatan telah terparkir berhadapan.


“Tapi mas, biarkan kuhabisi biang keladi dari semua ini mas? “


“Ngga perlu! Lihat kondisinya dia sudah habis, apa kamu mau jadi pecundang yang menghabisi musuh dengan kondisi seperti itu hah!! Apa kamu lupa pesanku sampai hal seperti ini terjadi. “


“Ingat mas... Masalahnya mereka menghabisi Heru terlebih dahulu mas? “


“Mana Heru! “


“Berobat sama Aris mas”

Jawab Ian singkat, lalu Zaenal mendekati kelompok Iwan.


“Kalian semua bawa teman penjilat kalian ini berobat, bayar dengan uang yang kalian Terima darinya, dan ingat jika terjadi hal seperti ini lagi kalian akan berhadapan dengan dedengkot kalian sendiri, paham! “


Tak lama setelah itu, datanglah Aris bersama dengan temennya.


“Piye Ris, Heru mana? “

Tanya Ian kepada Aris.


“Masih disana ndes, kalem Heru emang Dancuk kok dia pura-pura pingsan ternyata ndes. “


“ Hem baguslah mending begitu dari pada bertahan malah modar nanti he he. .. “

Aris mendekati Ian dan berbisik

“ Ndes tadi ada dua cewek tanya kampung kita dan tanya nama kamu, sopo iku ndes? “


“Trus sekarang dimana mereka Ris? “


“Lha yo tak suruh pulang to ndes? Wong keadaan lagi kayak begini kok, piye to? “



Ian pun tersenyum lega, paling tidak satu masalah baru gagal ia hadapi, dan tak lama setelah itu semua orang pun membubarkan diri, Ian bersama yang lainnya ikut ke rumah Panji sedangkan Iwan dan bopeng yang mengalami luka lumayan parah di bawa oleh rombongannya.


BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd