Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Istriku Widya dan Para Preman Yang Menjadikannya Budak Seks

kroda

Semprot Holic
Daftar
25 Jul 2015
Post
343
Like diterima
2.455
Bimabet
Note:
  • Cerita ini mengandung unsur pemerkosaan, perbudakan, dan pelecehan
  • Cerita ini hanyalah fantasi penullis, kesamaan nama dsb hanyalah kebetulan
  • Cerita ini akan rawan macet! Sekali lagi, Warning rawan macet!
Indeks:
Part01 - Hal 01
Part02 - Hal 04
Part03 - Hal 11
Part04 - Hal 19
Part05 - Hal 25
Part06 - Hal 32
Part07 - Hal 38
Part08 - Hal 52
Part09 - Hal 60
Part10 - Hal 69
Part11 - Hal 76
Part12 - Hal 81
Part13 - Hal 87
Part14 - Hal 92
Part15 - Hal 103


Part 01


Namaku Arman, seorang assistant manager sebuah perusahaan ternama di negeri ini. Umurku 30 tahun dan sudah menikah 2 tahun dengan istri tercintaku. Nama istriku Widya, usianya baru 26 tahun. Kami kenal dulu karena dipertemukan oleh salah seorang sahabatku. Kebetulan sahabatku, Nisa, itu adalah teman Widya juga.

Sosok Widya ini benar-benar seorang wanita idaman. Dalam kesehariannya, ia memakai jilbab dan nampak alim sekali. Jilbab yang ia pakai masih tergolong jilbab trendy, namun itu tidak mengurangi aura alim dari dirinya.

HCbKy4R.md.jpg
illustrasi Widya

Dari yang aku tahu, Widya ini sama sekali tidak pernah pacaran selama masa kuliah. Di masa SMA ia juga tidak pernah pacaran, walaupun banyak sekali pria yang mencoba untuk mendekati dirinya.

Nisa, teman satu kantorku juga membenarkan hal itu. Widya adalah salah satu yang paling cantik di angkatannya semasa kuliah. Dari mulai kakak angkatan hingga dosen muda-pun ada yang mendekati Widya. Tapi Widya memilih untuk fokus dulu pada pendidikannya di waktu itu. Wajar saja, karena ia juga tumbuh di keluarga yang taat.

Lalu bagaimana dengan aku?

Aku sendiri adalah bujang lapuk. Aku pernah sekali pacaran dengan teman kuliah, tapi setelah aku bekerja, kami putus secara teratur akibat jarak. Pacarku kebetulan mendapat beasiswa ke luar negeri dan kami memutuskan untuk berpisah. Semenjak itu, aku tidak pernah pacaran lagi hingga umur 28 tahun. Ketika aku dipertemukan dengan Widya.

Aku dan Widya tidak berpacaran lama, bahkan bisa dibilang tidak berpacaran sama sekali. Kami hanya saling kenal selama tiga bulan, lalu memutuskan untuk menjalin hubungan serius. Aku coba untuk datang ke rumah orang tua Widya. Dan ayahnya langsung bertanya kepadaku apakah aku ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan?

Aku tidak punya alasan untuk menunda lagi, usiaku sudah tidak muda. Lagipula secara harta aku juga sangat berkecukupan. Karirku bagus di perusahaan tempat aku bekerja. Dan kedua orang tuaku adalah pejabat di daerah.

Wajah Widya yang terbalut hijab itu nampak sangat manis. Putih dan bersih seperti wajah yang dirawat secara mahal. Padahal ia tidak pernah melakukan perawatan berlebihan. Hanya yang standar saja. Secara fisik, tubuh Widya tidak gemuk dan juga tidak kurus. Ukuran tubuhnya ideal, dan nampak sangat anggun dalam balutan pakaian model apapun.

Kami menjalani 2 tahun pernikahan ini dengan bahagia. Kami bahkan bisa dibilang tidak pernah bertengkar. Setiap konflik atau perbedaan pendapat, bisa kami bicarakan dengan baik-baik. Hanya saja ada satu hal yang kurang dari kami, sampai saat ini, kami masih belum dikaruniai anak.

Widya tidak pernah komplain atau membicarakan itu denganku. Bahkan, ia menurut saja ketika aku membujuknya untuk resign dari tempat kerjanya di sebuah bank syariah. Aku ingin agar ia istirahat saja di rumah dan tidak kecapekan. Karena gajiku sebagai assistant manager sudah jauh lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari kami. Tapi hal itu tidak menutupi kenyataan bahwa aku sebenarnya sangat lemah di ranjang. Aku tidak bisa bertahan lama ketika bercinta dengan istriku. Paling lama aku hanya bisa melakukannya lima menit. Di samping itu, cairan spermaku juga agak encer. Aku sebenarnya takut, kalau aku sebenarnya mandul.

Selain cepat keluar, ukuran kemaluanku juga terbilang kecil. Bahkan tidak lebih dari 10 cm ketika ereksi maksimal. Apa kecilnya ukuran kemaluanku itu berpengaruh juga dengan gagalnya kami mempunyai anak? Entahlah, aku tidak tahu. Dan sampai sekarang, aku masih belum memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter.

Setiap kali kita bercinta, istriku selalu memberikan yang terbaik kepadaku. Ia selalu berdandan cantik sekali. Dan ia memakai wangi-wangian yang aku suka. Ia bahkan selalu mencukur bulu-bulu kemaluan dan ketiaknya sampai bersih, karena itu yang aku suka. Tapi sayang sekali, seluruh usahanya aku balas dengan waktu bercinta yang singkat. Tidak jarang aku merasa sedih dan bersalah. Tapi istriku selalu tersenyum ketika aku selesai. Walaupun aku tahu, ia tidak pernah merasa puas.

Pada malam minggu itu, aku dan istriku baru saja pulang dari sebuah acara kondangan. Karena acaranya terletak di sebuah villa di luar kota, kami harus mencari jalan alternatif untuk pulang agar cepat sampai. Jalan utama tentu macet bu Jalan itu termasuk kecil dan berkelok-kelok. Ditambah lagi, kabut tiba-tiba saja turun di malam hari itu.

“Pah, agak hati-hati nyetirnya ya.” Kata Widya.

“Iya, tentu saja ma.” Jawabku.

Malam itu Widya menggunakan gamis kebaya yang modis berwarna krem kecoklatan. Semua orang di acara kondangan memuji kecantikan istriku. Sedikit banyak, aku merasa bangga dengannya.

Di sebuah tikungan, tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh binatang yang tiba-tiba melintas. Sepetinya binantang itu kucing, tapi entahlah. Mobilku oleng dan tak bisa aku kendalikan. Hingga mobilku akhirnya menabrak sebuah mobil lain yang sedang terparkir di pinggir jurang.

Brakkkk!!!

Keras sekali mobilku menabrak, hingga air bag yang ada di mobilku mengembang. Mobil yang aku tabrak tidak beruntung. Posisinya terdorong hingga jatuh ke dalam jurang. Kami bisa mendengar mobil itu berguling-guling jatuh ke bawah hingga akhirnya tercebur di aliran air sungai yang deras.

Aku dan Widya selamat, dan kami nyaris tidak terluka sama sekali berkat air bag mobil yang menggembang tepat pada waktunya.

Aku lihat segerombolan orang tiba-tiba mengerubungi mobilku. Mereka meminta kami untuk keluar. Dari wajahnya, mereka nampak bukan orang biasa. Tampang-tampang mereka seperti preman. Jumlah mereka ada 5 orang. Semuanya nampak bertampang kasar dengan tubuh penuh tato.

“Untung aja aku tidak di dalam mobil itu, kalau tidak, aku sudah mati jatuh ke dalam jurang!” Kata seorang dengan tubuh paling tambun diantara orang-orang itu.

“Iya boss, bunuh aja ini orang!” Kata preman lain.

Yang mereka maksud untuk dibunuh itu tentu saja aku, dan mungkin juga Widya.

“Tolong jangan,” Kataku. “Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa ganti rugi.” Kataku mencoba ber diplomasi.

Tapi seketika itu, Bukkkkk!! Sebuah tinju melayang tepat ke ulu hatiku.

Sakit sekali rasanya, aku sampai ambruk dan mataku berkunang-kunang.

“Aku benci orang-orang berduit kayak mereka. Dikira semua bisa dibeli sama uang.” Kata orang tambun yang disebut bos oleh preman lain itu.

Seorang preman membisiki si bos, dan ia tersenyum sambil melirik ke arah istriku. Istriku sendiri sudah dipegangi oleh dua orang preman. Wajahnya tampak ketakutan tapi ia tak bisa melawan.

“Ayo, bawa mereka. Ndak usah melawan, kalau kalian masih tetap mau hidup!” Kata si bos itu.

Mereka membawaku dan istriku ke sebuah mobil kijang tua. Aku duduk di belakang, ditemani oleh seorang preman. Sedangkan istriku duduk di tengah, diapit oleh si bos yang sekarang aku tahu bernama Parjo. Dan satu lagi preman bernama Kusni.

Tangan dan kakiku diikat, sementara mulutku disumpal oleh kain. Tapi aku liat istriku sama sekali tidak diikat. Ia hanya diam duduk tertunduk diapit oleh dua preman yang bernama Parjo dan Kusni. Mungkin ia sangat ketakutan dengan preman-preman ini.

Mobil ini melaju dalam kegelapan malam, entah apa yang akan mereka lakukan pada kami. Ulu hatiku masih terasa sakit sekali. Preman di depanku bahkan memain-mainkan pisau untuk mencukur jenggotnya. Ia bahkan sempat memukul lagi perutku ketika aku coba melihat keadaan istriku dengan gagang pisau. Rasanya sakit sekali dan aku ingin muntah.

Preman yang nantinya aku tahu bernama Kunto itu juga sempat membisikiku, “kalau sampai kau tereak atau melawan, istrimu bisa aku lempar ke jurang!” Ancamnya.

Jujur saja, aku sangat ketakutan. Aku belum pernah berada dalam situasi semacam ini. Apalagi mereka sepertinya tidak main-main dengan ancaman itu.

Aku perhatikan, istriku masih duduk dengan kepala tertunduk di kursi tengah. Parjo sepertinya membisikan sesuatu kepada istriku dan ia menganggung-angguk dengan anggukan orang yang panik ketakutan. Aku tak tahu apa yang ia bisikan. Tapi setelah itu, kepala istriku sempat beberapa kali tertengadah, seperti menahan sesuatu. Tubuhnya juga nampak lebih tegang dari sebelumnya.

Aku tahu, sesuatu sedang tejadi kepada istriku di kursi itu. Tapi aku tidak tahu apa itu. Aku hanya berharap, ia bisa melewati semua ini.

Perjalanan terasa sangat panjang, apalagi jalan di pegunungan ini naik turun dan berkelok-kelok. Suasana di luar nampak gelap sekali, aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa.

Aku lihat, kepala Widya semakin tertunduk, bahkan aku sempat mendengar suara aneh. Seperti suara becek air, aku tak tahu suara apa itu. Penasaran, aku coba mendongak ke depan. Tapi tiba-tiba Kunto menampar kepalaku.

Plaakkk!!

Pandanganku kembali berkunang-kunang dan darah keluar dari hidungku. Tidak berhenti di sana, ia juga kembali menghajar perutku. Bahkan tak segan memukul kemaluanku dengan gagang pisaunya.

“Argggh ampun!” Jeritku.

Sakit sekali rasanya dihajar Kunto. Aku sampai jatuh di atas lantai mobil dan mengerang menahan sakit.

“Sudah aku bilang, kamu diam saja. Nurut sama kami kalau mau nyawa selamat.” Kata Kunto dengan santainya kepadaku.

Rasanya sakit bukan main, terutama di area kemaluanku. Tapi Widya sama sekali tidak menoleh ke belakang. Seolah ia sedang disibukan oleh hal lainnya.

Pluukkk!

Ada sebuah kain yang jatuh tidak jauh dari wajahku. Kain itu berwarna putih, dan nampak sedikit basah. Aku tidak bisa melihat dengan jelas bentuk kain itu. Karena mobil ini sedang melaju di jalanan yang sangat gelap. Hanya saja, bau dari kain itu begitu menyengat dan aku jadi ingat akan satu benda.

Kunto mengambil kain itu dan menghirup baunya, “Wangi!” Kata dia.

Beberapa kali Kunto menciumi kain itu seolah kain itu adalah barang yang berharga buat dirinya. Kunto lalu menyimpan kain itu ke dalam saku rompi jeans yang ia kenakan.

Ah apa kain itu sebenarnya? Dari warna, bau, dan bentuknya, aku hanya bisa berfikir satu hal. Tapi aku benar-benar tak mau memikirkannya saat itu. Hanya saja, kemungkinan besar kain itu adalah satu benda, benda yang dipakai istriku Widya kemanapun ia pergi.

Kain itu adalah celana dalam Widya!
 
Terakhir diubah:
Keren nih kayak nya
Ijin pasang patok ya hu..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd