JNT
Part28
Dua hari sudah Ian berada di kampung, namun ia masih tak paham apa yang membuat ia harus ikut pulang, menyelesaikan masalahnya dengan ibu kah? Ian rasa tidak.
Ia sama sekali tak di ajak bicara tentang ibunya, dan bagaimana solusinya, hanya sekali saja di pinta untuk menjelaskan ciri-ciri rumah ibu yang ada di kota sana, segampang itu? Lalu selesaikah.
Ian merasa tak ada pengaruh atau perkembangan soal masalahnya. Jelas Ian curiga, namun ia tak ingin membahas apa lagi mencecar berbagai pertanyaan kepada paklik mau pun kepada kakek neneknya, Ian sudah cukup bahagia melihat kedua orang tua yang mengasuhnya sehat walafiat, dulu memang berharap bisa bertemu dengan orang tuanya, Tapi sekarang keadaan berkata lain, kenyataan tak seindah yang ia bayangkan.
Angan-angan yang dulu ingin bersimpuh di kaki ibu saat bertemu pun sirna sudah.
Tapi pantang bagi Ian membencinya, darah tak kan bisa terganti, adanya juga karna pertaruhan nyawanya, pantaskah seorang anak walaupun tak di anggap membencinya? Tidak sedikit pun tidak.
Lagi pula hidupnya selama ini di kelilingi orang-orang yang menyayanginya, paling tidak Ian mampu menepis kegundahan hatinya yang kadang kala datang tiba-tiba.
Hamparan tandus yang dulu berjejer pepohonan besar menjadi saksi seorang Iantono memanjakan diri dengan menikmati indahnya alam.
Seperti halnya sore ini, Ian tak sendiri, ia di temani teman sekaligus kekasih hatinya, Asti ialah salah satu penguasa hati Ian, sayang kejujuran datang setelah Indriani menancapkan cintanya di hati Ian.
Semilir angin sore menyambut hadirnya semburat senja, hal yang paling Ian sukai di dunia ini, banyak sudah waktu yang ia luangkan untuk sekedar menikmati keindahan alam yang satu itu, entah sendiri ataupun berdua dengan kekasihnya.
Ian masih termenung menyaksikan indahnya ciptaan yang maha segalanya, sedangkan Asti dengan setia menemaninya ia memeluk mesra sang kekasih, dagunya mendarat indah di pundak pemuda itu, tak ada yang terucap dari bibir keduanya, hening tenang tanpa canda tawa, tanpa rayu yang sudah tak perlu lagi di ucapkan untuk saat ini.
Hingga adzan berkumandang muda mudi itu baru beranjak, berjalan menyusuri jalan setapak dan bergandengan tangan.
β Dek? β
βEm... β
β Tau ngga, saat seperti ini suatu saat bakal kita rindukan. β
β Pasti mas, aku berharap kita slalu bersama seperti sekarang ini, β
βAsal kamu yakin semua akan terwujud kokβ
βAmiinβ
β Mas berangkat ke kota S nya kapan? β
Ucap Asti lagi setelah sampai di belakang rumah Ian.
β Sepertinya besok pagi dek. Kenapa? β
β Ih? Cepat banget si? β
βHu um, kan bareng paklik? β
β Nanti ke rumah ya mas? β
Ian pun mengangguk.
Di rumah, selesai menjalankan ibadah Ian berkumpul dengan keluarganya, menikmati santap malam bersama, sungguh kebersamaan yang selalu ia rindukan bersama keluarga, di sela acara makan sang kakek membuka obrolan.
β Piye mbang? Besok jadi berangkat, β
β Njih pak, lha pripun tho? β
β Yo ndak apa-apa, jangan lupa pesan bapak β
β njih pakβ
β Le? β
Ucap sang kakek sambil menatap cucunya.
β Njih mbahβ
β Kamu masih puasa hari lahirmu kan? β
β He he kadang-kadang mbah, kalau lagi ingat mawon(saja) β
β Hem... Usahakan to le? Buat kebaikan kamu juga kok yo? β
β Njih mbah maaf β
β Oya, mengenai ibumu biar nanti paklikmu saja yang Urusin yo le kamu tenang saja, fokus kerja ae ndak enak sama bosnya kalau kerjaan kamu tinggalin terus β
β He he njih mbahβ
β Yo wis sana, mau ngalor kan? β
Ian tersenyum menanggapi ucapan kakeknya
β An, piye kalau kira-kira paklik nembung sekalian saja ke orang tuanya, kalian itu pacaran kan? β
β Ha ha paklik ini ada-ada saja, ndak lah, masih belum siap segalanya paklik? Tenang ae to? β
β Lho mumpung di rumah lho ini? β
β Heeuh.... Gampang.... kayak ndak mau pulang lagi aja to paklik ini, njih mpun ah, β
Ian pun berjalan keluar, ia tau kalau tetap bertahan di rumah sudah pasti menjadi bahan obrolan mereka.
Gadis manis dengan rambutnya yang tergerai indah tampak duduk bersila di bangku depan rumahnya, tak lama Ian datang menghampiri, senyumnya mengembang mendapati kekasihnya datang.
β Sepi ya sekarang β
Ucap Ian memecahkan keheningan
β Eh! Ih... Bisakan Ucap salam dulu? β
Jawab Asti cemberut dan Ian hanya terkekeh tanpa merasa bersalah telah mengagetkan gadisnya.
βIkut mas dulu yukβ
β Kemana? β
β Jajan to? Rokokku habis sama sekalian beli apa kek, yukβ
Ajak Ian, lalu Asti mengulurkan tangannya,
β Manja dehβ
β He he iya dong? Yuk. β
Ucap Asti setelah berhasil berdiri.
β Izin dulu dek? β
Asti tersenyum dan bergegas meminta izin ke orang tuanya, sinar rembulan menjadi saksi kemesraan kedua insan yang sedang kasmaran itu, sepanjang perjalanan tanpa sungkan Ian merangkul mesra pinggang Asti begitu juga sebaliknya dan Sendau gurau mengiringi langkahnya.
Sesampainya di Toko barulah Ian melepaskan rangkulan.
βMbak? β
Ucap Ian memanggil pemilik toko yang tak lain adalah Marni itu.
βEeh... Mas Ian... Kapan datang to? β
β Kemarin mbak he heβ
β Eh sama mbak Asti to? Awas lo mbak di nakalin lo? β
Asti pun mengangguk menanggapi omongan Marni yang memang di kenal ceplas-ceplos itu.
β Haish... Nyuwun rokok mbak, dua bungkus njihβ
Tak perlu menyebutkan merk rokok yang di minta karna Marni sudah hafal rokok apa yang Ian mau, ia pun bergegas mengambilnya.
Namun ia tak memberikan langsung, ia berjalan keluar dari pintu samping tokonya.
β Duduk dulu sini mas? Mbak Asti sini to? Kok diem aja sihβ
Ucapnya sambil mempersilakan duduk keduanya, Asti mengikuti Ian dari belakang, memang semenjak Asti menjadi kekasih Ian ia tampak lebih pendiam kalau berada di depan orang lain.
β Sehat mbak? Piye jadi nikahan nya to mbak?β
β Jadi to mas? Orangnya ada tuh, β
βOalah.... Syukur lah he heβ
βNgopi ya? Mbak Asti mau minum apa?β
β Ndak mbak makasih, ini mau pulang kokβ
Ucap Asti cepat, memang tak lama setelah berbasa-basi Ian dan Asti langsung pulang, tepatnya berduaan di pinggir jembatan dekat rumahnya.
β Mas nih, ngeladenin aja, mana matanya kalau lihat mas kayak gitu lagi. β
βOpo to? β
β Ish... Itu mbak Mar. β
β Lho... emang begitu kan orangnya? He heβ
β Mbuh! Adek ngga suka, β
β Iya iya... β
β Au ah. β
Asti pun beringsut ke samping, Ian pun mendekati kekasihnya yang sedang di landa cemburu itu.
β Udah ah, β
Ucap Ian sambil membelai rambut kekasihnya.
β Ndak gitu mas? Ade tu takut mas kayak si Heru temen mas itu? β
β Lho Heru kenapa to dek, β
β Selingkuh sama mbak Wulan, β
β Terus? β
βApanya? Pokoknya gitu lah, β
β Cerita in dong dek?β
Ucap Ian penasaran, awalnya Asti tak mau cerita namun lambat laun ia menceritakan juga, Ian yang mendengarkan pun Cuma manggut-manggut.
β Mas, "
β Hem... Opo? β
β Ndak jadi he heβ
βOpo sieh? β
β Ndak ah nanti malah merusak suasana he heβ
β Hem.... Iin? Kenapa dek? β
βIsh... Peka kalau masalah itu, β
β Ya ndak gitu juga, kan emang itu yang bikin itu kan? β
β Ish.... Iya iya? Udah lahiran lo mas? β
β O ya? Ah sudahlah dek, ngomongin yang lain aja lah ya? β
βHu umβ
Dan malam pun semakin larut, jam sembilan di jalanan desa sudah tak ada lagi orang yang berlalu lalang, Ian pun mengajak Asti pulang, namun Asti merengek untuk ikut ke rumah Ian sebelum pulang ke rumahnya sendiri, mengingat masih ada waktu Ian pun mengiyakan kemauan gadisnya.
Sesampainya di rumah Asti langsung memeluk erat Ian.
β adek masih kangen mas? β
Ucapnya pelan, namun ada yang aneh, air mata gadis itu meleleh membasahi pipinya.
βMaaf ya? Waktu mas Cuma sedikit buat kamu dek, β
Lalu Ian pun mengecup kening kekasihnya, mendapat perlakuan seperti itu Asti pun mendongak perlahan, matanya menatap sayu kekasihnya,
Cup
Kecupan bibir Asti mengawali segalanya, kedua insan itu tak mampu lagi menahan gejolak jiwanya, rumah yang memanjang dan kamar Ian berada di pojok paling depan, sangan memungkinkan untuk membawa kekasihnya memasuki kamar tanpa ada seorang pun yang tau.
Ya Ian menuntun Asti ke dalam kamarnya, tak ada kata terucap karena tingkah keduanya sudah mewakili keinginannya, mereka bergumul di dalam keremangan kamar, lima belas menit berlalu, lumatan bibir keduanya semakin memanas saja, bahkan Asti sudah memasukkan tangannya ke dalam celana Ian, ia bebas melakukannya tak seperti siang hari di sungai kemarin, jari jemari halusnya dengan telaten mengelus batang penis Ian.
β Aku buka ya sayang? β
Ucap Asti meminta izin, namun ia tak menunggu kekasihnya menjawab, jari lentiknya membuka perlahan resleting celana Ian.
Ian bukannya diam ia tengah asik meremas buah dada sekal nan ranum milik Asti, bahkan saat Asti membuka resleting celananya Ian segera meraih Asti agar kembali ke posisi semula, Lagi-lagi mereka bergumul saling tindih.
Dan tanpa sadar penutup tubuh Asti bagian bawah pun sudah tak lagi menutupi bagian sensitifnya, perlahan Ian merambah turun, bibirnya dengan sigap merangsang buah dada Asti, namun hal itu tak berlangsung lama, Ian terus turun dan turun, hingga akhirnya lidahnya menggelitik belahan vagina Asti yang masih rapat.
Hal itu membuat Asti menggelinjang hebat, pasalnya baru sekali ini Ian melakukannya, dan itu yang pertama buat Asti.
Tangan Asti mengelus dan terkadang menjambak rambut Ian.
β Mash... Aaach...β
Ian pun menghentikan jilatannya, sesaat ia menatap Asti lalu kembali ke posisinya dan melanjutkan kegiatannya, tentu Ian sudah berpengalaman, berbeda dengan Asti yang masih polos soal sex.
Sekarang giliran kelentit Asti yang menjadi sasaran lidah Ian, bibir vagina Asti yang masih rapat ia buka dengan kedua jarinya, perlahan Ian menjilat naik turun bagian dalamnya lalu berhenti di bagian atas yang terdapat tonjolan kecilnya, Ian mencucup perlahan bagian itu, lambat laun Ian pun menghisapnya.
Asti tak dapat lagi menahan sesuatu yang ingin keluar dari vaginanya, ia menggelinjang dan kedua tangannya menekan kepala Ian.
β Eeemh.... Udah mash...β
Ucap Asti sambil meraih pundak Ian agar sejajar dengannya, kakinya mengangkang memberi ruang untuk kekasihnya agar leluasa menindih tubuhnya.
Benar saja, Ian menindih tubuh Asti, penisnya yang sudah menegang menempel ketat di belahan vagina Asti, ia mengesek dan terus menggesek penisnya di belahan vagina Asti, hingga akhirnya Asti kembali melenguh.
Asti tersenyum puas, ia mencoba meraih penis Ian dan ingin memasukkan penis itu ke vaginanya.
β Dek, jangan ya? β
Ucap Ian menolak.
β Tanggung mas? Ngga apa-apa kok? β
Cup
Ian mengecup kening kekasihnya yang penuh peluh, ia tak menuruti kemauan Asti.
β Nanti aja ya? Udah malam ni dek, pulang yuk? β
β Tapi mas, β
β Ayukβ
Ucap Ian sembari memakai kembali celananya, dan mengajak Asti untuk pulang.
Jam sepuluh malam, di tempat lain tepatnya di rumah Pak Yanto.
Gaun tidur tipis membungkus tubuh sintal Dara, ia berbaring gelisah di kamar pengantinnya, sedangkan suaminya tengah sibuk membaca sebuah buku tebal. Ia tak sadar jika sang istri sedang blingsatan di landa birahinya sendiri.
Dara menunggu dan berharap sang suami mencumbunya malam ini, namun suaminya tetap asik dengan buku bacaannya.
βYah? β
Ucap Dara sembari memeluk suaminya.
β Iya ma? Kenapa? β
Jawab Yanto yang sedikit pun tak menoleh kearah istrinya.
β Yah? Ish... β
Ucap Dara lagi sambil merogoh celana sang suami, jari jemari Dara membelai batang penis yang masih lunglai milik suaminya, Yanto sadar istrinya menginginkan percumbuan, ia pun menaruh buku bacaannya lalu mengecup bibir istrinya, gayung bersambut, Dara membalas ciuman suaminya dengan buas, apa lagi belaian jemarinya telah membuahkan hasil, penis suaminya mulai menegang dan Dara semakin semangat, ia mengocok penis itu hingga tegang maksimal.
Yanto yang sibuk meremas buah dada langsung melepaskannya, ia menarik tubuh Dara hingga ke pinggir ranjang, dengan cepat ia melolosi celananya setelah itu ia memegang pergelangan kaki istrinya agar mengangkang.
Blees...
βEeemh... Kurang basah yah? β
β Nanti juga basah ma? β
β Pelan dulu ya yah? Agak perih nih. β
Yanto hanya mengangguk, ia pun mencabut batang penisnya.
Cuiih..
Ia meludahi telapak tangannya lalu di oleskan ke kepala penisnya.
Blees...
Batang penisnya menerobos liang senggama istrinya dengan sempurna, merasa tak ada halangan Yanto mengocok vagina sang istri dengan cepat.
Plak
Plak
Plak.
Sodokannya kian cepat, Dara pun tak tinggal diam, ia memegang pergelangan kakinya sendiri agar suaminya leluasa merojok vaginanya yang sudah mulai basah.
βEehm... Emh... β
Lenguh Dara setiap vaginanya menerima sodokan keras dari suaminya.
βUuugh.... Mah... aaaugh... β
Tiba-tiba ayunan pinggul Yanto berhenti, spermanya pun menyembur beberapa kali di luang vagina istrinya.
β Iiih... Ayah, aku bentar lagi iiih... β
Ucap Dara, sambil memegang pinggul suaminya dan mengegolkan pinggulnya sendiri, ia berharap suaminya tetap mengocok vaginanya, namun seperti biasa, perlu waktu untuk menunggu agar dapat menegangkan kembali penisnya yang sudah mengeluarkan cairan cintanya.
Tentu hal itu membuat Dara kecewa, dan selama ini ia tidak pernah menunjukkan rasa kecewanya kepada sang suami.
β Yah lagi yuk? β
Ucap Dara memohon, memang suaminya menuruti, tapi butuh waktu untuk memulainya lagi, dan hasilnya pun sama saja, Dara tak mendapatkan kepuasan dalam bercinta.
Tentu hal itu membuat Dara membandingkan suaminya dengan Ian, dari perlakuan saat senggama dan ukuran kelamin Dara sudah sangat paham, apa lagi soal kepuasan.
Pagi hari Bambang dan Ian berangkat ke kota S, mereka memilih jalur barat yang memang lebih dekat ke tujuan, sekitar setengah jam melewati aral melintang jalanan setapak hutan dan dua jam di jalan raya akhirnya mereka sampai di rumah pak Yanto, suasana rumah tampak sepi, bahkan mobilnya pun sudah tidak terlihat di Garasi, artinya pak Yanto sudah berangkat kerja.
β An paklik langsung ae ya? β
βNjih lik, Hati-hati njih, β
Jawab Ian, lalu Bambang pun melanjutkan perjalanannya. Ian sendiri langsung mengetuk pintu pagar, Dari dalam rumah keluar sosok semampai, senyumnya mengembang, ia berlari kecil menghampiri kekasihnya.
β Em... Udah sampai to...β
Dara segera membuka pintu pagar, Mereka pun berjalan masuk ke rumah sambil bergandengan tangan, tentu setelah mengunci pintu pagar.
βHu um, Katanya ndak boleh lama, β
β Udah sarapan belum? β
βHe he belum ay? β
βAmbil sendiri atau..... β
βNdak usah... mas belum pengen kok he heβ
βPengen? Terus Pengennya apa masku sayang? β
Ucap Dara menggoda.
β Pengen berdua sama kamu ay? Ndak usah kemana-mana di sini aja yo? β
Ucap Ian lagi, tak dapat di pungkiri ia memang memikirkan Dara, itu sebabnya Ian mau berangkat ke kota S bersama pakliknya.
β Hem.... Dari kampung pintar ngegombal ya? Hi Hi Hi β
β Emang kangen kok he he β
β Mandi dulu sana, bau asem he heβ
Sontak Ian mengendus aroma tubuhnya.
β He he iya yaβ
Ian pun segera membersihkan diri, tak lama setelah itu, ia kembali ke ruang depan menemui Dara.
β Ehem... Udah wangi kayaknya, sini coba β
Goda Dara, Ian pun mendekat dan duduk di sebelah Dara.
βKenapa deh ay? β
βIiih.... Kangen tau yang β
β Lalu? β
βPeluk ih, kamu tuhβ
β Belum seminggu udah kangen ajaβ
β Mbuh ah, kamu kok, β
β Kok aku? β
βIya... Kamu, β
β Kenapa? β
β Bikin istri bosnya kangen Hi Hi Hi β
β Ish.... Eh iya ay, aku dah ngomong sama Asti soal kerjaan, dia mau katanya. β
β Oya? β
βHu umβ
βYa udah, mumpung mas libur kerja kita kesana yuk, eh ngga ding, aku mau berduaan aja di rumah. β
β Ish.. Plin plan. β
β Gara-gara kamu kok, β
βAku lagi? Hem... β
Ucap Ian sembari meraih kepala Dara dan menyandarkan di bahunya.
β Mas? Aku pengen cerita deh, tapi kok ya kayaknya ndak pantes kalau aku cerita yo? β
β Cerita apa ay? β
β Ndak usah lah ya mas, β
β Ish kamu tuh bikin penasaran ae to? β
Ucap Ian kemudian.
βTapi janji jangan kasih tau siapa-siapa ya mas? β
βHu um, emang aku mau cerita ke siapa sih ay? β
βHe he aku takut aja mas? β
β Yo wis ndak usah ae, β
β Ish... Ngambek deh yayangku nih, β
β Ndak? Ndak ngambek kok, aku juga takut keceplosan nantinya, udah ndak usah ya? β
β Yo wis, nanti kalau sudah saatnya juga mas tau sendiri sih he heβ
β Lebih baik tau sendiri kan? β
βHu um, yang jelas sekarang aku pengen di sayang sama kamu hi hi hiβ
βIsh, pagi-pagi minta di sayang kamu tuh. β
Dara pun menghampiri pintu utama dan menguncinya, lalu ia mengajak Ian untuk masuk ke kamar, dan sesampainya di sana Dara langsung melucuti pakaiannya sendiri, begitu juga dengan Ian.
β Bikin aku seperti waktu pak bosmu di rumah sakit mas, β
β Hem... Mau di apa in sih? β
β Pengen cepat gendong dedek bayi aku tuh... Ayo ah, β
Ucap Dara sembari meraih penis Ian, ia tak segan mengulum penis kekasihnya.
Clok
Clok
Clok
Dara begitu bersemangat mengulum penis itu, tak perlu berlama-lama penis Ian pun menegang di dalam mulutnya dan menimbulkan suara kecipak yang nyaring.
Berbeda dengan Ian, ia hanya pasrah duduk di pinggiran ranjang, kakinya agak mengangkang agar Dara bisa dengan leluasa mengulum penisnya.
βUuugh... Ay... β
Mendengar itu Dara pun menghentikan kulumannya, ia merangkak naik dan mendorong tubuh Ian.
Blees...
βEeemh... β
Lenguh Dara saat ia berhasil memasukkan penis Ian ke dalam liang Senggama nya, rambutnya yang terurai dan tatapan mata yang menggoda membuat nafsu Ian semakin berkobar, Ian menggerakkan pinggulnya begitu juga dengan Dara, setiap Ian menaikkan pinggul Dara pun menekan pinggulnya.
β Uuugh.... Enaakh sayangku.....β
Ian tak menjawab, ia merasa kali ini tatapan kekasihnya begitu binal. Lalu Ian pun memegang pinggul Dara dan mengocok penisnya tanpa jeda, di sela kocokkannya Dara pun meracau, dan racauan itu sukses hampir membuat penis Ian memuntahkan spermanya, Ian tak mau hal itu terjadi, maka ia pun menghentikan kocokkannya.
β Iih.... Kok berhenti? β
β Aku mau sampai ay, ganti posisi yuk... β
β Eeemh... Biarin sayang.... Kocok lagi biar keluar ya? β
β Tapi kamu belum keluar ay? β
β Biarin kocok kayak tadi iiih... β
Ian tak menjawab, ia segera membombardir liang senggama Dara dari bawah.
β Uuugh.... Terus yang.... Eeemh... Emh... Kontolin terus yangh.... Aaach... Aaaach.... β
Plok
Plok
Plok
Plok
β uuugh... Ay... Aagh... β
Racauan Ian menandakan kalau ia sebentar lagi akan memuntahkan cairannya, sedangkan gerakannya semakin kuat saja.
βIiih... Keluarin yangh... Iiiih terus aaach... Aaach.... Oooouggh...β
Dara melolong dan menengadahkan kepalanya, pinggulnya berhenti bergerak, begitu juga dengan Ian ia menghujamkan penisnya dalam-dalam lalu diam tak bergerak.
β Uuugh..... Aku sampai ay ... β
Hoosh
Hoosh
Hoosh
Nafas kedua insan itu saling memburu namun posisinya masih belum berubah, Dara enggan turun dari tubuh kekasihnya, apalagi penis Ian yang baru saja menyemburkan sperma di rahimnya tak ada tanda kalau penis itu mengendur, hanya tubuh Dara saja yang ambruk di atas tubuh Ian.
Keduanya mengatur nafasnya dan saling membelai.
β Mau langsung genjot lagi ndak Ra? β
βIih... Ganti manggilnya? β
β Hu um, bolehkan? β
βBoleh memasku? β
βSekarang? β
Ucap Ian sambil menyentak pinggulnya ke atas.
β Ih nakal ah, nanti ya? Masih banyak waktu ndak usah Buru-buru ya? β
Ian pun tersenyum.
βRa, Boleh aku tanya sesuatu. β
βBoleh, Apa sayangβ
β Kamu nanti cemburu ndak kalau Asti kesini. β
βIya dong? Tapi tenang aja, aku bisa nempatin diri aku kok. β
β Maksudnya? β
β Aku bersuami, ndak mungkin aku bisa bersaing ngrebut hati kamu masku? β
β Bisa kok, buktinya aku jatuh hati sama kamuβ
β Yakin? Ngga Cuma sex aja? β
β Aku jamin ngga, andai aku bernyali besar dan kamu mau aku pasti bawa kamu pergi, tapi aku tau kamu begitu menyayangi suamimu, yah seperti ini lah jadinya. β
βHem... Au ah, aku juga pusing kalau mikir nya ke situ, intinya aku juga harus kayak kamu, bisa berbagi hati, Hi Hi Hi β
βRa? β
Ucap Ian lagi sambil menyentakkan pinggulnya ke atas.
β Eeemh... Iiiih.... Nakal banget kamu mas, lagi yang kenc. Aaach..... Aaach.. β
Sebelum Dara menyelesaikan ucapannya Ian sudah menggenjot liang senggama nya dengan cepat, namun hal itu tak berlangsung lama,
Plop
Ian mencabut penisnya dan segera membalikkan tubuh Dara lalu menarik pinggangnya hingga posisi Dara menungging,
Slep
Proses penetrasi yang tanpa kendala berkat cairan sperma yang belum mengering di liang senggama Dara, karna tanpa itu sering kali Ian kesusahan melakukan penetrasi, mengingat vagina Dara tak terlalu mengeluarkan banyak cairan.
Plok
Plok
Plok
Suara beradunya bokong dan paha begitu nyaring, mungkin karena merasa memiliki kebebasan bercinta membuat Ian maupun Dara tak segan melakukan gerakan yang menimbulkan suara kencang sekalipun.
Plok
Plok
Plok
βAaah.... Iyaah... Terush yangh.... Aaaach.... β
β Terus apa Ra? β
β Iiiih.... Genjotin tempikku mas.... Aaaaaagh... Lagiih... Aaach.... β
βEmh... Nakal ngomongnya ya? β
Plop.
βIh.... Kok di lepas lagi? β
β Telentang ya Ra? β
Dara pun menurut kata Ian, malahan ia mengangkang dan memegang kedua pahanya agar lebih lebar, Ian terpana melihat vagina dara yang indah dan sekelilingnya di tumbuhi bulu yang lumayan lebat, lalu Ian pun berjongkok menatap lebih dekat dan semakin dekat, Hembusan nafasnya meniup lubang surgawi Dara.
β Eeemh..... Lakukan yang? β
Slup
Slup
Slup
βIiiiiih..... Iiiigh.... Yang aaach... Geli aaach.... Kontolin yang aaagh..... β
Dara mengiba dalam rintihannya, namun Ian tak berhenti mengulum daging merekah vagina Dara, hasilnya Dara mengejat tak beraturan, bahkan saat Dara mengalami orgasme Ian tak juga menghentikan kulumannya, malahan Ian mengulum itil Dara yang menyembul.
β Mash.... Aaach..... Sudah..... Aaaach... Aaampuuunh mash.... Aaaaaagh.... "
Seerrrr....
Seketika Dara mendorong kepala Ian kuat-kuat. Ia terengah-engah mengalami Multi orgasme yang baru sekali ini ia rasakan, cairan cintanya keluar bersamaan dengan air seni.
Dara tersenyum namun matanya mengembang.
βHe uh... He uh... Jahat kamu mas, aku sampe pipis gitu. He uh he uh. β
β Mau lagi? Pakai ini apa ini Ra? β
Ucap Ian sembari menunjuk bibir dan kemaluannya.
βIni, kontolin aku mas.... β
Jawab Dara sambil menggenggam batang kemaluan Ian, ia menarik dan mengarahkan kepala penis Ian tepat di lubang vaginanya.
Slep.
βAaach..... Enak sayangku.... Genjot yang kenceng ya? β
Ucap Dara, seketika Ian menggenjot dengan kecepatan tinggi. Lagi-lagi Dara melolong menikmati sodokan penis Ian, terbayar sudah kenikmatannya yang tertunda semalam. Dan hari ini kedua insan itu menghabiskan waktu seharian untuk melampiaskan nafsu binatangnya.
Tak terasa sebulan lebih Ian berada di kota S, dan selama itu ia sangat jarang kerja di pemotongan, Ian lebih banyak berada di luar gudang, dan hasilnya saluran limbah sudah selesai di kerjakan, dan dari situlah Ian mengenal tetangga sekitar gudang pemotongan.
Mereka lumayan ramah dan mereka bersyukur karna saluran pembuangan limbah yang langsung menuju ke aliran sungai besar, yang jelas sekarang tak ada lagi bau anyir di lingkungannya.
Dan saat ini giliran Ian dan Dara menyambangi ruko yang niatnya untuk membuka toko.
β Lo tempatnya gede ya Ra? β
β Hu um, mau di gimana kan ini mas? β
β Lihat-lihat dulu yukβ
βAyukβ
Dara mengikuti langkah Ian dan sampai di dalam tangannya menggandeng lengan kekasihnya begitu erat, sehingga payudaranya pun menempel ketat, hal itu membuat kelelakian Ian menghangat.
β Mas kenapa? β
βNdak apa-apa Ra? β
β Ih, kelihatan gugup kok, kaya baru pertama aku pegang aja gugup kamu tuh, hi hi hi β
β Ra? Susumu nempel itu lo? β
β Lalu? β
Ian tak menjawab, ia malah meraih tangan Dara dan menuntun ke pangkal pahanya.
β Ih.... Kok kamu ngacengan sih, pulang yuk mas bikin dedek lagi. β
β Kan tadi udah? β
β Lagi ndak apa-apa kok, he he β
β Sekarang ya? β
βNgga ada tempat buat bobok an ih β
βMakanya jangan di tempelin susunya ya? β
β Ih... Ndak mau ah maunya di tempelin kok. β
Ian menatap wajah Dara, lalu kedua tangannya di lingkarkan ke pinggang Dara.
Cup
Ian mengecup bibir Dara dan tak melepaskan lagi, kuluman panjang terjadi, bukan tanpa perlawanan Dara pun melakukan hal yang sama, ia mencucup bibir Ian dan mengulumnya.
Tak terasa kedua tangan mereka pun saling merangsang kelaminnya, hingga akhirnya Ian tak sanggup lagi menahan gejolak birahinya.
Satu kaki Dara ia angkat dan satu lagi masih memeluk pinggang Dara, Dara yang paham akan hal itu segera meraih batang penis Ian dan mengarahkan kepala penis Ian di lubang senggama nya.
Blees.
Penis Ian masuk seluruhnya di dalam vagina Dara, lalu Ian pun menurunkan kaki Dara, kini kedua tangannya kembali ia lingkarkan di pinggang Dara, begitu juga Dara tangannya melingkar di leher Ian, kedua insan itu kembali daling melumat dan pinggul mereka bergerak pelan, menikmati setiap gesekan kelamin mereka.
Dor!!
Dorr!!
Dor!!
Gedoran Rolling door menghentikan persenggamaan yang baru saja terjadi.
Bersambung