Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
PART 8

AWAL MASALAH


IANTONO
Lelah menderaku pagi ini,
Heeuh,
Pertempuran pertamaku semalam membuat aku dan Indriani kelelahan di dalam kamarku entah berapa kali kami mengulang kenikmatan yang seharusnya belum boleh dilakukan itu,
Dan sekarang kekasihku masih terlelap disampingku begitu damai dengan seulas senyum di bibirnya,
Aih, hatiku meremang melihatnya, sanggupkah suatu saat nanti aku membahagiakannya dalam satu ikatan,
Aku merasakan begitu dalamnya dia mencintaiku,
Tapi apa balasannya, menjaga kesucianya saja aku tak sanggup, terus apa yang akan di banggakan dariku nanti?
Aaargh,
Bayangan ketakutan mulai bermunculan di otakku,
Lagi, kulihat kekasihku kupandangi lekat wajahnya,
Ah, demi kekasihku apa pun akan kulakukan,
Tak perlu risau tentang keadaan, dia yang pertama membangunkanku dari mimpi buruk kehidupan keluargaku, kenapa aku harus takut.
Kucekup kening kekasihku, perlahan tubuhnya menggeliat matanya masih terpejam tapi senyumnya mengembang indah, lalu dia memelukku erat,
“ Hey, udah pagi lho? Adek mau lanjut tidur lagi? “
Mendengar ucapanku seketika matanya membelalak lucu,
“ iih, masa sih mas? “
Hadeeeh, bukannya bangun malah tambah ndusel dianya, bakalan gagal berangkat kalo begini, Heeuh,
“ Le? “ Nah lho nenek manggil,
“ njih, “
“ Jadi keladang ndak, “
“ Jadi mbah “ Jawabku,
“ Yowis simbah duluan”
“Njih “
Bukannya aku yang bangun tapi Indriani yang langsung melepas pelukannya dan turun dari ranjang,
‘ kapok’ kataku pelan pada Indriani, Al hasil bantal sukses mendarat ditubuhku, karna lemparan dari Indriani,
Lalu aku keluar kamar diikuti Indriani dari belakang seperti biasa ujung kaos ku dijadikan pegangannya, Heeuh, benar kata teman temanku, dia takut aku kabur,
Celangak celinguk kulihat di meja ngga ada kopi pagiku,
Hadeeeh, nenek pagi pagi udah ngetes calonku aja,
Kebiasaan pagi hari ada sajian kopi terus sekarang ngga ada,
Rasanya ada yang kurang, akhirnya aku Cuma plonga plongo asem dah mulut,
“ Mas kenapa to kok kaya orang bingung gitu “
“ Sajen nya ngga ada dek, simbah lupa kayaknya, “
“ Sajen apa siiih? “
“ He he itu yang item pahit dek, biasanya ada kok, “
“ Oalah bentar ya mas, “
Bilang bentar, tapi ngajakin ke belakang bareng bikin segelas kopi sama teh,
Wedeeeh, sifat manjanya mulai keluar ternyata,
Tak lama setelah selesai ngopi dan sarapan Asti datang dengan tatapan penuh selidiknya,
‘Heeuh’ jadi malu kan,
Ternyata kedatangan Asti memaksa ingin ikut bantuin kerjaanku di ladang, setelah membersihkan diri jadilah dua gadis di sebelahku ikut membantuku, perjalanan pun sengaja lewat jalur selatan yang tidak melewati perkampungan,
Kami bertiga menyusuri jalan setapak menuju lokasi, suasana yang masih pagi tentunya sangat nyaman untuk perjalanan,
Apalagi ditemani dua gadis cantik yang suaranya begitu ceriwis mengalahkan cuitan burung pagi ini,
Anehnya mereka seolah lupa kejadian semalam, bener bener dah,
Sudah kuduga sih, sampai lokasi mereka ternyata Cuma duduk manis dibebatuan sambil saling ledek,
Dan sesekali kontrol kerjaanku, kan udah kayak pak mandor aja mereka, mana jam sembilan udah pada minta pulang lagi,
‘Heeuh’ ternyata kalau sudah kumpul kelakuan mereka jadi kayak anak kecil, senang sih lihatnya,
Bahkan di perjalanan pulang mereka masih saja bercanda, setelah ini rencanaku mau nganterin Indriani pulang ke rumah, tapi apa daya dianya masih ngga mau pulang juga,
‘nanti sore aja’ katanya.
Entahlah aku malah khawatir orang tua Indriani datang kesini.
Sampai tengah hari Indriani sibuk di dapur, aih, perempuan kalo udah masak suka lupa segalanya, termasuk pacar juga dilupakan, Heeuh.
Satu minggu berlalu,
Hampir setiap hari kekasihku selalu menyempatkan diri main ke rumahku, bahkan saat aku membuat pintu kamar dia tungguin sampai selesai,
Asti entah kenapa akhir akhir ini dia terlihat murung, setiap kutanya kenapa,
Selalu bilang ngga kenapa napa, tak seperti biasanya,
Aku merasa kehilangan dia, kenapa dan ada masalah apa? Tiga hari semenjak dari ladangku Asti terlihat aneh.
Siang hari dengan cuaca yang mendung membuat ku betah di rumah apalagi ditemani kekasihku, kehadirannya membuat rumah terasa ramai,
Jam satu siang aku kekasihku dan nenek yang sedang asyik bercerita tiba tiba dikejutkan dengan kehadiran pamanku dari kota S,
Entah ada apa sudah hampir dua tahun dia tidak pulang,
Lebih mengejutkan lagi dibelakannya berdiri seorang wanita muda berkerudung hitam,
Rumah ini berubah rame dengan kedatangan paklik Bambang,
Rumah yang tadinya hanya dihuni tiga orang kini ada enam orang dirumah ini,
Setelah paklik mengenalkan wanita yang ternyata istrinya,
Kini giliran hubunganku dan Indriani yang jadi bahan obrolan, banyak pertanyaan dari paklik Bambang yang sukses membuatku dan Indriani kelabakan,
Ditambah lagi penuturan dari kakek dan nenek yang bukannya membelaku tapi malah memanas manasi paklik Bambang agar segera datang ke orang tua Indriani untuk melamarkan keponakannya,
Terpaksa kujelaskan lagi apa yang sudah kurencanakan sebelumnya ke paklik, takutnya nanti paklik beneran ke rumah Indriani, kan repot semua urusannya.
Memang rencanaku untuk melamar Indriani setelah aku selesai membangun rumah sendiri, dan itu sudah ku bahas dengan Indriani, dia mendukung rencanaku itu,
Paklik memahami maksudku dan mengiyakannya, dan dia siap kapan pun jika suatu saat aku meminta bantuannya.
Dan paklik menawariku pekerjaan di kota S,
Belum juga aku jawab Indriani langsung komentar minta dicari in kerja disana sekalian,
Kalau aku mau kerja di kota S,
Sontak membuat paklik terkekeh geli,
“ ck ck ck, Kamu kasih apa pacarmu ini An, lah kok ngga mau jauh dari kamu, “
“ Kebiasaan itu mbang? Kalo ngga Ian yang ke sana ya Iin yang kesini, ya begini jadinya, repot kalo mereka pisah jauh”
Bukan aku atau Indriani yang jawab, malah nenek yang menimpali pertanyaan dari paklik, Hadeeeh, aku hanya bisa garuk kepalaku yang ngga gatal, sedangkan Indriani menyembunyikan wajahnya di belakangku,
Niatnya sore ini kuantar Indriani pulang tapi turun hujan, hingga lepas isya hujan baru mereda, lalu aku pamit mengantarkan Indriani pulang, dan mampir sebentar ke rumah Asti, dia masih terlihat ngga semangat ngobrol sama aku ataupun Indriani, ya sudah akhirnya Indriani ngajak pulang,
Sampai di toko mbak Mar aku mampir lagi untuk membeli rokok
“ mbak rokok sebungkus”
“ Eh mas Ian? Rokoknya apa tho, “
“ Biasa tho mbak, “
“ Oh siip, mbak Iin ngga sekalian beli mas, “
Walah iya kelupaan aku, kulihat Indriani tapi dia sudah menggeleng, ya sudah ngga jadi nawarin deh, sepertinya dia masih kesel sama mbak Mar pas waktu itu, setelah kubayar langsung cus berangkat lagi,
Di tengah perjalanan yang sepi kami berpapasan dengan seorang pemuda yang aku ngga tahu namanya, yang kutahu dia anak tunggal pak Carik, dan kenapa lagi Indriani tiba tiba memegang erat tanganku, pemuda itu melihatku dengan tatapan yang kurang bersahabat dan samar kudengar dia mengucapkan kata
‘asyu’ .
Kuhentikan langkahku dan Kubalas tatapan matanya, wanjir kayaknya cari perkara ni orang,
Tapi Indriani buru buru menarik tanganku,
“ Udah ah yaang, biarin aja, “
Kuturuti Indriani dan segera pulang, tumben Indriani manggil ‘yang’ lagi, ah sudahlah yang jelas aku penasaran sama anak pak Carik tadi, segera kuantar pulang kekasihku dan di perjalanan pun aku lebih banyak diam,
Sampai di rumah Indriani pun aku tidak masuk hanya didepan rumah sebentar langsung ke rumah Heru, ah nihil orangnya ngga ada lagi,
‘kampret memang, ke mana ini anak, ‘ Pikirku.
Akhirnya aku pulang menyusuri jalanan yang sepi sendirian pula, Hadeeeh,
Ditoko mbak Mar juga sudah sepi dari tadi, seperti biasa setiap habis hujan warga enggan sekali keluar rumah,
Di perempatan jalan yang menuju hutan kulihat ada seseorang mondar mandir, deeegh!!
Diakan anak pak Carik, hem ngga bener ini,
Benar saja setibanya di perempatan jalan dia langsung menghadangku,
“Woy! Nyuuuk! “
Seketika darahku mendidih mendengar teriakannya, kupasang kewaspadaanku,
Walau bagaimanapun dia lebih dewasa, dan postur tubuhnya sedikit lebih besar dariku,
Oke dia yang memulai dan aku siap, tunggu apa lagi,
“ Ngopo suu, bacotmu rak penak di rungokne, “(“Kenapa njing, bacot mu ngga enak didengarnya, “)
Kulihat gerak geriknya, dia mau main pukul ternyata, uh enak kalo sudah siap begini, pikirku,
Benar saja dia langsung menyerangku, wuuus,
Lolos pukulan pertamanya disusul lagi pukulan kedua dan lolos lagi,
Buugh! Aaargh...
Aku lengah, kaki kanannya berhasil mendarat dipaha sampingku, membuatku sedikit limbung, Buugh, Buugh! Aargh, blaaam,
Pukulannya tak sekeras Jodi, tapi sikap meremehkanku membuatnya berhasil menjatuhkanku di tanah yang lembek dan becek ini,
“ Tangi Nyuuuk!! Mung semono tenagamu, ha ha ha.... Mung semono iku pacare calon bojoku ha! “
(“ Bangun nyeet!! Cuma begitu saja tenagamu, ha ha ha... Cuma begitu pacarnya calon istriku ha! “)
‘Deeegh’
Seketika aku bangun, habis sudah kesabaranku, adu pukul langsung terjadi tak banyak pukulan yang kudapat,
Sebaliknya mukanya sukses kubuat lebam disana sini, masa bodoh kalo perlu kuantar sekalian keliang Lahat, pikirku,
Ucapannya benar benar menohok membuat aku hilang kendali,
“ ho ho ho, semene thok tenagane asu seng arep ngrebut pacarku, ha? “
(“ho ho ho, segini aja kekuataan anjing yang mau merebut pacarku, ha? “)
Hiiat wuuus tap!! Buugh, Aaargh!!......
Pukulan tangan kanannya berhasil kutangkis dengan tangan kiriku dan telak kuhadiahi sebelah matanya dengan pukulan penuh tangan kananku,
Tak kusia siakan kesempatan emas ini, dan
Buugh, Aaargh,
Telinga kirinya sukses kena pukulanku, lagi,
Buugh!! Aaargh....
Gantian telinga kanan dengan mudah kupukul, terakhir kakiku mendarat tepat diperutnya,
Buugh! Aaargh... Blaaam,
“ Aaaaih, semene thok suu! Tangi !! “ (“Aaaaih, begitu doang njing! Bangun kamu!! ) sakit ya ha!! “
Tiba tiba, Buugh!! Aaaaaaargh....
Aku lengah lagi, pukulannya sukses kena pelipisku,
Sontak kubalas dengan membabi buta,
Pukulan pukulan telak sukses mengenai mukanya membuat serangannya tak begitu berarti lagi, yap dia melemah dan harus kulumpuhkan,
Pukulan lurus tangan kanannya berhasil kutangkis dan kali ini tak ku balas dengan kepalan tinju, melainkan jari jemari ku tekuk dan ku hantam ketiaknya,
“Aaaaaaargh..... “
Seketika tangan kanannya lunglai, dan apa peduliku, kutarik tangan kirinya kembali kuhadiahi hal yang sama
Pada ketiak kanannya, impas kedua tangannya lunglai tak bertenaga,
Lolongan kesakitan darinya tak ku pedulikan lagi,
“ Mingkem hoy! Ra usah mewek! ndi cangkemanmu mau hah!”
(“Diam hoy! Ngga usah nangis! Mana bacotmu tadi hah!”)
Aku ngga peduli mau ada yang lihat atau mendengar, yang jelas jalanan ini lumayan jauh dari rumah warga, dan kondisi setelah hujan sangatlah sepi,
Sudah babak belur dan masih sempat sempatnya mengumpat anak pak Carik ini,
“ Ha ha ha orang seperti kamu ngga bisa melawanku, tetap saja pacarmu itu akan kunikahi, uuhk uuuhk, “
“ Hey Suu!!” (“Hey njing!! )berharaplah kamu bisa menikmati matahari besok! “ Kalap kuhajar seonggok daging yang sudah tak mampu melawanku itu, buuuuugh!!!! Blaaam, Aaargh..... Dia roboh dan tak mampu lagi menahan kesakitannya,
“Mingkemo Suu!” (“ Diam kamu njing!)” Kataku, lalu,
Buuuugh!! Buuuugh!!! Buuuugh!!... aaamph,
Diam, dan tak ada pergerakan, lalu,
“ uuuhuk uuuhuuk”
“Ooh masih hidup kamu ternyata”
Dan buuuugh!!! Hoooek... Buuuugh!! Hoooek... Tendangan terakhirku bersarang pas di ulu hatinya, lalu aku pulang dengan badan yang sangat kotor, gerimis kembali mengguyur kampung,
Tak ada rasa takut hari esok apa yang akan kuhadapi, yang jelas sudah pasti orang tuanya ngga bakal terima anak tunggalnya kubuat babak belur,
Mau dilaporkan pun aku siap, tapi yang kutahu selama ini tak ada keributan didaerah sini yang dilaporkan ke pihak berwajib, sedikit tenang sih, tapi kalo yang kuhajar tadi mati, aah masa bodo urusan besoklah,
Sampai dirumah kakek dan paklik masih asyik ngobrol diruang tamu, mereka kaget melihat kedatanganku yang kotor penuh lumpur dan pelipisku berdarah,
Bahkan kakek sampai geleng kepala melihat keadaanku,
“ck ck ck lee? Kamu berantem sama siapa lagi, cepat mandi sana, “
“ Njih mbah”
Aku segera ke kamar mandi dan membersihkan diri, setelah selesai kakek langsung memanggilku,
“ sini le, sama siapa kamu tadi berantem, “
“ Anaknya pak Carik mbah, “
“ Masalah apa kok berantem, memangnya ngga bisa ngomong baik baik to le, “
“ Dia yang mulai mbah”
Lalu kujelaskan masalahnya dari awal ketemu sampai keributan berakhir,
Lagi lagi kakek berpesan,
‘jangan pernah mau harga dirimu diinjak injak, kalau kamu tidak mau jadi orang lemah, ‘
Kuiyakan saja wejangan kakek,
Lalu kakek pergi dan ambil senter, sempat kutanya mau ke mana,
‘ mau lihat bocahnya sudah sadar atau belum’
Katanya,
Sedangkan paklik masih asyik dengan rokok kereteknya,
Sesekali melihatku,
Setelah kakek pergi baru paklik buka suara,
“Sepertinya kamu mesti ikut paklik An, “
“ Lho la ladang ku gimana paklik, “
“ Halah ladang apa ladang? Pacarmu nanti paklik cariin kerja disana, sementara kamu dulu yang berangkat, “
“ Hadeeeh paklik ini malah ngledekin ae to,”
“ Udah tenang aja, watak Carik keparat itu sudah pasti nurun ke anaknya, ngga usah takut berlebihan, “
“Njih paklik, lho lha kalau anaknya tadi modyar piye paklik, “
“ Ngga segampang itu orang mati An, kecuali kamu hajar pake senjata tajam, pake tangan kosong to kamu tadi, “
“ Njih”
Jawabku lalu paklik acungkan jempolnya,
Apa coba, keponakan berantem kok malah diacungi jempol,
Eh tadi kok paklik bilang Carik keparat, wah ini nih, jangan jangan mereka pernah berseteru nih,
Lalu paklik menjelaskan kalau tadi kakek cerita masalah ku yang terlibat perkelahian dengan Jodi dan juga yang dikeroyok sama teman Jodi,
Makanya besok paklik mau ke kampung sebelah mau menyambangi mas Zaenal,
Dan aku berpesan agar jangan memperpanjang masalahku disana, karna menurutku masalah itu sudah selesai di pendopo waktu itu,
Tak lama setelah itu kakek datang dan bilang orang yang ku buat babak belur sudah tidak ada,
Ah lega setidaknya tinggal urusan besok,
Yang penting orangnya tidak mati sudah lebih dari cukup membuatku tenang.
Pagi hari ini tak ada kegiatan yang kulakukan,
Kakek dan nenek pergi ke ladang sedangkan paklik dan istrinya sudah berangkat ke tempat mas Zaenal,
Ngrokok ngopi sudah, baru jam sembilan mau nggapain ini,
Ah iya, ke tempat Asti aja lah,
Aku butuh penjelasan darinya, melihat Asti seperti itu membuat pikiranku kusut, aku ngga mau dia seperti itu,
Dan tugasku membuat dia kembali tersenyum sebelum aku berangkat kerja nanti,
Tak butuh waktu lama dua menit juga sudah sampai ke tujuan,
Baru juga sampai depan rumah, orang yang kutuju sudah keluar duluan,
“Mbul,”
“Hem? “
Hadeeeh, menjawab tapi tak melihatku masih saja begitu, apa gerangan salahku,
“ a aku mau ngomong serius b boleh ngga mbul, “
Lagi lagi tak menjawab malah aku ditinggal masuk rumah, tinggal aku duduk sendirian diluar, masa bodo lah, tak tungguin sampai dia keluar,
‘Iyees’ yang kutunggu akhirnya keluar juga, dan ternyata masuk itu membuatkan aku kopi toh,
Asem, untung aku ngga langsung pergi, bisa tambah kesel dia sama aku, lalu gelas kopi itu diberikan padaku,
“ Niih, mau ng. “
Tiba tiba ucapannya terhenti saat melihat di mukaku ada bekas luka, tatapannya tampak berbeda tadinya cuek sekarang berubah menjadi tatapan penuh tanya,
“ Kamu kenapa lagi mas? “
“ Kamu juga kenapa kok berubah gini mbul, apa salahku, kalau sikapmu kayak gini buat apa juga kamu tahu aku kenapa, ngga perlukan? “
“ hiiks, kok mas ngomongnya gitu? “
“ kamu juga sikapnya aneh sama aku kok mbul, sudahlah mbul, aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu, sekalian aku pamit mau pergi ke kota, sekali lagi aku minta maaf kalo aku ada salah, “
Entahlah dadaku terasa sesak, emosiku tiba tiba naik, mungkin lebih baik aku pergi saja, daripada aku disini melihat dia nangis,
Aku pun berdiri dan kujulurkan tanganku sebagai ucapan maafku,
“ Hiiks, mas jangan pergi to mas hiiks”
“Kalo kamu cengeng begini aku benaran pergi mbul, pusing aku kebanyakan masalah, kesini pengen berbagi malah begini, aku tanya apa salahku kamu juga ngga jawab, piye. “
“ Bukan ngga mau jawab mas? Tapi, hiiks, “
Lalu Asti berdiri dan memelukku sangat erat, isak tangisnya pun semakin menjadi,
Aargh, sesak dadaku aku ngga kuat, lalu kuajak Asti masuk ke rumah, malu rasanya kalo ada yang lihat dia nangis sesenggukan begitu,
Didalam rumah Asti masih saja memelukku, isakan tangisnya semakin dalam, dan mampu membuat amarahku luluh,
“ udah ah jangan mewek, mending galakin aku aja, ngga apa apa kok mbul,”
Kubalas pelukannya tanpa sadar kucium keningnya, sontak membuatnya kaget begitu juga aku tak kalah kagetnya,
“e eh maaf mbul, refleks aku,” Akhirnya dia tersenyum juga, lega pikirku,
“modus ah mas, main cium aja”
“ he he, aku minta maaf ya, sudah bikin kamu kayak gini, “
Suasana yang kaku pun akhirnya mencair juga, jujur aku ngga sanggup melihat Asti sedih begitu, baru Ku ingat kopiku masih diluar, kuambil kopi yang mungkin sudah mulai dingin,
Baru saja ku seruput kopi, kulihat pak Carik berjalan dari arah rumahku, fiuh, belum reda emosiku dengan anaknya sekarang bapaknya maranin kesini, baiklah mumpung masalahnya masih anget kuladeni apa maunya. Dari kejauhan jari telunjuknya sudah di acungkan ke arahku, sampai dekat pun masih saja jari telunjuknya tak di turunkan
“bajingan!! kamu apa kan anakku!! “
Tanpa kata Jari telunjuknya langsung ku tarik ke atas, kraak, “aaargh “
Kutatap tajam matanya tanpa melepas jari telunjuknya, dan dia meringis menahan sakit,
“ sampean itu orang yang dihormati di kampung ini, masa iya bahasa sampean kayak begitu, dan jari bapak ini mungkin lebih baik saya patahkan sekalian saja“
Jari telunjuknya semakin kutarik ke atas, kraaack,
“ aargh... Lepas bangsat! Aaargh.... “
Kraack, semakin kutarik jari telunjuknya membuat pak Carik melolong keras, dan baru kulepaskan jarinya setelah dia melolong yang kedua kalinya,
“ Bangsat!! “ Wuuus, tap! Buugh! Aaaargh... Kepalang tanggung, kata kata anaknya masih terngiang jelas, di telingaku membuat aku tak segan untuk melawan orang tuanya, kutangkis pukulannya dan kubalas pukul mata sebelah kanannya,
“ Ho ho, silahkan lawan saya dan ngga perlu ragu sampean pak! “
Tak ada jawaban dari pak Carik, dia masih sibuk memegang mata yang barusan kena bogem mentahku,
“ Benar benar bajingan, kamu akan terima akibatnya, camkan itu! “
“Sampean sendiri yang bilang saya bajingan kan?, jadi kalau begitu ngga salah dengan apa yang saya lakukan ke sampean kan, “
“ ha ha ha... Betul anak muda, aku curiga jangan jangan kamu ini anak lonte ya, pantas saja kelakuanmu seperti seorang bajingan, “
Habis sudah kesabaranku mendengar ocehan tua bangka itu,
“asu!! modyar kowe wong!! Buugh! Buugh!! Buugh!! Blaam! dia limbung dan terjerambab ketanah, Tak kuhiraukan lagi erang kesakitannya, terus kutendang membabi buta, bahkan mulutnya mengalir darah segar, dan satu giginya pun jatuh ketanah, jelas tanpa perlawanan dia sama sekali tak menyangka aku akan sekalap itu, aku belum berhenti menendang bahkan ketika ada sebuah tangan menarikku dengan mata sembabnya dia memohon agar aku menghentikan tindakanku, kakiku masih saja menendangnya,
“mas Ian sudah mas? Hiiks sudah mas? “
“Ngga mbul, lepasin aku! dia sudah menghina ibuku mbul! Dia harus terima akibatnya mbul, lepasin aku! “
“ Hiiks, mas sudah mas? “
Kutepis tangan Asti, hanya satu di pikiranku saat ini, siapa pun yang menghina ibuku akan kuberi pelajaran seberat beratnya, lagi, Buugh!! Buugh!! “Hoooek...“ kini ulu hatinya menjadi sasaran empuk tendanganku entah berapa kali dada dan perutnya Ku tendang semauku, tiba tiba paklik Bambang dan mas Zaenal datang menghampiriku, segera lenganku ditarik oleh mereka,
“ Wis An, wis, modar tenan bangsat iki ngko, “ (sudah An, sudah, mati beneran bangsat ini nanti,)
Mataku masih memandang penuh amarah ke orang yang berani beraninya menghina orang yang telah melahirkan ku, aku tak peduli dia siapa mau orang tua mau anak muda aku tak peduli,
Tapi tarikan tangan paklik begitu kencang sehingga membuat ku menjauh dari orang yang ku aniaya itu,
“biar kubunuh dia paklik, dia sudah menghina ibu, aku ngga terima paklik, “
“Sudah An, paklik bilang sudah ya sudah, percuma saja, manusia bangsat ini ngga akan sadar dengan kelakuannya sendiri, “
Lalu paklik Bambang menarik krah baju pak Carik dengan kasarnya,
“ Hoy Carik bangsat, minggat dari sini atau aku yang akan menyeretmu sampai rumah, minggat cepat!! “
Blaam, kerah baju pun dilepas dan sedikit didorong oleh paklik Bambang, membuat pak Carik terjatuh lagi,
“ Uhuk uhuk awas kalian, “
Lalu pak Carik bangun dan berjalan gontai meninggalkan kami, aku pun pulang ke rumah bersama paklik dan mas Zaenal, Asti ikut di belakang kami bertiga, aku tahu ini adalah awal konflik yang harus kuhadapi,
Kurasa paklik sudah paham masalah ini, makanya dia sudah tidak banyak bertanya lagi, mas Zaenal pun hanya geleng kepala melihat kelakuanku dan menggumam ‘ paklik dan keponakan sama saja, ‘
Sampai di rumahku bulik terlihat cemas, aku yakin dia memperhatikan semuanya dari rumah, lalu paklik Bambang minta tolong dibuatkan teh hangat oleh istrinya, saat bulik ke dapur lalu Asti mengikutinya, memang biasanya sih dia paling rajin membantu kalau masalah dapur, tiba tiba, bugh, Paklik meninju pelan dadaku, “ Edan kowe An, anaknya kang arip kamu pacari juga? “ aku Cuma cengar cengir nanggepin omongan paklik Bambang, akhirnya kita ngobrol membahas segala kemungkinan mengenai masalahku ini, dan beberapa nasehat dari paklik maupun mas Zaenal kutampung semua, disela obrolan aku bilang kalau tadi giginya pak Carik ada yang patah satu, paklik dan mas Zaenal malah tertawa, “oalah dulu satu gigi kamu yang matahin mbang, lah ini satu lagi di patahin sama keponakanmu, jan nasib Carik kok ya apek ditangan kalian berdua tho, “ sontak aku ikut tertawa mendengar penuturan mas Zaenal barusan, sekitar jam dua siang semua bubar, Asti pamit pulang, setelah itu mas Zaenal juga pamit, paklik sama istrinya juga mau keliling kampung katanya, sedangkan kakek dan nenek masih sibuk di belakang, ya sudah kugunakan waktuku untuk istirahat siang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama, waktu yang sama, di tempat berbeda,
Seorang pemuda bermesraan dengan seorang wanita muda yang sedang hamil, didalam kamar pengantin wanita itu, yang jelas mereka bukanlah pasangan sahnya, mereka begitu mesranya kondisi rumah yang mendukunglah yang membuat mereka bisa seperti itu, saling peluk dan cium, bahkan obrolan mereka begitu vulgarnya,
“ Mbak nambah yuk, udah pengen lagi ini lho, si wanita pun tersenyum manis mendengar perkataan pemuda itu,
“ih, lecet beneran memekku nanti Her kamu entot terus hi hi hi, “
“ lho, katanya biar dedek bayinya sehat? Piye toh, “
“iya sih, hi hi hi, ayuk ah, jadi ngga nih nyodoknya, biarin aja nanti pas suamiku pulang dari kota kamu kan susah mau ngentotnya Her, “
Kemudian wanita hamil itu mengangkangkan kakinya, terpampang gundukan memek tembem dengan sedikit bulu diatas belahan memeknya yang agak terbuka, terang saja membuat pemuda di sebelahnya langsung berbinar matanya, tak menunggu lama pemuda itu langsung mengarahkan senjata andalannya keliang memek wanita yang sedang mengandung itu, bleees, aaaaah, “masih geli mas Her.... Aaaiih tapi enaakh, “
“ piye? Enakkan mana sama punya suamimu mbak, “ pemuda itu mulai menggoda wanita yang sedang mengangkang di bawahnya, sesekali di cubit puting susunya, membuat wanita hamil itu menjerit kegelian karna ulah si pemuda,
“ aih nakal aah, enak semua mas Her, sama aja kok, aah, genjot yang kenceng mas aaach, aku mau nyampe niiih aaaach iyaah terus, yang kenceng maas aaaach,“
Lalu pantat wanita itu digoyang sendiri olehnya,
“ Maas aaah aaah iyaaah, terus mas kontolin aku maas aaah.... “
Sementara sang pemuda terus menggenjot dan wanita di bawahnya menggoyang pantatnya tak tentu arah, membuat batang yang asyik keluar masuk itu terlepas buru buru diraih dan dimasukkan lagi ke lubang memeknya, sepertinya si pemuda ingin lebih lama bercinta dengan wanitanya, di tarik pinggang wanita itu hingga posisinya menjadi nungging, bleeees, dimasukkan lagi kejantanannya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan wanita itu, tak butuh lama wanita hamil dibawahnya kembali kelojotan dan mengejat oleh sodokan si pemuda, lalu di cabut batangnya, entah dapat ide dari mana batang itu digesek gesekkan kelubang yang satunya membuat si wanita mengerang kegelian,
“ iiih mas kok ke situ? Geli aah, maas aaah, “
Mendengar erang kegelian wanitanya membuat pemuda itu semakin nekat, ujung kontolnya kini Di masukkan sedikit kelubang itu membuat wanitanya mengegolkan pantat tapi anehnya wanita itu tidak menolaknya, malah merintih kegelian, “ Iiih mas iih geli aah mas, “
“ Boleh dicobain ya mbak, memekmu udah banjir lho mbak, boleh ya? “
“hu um, tapi pelan yah belum pernah soalnya mas “
Lalu dikecup punggung wanita itu dan batangnya didorong pelan memasuki lubang matahari si wanita, membuat si wanita meringis menahan nyeri, tapi lagi lagi dia tidak protes dengan tindakan pemuda itu, yang dilakukan hanya memejamkan mata dan mendongak sambil menggigit bibir bawahnya yang agak tebal itu, tampaknya perjuangan pemudanya membuahkan hasil, batangnya sukses memasuki lubang matahari yang masih perawan milik istri orang itu, “aaah” mereka mengerang bersamaan, batang itu dibiarkan tenggelam tanpa digerakkan sama sekali, hingga wanitanya mengegolkan pantat dan meminta disodok pelan oleh pemudanya,
“ aaah, sodok yang pelan mas, agak perih tapi gatal mas aah..... “
“ Iya mbak, akhirnya aku dapat perawanmu mbak, eeegh, “
Lalu pelan pelan pemuda itu mulai menyodokkan pelan batangnya ke lubang matahari si wanita, “uuuuh,” erangan kembali terdengar dari keduanya, “uuugh enak mas mengganjal geli geli aneh rasanya, iiih, terus mas kencengin aja udah ngga perih kok, aaaach, “ pemuda itu tampaknya juga sudah tak tahan menahan gejolak birahinya suara benturan pantat dan selangkangan kian nyaring terdengar begitu juga dengan erangan keduanya saling bersahutan sesekali diremas dua gundukan yang menggantung indah didada wanita itu, dan tangan yang satunya sibuk mengocok lubang memek yang tambah banjir oleh cairan kenikmatan wanitanya, sehingga membuat wanitanya semakin merintih dan lagi lagi mengejat beberapa kali sontak membuat batang yang di dalam lubang mataharinya ikut tertarik semakin ke dalam dan tak sanggup lagi menahan cairan kenikmatannya dan creet creet, pemuda itu pun menumpahkan didalam lubang matahari yang panas dan tubuhnya ambruk tanpa mencabut batangnya menimpa si wanita, membuat pemiliknya kembali mengejat nikmat, setelah cukup beristirahat mereka memakai kembali pakaian yang berantakan di kasur, setelah itu si pemuda melumat bibir si wanita dengan mesra dan langsung pamit pulang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama setelah magrib dirumah pak Karman
Dengan muka lebam pak Carik datang sendirian ke tempat pak Karman, sontak membuat sang tuan rumah kaget, dan menanyakan kenapa tamunya bisa babak belur begitu, dengan penuh semangat dia ceritakan masalah apa yang terjadi dengan dirinya siang tadi dan anak semata wayangnya semalam, yang intinya Indriani dianggap sumber dari masalah itu, dan pak Karman langsung memanggil anak gadisnya, Indriani pun menghampiri sang bapak dengan begitu malasnya,
“ njih pak enten nopo, “ (Iya pak ada apa,)
“ Kamu lihat ini, kamu tahu ini ulah siapa, “ Indriani tak menjawab pertanyaan bapaknya, karna memang dia tak tahu siapa pelakunya, dan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya saja,
“ Ini ulah pacar kamu, terus apa kamu masih mau kekeuh sama dia yang kelakuannya sudah seperti begundal itu hah! “ lagi lagi Indriani tak menjawab apa yang ayahnya katakan, air mata perlahan membasahi pipi gadis itu, lalu pak Carik menimpali perkataan pak Karman,
“ sudah, sudah pak Karman kasihan putri bapak, biarkan masalah ini saya pikirkan bagaimana nanti kedepannya, kedatangan saya kesini hanya ingin mengingatkan saja, biar nak Indriani yang memutuskan harus bagaimana nanti nasib begundal itu, mengingat kejadian waktu terakhir saya kesini, sepertinya nak Indriani kurang suka, bukan begitu nak Indriani? Mumpung saya kesini sekalian saya mau perjelas, secepatnya saya akan datang lagi untuk melamarkan putra semata wayang saya, bagaimana nak Indriani, saya ngga mau nanti anak saya kecewa kalau sampai ditolak sama nak Indriani soalnya“
Sontak membuat Indriani kaget, dan langsung beranjak dari duduknya,
“Ngga mau!!”
“Indriani!! “ bentak bapaknya, sedang sang ibu yang masih sibuk di dapur juga mendengarkan pembicaraan di ruang tamu segera keluar mendengar suara bentakan dari suaminya itu, lagi lagi pak Carik berbicara,
“ Ngga masalah kalau ditolak kok pak Karman, ya terpaksa secepatnya juga begundal itu saya laporkan ke polisi, ya sudah saya pamit dulu, maaf lho sudah merepotkan pak Karman, “
Entah apa yang dipikirkan gadis itu dia berdiri diam tak bergerak bahkan menangis pun tidak,
“ loh kok buru buru pak kopinya belum diminum ini pak “ jawab pak Karman,
Senyum licik terlihat di bibir menghitam milik pak Carik, tanpa menjawab dia pergi dari rumah pak Karman
Merasa putrinya di ancam dan ada yang janggal disenyum terakhir tamunya membuat sang kepala keluarga menaruh rasa iba kepada putrinya, dia yang semula ingin sekali menjodohkan putrinya dengan anak pak Carik berubah seketika, ada ketakutan dihatinya, dia tahu anak gadisnya sedang diancam, jika putrinya menolak sudah pasti kekasihnya masuk penjara, memang tak masalah dengannya, tapi bagaimana dengan putrinya? sedangkan dia tau betul watak putrinya, walau bagaimana pun kebahagiaan putrinya adalah yang utama,
“ nduk? Maafkan omongan bapak tadi ya? Kok pak Carik tega begitu sama kamu, bagaimana nanti kalau kamu jadi menantunya? “
“ ya sudah pak, kita pikirkan masalah ini bareng bareng, memang begitu kelakuan pak Carik dari dulu kan pak? Sekarang semua tergantung Indriani, kita ngga bisa berbuat apa apa lagi, “ jawab sang ibu,
“ hiks pak, bu, Iin boleh ke tempat Asti ngga, “
“loh kamu mau tidur disana lagi nduk? “ jawab bapaknya, lalu ibunya menimpali sang bapak,
“ Sudah biarkan aja pak, mungkin disana Iin bisa tenang, biar ibu saja yang antar ya pak? “
“ Ya sudah, jangan lewat jalan biasanya takut pak Carik masih ada dijalan, “ jawab pak Karman kepada istrinya,
Lalu Indriani dan ibunya pergi ke Rumah Asti melewati jalan setapak, seperti saran pak Karman.
BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
PART 8

AWAL MASALAH


IANTONO
Lelah menderaku pagi ini,
Heeuh,
Pertempuran pertamaku semalam membuat aku dan Indriani kelelahan di dalam kamarku entah berapa kali kami mengulang kenikmatan yang seharusnya belum boleh dilakukan itu,
Dan sekarang kekasihku masih terlelap disampingku begitu damai dengan seulas senyum di bibirnya,
Aih, hatiku meremang melihatnya, sanggupkah suatu saat nanti aku membahagiakannya dalam satu ikatan,
Aku merasakan begitu dalamnya dia mencintaiku,
Tapi apa balasannya, menjaga kesucianya saja aku tak sanggup, terus apa yang akan di banggakan dariku nanti?
Aaargh,
Bayangan ketakutan mulai bermunculan di otakku,
Lagi, kulihat kekasihku kupandangi lekat wajahnya,
Ah, demi kekasihku apa pun akan kulakukan,
Tak perlu risau tentang keadaan, dia yang pertama membangunkanku dari mimpi buruk kehidupan keluargaku, kenapa aku harus takut.
Kucekup kening kekasihku, perlahan tubuhnya menggeliat matanya masih terpejam tapi senyumnya mengembang indah, lalu dia memelukku erat,
“ Hey, udah pagi lho? Adek mau lanjut tidur lagi? “
Mendengar ucapanku seketika matanya membelalak lucu,
“ iih, masa sih mas? “
Hadeeeh, bukannya bangun malah tambah ndusel dianya, bakalan gagal berangkat kalo begini, Heeuh,
“ Le? “ Nah lho nenek manggil,
“ njih, “
“ Jadi keladang ndak, “
“ Jadi mbah “ Jawabku,
“ Yowis simbah duluan”
“Njih “
Bukannya aku yang bangun tapi Indriani yang langsung melepas pelukannya dan turun dari ranjang,
‘ kapok’ kataku pelan pada Indriani, Al hasil bantal sukses mendarat ditubuhku, karna lemparan dari Indriani,
Lalu aku keluar kamar diikuti Indriani dari belakang seperti biasa ujung kaos ku dijadikan pegangannya, Heeuh, benar kata teman temanku, dia takut aku kabur,
Celangak celinguk kulihat di meja ngga ada kopi pagiku,
Hadeeeh, nenek pagi pagi udah ngetes calonku aja,
Kebiasaan pagi hari ada sajian kopi terus sekarang ngga ada,
Rasanya ada yang kurang, akhirnya aku Cuma plonga plongo asem dah mulut,
“ Mas kenapa to kok kaya orang bingung gitu “
“ Sajen nya ngga ada dek, simbah lupa kayaknya, “
“ Sajen apa siiih? “
“ He he itu yang item pahit dek, biasanya ada kok, “
“ Oalah bentar ya mas, “
Bilang bentar, tapi ngajakin ke belakang bareng bikin segelas kopi sama teh,
Wedeeeh, sifat manjanya mulai keluar ternyata,
Tak lama setelah selesai ngopi dan sarapan Asti datang dengan tatapan penuh selidiknya,
‘Heeuh’ jadi malu kan,
Ternyata kedatangan Asti memaksa ingin ikut bantuin kerjaanku di ladang, setelah membersihkan diri jadilah dua gadis di sebelahku ikut membantuku, perjalanan pun sengaja lewat jalur selatan yang tidak melewati perkampungan,
Kami bertiga menyusuri jalan setapak menuju lokasi, suasana yang masih pagi tentunya sangat nyaman untuk perjalanan,
Apalagi ditemani dua gadis cantik yang suaranya begitu ceriwis mengalahkan cuitan burung pagi ini,
Anehnya mereka seolah lupa kejadian semalam, bener bener dah,
Sudah kuduga sih, sampai lokasi mereka ternyata Cuma duduk manis dibebatuan sambil saling ledek,
Dan sesekali kontrol kerjaanku, kan udah kayak pak mandor aja mereka, mana jam sembilan udah pada minta pulang lagi,
‘Heeuh’ ternyata kalau sudah kumpul kelakuan mereka jadi kayak anak kecil, senang sih lihatnya,
Bahkan di perjalanan pulang mereka masih saja bercanda, setelah ini rencanaku mau nganterin Indriani pulang ke rumah, tapi apa daya dianya masih ngga mau pulang juga,
‘nanti sore aja’ katanya.
Entahlah aku malah khawatir orang tua Indriani datang kesini.
Sampai tengah hari Indriani sibuk di dapur, aih, perempuan kalo udah masak suka lupa segalanya, termasuk pacar juga dilupakan, Heeuh.
Satu minggu berlalu,
Hampir setiap hari kekasihku selalu menyempatkan diri main ke rumahku, bahkan saat aku membuat pintu kamar dia tungguin sampai selesai,
Asti entah kenapa akhir akhir ini dia terlihat murung, setiap kutanya kenapa,
Selalu bilang ngga kenapa napa, tak seperti biasanya,
Aku merasa kehilangan dia, kenapa dan ada masalah apa? Tiga hari semenjak dari ladangku Asti terlihat aneh.
Siang hari dengan cuaca yang mendung membuat ku betah di rumah apalagi ditemani kekasihku, kehadirannya membuat rumah terasa ramai,
Jam satu siang aku kekasihku dan nenek yang sedang asyik bercerita tiba tiba dikejutkan dengan kehadiran pamanku dari kota S,
Entah ada apa sudah hampir dua tahun dia tidak pulang,
Lebih mengejutkan lagi dibelakannya berdiri seorang wanita muda berkerudung hitam,
Rumah ini berubah rame dengan kedatangan paklik Bambang,
Rumah yang tadinya hanya dihuni tiga orang kini ada enam orang dirumah ini,
Setelah paklik mengenalkan wanita yang ternyata istrinya,
Kini giliran hubunganku dan Indriani yang jadi bahan obrolan, banyak pertanyaan dari paklik Bambang yang sukses membuatku dan Indriani kelabakan,
Ditambah lagi penuturan dari kakek dan nenek yang bukannya membelaku tapi malah memanas manasi paklik Bambang agar segera datang ke orang tua Indriani untuk melamarkan keponakannya,
Terpaksa kujelaskan lagi apa yang sudah kurencanakan sebelumnya ke paklik, takutnya nanti paklik beneran ke rumah Indriani, kan repot semua urusannya.
Memang rencanaku untuk melamar Indriani setelah aku selesai membangun rumah sendiri, dan itu sudah ku bahas dengan Indriani, dia mendukung rencanaku itu,
Paklik memahami maksudku dan mengiyakannya, dan dia siap kapan pun jika suatu saat aku meminta bantuannya.
Dan paklik menawariku pekerjaan di kota S,
Belum juga aku jawab Indriani langsung komentar minta dicari in kerja disana sekalian,
Kalau aku mau kerja di kota S,
Sontak membuat paklik terkekeh geli,
“ ck ck ck, Kamu kasih apa pacarmu ini An, lah kok ngga mau jauh dari kamu, “
“ Kebiasaan itu mbang? Kalo ngga Ian yang ke sana ya Iin yang kesini, ya begini jadinya, repot kalo mereka pisah jauh”
Bukan aku atau Indriani yang jawab, malah nenek yang menimpali pertanyaan dari paklik, Hadeeeh, aku hanya bisa garuk kepalaku yang ngga gatal, sedangkan Indriani menyembunyikan wajahnya di belakangku,
Niatnya sore ini kuantar Indriani pulang tapi turun hujan, hingga lepas isya hujan baru mereda, lalu aku pamit mengantarkan Indriani pulang, dan mampir sebentar ke rumah Asti, dia masih terlihat ngga semangat ngobrol sama aku ataupun Indriani, ya sudah akhirnya Indriani ngajak pulang,
Sampai di toko mbak Mar aku mampir lagi untuk membeli rokok
“ mbak rokok sebungkus”
“ Eh mas Ian? Rokoknya apa tho, “
“ Biasa tho mbak, “
“ Oh siip, mbak Iin ngga sekalian beli mas, “
Walah iya kelupaan aku, kulihat Indriani tapi dia sudah menggeleng, ya sudah ngga jadi nawarin deh, sepertinya dia masih kesel sama mbak Mar pas waktu itu, setelah kubayar langsung cus berangkat lagi,
Di tengah perjalanan yang sepi kami berpapasan dengan seorang pemuda yang aku ngga tahu namanya, yang kutahu dia anak tunggal pak Carik, dan kenapa lagi Indriani tiba tiba memegang erat tanganku, pemuda itu melihatku dengan tatapan yang kurang bersahabat dan samar kudengar dia mengucapkan kata
‘asyu’ .
Kuhentikan langkahku dan Kubalas tatapan matanya, wanjir kayaknya cari perkara ni orang,
Tapi Indriani buru buru menarik tanganku,
“ Udah ah yaang, biarin aja, “
Kuturuti Indriani dan segera pulang, tumben Indriani manggil ‘yang’ lagi, ah sudahlah yang jelas aku penasaran sama anak pak Carik tadi, segera kuantar pulang kekasihku dan di perjalanan pun aku lebih banyak diam,
Sampai di rumah Indriani pun aku tidak masuk hanya didepan rumah sebentar langsung ke rumah Heru, ah nihil orangnya ngga ada lagi,
‘kampret memang, ke mana ini anak, ‘ Pikirku.
Akhirnya aku pulang menyusuri jalanan yang sepi sendirian pula, Hadeeeh,
Ditoko mbak Mar juga sudah sepi dari tadi, seperti biasa setiap habis hujan warga enggan sekali keluar rumah,
Di perempatan jalan yang menuju hutan kulihat ada seseorang mondar mandir, deeegh!!
Diakan anak pak Carik, hem ngga bener ini,
Benar saja setibanya di perempatan jalan dia langsung menghadangku,
“Woy! Nyuuuk! “
Seketika darahku mendidih mendengar teriakannya, kupasang kewaspadaanku,
Walau bagaimanapun dia lebih dewasa, dan postur tubuhnya sedikit lebih besar dariku,
Oke dia yang memulai dan aku siap, tunggu apa lagi,
“ Ngopo suu, bacotmu rak penak di rungokne, “(“Kenapa njing, bacot mu ngga enak didengarnya, “)
Kulihat gerak geriknya, dia mau main pukul ternyata, uh enak kalo sudah siap begini, pikirku,
Benar saja dia langsung menyerangku, wuuus,
Lolos pukulan pertamanya disusul lagi pukulan kedua dan lolos lagi,
Buugh! Aaargh...
Aku lengah, kaki kanannya berhasil mendarat dipaha sampingku, membuatku sedikit limbung, Buugh, Buugh! Aargh, blaaam,
Pukulannya tak sekeras Jodi, tapi sikap meremehkanku membuatnya berhasil menjatuhkanku di tanah yang lembek dan becek ini,
“ Tangi Nyuuuk!! Mung semono tenagamu, ha ha ha.... Mung semono iku pacare calon bojoku ha! “
(“ Bangun nyeet!! Cuma begitu saja tenagamu, ha ha ha... Cuma begitu pacarnya calon istriku ha! “)
‘Deeegh’
Seketika aku bangun, habis sudah kesabaranku, adu pukul langsung terjadi tak banyak pukulan yang kudapat,
Sebaliknya mukanya sukses kubuat lebam disana sini, masa bodoh kalo perlu kuantar sekalian keliang Lahat, pikirku,
Ucapannya benar benar menohok membuat aku hilang kendali,
“ ho ho ho, semene thok tenagane asu seng arep ngrebut pacarku, ha? “
(“ho ho ho, segini aja kekuataan anjing yang mau merebut pacarku, ha? “)
Hiiat wuuus tap!! Buugh, Aaargh!!......
Pukulan tangan kanannya berhasil kutangkis dengan tangan kiriku dan telak kuhadiahi sebelah matanya dengan pukulan penuh tangan kananku,
Tak kusia siakan kesempatan emas ini, dan
Buugh, Aaargh,
Telinga kirinya sukses kena pukulanku, lagi,
Buugh!! Aaargh....
Gantian telinga kanan dengan mudah kupukul, terakhir kakiku mendarat tepat diperutnya,
Buugh! Aaargh... Blaaam,
“ Aaaaih, semene thok suu! Tangi !! “ (“Aaaaih, begitu doang njing! Bangun kamu!! ) sakit ya ha!! “
Tiba tiba, Buugh!! Aaaaaaargh....
Aku lengah lagi, pukulannya sukses kena pelipisku,
Sontak kubalas dengan membabi buta,
Pukulan pukulan telak sukses mengenai mukanya membuat serangannya tak begitu berarti lagi, yap dia melemah dan harus kulumpuhkan,
Pukulan lurus tangan kanannya berhasil kutangkis dan kali ini tak ku balas dengan kepalan tinju, melainkan jari jemari ku tekuk dan ku hantam ketiaknya,
“Aaaaaaargh..... “
Seketika tangan kanannya lunglai, dan apa peduliku, kutarik tangan kirinya kembali kuhadiahi hal yang sama
Pada ketiak kanannya, impas kedua tangannya lunglai tak bertenaga,
Lolongan kesakitan darinya tak ku pedulikan lagi,
“ Mingkem hoy! Ra usah mewek! ndi cangkemanmu mau hah!”
(“Diam hoy! Ngga usah nangis! Mana bacotmu tadi hah!”)
Aku ngga peduli mau ada yang lihat atau mendengar, yang jelas jalanan ini lumayan jauh dari rumah warga, dan kondisi setelah hujan sangatlah sepi,
Sudah babak belur dan masih sempat sempatnya mengumpat anak pak Carik ini,
“ Ha ha ha orang seperti kamu ngga bisa melawanku, tetap saja pacarmu itu akan kunikahi, uuhk uuuhk, “
“ Hey Suu!!” (“Hey njing!! )berharaplah kamu bisa menikmati matahari besok! “ Kalap kuhajar seonggok daging yang sudah tak mampu melawanku itu, buuuuugh!!!! Blaaam, Aaargh..... Dia roboh dan tak mampu lagi menahan kesakitannya,
“Mingkemo Suu!” (“ Diam kamu njing!)” Kataku, lalu,
Buuuugh!! Buuuugh!!! Buuuugh!!... aaamph,
Diam, dan tak ada pergerakan, lalu,
“ uuuhuk uuuhuuk”
“Ooh masih hidup kamu ternyata”
Dan buuuugh!!! Hoooek... Buuuugh!! Hoooek... Tendangan terakhirku bersarang pas di ulu hatinya, lalu aku pulang dengan badan yang sangat kotor, gerimis kembali mengguyur kampung,
Tak ada rasa takut hari esok apa yang akan kuhadapi, yang jelas sudah pasti orang tuanya ngga bakal terima anak tunggalnya kubuat babak belur,
Mau dilaporkan pun aku siap, tapi yang kutahu selama ini tak ada keributan didaerah sini yang dilaporkan ke pihak berwajib, sedikit tenang sih, tapi kalo yang kuhajar tadi mati, aah masa bodo urusan besoklah,
Sampai dirumah kakek dan paklik masih asyik ngobrol diruang tamu, mereka kaget melihat kedatanganku yang kotor penuh lumpur dan pelipisku berdarah,
Bahkan kakek sampai geleng kepala melihat keadaanku,
“ck ck ck lee? Kamu berantem sama siapa lagi, cepat mandi sana, “
“ Njih mbah”
Aku segera ke kamar mandi dan membersihkan diri, setelah selesai kakek langsung memanggilku,
“ sini le, sama siapa kamu tadi berantem, “
“ Anaknya pak Carik mbah, “
“ Masalah apa kok berantem, memangnya ngga bisa ngomong baik baik to le, “
“ Dia yang mulai mbah”
Lalu kujelaskan masalahnya dari awal ketemu sampai keributan berakhir,
Lagi lagi kakek berpesan,
‘jangan pernah mau harga dirimu diinjak injak, kalau kamu tidak mau jadi orang lemah, ‘
Kuiyakan saja wejangan kakek,
Lalu kakek pergi dan ambil senter, sempat kutanya mau ke mana,
‘ mau lihat bocahnya sudah sadar atau belum’
Katanya,
Sedangkan paklik masih asyik dengan rokok kereteknya,
Sesekali melihatku,
Setelah kakek pergi baru paklik buka suara,
“Sepertinya kamu mesti ikut paklik An, “
“ Lho la ladang ku gimana paklik, “
“ Halah ladang apa ladang? Pacarmu nanti paklik cariin kerja disana, sementara kamu dulu yang berangkat, “
“ Hadeeeh paklik ini malah ngledekin ae to,”
“ Udah tenang aja, watak Carik keparat itu sudah pasti nurun ke anaknya, ngga usah takut berlebihan, “
“Njih paklik, lho lha kalau anaknya tadi modyar piye paklik, “
“ Ngga segampang itu orang mati An, kecuali kamu hajar pake senjata tajam, pake tangan kosong to kamu tadi, “
“ Njih”
Jawabku lalu paklik acungkan jempolnya,
Apa coba, keponakan berantem kok malah diacungi jempol,
Eh tadi kok paklik bilang Carik keparat, wah ini nih, jangan jangan mereka pernah berseteru nih,
Lalu paklik menjelaskan kalau tadi kakek cerita masalah ku yang terlibat perkelahian dengan Jodi dan juga yang dikeroyok sama teman Jodi,
Makanya besok paklik mau ke kampung sebelah mau menyambangi mas Zaenal,
Dan aku berpesan agar jangan memperpanjang masalahku disana, karna menurutku masalah itu sudah selesai di pendopo waktu itu,
Tak lama setelah itu kakek datang dan bilang orang yang ku buat babak belur sudah tidak ada,
Ah lega setidaknya tinggal urusan besok,
Yang penting orangnya tidak mati sudah lebih dari cukup membuatku tenang.
Pagi hari ini tak ada kegiatan yang kulakukan,
Kakek dan nenek pergi ke ladang sedangkan paklik dan istrinya sudah berangkat ke tempat mas Zaenal,
Ngrokok ngopi sudah, baru jam sembilan mau nggapain ini,
Ah iya, ke tempat Asti aja lah,
Aku butuh penjelasan darinya, melihat Asti seperti itu membuat pikiranku kusut, aku ngga mau dia seperti itu,
Dan tugasku membuat dia kembali tersenyum sebelum aku berangkat kerja nanti,
Tak butuh waktu lama dua menit juga sudah sampai ke tujuan,
Baru juga sampai depan rumah, orang yang kutuju sudah keluar duluan,
“Mbul,”
“Hem? “
Hadeeeh, menjawab tapi tak melihatku masih saja begitu, apa gerangan salahku,
“ a aku mau ngomong serius b boleh ngga mbul, “
Lagi lagi tak menjawab malah aku ditinggal masuk rumah, tinggal aku duduk sendirian diluar, masa bodo lah, tak tungguin sampai dia keluar,
‘Iyees’ yang kutunggu akhirnya keluar juga, dan ternyata masuk itu membuatkan aku kopi toh,
Asem, untung aku ngga langsung pergi, bisa tambah kesel dia sama aku, lalu gelas kopi itu diberikan padaku,
“ Niih, mau ng. “
Tiba tiba ucapannya terhenti saat melihat di mukaku ada bekas luka, tatapannya tampak berbeda tadinya cuek sekarang berubah menjadi tatapan penuh tanya,
“ Kamu kenapa lagi mas? “
“ Kamu juga kenapa kok berubah gini mbul, apa salahku, kalau sikapmu kayak gini buat apa juga kamu tahu aku kenapa, ngga perlukan? “
“ hiiks, kok mas ngomongnya gitu? “
“ kamu juga sikapnya aneh sama aku kok mbul, sudahlah mbul, aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu, sekalian aku pamit mau pergi ke kota, sekali lagi aku minta maaf kalo aku ada salah, “
Entahlah dadaku terasa sesak, emosiku tiba tiba naik, mungkin lebih baik aku pergi saja, daripada aku disini melihat dia nangis,
Aku pun berdiri dan kujulurkan tanganku sebagai ucapan maafku,
“ Hiiks, mas jangan pergi to mas hiiks”
“Kalo kamu cengeng begini aku benaran pergi mbul, pusing aku kebanyakan masalah, kesini pengen berbagi malah begini, aku tanya apa salahku kamu juga ngga jawab, piye. “
“ Bukan ngga mau jawab mas? Tapi, hiiks, “
Lalu Asti berdiri dan memelukku sangat erat, isak tangisnya pun semakin menjadi,
Aargh, sesak dadaku aku ngga kuat, lalu kuajak Asti masuk ke rumah, malu rasanya kalo ada yang lihat dia nangis sesenggukan begitu,
Didalam rumah Asti masih saja memelukku, isakan tangisnya semakin dalam, dan mampu membuat amarahku luluh,
“ udah ah jangan mewek, mending galakin aku aja, ngga apa apa kok mbul,”
Kubalas pelukannya tanpa sadar kucium keningnya, sontak membuatnya kaget begitu juga aku tak kalah kagetnya,
“e eh maaf mbul, refleks aku,” Akhirnya dia tersenyum juga, lega pikirku,
“modus ah mas, main cium aja”
“ he he, aku minta maaf ya, sudah bikin kamu kayak gini, “
Suasana yang kaku pun akhirnya mencair juga, jujur aku ngga sanggup melihat Asti sedih begitu, baru Ku ingat kopiku masih diluar, kuambil kopi yang mungkin sudah mulai dingin,
Baru saja ku seruput kopi, kulihat pak Carik berjalan dari arah rumahku, fiuh, belum reda emosiku dengan anaknya sekarang bapaknya maranin kesini, baiklah mumpung masalahnya masih anget kuladeni apa maunya. Dari kejauhan jari telunjuknya sudah di acungkan ke arahku, sampai dekat pun masih saja jari telunjuknya tak di turunkan
“bajingan!! kamu apa kan anakku!! “
Tanpa kata Jari telunjuknya langsung ku tarik ke atas, kraak, “aaargh “
Kutatap tajam matanya tanpa melepas jari telunjuknya, dan dia meringis menahan sakit,
“ sampean itu orang yang dihormati di kampung ini, masa iya bahasa sampean kayak begitu, dan jari bapak ini mungkin lebih baik saya patahkan sekalian saja“
Jari telunjuknya semakin kutarik ke atas, kraaack,
“ aargh... Lepas bangsat! Aaargh.... “
Kraack, semakin kutarik jari telunjuknya membuat pak Carik melolong keras, dan baru kulepaskan jarinya setelah dia melolong yang kedua kalinya,
“ Bangsat!! “ Wuuus, tap! Buugh! Aaaargh... Kepalang tanggung, kata kata anaknya masih terngiang jelas, di telingaku membuat aku tak segan untuk melawan orang tuanya, kutangkis pukulannya dan kubalas pukul mata sebelah kanannya,
“ Ho ho, silahkan lawan saya dan ngga perlu ragu sampean pak! “
Tak ada jawaban dari pak Carik, dia masih sibuk memegang mata yang barusan kena bogem mentahku,
“ Benar benar bajingan, kamu akan terima akibatnya, camkan itu! “
“Sampean sendiri yang bilang saya bajingan kan?, jadi kalau begitu ngga salah dengan apa yang saya lakukan ke sampean kan, “
“ ha ha ha... Betul anak muda, aku curiga jangan jangan kamu ini anak lonte ya, pantas saja kelakuanmu seperti seorang bajingan, “
Habis sudah kesabaranku mendengar ocehan tua bangka itu,
“asu!! modyar kowe wong!! Buugh! Buugh!! Buugh!! Blaam! dia limbung dan terjerambab ketanah, Tak kuhiraukan lagi erang kesakitannya, terus kutendang membabi buta, bahkan mulutnya mengalir darah segar, dan satu giginya pun jatuh ketanah, jelas tanpa perlawanan dia sama sekali tak menyangka aku akan sekalap itu, aku belum berhenti menendang bahkan ketika ada sebuah tangan menarikku dengan mata sembabnya dia memohon agar aku menghentikan tindakanku, kakiku masih saja menendangnya,
“mas Ian sudah mas? Hiiks sudah mas? “
“Ngga mbul, lepasin aku! dia sudah menghina ibuku mbul! Dia harus terima akibatnya mbul, lepasin aku! “
“ Hiiks, mas sudah mas? “
Kutepis tangan Asti, hanya satu di pikiranku saat ini, siapa pun yang menghina ibuku akan kuberi pelajaran seberat beratnya, lagi, Buugh!! Buugh!! “Hoooek...“ kini ulu hatinya menjadi sasaran empuk tendanganku entah berapa kali dada dan perutnya Ku tendang semauku, tiba tiba paklik Bambang dan mas Zaenal datang menghampiriku, segera lenganku ditarik oleh mereka,
“ Wis An, wis, modar tenan bangsat iki ngko, “ (sudah An, sudah, mati beneran bangsat ini nanti,)
Mataku masih memandang penuh amarah ke orang yang berani beraninya menghina orang yang telah melahirkan ku, aku tak peduli dia siapa mau orang tua mau anak muda aku tak peduli,
Tapi tarikan tangan paklik begitu kencang sehingga membuat ku menjauh dari orang yang ku aniaya itu,
“biar kubunuh dia paklik, dia sudah menghina ibu, aku ngga terima paklik, “
“Sudah An, paklik bilang sudah ya sudah, percuma saja, manusia bangsat ini ngga akan sadar dengan kelakuannya sendiri, “
Lalu paklik Bambang menarik krah baju pak Carik dengan kasarnya,
“ Hoy Carik bangsat, minggat dari sini atau aku yang akan menyeretmu sampai rumah, minggat cepat!! “
Blaam, kerah baju pun dilepas dan sedikit didorong oleh paklik Bambang, membuat pak Carik terjatuh lagi,
“ Uhuk uhuk awas kalian, “
Lalu pak Carik bangun dan berjalan gontai meninggalkan kami, aku pun pulang ke rumah bersama paklik dan mas Zaenal, Asti ikut di belakang kami bertiga, aku tahu ini adalah awal konflik yang harus kuhadapi,
Kurasa paklik sudah paham masalah ini, makanya dia sudah tidak banyak bertanya lagi, mas Zaenal pun hanya geleng kepala melihat kelakuanku dan menggumam ‘ paklik dan keponakan sama saja, ‘
Sampai di rumahku bulik terlihat cemas, aku yakin dia memperhatikan semuanya dari rumah, lalu paklik Bambang minta tolong dibuatkan teh hangat oleh istrinya, saat bulik ke dapur lalu Asti mengikutinya, memang biasanya sih dia paling rajin membantu kalau masalah dapur, tiba tiba, bugh, Paklik meninju pelan dadaku, “ Edan kowe An, anaknya kang arip kamu pacari juga? “ aku Cuma cengar cengir nanggepin omongan paklik Bambang, akhirnya kita ngobrol membahas segala kemungkinan mengenai masalahku ini, dan beberapa nasehat dari paklik maupun mas Zaenal kutampung semua, disela obrolan aku bilang kalau tadi giginya pak Carik ada yang patah satu, paklik dan mas Zaenal malah tertawa, “oalah dulu satu gigi kamu yang matahin mbang, lah ini satu lagi di patahin sama keponakanmu, jan nasib Carik kok ya apek ditangan kalian berdua tho, “ sontak aku ikut tertawa mendengar penuturan mas Zaenal barusan, sekitar jam dua siang semua bubar, Asti pamit pulang, setelah itu mas Zaenal juga pamit, paklik sama istrinya juga mau keliling kampung katanya, sedangkan kakek dan nenek masih sibuk di belakang, ya sudah kugunakan waktuku untuk istirahat siang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama, waktu yang sama, di tempat berbeda,
Seorang pemuda bermesraan dengan seorang wanita muda yang sedang hamil, didalam kamar pengantin wanita itu, yang jelas mereka bukanlah pasangan sahnya, mereka begitu mesranya kondisi rumah yang mendukunglah yang membuat mereka bisa seperti itu, saling peluk dan cium, bahkan obrolan mereka begitu vulgarnya,
“ Mbak nambah yuk, udah pengen lagi ini lho, si wanita pun tersenyum manis mendengar perkataan pemuda itu,
“ih, lecet beneran memekku nanti Her kamu entot terus hi hi hi, “
“ lho, katanya biar dedek bayinya sehat? Piye toh, “
“iya sih, hi hi hi, ayuk ah, jadi ngga nih nyodoknya, biarin aja nanti pas suamiku pulang dari kota kamu kan susah mau ngentotnya Her, “
Kemudian wanita hamil itu mengangkangkan kakinya, terpampang gundukan memek tembem dengan sedikit bulu diatas belahan memeknya yang agak terbuka, terang saja membuat pemuda di sebelahnya langsung berbinar matanya, tak menunggu lama pemuda itu langsung mengarahkan senjata andalannya keliang memek wanita yang sedang mengandung itu, bleees, aaaaah, “masih geli mas Her.... Aaaiih tapi enaakh, “
“ piye? Enakkan mana sama punya suamimu mbak, “ pemuda itu mulai menggoda wanita yang sedang mengangkang di bawahnya, sesekali di cubit puting susunya, membuat wanita hamil itu menjerit kegelian karna ulah si pemuda,
“ aih nakal aah, enak semua mas Her, sama aja kok, aah, genjot yang kenceng mas aaach, aku mau nyampe niiih aaaach iyaah terus, yang kenceng maas aaaach,“
Lalu pantat wanita itu digoyang sendiri olehnya,
“ Maas aaah aaah iyaaah, terus mas kontolin aku maas aaah.... “
Sementara sang pemuda terus menggenjot dan wanita di bawahnya menggoyang pantatnya tak tentu arah, membuat batang yang asyik keluar masuk itu terlepas buru buru diraih dan dimasukkan lagi ke lubang memeknya, sepertinya si pemuda ingin lebih lama bercinta dengan wanitanya, di tarik pinggang wanita itu hingga posisinya menjadi nungging, bleeees, dimasukkan lagi kejantanannya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan wanita itu, tak butuh lama wanita hamil dibawahnya kembali kelojotan dan mengejat oleh sodokan si pemuda, lalu di cabut batangnya, entah dapat ide dari mana batang itu digesek gesekkan kelubang yang satunya membuat si wanita mengerang kegelian,
“ iiih mas kok ke situ? Geli aah, maas aaah, “
Mendengar erang kegelian wanitanya membuat pemuda itu semakin nekat, ujung kontolnya kini Di masukkan sedikit kelubang itu membuat wanitanya mengegolkan pantat tapi anehnya wanita itu tidak menolaknya, malah merintih kegelian, “ Iiih mas iih geli aah mas, “
“ Boleh dicobain ya mbak, memekmu udah banjir lho mbak, boleh ya? “
“hu um, tapi pelan yah belum pernah soalnya mas “
Lalu dikecup punggung wanita itu dan batangnya didorong pelan memasuki lubang matahari si wanita, membuat si wanita meringis menahan nyeri, tapi lagi lagi dia tidak protes dengan tindakan pemuda itu, yang dilakukan hanya memejamkan mata dan mendongak sambil menggigit bibir bawahnya yang agak tebal itu, tampaknya perjuangan pemudanya membuahkan hasil, batangnya sukses memasuki lubang matahari yang masih perawan milik istri orang itu, “aaah” mereka mengerang bersamaan, batang itu dibiarkan tenggelam tanpa digerakkan sama sekali, hingga wanitanya mengegolkan pantat dan meminta disodok pelan oleh pemudanya,
“ aaah, sodok yang pelan mas, agak perih tapi gatal mas aah..... “
“ Iya mbak, akhirnya aku dapat perawanmu mbak, eeegh, “
Lalu pelan pelan pemuda itu mulai menyodokkan pelan batangnya ke lubang matahari si wanita, “uuuuh,” erangan kembali terdengar dari keduanya, “uuugh enak mas mengganjal geli geli aneh rasanya, iiih, terus mas kencengin aja udah ngga perih kok, aaaach, “ pemuda itu tampaknya juga sudah tak tahan menahan gejolak birahinya suara benturan pantat dan selangkangan kian nyaring terdengar begitu juga dengan erangan keduanya saling bersahutan sesekali diremas dua gundukan yang menggantung indah didada wanita itu, dan tangan yang satunya sibuk mengocok lubang memek yang tambah banjir oleh cairan kenikmatan wanitanya, sehingga membuat wanitanya semakin merintih dan lagi lagi mengejat beberapa kali sontak membuat batang yang di dalam lubang mataharinya ikut tertarik semakin ke dalam dan tak sanggup lagi menahan cairan kenikmatannya dan creet creet, pemuda itu pun menumpahkan didalam lubang matahari yang panas dan tubuhnya ambruk tanpa mencabut batangnya menimpa si wanita, membuat pemiliknya kembali mengejat nikmat, setelah cukup beristirahat mereka memakai kembali pakaian yang berantakan di kasur, setelah itu si pemuda melumat bibir si wanita dengan mesra dan langsung pamit pulang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama setelah magrib dirumah pak Karman
Dengan muka lebam pak Carik datang sendirian ke tempat pak Karman, sontak membuat sang tuan rumah kaget, dan menanyakan kenapa tamunya bisa babak belur begitu, dengan penuh semangat dia ceritakan masalah apa yang terjadi dengan dirinya siang tadi dan anak semata wayangnya semalam, yang intinya Indriani dianggap sumber dari masalah itu, dan pak Karman langsung memanggil anak gadisnya, Indriani pun menghampiri sang bapak dengan begitu malasnya,
“ njih pak enten nopo, “ (Iya pak ada apa,)
“ Kamu lihat ini, kamu tahu ini ulah siapa, “ Indriani tak menjawab pertanyaan bapaknya, karna memang dia tak tahu siapa pelakunya, dan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya saja,
“ Ini ulah pacar kamu, terus apa kamu masih mau kekeuh sama dia yang kelakuannya sudah seperti begundal itu hah! “ lagi lagi Indriani tak menjawab apa yang ayahnya katakan, air mata perlahan membasahi pipi gadis itu, lalu pak Carik menimpali perkataan pak Karman,
“ sudah, sudah pak Karman kasihan putri bapak, biarkan masalah ini saya pikirkan bagaimana nanti kedepannya, kedatangan saya kesini hanya ingin mengingatkan saja, biar nak Indriani yang memutuskan harus bagaimana nanti nasib begundal itu, mengingat kejadian waktu terakhir saya kesini, sepertinya nak Indriani kurang suka, bukan begitu nak Indriani? Mumpung saya kesini sekalian saya mau perjelas, secepatnya saya akan datang lagi untuk melamarkan putra semata wayang saya, bagaimana nak Indriani, saya ngga mau nanti anak saya kecewa kalau sampai ditolak sama nak Indriani soalnya“
Sontak membuat Indriani kaget, dan langsung beranjak dari duduknya,
“Ngga mau!!”
“Indriani!! “ bentak bapaknya, sedang sang ibu yang masih sibuk di dapur juga mendengarkan pembicaraan di ruang tamu segera keluar mendengar suara bentakan dari suaminya itu, lagi lagi pak Carik berbicara,
“ Ngga masalah kalau ditolak kok pak Karman, ya terpaksa secepatnya juga begundal itu saya laporkan ke polisi, ya sudah saya pamit dulu, maaf lho sudah merepotkan pak Karman, “
Entah apa yang dipikirkan gadis itu dia berdiri diam tak bergerak bahkan menangis pun tidak,
“ loh kok buru buru pak kopinya belum diminum ini pak “ jawab pak Karman,
Senyum licik terlihat di bibir menghitam milik pak Carik, tanpa menjawab dia pergi dari rumah pak Karman
Merasa putrinya di ancam dan ada yang janggal disenyum terakhir tamunya membuat sang kepala keluarga menaruh rasa iba kepada putrinya, dia yang semula ingin sekali menjodohkan putrinya dengan anak pak Carik berubah seketika, ada ketakutan dihatinya, dia tahu anak gadisnya sedang diancam, jika putrinya menolak sudah pasti kekasihnya masuk penjara, memang tak masalah dengannya, tapi bagaimana dengan putrinya? sedangkan dia tau betul watak putrinya, walau bagaimana pun kebahagiaan putrinya adalah yang utama,
“ nduk? Maafkan omongan bapak tadi ya? Kok pak Carik tega begitu sama kamu, bagaimana nanti kalau kamu jadi menantunya? “
“ ya sudah pak, kita pikirkan masalah ini bareng bareng, memang begitu kelakuan pak Carik dari dulu kan pak? Sekarang semua tergantung Indriani, kita ngga bisa berbuat apa apa lagi, “ jawab sang ibu,
“ hiks pak, bu, Iin boleh ke tempat Asti ngga, “
“loh kamu mau tidur disana lagi nduk? “ jawab bapaknya, lalu ibunya menimpali sang bapak,
“ Sudah biarkan aja pak, mungkin disana Iin bisa tenang, biar ibu saja yang antar ya pak? “
“ Ya sudah, jangan lewat jalan biasanya takut pak Carik masih ada dijalan, “ jawab pak Karman kepada istrinya,
Lalu Indriani dan ibunya pergi ke Rumah Asti melewati jalan setapak, seperti saran pak Karman.
BERSAMBUNG
Kandan pertamax kok
 
Gak jadi pertamax..... ding hahaha bahaya kalo udah main ancam indriani bisa dimakan carik juga ini... lanjutkan suhu
 
Kok gak di detailkan indriani dan ian belah durennya suhu sampai aku baca ulang bab sebelumnya ..... ternyata memang gak ada piye toh kang
 
PART 8

AWAL MASALAH


IANTONO
Lelah menderaku pagi ini,
Heeuh,
Pertempuran pertamaku semalam membuat aku dan Indriani kelelahan di dalam kamarku entah berapa kali kami mengulang kenikmatan yang seharusnya belum boleh dilakukan itu,
Dan sekarang kekasihku masih terlelap disampingku begitu damai dengan seulas senyum di bibirnya,
Aih, hatiku meremang melihatnya, sanggupkah suatu saat nanti aku membahagiakannya dalam satu ikatan,
Aku merasakan begitu dalamnya dia mencintaiku,
Tapi apa balasannya, menjaga kesucianya saja aku tak sanggup, terus apa yang akan di banggakan dariku nanti?
Aaargh,
Bayangan ketakutan mulai bermunculan di otakku,
Lagi, kulihat kekasihku kupandangi lekat wajahnya,
Ah, demi kekasihku apa pun akan kulakukan,
Tak perlu risau tentang keadaan, dia yang pertama membangunkanku dari mimpi buruk kehidupan keluargaku, kenapa aku harus takut.
Kucekup kening kekasihku, perlahan tubuhnya menggeliat matanya masih terpejam tapi senyumnya mengembang indah, lalu dia memelukku erat,
“ Hey, udah pagi lho? Adek mau lanjut tidur lagi? “
Mendengar ucapanku seketika matanya membelalak lucu,
“ iih, masa sih mas? “
Hadeeeh, bukannya bangun malah tambah ndusel dianya, bakalan gagal berangkat kalo begini, Heeuh,
“ Le? “ Nah lho nenek manggil,
“ njih, “
“ Jadi keladang ndak, “
“ Jadi mbah “ Jawabku,
“ Yowis simbah duluan”
“Njih “
Bukannya aku yang bangun tapi Indriani yang langsung melepas pelukannya dan turun dari ranjang,
‘ kapok’ kataku pelan pada Indriani, Al hasil bantal sukses mendarat ditubuhku, karna lemparan dari Indriani,
Lalu aku keluar kamar diikuti Indriani dari belakang seperti biasa ujung kaos ku dijadikan pegangannya, Heeuh, benar kata teman temanku, dia takut aku kabur,
Celangak celinguk kulihat di meja ngga ada kopi pagiku,
Hadeeeh, nenek pagi pagi udah ngetes calonku aja,
Kebiasaan pagi hari ada sajian kopi terus sekarang ngga ada,
Rasanya ada yang kurang, akhirnya aku Cuma plonga plongo asem dah mulut,
“ Mas kenapa to kok kaya orang bingung gitu “
“ Sajen nya ngga ada dek, simbah lupa kayaknya, “
“ Sajen apa siiih? “
“ He he itu yang item pahit dek, biasanya ada kok, “
“ Oalah bentar ya mas, “
Bilang bentar, tapi ngajakin ke belakang bareng bikin segelas kopi sama teh,
Wedeeeh, sifat manjanya mulai keluar ternyata,
Tak lama setelah selesai ngopi dan sarapan Asti datang dengan tatapan penuh selidiknya,
‘Heeuh’ jadi malu kan,
Ternyata kedatangan Asti memaksa ingin ikut bantuin kerjaanku di ladang, setelah membersihkan diri jadilah dua gadis di sebelahku ikut membantuku, perjalanan pun sengaja lewat jalur selatan yang tidak melewati perkampungan,
Kami bertiga menyusuri jalan setapak menuju lokasi, suasana yang masih pagi tentunya sangat nyaman untuk perjalanan,
Apalagi ditemani dua gadis cantik yang suaranya begitu ceriwis mengalahkan cuitan burung pagi ini,
Anehnya mereka seolah lupa kejadian semalam, bener bener dah,
Sudah kuduga sih, sampai lokasi mereka ternyata Cuma duduk manis dibebatuan sambil saling ledek,
Dan sesekali kontrol kerjaanku, kan udah kayak pak mandor aja mereka, mana jam sembilan udah pada minta pulang lagi,
‘Heeuh’ ternyata kalau sudah kumpul kelakuan mereka jadi kayak anak kecil, senang sih lihatnya,
Bahkan di perjalanan pulang mereka masih saja bercanda, setelah ini rencanaku mau nganterin Indriani pulang ke rumah, tapi apa daya dianya masih ngga mau pulang juga,
‘nanti sore aja’ katanya.
Entahlah aku malah khawatir orang tua Indriani datang kesini.
Sampai tengah hari Indriani sibuk di dapur, aih, perempuan kalo udah masak suka lupa segalanya, termasuk pacar juga dilupakan, Heeuh.
Satu minggu berlalu,
Hampir setiap hari kekasihku selalu menyempatkan diri main ke rumahku, bahkan saat aku membuat pintu kamar dia tungguin sampai selesai,
Asti entah kenapa akhir akhir ini dia terlihat murung, setiap kutanya kenapa,
Selalu bilang ngga kenapa napa, tak seperti biasanya,
Aku merasa kehilangan dia, kenapa dan ada masalah apa? Tiga hari semenjak dari ladangku Asti terlihat aneh.
Siang hari dengan cuaca yang mendung membuat ku betah di rumah apalagi ditemani kekasihku, kehadirannya membuat rumah terasa ramai,
Jam satu siang aku kekasihku dan nenek yang sedang asyik bercerita tiba tiba dikejutkan dengan kehadiran pamanku dari kota S,
Entah ada apa sudah hampir dua tahun dia tidak pulang,
Lebih mengejutkan lagi dibelakannya berdiri seorang wanita muda berkerudung hitam,
Rumah ini berubah rame dengan kedatangan paklik Bambang,
Rumah yang tadinya hanya dihuni tiga orang kini ada enam orang dirumah ini,
Setelah paklik mengenalkan wanita yang ternyata istrinya,
Kini giliran hubunganku dan Indriani yang jadi bahan obrolan, banyak pertanyaan dari paklik Bambang yang sukses membuatku dan Indriani kelabakan,
Ditambah lagi penuturan dari kakek dan nenek yang bukannya membelaku tapi malah memanas manasi paklik Bambang agar segera datang ke orang tua Indriani untuk melamarkan keponakannya,
Terpaksa kujelaskan lagi apa yang sudah kurencanakan sebelumnya ke paklik, takutnya nanti paklik beneran ke rumah Indriani, kan repot semua urusannya.
Memang rencanaku untuk melamar Indriani setelah aku selesai membangun rumah sendiri, dan itu sudah ku bahas dengan Indriani, dia mendukung rencanaku itu,
Paklik memahami maksudku dan mengiyakannya, dan dia siap kapan pun jika suatu saat aku meminta bantuannya.
Dan paklik menawariku pekerjaan di kota S,
Belum juga aku jawab Indriani langsung komentar minta dicari in kerja disana sekalian,
Kalau aku mau kerja di kota S,
Sontak membuat paklik terkekeh geli,
“ ck ck ck, Kamu kasih apa pacarmu ini An, lah kok ngga mau jauh dari kamu, “
“ Kebiasaan itu mbang? Kalo ngga Ian yang ke sana ya Iin yang kesini, ya begini jadinya, repot kalo mereka pisah jauh”
Bukan aku atau Indriani yang jawab, malah nenek yang menimpali pertanyaan dari paklik, Hadeeeh, aku hanya bisa garuk kepalaku yang ngga gatal, sedangkan Indriani menyembunyikan wajahnya di belakangku,
Niatnya sore ini kuantar Indriani pulang tapi turun hujan, hingga lepas isya hujan baru mereda, lalu aku pamit mengantarkan Indriani pulang, dan mampir sebentar ke rumah Asti, dia masih terlihat ngga semangat ngobrol sama aku ataupun Indriani, ya sudah akhirnya Indriani ngajak pulang,
Sampai di toko mbak Mar aku mampir lagi untuk membeli rokok
“ mbak rokok sebungkus”
“ Eh mas Ian? Rokoknya apa tho, “
“ Biasa tho mbak, “
“ Oh siip, mbak Iin ngga sekalian beli mas, “
Walah iya kelupaan aku, kulihat Indriani tapi dia sudah menggeleng, ya sudah ngga jadi nawarin deh, sepertinya dia masih kesel sama mbak Mar pas waktu itu, setelah kubayar langsung cus berangkat lagi,
Di tengah perjalanan yang sepi kami berpapasan dengan seorang pemuda yang aku ngga tahu namanya, yang kutahu dia anak tunggal pak Carik, dan kenapa lagi Indriani tiba tiba memegang erat tanganku, pemuda itu melihatku dengan tatapan yang kurang bersahabat dan samar kudengar dia mengucapkan kata
‘asyu’ .
Kuhentikan langkahku dan Kubalas tatapan matanya, wanjir kayaknya cari perkara ni orang,
Tapi Indriani buru buru menarik tanganku,
“ Udah ah yaang, biarin aja, “
Kuturuti Indriani dan segera pulang, tumben Indriani manggil ‘yang’ lagi, ah sudahlah yang jelas aku penasaran sama anak pak Carik tadi, segera kuantar pulang kekasihku dan di perjalanan pun aku lebih banyak diam,
Sampai di rumah Indriani pun aku tidak masuk hanya didepan rumah sebentar langsung ke rumah Heru, ah nihil orangnya ngga ada lagi,
‘kampret memang, ke mana ini anak, ‘ Pikirku.
Akhirnya aku pulang menyusuri jalanan yang sepi sendirian pula, Hadeeeh,
Ditoko mbak Mar juga sudah sepi dari tadi, seperti biasa setiap habis hujan warga enggan sekali keluar rumah,
Di perempatan jalan yang menuju hutan kulihat ada seseorang mondar mandir, deeegh!!
Diakan anak pak Carik, hem ngga bener ini,
Benar saja setibanya di perempatan jalan dia langsung menghadangku,
“Woy! Nyuuuk! “
Seketika darahku mendidih mendengar teriakannya, kupasang kewaspadaanku,
Walau bagaimanapun dia lebih dewasa, dan postur tubuhnya sedikit lebih besar dariku,
Oke dia yang memulai dan aku siap, tunggu apa lagi,
“ Ngopo suu, bacotmu rak penak di rungokne, “(“Kenapa njing, bacot mu ngga enak didengarnya, “)
Kulihat gerak geriknya, dia mau main pukul ternyata, uh enak kalo sudah siap begini, pikirku,
Benar saja dia langsung menyerangku, wuuus,
Lolos pukulan pertamanya disusul lagi pukulan kedua dan lolos lagi,
Buugh! Aaargh...
Aku lengah, kaki kanannya berhasil mendarat dipaha sampingku, membuatku sedikit limbung, Buugh, Buugh! Aargh, blaaam,
Pukulannya tak sekeras Jodi, tapi sikap meremehkanku membuatnya berhasil menjatuhkanku di tanah yang lembek dan becek ini,
“ Tangi Nyuuuk!! Mung semono tenagamu, ha ha ha.... Mung semono iku pacare calon bojoku ha! “
(“ Bangun nyeet!! Cuma begitu saja tenagamu, ha ha ha... Cuma begitu pacarnya calon istriku ha! “)
‘Deeegh’
Seketika aku bangun, habis sudah kesabaranku, adu pukul langsung terjadi tak banyak pukulan yang kudapat,
Sebaliknya mukanya sukses kubuat lebam disana sini, masa bodoh kalo perlu kuantar sekalian keliang Lahat, pikirku,
Ucapannya benar benar menohok membuat aku hilang kendali,
“ ho ho ho, semene thok tenagane asu seng arep ngrebut pacarku, ha? “
(“ho ho ho, segini aja kekuataan anjing yang mau merebut pacarku, ha? “)
Hiiat wuuus tap!! Buugh, Aaargh!!......
Pukulan tangan kanannya berhasil kutangkis dengan tangan kiriku dan telak kuhadiahi sebelah matanya dengan pukulan penuh tangan kananku,
Tak kusia siakan kesempatan emas ini, dan
Buugh, Aaargh,
Telinga kirinya sukses kena pukulanku, lagi,
Buugh!! Aaargh....
Gantian telinga kanan dengan mudah kupukul, terakhir kakiku mendarat tepat diperutnya,
Buugh! Aaargh... Blaaam,
“ Aaaaih, semene thok suu! Tangi !! “ (“Aaaaih, begitu doang njing! Bangun kamu!! ) sakit ya ha!! “
Tiba tiba, Buugh!! Aaaaaaargh....
Aku lengah lagi, pukulannya sukses kena pelipisku,
Sontak kubalas dengan membabi buta,
Pukulan pukulan telak sukses mengenai mukanya membuat serangannya tak begitu berarti lagi, yap dia melemah dan harus kulumpuhkan,
Pukulan lurus tangan kanannya berhasil kutangkis dan kali ini tak ku balas dengan kepalan tinju, melainkan jari jemari ku tekuk dan ku hantam ketiaknya,
“Aaaaaaargh..... “
Seketika tangan kanannya lunglai, dan apa peduliku, kutarik tangan kirinya kembali kuhadiahi hal yang sama
Pada ketiak kanannya, impas kedua tangannya lunglai tak bertenaga,
Lolongan kesakitan darinya tak ku pedulikan lagi,
“ Mingkem hoy! Ra usah mewek! ndi cangkemanmu mau hah!”
(“Diam hoy! Ngga usah nangis! Mana bacotmu tadi hah!”)
Aku ngga peduli mau ada yang lihat atau mendengar, yang jelas jalanan ini lumayan jauh dari rumah warga, dan kondisi setelah hujan sangatlah sepi,
Sudah babak belur dan masih sempat sempatnya mengumpat anak pak Carik ini,
“ Ha ha ha orang seperti kamu ngga bisa melawanku, tetap saja pacarmu itu akan kunikahi, uuhk uuuhk, “
“ Hey Suu!!” (“Hey njing!! )berharaplah kamu bisa menikmati matahari besok! “ Kalap kuhajar seonggok daging yang sudah tak mampu melawanku itu, buuuuugh!!!! Blaaam, Aaargh..... Dia roboh dan tak mampu lagi menahan kesakitannya,
“Mingkemo Suu!” (“ Diam kamu njing!)” Kataku, lalu,
Buuuugh!! Buuuugh!!! Buuuugh!!... aaamph,
Diam, dan tak ada pergerakan, lalu,
“ uuuhuk uuuhuuk”
“Ooh masih hidup kamu ternyata”
Dan buuuugh!!! Hoooek... Buuuugh!! Hoooek... Tendangan terakhirku bersarang pas di ulu hatinya, lalu aku pulang dengan badan yang sangat kotor, gerimis kembali mengguyur kampung,
Tak ada rasa takut hari esok apa yang akan kuhadapi, yang jelas sudah pasti orang tuanya ngga bakal terima anak tunggalnya kubuat babak belur,
Mau dilaporkan pun aku siap, tapi yang kutahu selama ini tak ada keributan didaerah sini yang dilaporkan ke pihak berwajib, sedikit tenang sih, tapi kalo yang kuhajar tadi mati, aah masa bodo urusan besoklah,
Sampai dirumah kakek dan paklik masih asyik ngobrol diruang tamu, mereka kaget melihat kedatanganku yang kotor penuh lumpur dan pelipisku berdarah,
Bahkan kakek sampai geleng kepala melihat keadaanku,
“ck ck ck lee? Kamu berantem sama siapa lagi, cepat mandi sana, “
“ Njih mbah”
Aku segera ke kamar mandi dan membersihkan diri, setelah selesai kakek langsung memanggilku,
“ sini le, sama siapa kamu tadi berantem, “
“ Anaknya pak Carik mbah, “
“ Masalah apa kok berantem, memangnya ngga bisa ngomong baik baik to le, “
“ Dia yang mulai mbah”
Lalu kujelaskan masalahnya dari awal ketemu sampai keributan berakhir,
Lagi lagi kakek berpesan,
‘jangan pernah mau harga dirimu diinjak injak, kalau kamu tidak mau jadi orang lemah, ‘
Kuiyakan saja wejangan kakek,
Lalu kakek pergi dan ambil senter, sempat kutanya mau ke mana,
‘ mau lihat bocahnya sudah sadar atau belum’
Katanya,
Sedangkan paklik masih asyik dengan rokok kereteknya,
Sesekali melihatku,
Setelah kakek pergi baru paklik buka suara,
“Sepertinya kamu mesti ikut paklik An, “
“ Lho la ladang ku gimana paklik, “
“ Halah ladang apa ladang? Pacarmu nanti paklik cariin kerja disana, sementara kamu dulu yang berangkat, “
“ Hadeeeh paklik ini malah ngledekin ae to,”
“ Udah tenang aja, watak Carik keparat itu sudah pasti nurun ke anaknya, ngga usah takut berlebihan, “
“Njih paklik, lho lha kalau anaknya tadi modyar piye paklik, “
“ Ngga segampang itu orang mati An, kecuali kamu hajar pake senjata tajam, pake tangan kosong to kamu tadi, “
“ Njih”
Jawabku lalu paklik acungkan jempolnya,
Apa coba, keponakan berantem kok malah diacungi jempol,
Eh tadi kok paklik bilang Carik keparat, wah ini nih, jangan jangan mereka pernah berseteru nih,
Lalu paklik menjelaskan kalau tadi kakek cerita masalah ku yang terlibat perkelahian dengan Jodi dan juga yang dikeroyok sama teman Jodi,
Makanya besok paklik mau ke kampung sebelah mau menyambangi mas Zaenal,
Dan aku berpesan agar jangan memperpanjang masalahku disana, karna menurutku masalah itu sudah selesai di pendopo waktu itu,
Tak lama setelah itu kakek datang dan bilang orang yang ku buat babak belur sudah tidak ada,
Ah lega setidaknya tinggal urusan besok,
Yang penting orangnya tidak mati sudah lebih dari cukup membuatku tenang.
Pagi hari ini tak ada kegiatan yang kulakukan,
Kakek dan nenek pergi ke ladang sedangkan paklik dan istrinya sudah berangkat ke tempat mas Zaenal,
Ngrokok ngopi sudah, baru jam sembilan mau nggapain ini,
Ah iya, ke tempat Asti aja lah,
Aku butuh penjelasan darinya, melihat Asti seperti itu membuat pikiranku kusut, aku ngga mau dia seperti itu,
Dan tugasku membuat dia kembali tersenyum sebelum aku berangkat kerja nanti,
Tak butuh waktu lama dua menit juga sudah sampai ke tujuan,
Baru juga sampai depan rumah, orang yang kutuju sudah keluar duluan,
“Mbul,”
“Hem? “
Hadeeeh, menjawab tapi tak melihatku masih saja begitu, apa gerangan salahku,
“ a aku mau ngomong serius b boleh ngga mbul, “
Lagi lagi tak menjawab malah aku ditinggal masuk rumah, tinggal aku duduk sendirian diluar, masa bodo lah, tak tungguin sampai dia keluar,
‘Iyees’ yang kutunggu akhirnya keluar juga, dan ternyata masuk itu membuatkan aku kopi toh,
Asem, untung aku ngga langsung pergi, bisa tambah kesel dia sama aku, lalu gelas kopi itu diberikan padaku,
“ Niih, mau ng. “
Tiba tiba ucapannya terhenti saat melihat di mukaku ada bekas luka, tatapannya tampak berbeda tadinya cuek sekarang berubah menjadi tatapan penuh tanya,
“ Kamu kenapa lagi mas? “
“ Kamu juga kenapa kok berubah gini mbul, apa salahku, kalau sikapmu kayak gini buat apa juga kamu tahu aku kenapa, ngga perlukan? “
“ hiiks, kok mas ngomongnya gitu? “
“ kamu juga sikapnya aneh sama aku kok mbul, sudahlah mbul, aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu, sekalian aku pamit mau pergi ke kota, sekali lagi aku minta maaf kalo aku ada salah, “
Entahlah dadaku terasa sesak, emosiku tiba tiba naik, mungkin lebih baik aku pergi saja, daripada aku disini melihat dia nangis,
Aku pun berdiri dan kujulurkan tanganku sebagai ucapan maafku,
“ Hiiks, mas jangan pergi to mas hiiks”
“Kalo kamu cengeng begini aku benaran pergi mbul, pusing aku kebanyakan masalah, kesini pengen berbagi malah begini, aku tanya apa salahku kamu juga ngga jawab, piye. “
“ Bukan ngga mau jawab mas? Tapi, hiiks, “
Lalu Asti berdiri dan memelukku sangat erat, isak tangisnya pun semakin menjadi,
Aargh, sesak dadaku aku ngga kuat, lalu kuajak Asti masuk ke rumah, malu rasanya kalo ada yang lihat dia nangis sesenggukan begitu,
Didalam rumah Asti masih saja memelukku, isakan tangisnya semakin dalam, dan mampu membuat amarahku luluh,
“ udah ah jangan mewek, mending galakin aku aja, ngga apa apa kok mbul,”
Kubalas pelukannya tanpa sadar kucium keningnya, sontak membuatnya kaget begitu juga aku tak kalah kagetnya,
“e eh maaf mbul, refleks aku,” Akhirnya dia tersenyum juga, lega pikirku,
“modus ah mas, main cium aja”
“ he he, aku minta maaf ya, sudah bikin kamu kayak gini, “
Suasana yang kaku pun akhirnya mencair juga, jujur aku ngga sanggup melihat Asti sedih begitu, baru Ku ingat kopiku masih diluar, kuambil kopi yang mungkin sudah mulai dingin,
Baru saja ku seruput kopi, kulihat pak Carik berjalan dari arah rumahku, fiuh, belum reda emosiku dengan anaknya sekarang bapaknya maranin kesini, baiklah mumpung masalahnya masih anget kuladeni apa maunya. Dari kejauhan jari telunjuknya sudah di acungkan ke arahku, sampai dekat pun masih saja jari telunjuknya tak di turunkan
“bajingan!! kamu apa kan anakku!! “
Tanpa kata Jari telunjuknya langsung ku tarik ke atas, kraak, “aaargh “
Kutatap tajam matanya tanpa melepas jari telunjuknya, dan dia meringis menahan sakit,
“ sampean itu orang yang dihormati di kampung ini, masa iya bahasa sampean kayak begitu, dan jari bapak ini mungkin lebih baik saya patahkan sekalian saja“
Jari telunjuknya semakin kutarik ke atas, kraaack,
“ aargh... Lepas bangsat! Aaargh.... “
Kraack, semakin kutarik jari telunjuknya membuat pak Carik melolong keras, dan baru kulepaskan jarinya setelah dia melolong yang kedua kalinya,
“ Bangsat!! “ Wuuus, tap! Buugh! Aaaargh... Kepalang tanggung, kata kata anaknya masih terngiang jelas, di telingaku membuat aku tak segan untuk melawan orang tuanya, kutangkis pukulannya dan kubalas pukul mata sebelah kanannya,
“ Ho ho, silahkan lawan saya dan ngga perlu ragu sampean pak! “
Tak ada jawaban dari pak Carik, dia masih sibuk memegang mata yang barusan kena bogem mentahku,
“ Benar benar bajingan, kamu akan terima akibatnya, camkan itu! “
“Sampean sendiri yang bilang saya bajingan kan?, jadi kalau begitu ngga salah dengan apa yang saya lakukan ke sampean kan, “
“ ha ha ha... Betul anak muda, aku curiga jangan jangan kamu ini anak lonte ya, pantas saja kelakuanmu seperti seorang bajingan, “
Habis sudah kesabaranku mendengar ocehan tua bangka itu,
“asu!! modyar kowe wong!! Buugh! Buugh!! Buugh!! Blaam! dia limbung dan terjerambab ketanah, Tak kuhiraukan lagi erang kesakitannya, terus kutendang membabi buta, bahkan mulutnya mengalir darah segar, dan satu giginya pun jatuh ketanah, jelas tanpa perlawanan dia sama sekali tak menyangka aku akan sekalap itu, aku belum berhenti menendang bahkan ketika ada sebuah tangan menarikku dengan mata sembabnya dia memohon agar aku menghentikan tindakanku, kakiku masih saja menendangnya,
“mas Ian sudah mas? Hiiks sudah mas? “
“Ngga mbul, lepasin aku! dia sudah menghina ibuku mbul! Dia harus terima akibatnya mbul, lepasin aku! “
“ Hiiks, mas sudah mas? “
Kutepis tangan Asti, hanya satu di pikiranku saat ini, siapa pun yang menghina ibuku akan kuberi pelajaran seberat beratnya, lagi, Buugh!! Buugh!! “Hoooek...“ kini ulu hatinya menjadi sasaran empuk tendanganku entah berapa kali dada dan perutnya Ku tendang semauku, tiba tiba paklik Bambang dan mas Zaenal datang menghampiriku, segera lenganku ditarik oleh mereka,
“ Wis An, wis, modar tenan bangsat iki ngko, “ (sudah An, sudah, mati beneran bangsat ini nanti,)
Mataku masih memandang penuh amarah ke orang yang berani beraninya menghina orang yang telah melahirkan ku, aku tak peduli dia siapa mau orang tua mau anak muda aku tak peduli,
Tapi tarikan tangan paklik begitu kencang sehingga membuat ku menjauh dari orang yang ku aniaya itu,
“biar kubunuh dia paklik, dia sudah menghina ibu, aku ngga terima paklik, “
“Sudah An, paklik bilang sudah ya sudah, percuma saja, manusia bangsat ini ngga akan sadar dengan kelakuannya sendiri, “
Lalu paklik Bambang menarik krah baju pak Carik dengan kasarnya,
“ Hoy Carik bangsat, minggat dari sini atau aku yang akan menyeretmu sampai rumah, minggat cepat!! “
Blaam, kerah baju pun dilepas dan sedikit didorong oleh paklik Bambang, membuat pak Carik terjatuh lagi,
“ Uhuk uhuk awas kalian, “
Lalu pak Carik bangun dan berjalan gontai meninggalkan kami, aku pun pulang ke rumah bersama paklik dan mas Zaenal, Asti ikut di belakang kami bertiga, aku tahu ini adalah awal konflik yang harus kuhadapi,
Kurasa paklik sudah paham masalah ini, makanya dia sudah tidak banyak bertanya lagi, mas Zaenal pun hanya geleng kepala melihat kelakuanku dan menggumam ‘ paklik dan keponakan sama saja, ‘
Sampai di rumahku bulik terlihat cemas, aku yakin dia memperhatikan semuanya dari rumah, lalu paklik Bambang minta tolong dibuatkan teh hangat oleh istrinya, saat bulik ke dapur lalu Asti mengikutinya, memang biasanya sih dia paling rajin membantu kalau masalah dapur, tiba tiba, bugh, Paklik meninju pelan dadaku, “ Edan kowe An, anaknya kang arip kamu pacari juga? “ aku Cuma cengar cengir nanggepin omongan paklik Bambang, akhirnya kita ngobrol membahas segala kemungkinan mengenai masalahku ini, dan beberapa nasehat dari paklik maupun mas Zaenal kutampung semua, disela obrolan aku bilang kalau tadi giginya pak Carik ada yang patah satu, paklik dan mas Zaenal malah tertawa, “oalah dulu satu gigi kamu yang matahin mbang, lah ini satu lagi di patahin sama keponakanmu, jan nasib Carik kok ya apek ditangan kalian berdua tho, “ sontak aku ikut tertawa mendengar penuturan mas Zaenal barusan, sekitar jam dua siang semua bubar, Asti pamit pulang, setelah itu mas Zaenal juga pamit, paklik sama istrinya juga mau keliling kampung katanya, sedangkan kakek dan nenek masih sibuk di belakang, ya sudah kugunakan waktuku untuk istirahat siang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama, waktu yang sama, di tempat berbeda,
Seorang pemuda bermesraan dengan seorang wanita muda yang sedang hamil, didalam kamar pengantin wanita itu, yang jelas mereka bukanlah pasangan sahnya, mereka begitu mesranya kondisi rumah yang mendukunglah yang membuat mereka bisa seperti itu, saling peluk dan cium, bahkan obrolan mereka begitu vulgarnya,
“ Mbak nambah yuk, udah pengen lagi ini lho, si wanita pun tersenyum manis mendengar perkataan pemuda itu,
“ih, lecet beneran memekku nanti Her kamu entot terus hi hi hi, “
“ lho, katanya biar dedek bayinya sehat? Piye toh, “
“iya sih, hi hi hi, ayuk ah, jadi ngga nih nyodoknya, biarin aja nanti pas suamiku pulang dari kota kamu kan susah mau ngentotnya Her, “
Kemudian wanita hamil itu mengangkangkan kakinya, terpampang gundukan memek tembem dengan sedikit bulu diatas belahan memeknya yang agak terbuka, terang saja membuat pemuda di sebelahnya langsung berbinar matanya, tak menunggu lama pemuda itu langsung mengarahkan senjata andalannya keliang memek wanita yang sedang mengandung itu, bleees, aaaaah, “masih geli mas Her.... Aaaiih tapi enaakh, “
“ piye? Enakkan mana sama punya suamimu mbak, “ pemuda itu mulai menggoda wanita yang sedang mengangkang di bawahnya, sesekali di cubit puting susunya, membuat wanita hamil itu menjerit kegelian karna ulah si pemuda,
“ aih nakal aah, enak semua mas Her, sama aja kok, aah, genjot yang kenceng mas aaach, aku mau nyampe niiih aaaach iyaah terus, yang kenceng maas aaaach,“
Lalu pantat wanita itu digoyang sendiri olehnya,
“ Maas aaah aaah iyaaah, terus mas kontolin aku maas aaah.... “
Sementara sang pemuda terus menggenjot dan wanita di bawahnya menggoyang pantatnya tak tentu arah, membuat batang yang asyik keluar masuk itu terlepas buru buru diraih dan dimasukkan lagi ke lubang memeknya, sepertinya si pemuda ingin lebih lama bercinta dengan wanitanya, di tarik pinggang wanita itu hingga posisinya menjadi nungging, bleeees, dimasukkan lagi kejantanannya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan wanita itu, tak butuh lama wanita hamil dibawahnya kembali kelojotan dan mengejat oleh sodokan si pemuda, lalu di cabut batangnya, entah dapat ide dari mana batang itu digesek gesekkan kelubang yang satunya membuat si wanita mengerang kegelian,
“ iiih mas kok ke situ? Geli aah, maas aaah, “
Mendengar erang kegelian wanitanya membuat pemuda itu semakin nekat, ujung kontolnya kini Di masukkan sedikit kelubang itu membuat wanitanya mengegolkan pantat tapi anehnya wanita itu tidak menolaknya, malah merintih kegelian, “ Iiih mas iih geli aah mas, “
“ Boleh dicobain ya mbak, memekmu udah banjir lho mbak, boleh ya? “
“hu um, tapi pelan yah belum pernah soalnya mas “
Lalu dikecup punggung wanita itu dan batangnya didorong pelan memasuki lubang matahari si wanita, membuat si wanita meringis menahan nyeri, tapi lagi lagi dia tidak protes dengan tindakan pemuda itu, yang dilakukan hanya memejamkan mata dan mendongak sambil menggigit bibir bawahnya yang agak tebal itu, tampaknya perjuangan pemudanya membuahkan hasil, batangnya sukses memasuki lubang matahari yang masih perawan milik istri orang itu, “aaah” mereka mengerang bersamaan, batang itu dibiarkan tenggelam tanpa digerakkan sama sekali, hingga wanitanya mengegolkan pantat dan meminta disodok pelan oleh pemudanya,
“ aaah, sodok yang pelan mas, agak perih tapi gatal mas aah..... “
“ Iya mbak, akhirnya aku dapat perawanmu mbak, eeegh, “
Lalu pelan pelan pemuda itu mulai menyodokkan pelan batangnya ke lubang matahari si wanita, “uuuuh,” erangan kembali terdengar dari keduanya, “uuugh enak mas mengganjal geli geli aneh rasanya, iiih, terus mas kencengin aja udah ngga perih kok, aaaach, “ pemuda itu tampaknya juga sudah tak tahan menahan gejolak birahinya suara benturan pantat dan selangkangan kian nyaring terdengar begitu juga dengan erangan keduanya saling bersahutan sesekali diremas dua gundukan yang menggantung indah didada wanita itu, dan tangan yang satunya sibuk mengocok lubang memek yang tambah banjir oleh cairan kenikmatan wanitanya, sehingga membuat wanitanya semakin merintih dan lagi lagi mengejat beberapa kali sontak membuat batang yang di dalam lubang mataharinya ikut tertarik semakin ke dalam dan tak sanggup lagi menahan cairan kenikmatannya dan creet creet, pemuda itu pun menumpahkan didalam lubang matahari yang panas dan tubuhnya ambruk tanpa mencabut batangnya menimpa si wanita, membuat pemiliknya kembali mengejat nikmat, setelah cukup beristirahat mereka memakai kembali pakaian yang berantakan di kasur, setelah itu si pemuda melumat bibir si wanita dengan mesra dan langsung pamit pulang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari yang sama setelah magrib dirumah pak Karman
Dengan muka lebam pak Carik datang sendirian ke tempat pak Karman, sontak membuat sang tuan rumah kaget, dan menanyakan kenapa tamunya bisa babak belur begitu, dengan penuh semangat dia ceritakan masalah apa yang terjadi dengan dirinya siang tadi dan anak semata wayangnya semalam, yang intinya Indriani dianggap sumber dari masalah itu, dan pak Karman langsung memanggil anak gadisnya, Indriani pun menghampiri sang bapak dengan begitu malasnya,
“ njih pak enten nopo, “ (Iya pak ada apa,)
“ Kamu lihat ini, kamu tahu ini ulah siapa, “ Indriani tak menjawab pertanyaan bapaknya, karna memang dia tak tahu siapa pelakunya, dan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya saja,
“ Ini ulah pacar kamu, terus apa kamu masih mau kekeuh sama dia yang kelakuannya sudah seperti begundal itu hah! “ lagi lagi Indriani tak menjawab apa yang ayahnya katakan, air mata perlahan membasahi pipi gadis itu, lalu pak Carik menimpali perkataan pak Karman,
“ sudah, sudah pak Karman kasihan putri bapak, biarkan masalah ini saya pikirkan bagaimana nanti kedepannya, kedatangan saya kesini hanya ingin mengingatkan saja, biar nak Indriani yang memutuskan harus bagaimana nanti nasib begundal itu, mengingat kejadian waktu terakhir saya kesini, sepertinya nak Indriani kurang suka, bukan begitu nak Indriani? Mumpung saya kesini sekalian saya mau perjelas, secepatnya saya akan datang lagi untuk melamarkan putra semata wayang saya, bagaimana nak Indriani, saya ngga mau nanti anak saya kecewa kalau sampai ditolak sama nak Indriani soalnya“
Sontak membuat Indriani kaget, dan langsung beranjak dari duduknya,
“Ngga mau!!”
“Indriani!! “ bentak bapaknya, sedang sang ibu yang masih sibuk di dapur juga mendengarkan pembicaraan di ruang tamu segera keluar mendengar suara bentakan dari suaminya itu, lagi lagi pak Carik berbicara,
“ Ngga masalah kalau ditolak kok pak Karman, ya terpaksa secepatnya juga begundal itu saya laporkan ke polisi, ya sudah saya pamit dulu, maaf lho sudah merepotkan pak Karman, “
Entah apa yang dipikirkan gadis itu dia berdiri diam tak bergerak bahkan menangis pun tidak,
“ loh kok buru buru pak kopinya belum diminum ini pak “ jawab pak Karman,
Senyum licik terlihat di bibir menghitam milik pak Carik, tanpa menjawab dia pergi dari rumah pak Karman
Merasa putrinya di ancam dan ada yang janggal disenyum terakhir tamunya membuat sang kepala keluarga menaruh rasa iba kepada putrinya, dia yang semula ingin sekali menjodohkan putrinya dengan anak pak Carik berubah seketika, ada ketakutan dihatinya, dia tahu anak gadisnya sedang diancam, jika putrinya menolak sudah pasti kekasihnya masuk penjara, memang tak masalah dengannya, tapi bagaimana dengan putrinya? sedangkan dia tau betul watak putrinya, walau bagaimana pun kebahagiaan putrinya adalah yang utama,
“ nduk? Maafkan omongan bapak tadi ya? Kok pak Carik tega begitu sama kamu, bagaimana nanti kalau kamu jadi menantunya? “
“ ya sudah pak, kita pikirkan masalah ini bareng bareng, memang begitu kelakuan pak Carik dari dulu kan pak? Sekarang semua tergantung Indriani, kita ngga bisa berbuat apa apa lagi, “ jawab sang ibu,
“ hiks pak, bu, Iin boleh ke tempat Asti ngga, “
“loh kamu mau tidur disana lagi nduk? “ jawab bapaknya, lalu ibunya menimpali sang bapak,
“ Sudah biarkan aja pak, mungkin disana Iin bisa tenang, biar ibu saja yang antar ya pak? “
“ Ya sudah, jangan lewat jalan biasanya takut pak Carik masih ada dijalan, “ jawab pak Karman kepada istrinya,
Lalu Indriani dan ibunya pergi ke Rumah Asti melewati jalan setapak, seperti saran pak Karman.
BERSAMBUNG
Makasih updatenya suhu @qthi
Belah durennya :(...
 
Matursuwun updateane om..
Carik + anake kirimi Kaori wae piye om? :D
 
Makasih updatenya om @qthi :beer:

Seng penting pak Karman wes sadar Karo sifate carik...

Sedikit flashback tentang paklik Bambang & pak carik,sepertinya keren om...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd