Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Istri Solehah

Terimakasih update nya om suhu..
Balapan bis mira smakin seru..;!!
 
Niceee bintang 100000000 ⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐
 
PART 6

"Maaf, kamu siapa ya? Sedang apa di rumah anak saya?" Tanya Wanita bercadar itu pada Nia.
Nia menunduk, ia selalu menghormati orang yang lebih tua darinya.

"Iya Ummi, saya Nia. Saya asisten rumah tangga yang baru di sini, saya baru mulai bekerja hari ini." Jawab Nia dengan jelas.
Wanita bercadar itu tampak mengangguk pelan, lalu ia memperhatikan penampilan Nia dengan begitu detail.

"Kamu masih muda dan juga cantik kenapa bekerja jadi ART?" Tanya wanita itu lagi.

"Saya baru pindah ke kota ini Ummi, karna itulah saya bekerja untuk membantu menafkahi keluarga." Jawab Nia lagi masih dengan senyumnya.

"Wah, kamu anak yang berbakti yah? Oh iya, Ummi ingin bertemu dengan anak Ummi. Bisa kamu panggilkan?" Pinta wanita itu pada Nia.

"Tentu saja, silahkan Ummi ayo masuk!" Jawab Nia langsung.
Wanita itu tersenyum, lalu Nia menuntun Ummi itu masuk ke ruang tamu. Lalu Wanita itu duduk di sofa, lalu Nia menanyakan keinginannya.

"Ummi ingin sesuatu? Biar Nia Ummiatkan untuk Ummi." Tanya Nia dengan lembutt.
Wanita itu mengangguk pelan, lalu ia meminta Nia untuk memUmmiatkan minuman.

"Tolong Ummiatkan Ummi teh manis hangat ya, tapi jangan terlalu manis juga." Pinta Wanita itu pada Nia.
Nia mengangguk paham, lalu ia meminta izin untuk pergi ke dapur.

"Baik Ummi, Nia ke dapur dulu ya." Pamit Nia lalu ia melangkah ke dapur.
Wanita itu menatap Nia dengan senyumnya, baru kali ini ia melihat gadis yang begitu sempurna. Sebenarnya menantunya juga tidak jauh berbeda dengan Nia, hanya saja ia kurang dalam hal mengurus rumah tangga dan memberi keturunan.

'astagfirullah, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku membandingkan Nia dengan menantuku Mira? Ya Allah, maafkan aku.' batin Wanita itu menyesal.
Nia membuatkan teh hangat sesuai pesanan Ummi itu, ia juga menambahkan satu sendok gula saja ke dalam teh itu. Setelah di rasa siap, Nia langsung membawanya ke ruang tamu.

"Ummi, ini teh pesanan Ummi. Maaf kalau tidak sesuai keinginan Ummi, karna saya baru sekali ini memUmmiatnya untuk Ummi." Ucap Nia dengan lembut.

"Tidak apa nak, oh iya panggil saja Ummi Latifah. Ummi adalah Ummi kandung Rafi, salam kenal ya nak Nia." Balas Ummi Latifah pada Nia.
Nia tersenyum, lalu ia kembali menunduk sambil sesekali melirik Ummi Latifah.

"Iya Ummi, salam kenal juga." Jawab Nia lembut.
Ummi Latifah mencicipi teh Ummiatan Nia, dan ia benar-benar merasa terkejut.

"Wah, teh Ummiatanmu enak sekali. Aku menyukainya, terima kasih Nia." Ucap ummi Latifah pada Nia.
Nia tersenyum senang, lalu ia mengucapkan puji pada yang kuasa karna tidak melakukan kesalahan.

"Alhamdulillah kalau Ummi suka, Nia ikut senang." Balas Nia.

"Ah ya nak, tolong panggilkan Rafi dan Mira. Ummi ingin bicara dengan mereka, bisa kan Ummi minta tolong padamu untuk memanggil mereka ke sini?" Pinta ummi Latifah pada Nia.

"Astagfirullah, maaf Ummi saya lupa kalau Ummi ingin bertemu anak Ummi mba Mira dan mas Rafi. Baiklah Ummi, akan segera saya panggilkan. Nia pamit ya Ummi, permisi." Balas Nia langsung melangkah menuju kamar Mira dan Rafi.
Sesampainya di depan kamar Mira dan Rafi, Nia merasa ragu untuk mengetuk pintunya. Ia takut mengganggu kebersamaan suami istri itu, tapi jika tidak Ummi Latifah yang akan menunggu lama.

'ya Allah, maafkan aku. Bukan maksud aku mengganggu mereka, tapi kasihan Ummi Latifah jika menunggu terlalu lama.' batin Nia menyesal.
Akhirnya Nia pun mengetuk pintu kamar itu, sampai terdengar suara sahutan dari dalam kamar yang Nia yakini itu suara Mira.

Tok.. tok.. tok..

"Assalamualaikum" ucap Nia lembut.

"Waalaikum sallam" balas suara perempuan yang Nia yakini adalah Mira.
Lalu pintu terUmmika, dan nampaklah Mira yang menatap Nia dengan heran.

"Ada apa Nia?" Tanya Mira santai.
Nia menunduk, ia benar-benar merasa bersalah karna mengganggu kebersamaan Mira dan Rafi.

"Maaf mba jika aku mengganggu, aku tidak bermaksud begitu." Ucap Nia menyesal.
Mira tersenyum mendengar kata-kata penyesalan dari Nia, lalu ia pun menenangkan Nia.

"Tidak apa, aku tau kamu tidak akan melakukan itu jika tidak penting. Jadi ada apa sampai kau terus mengetuk pintu kamarku?" Balas Mira memahami.

"Ada Ummi Latifah di ruang tamu, beliau ingin bertemu mba Mira dan mas Rafi segera." Jawab Nia langsung.

"Ummi datang? Ya sudah aku akan keluar sebentar lagi, aku beritahu mas Rafi dulu." Balas Mira terkejut.
Nia mengangguk paham, lalu ia kembali mendatangi ruang tamu dan memberitahu Ummi Latifah jika Mira dan Rafi akan menemuinya sebentar lagi.

"Maaf menunggu Ummi, sebentar lagi mba Mira dan mas Rafi akan datang." Ucap Nia.
Ummi Latifah mengangguk paham, lalu tidak lama kemudian Mira dan Rafi menghampiri Ummi Latifah. Mengetahui situasi itu untuk keluarga saja, Nia langsung undur diri ke dapur ia membuatkan minum serta cemilan untuk ketiga orang itu.

"Assalamualaikum Ummi, maaf ya menunggu lama." salam Mira pada Ibu mertuanya itu.
Ummi Latifah tersenyum pada Mira, dan ia pun menjawab salam dari menantunya itu.

"Waalaikum sallam, tidak apa Ummi mengerti." jawab Ummi Latifah dengan tenang.
Mira langsung mencium tangan Ummi Latifah, begitu juga dengan Rafi.

"Ummi apa kabar? Kenapa Ummi tidak menghuUmmingi Rafi saja jika ingin datang, kan Rafi bisa menjemput Ummi." tanya Rafi pada Umminya.

"Tidak apa nak, Ummi masih kuat kok berjalan sendiri ke sini." jawab Ummi Latifah dengan lembut.
Rafi hanya menghela nafas saja jika sang Ummi sudah berkata seperti itu, ia tidak bisa memaksa atau melawannya.

"Tapi Ummi benar-benar tidak apa-apa kan?" tanya Rafi lagi memastikan.
Ummi Latifah mengangguk pasti, lalu ia menjawab pertanyaan itu untuk meyakinkan Rafi.

"Ummi tidak apa nak, lihatlah! Ummi sehat, dan baik-baik saja." jawab Ummi Latifah yakin.
Rafi dan Mira mengangguk paham, lalu tiba-tiba Nia datang dengan teh buatannya dan juga beberapa camilan.

"Silahkan Ummi, mas, mba" kata Nia dengan sopan.

"Terima kasih Nia" ucap Mira dengan senyum di bibirnya.
Nia mengangguk dengan wajah yang tetap menunduk, lalu ia perlahan berjalan mundur dan kembali ke dapur. Ummi Latifah menatap Nia dengan dalam, lalu ia pun bertanya pada Mira tentang Nia yang bekerja di rumah anaknya itu.

"Nak, Ummi tidak tau jika ada seorang gadis yang bekerja di sini. Sejak kapan Nia bekerja dengan kalian?" tanya Ummi Latifah penasaran.
Mira tersenyum menanggapi pertanyaan mertuanya itu, ia pun menjawabnya.

"Baru hari ini Ummi, dia sedang butuh pekerjaan karna keadaan mendesak. Aku tidak tega melihatnya, jadi aku menerimanya bekerja di sini dengan persetujuan mas Rafi juga." jawab Mira menjelaskan.

"Iya Ummi tau, tadi Nia sudah menjelaskannya. Tapi apa kalian gak khawatir? Nia seorang gadis loh, kita tidak tau setan ada dimana-mana." tukas Ummi Latifah mengingatkan.
Mira menatap Ummi Latifah dengan tidak mengerti, lalu ia menatap Rafi bingung.

"Maksud Ummi bagaimana? Nia gadis yang baik, dia tidak mungkin seperti itu." jawab Rafi tidak setuju.

"Rafi, dia seorang gadis. Bukan tidak mungkin kau akan tertarik padanya, kan?" balas Ummi Latifah khawatir.
Rafi dan Mira benar-benar tidak percaya jika Ummi Latifah tidak mempercayai mereka, padahal selama ini ia yang paling membela keputusan mereka.

"Ummi kenapa berkata seperti itu? Mas Rafi tidak mungkin seperti itu, aku percaya padanya." jawab Mira sedikit kecewa.

"Bukan maksud Ummi tidak percaya, tapi Ummi khawatir pada kalian. Tapi terserah kalian, Ummi hanya mengingatkan sebagai seorang yang menyayangi kalian. Kalian sendiri juga tau jika kedua orang yang Bukan mukhrim terbiasa bersama, Bukan tidak mungkin ada sesuatu yang akan terjadi. Apalagi, Mira belum seutuhnya menjadi Iu rumah tangga." jelas Ummi Latifah dengan tegas.

Mendengar hal itu Mira dan Rafi terdiam, memang benar apa yang Umminya itu katakan. Mereka tidak berpikir sampai sejauh itu, dan lagi Ummi Latifah jadi kembali membahas kekurangan Mira. Ada sedikit rasa sakit dalam hati Mira saat Ummi Latifah kembali mengungkit kekurangannya, dan semua perdebatan ini karna kesalahannya.

"Ya sudah maafkan Mira Ummi, ini semua karna permintaan Mira." ucap Mira menyesali.

"Lain kali jangan lagi ya nak, kamu harus bisa menjaga suamimu. Jangan pernah sedikitpun kau menjerumuskan dosa dalam rumah tangga kalian, kalau memang kalian Butuh asisten rumah tangga. Cari yang setengah baya, dan pastikan sudah memiliki pasangan." balas Ummi Latifah mengingatkan. Mira mengangguk paham, ia mengakui kesalahannya kali ini. Sedangkan Rafi, ia memang setuju dengan maksud Umminya. Tapi Rafi tidak bisa menerima perkataan sang Ummi yang mengingatkan kembali mereka pada masalah rumah tangga yang rumit itu.

"Ummi, aku mengerti kenapa Ummi khawatir pada kami. Tapi kenapa Ummi malah membahas masalah itu lagi? Kasian Mira Ummi, jangan terus mendesaknya seperti ini." pinta Rafi dengan pelan.

"Maafkan Ummi Rafi, tapi kali ini Ummi datang memang untuk membahas hal itu. Ummi tidak bisa menunggu lebih lama lagi, kamu sudah bertahun-tahun menikah. Keturunan itu penting sebagai tujuan pernikahanmu, dan Ummi menunggu hal itu sejak awal kalian menikah." jawab Ummi Latifah sedih. Jatuh sudah air mata yang Mira tahan sejak tadi, hatinya merasa sakit mendengar harapan besar dari sang mertua yang belum bisa ia wujudkan sampai saat ini.

"Maafkan Mira Ummi, Mira belum bisa mewujudkan apa yang Ummi harapkan selama pernikahanku dengan mas Rafi." ucap Mira mencoba kuat.

"Ummi sudahlah, jangan membahas masalah ini lagi. Aku sudah bahagia dengan Mira, kami baik-baik saja." pinta Rafi dengan sangat.
Ummi Latifah menghela nafas panjangnya, sebenarnya ia juga tidak ingin melakukan hal ini. Mira menantu yang baik menurutnya, dan ia juga sudah menyayanginya seperti anak sendiri. Tapi ia juga tidak bisa melupakan hal yang satu ini, tujuan seseorang menikah pasti untuk melanjutkan keturunan.

"Rafi, Ummi mengerti. Tapi mau bagaimana lagi, kau Butuh penerus untuk masa depan kalian." balas Ummi Latifah mencoba meyakinkan.
Mira menghapus air matanya, lalu ia tersenyum dan menatap Ummi mertuanya dengan tenang. Ia tau kemana arah pembicaraan ini, dan Mira sudah mempersiapkan diri untuk mendengarnya secara langsung.

"Baiklah aku mengerti, jadi apa yang harus kami lakukan untuk mewujudkan keinginan Ummi?" jawab Mira dengan senyumnya.

"Rafi harus menikah lagi, tapi dengan seseorang yang baik dan sesuai dengan persetujuan Mira sebagai istri pertama Rafi." Jawab Latifah dengan tegas.

Rafi dan Mira terpaku mendengar hal itu, rasanya sangat sulit untuk mereka menerima permintaan seperti itu. Apalagi Rafi mencintai Mira begitu pula sebaliknya, sangat tidak mungkin rasanya untuk mewujudkan hal itu.

"Kenapa harus menikah lagi Ummi? Memang tidak ada cara lain lagi?" Balas Rafi tidak setuju.
Latifah menatap Rafi dengan sendu, Bukan ia ingin berlaku kejam tapi semua yang ia lakukan itu juga demi masa depan Rafi sendiri yang belum jelas.

"Cara apa lagi yang ingin kamu gunakan nak? Bukankah semua cara sudah pernah kamu gunakan? Apa ada hasilnya?" Jawab Latifah dengan terang-terangan.
Jujur saja, mendengar perkataan Ummi mertuanya itu membuat hati Mira terasa sakit seketika. Seakan ada ribuan pisau yang menusuk jauh ke dalam jantung hatinya, membuatnya sakit dan sesak sekali.

"Tapi Ummi, bagaimana aku bisa menikah lagi jika hatiku hanya mencintai Mira saja?" Balas Rafi tetap tidak setuju.
Latifah menghela nafas panjang, mencoba untuk tetap tenang menghadapi kekeras kepalaan anaknya itu.

"Cinta bisa hadir karna terbiasa, tapi anak tidak bisa hadir jika tidak usaha. Tolong mengertilah, kamu ini Butuh keturunan untuk meneruskan hak waris. Bukankah salah satu tujuan pernikahan itu untuk mendapatkan keturunan? Jadi apa salahnya jika mencoba hal ini?" Jelas Latifah dengan serius.

Rafi terdiam, jika sudah berbicara tentang anak dan keturunan Rafi tidak bisa mengatakan apapun lagi. Umminya memang benar, tapi Rafi juga tidak ingin menyakiti hati Mira jika ia harus menikah lagi. Mira hanya diam dengan air mata yang mengalir di pipinya, ia sadar jika ia tidak sempurna sebagai seorang istri untuk Rafi. Pria itu terlalu baik untuknya, Rafi pantas mendapatkan yang lebih dari dirinya. Walaupun hatinya sesak, Mira akan mencoba untuk menerima permintaan Ibu mertuanya itu. Sulit memang, tapi tidak ada salahnya jika mencoba saran dari orang tua.

"Baiklah Ummi, tolong izinkan kami berpikir lebih dulu." Putus Mira akhirnya.
Rafi menatap Mira tidak percaya, ia benar-benar tidak menyangka jika Mira akan memikirkan usulan dari Umminya itu. Sedangkan Latifah tersenyum dari balik cadarnya mendengar keputusan Mira, walau belum pasti setidaknya ada harapan untuknya memiliki cucu.

"Baiklah, pikirkan baik-baik usulan Ummi ini. Ummi melakukan semua ini juga demi masa depan kalian, hidup di masa tua tanpa seorang anak itu sangat susah. Ummi tidak ingin hal itu sampai terjadi pada kalian, jadi mengertilah tentang kekhawatiran Ummi ini." Balas Latifah meyakinkan.
Mira mengangguk paham, walau sebenarnya hatinya masih berdarah karna di tikam berkali-kali oleh perkataan Ibu mertuanya itu.

"Ya Ummi, kami mengerti." Jawab Mira dengan senyum tipisnya.
Rafi hanya terdiam dengan kesal, usahanya untuk menolak keputusan itu hancur sudah. Kini Umminya pasti berharap lebih pada dirinya dan Mira, jika mereka akan menerima keputusan itu. Latifah menatap wajah kedua anak dan menantunya sendu, Bukan maksudnya untuk mendesak mereka agar memilih jalan itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia juga tidak memiliki pilihan lain untuk semua masalah itu.

"Kalau begitu Ummi pamit dulu, kabari Ummi jika kalian sudah memberi keputusan. Assalamualaikum" pamit Latifah pada Rafi dan Mira.

"Waalaikum sallam" jawab Rafi dan Mira bersamaan.
Rafi dan Mira mencium tangan Latifah, lalu mereka mengantar Ummi mereka itu sampai ke depan rumah. Dan ternyata sudah ada taksi online yang menunggunya, Latifah pun masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan kediaman anaknya itu. Setelah kepergian Latifah, Rafi dan Mira langsung masuk ke dalam kamar mereka. Di sana mereka berdebat, membicarakan tentang usulan Latifah yang meminta Rafi untuk menikah lagi agar mendapatkan keturunan.

"Mas, aku rasa saran itu tidak buruk" ucap Mira memulai pembicaraan.

"Tidak Buruk bagaimana maksud kamu? Justru saran Ummi itu sangat buruk sayang, karna itu akan menyakiti hati kamu." Jawab Rafi frustasi.

"Mas, insya Allah aku baik-baik saja. Jika memang ini jalan yang terbaik, kenapa tidak?" Balas Mira memberi pengertian.
Rafi duduk di tepi ranjang, lalu ia menatap Mira dengan sendu. Mira yang paham dengan tatapan itu langsung duduk di samping Rafi, dan menatap sang suami dengan senyum tipisnya.

"Mas tidak ingin menyakiti hatimu sayang, mas mencintai kamu. Bagaimana bisa mas menikah lagi, jika di hati mas hanya ada kamu." Ungkap Rafi sedih.
Mira tersenyum mendengar ungkapan Rafi tentang perasaannya, dan ia pun mengerti dengan apa yang Rafi khawatirkan.

"Mas, kita juga dulu tidak saling mencintaikan? Kita di jodohkan, dan di pertemukan oleh takdir. Tapi akhirnya mas bisa mencintai aku, Bukan tidak mungkin mas akan merasakan hal yang sama dengan istri kedua mas nanti." Jelas Mira dengan lembut.
Rafi menatap Mira dengan sendu, tapi Mira menatapnya dengan yakin dan senyum.

"Mas, demi pernikahan kita dan juga masa depan kita. Tolong mas percaya pada pilihan Ummi dan aku, kami hanya ingin yang terbaik untuk semuanya." Pinta Mira dengan sangat.
Inilah kelemahan Rafi, permohonan Mira yang tidak bisa di tolak olehnya. Tapi jika ia menerimanya, itu berarti ia mengkhianati cinta mereka dan pernikahannya.

"Lalu bagaimana dengan pernikahan kita sayang? Itu berarti aku mengkhianati kamu, dan cinta kita kan?" Tukas Rafi mencoba membalik keadaan.
Mira tersenyum mendengar perkataan Rafi, ia benar-benar bersyukur memiliki suami yang setia dan penuh cinta seperti Rafi. Tapi hal itu juga yang memUmmiatnya sakit, karna tidak bisa menyempurnakan pernikahan mereka.

"Mas, aku ikhlas jika memang ini takdirnya. Mas pantas bahagia, dan mendapatkan yang lebih baik dari aku. Aku memang mencintai mas, tapi mas juga harus memiliki Ummiah cinta untuk bisa melanjutkan hak waris. Tolong mas, terima saja saran dari Ummi." Balas Mira dengan permintaannya.

"Kenapa kamu mendesak mas juga sayang? Jika seperti ini, bagaimana mas bisa menolaknya?" Keluh Rafi dengan wajah frustasinya.

"Maaf mas, tapi ini demi kebaikan kita." Balas Mira dengan senyumnya.
Rafi menghela nafas panjang, ia tidak bisa lagi menolak permintaan Umminya ataupun Mira. Kedua wanita itu sudah mendesaknya hingga ke tepi jurang, jadi mau tidak mau Rafi harus mengambil keputusannya.

"Baiklah, jika memang itu yang terbaik untuk kita semua maka aku akan menerimanya. Ini demi pernikahan kita, dan juga Ummi." Putus Rafi akhirnya.
Mira tersenyum mendengar keputusan Rafi, walaupun perasaannya sakit tapi ia harus tetap kuat. Semua ini ia lakukan demi rumah tangganya dengan Rafi, dan juga menuruti keinginan Ummi mertuanya yang tidak bisa ia penuhi.

"Terima kasih mas, aku bahagia mendengarnya." Ucap Mira lalu ia memeluk Rafi dengan sangat erat.
Setelah berdiskusi dengan Rafi, akhirnya Mira menghubungi sang ibu mertua untuk memberitahu keputusan mereka. Dalam nada sambung kesekian kali, akhirnya panggilan itu terhubung. Dengan senyum di wajahnya, Mira mengucap salam pada sang ibu mertua.

"Assalamualaikum Ummi" sapa Mira pada sang ibu mertua.

"Waalaikum sallam nak, ada apa telepon Ummi? Padahal Ummi masih di jalan belum sampai rumah, kamu sudah telepon saja." Jawab Ummi Latifah penasaran.
Mira tersenyum, lalu ia pun menjawabnya pertanyaan ibu mertuanya itu dengan sopan.

"Iya Ummi, ada yang ingin Mira sampaikan pada Ummi." balas Mira masih dengan nada rendahnya.
Mendengar nada suara Mira, Latifah pun jadi merasa khawatir.

"Ada apa nak? Apa ada masalah?" tanya Ummi Latifah mulai khawatir.
Mira langsung menjelaskan maksud ia menelpon tiba-tiba itu.

"Tidak Ummi, bukan masalah berarti. Aku ingin besok Ummi datang lagi yah, aku sama mas Rafi sudah memutuskan pilihan kami Ummi." jawab Mira dengan tenang. Latifah tersenyum senang, setidaknya kini harapannya untuk memiliki cucu dari anak satu-satunya itu bisa terwujud.

"Benarkah? Baiklah nak, besok Ummi akan datang." balas Latifah setuju. Mira tersenyum senang mendengar jawaban dari Ummi Latifah, ia pun bisa bernafas lega sekarang.

"Baik Ummi, aku tutup dulu ya. Assalamualaikum" pamit Mira.

"Waalaikum sallam" jawab Ummi Latifah, lalu panggilan telepon itu pun terputus.

******
Latifah tersenyum dengan keputusan anak dan menantunya untuk menikah lagi. Mengenai Latifah dia adalah seorang Wanita berusia 44 tahun. Latifah mempunyai 2 orang anak laki-laki yaitu Rafi 27 tahun dan Rasya 18 tahun. Sedangkan suami Latifah sudah meninggal 15 tahun yang lalu. Walaupun sudah berusia 44 tahun Latifah masih tampak muda seperti umur 30-an. Dibalik jilbab dan cadarnya terdapat wajah yang masih cantik dan tubuh yang begitu langsing. Hal ini karena Latifah sangat rajin berolahraga dan fitness. Bulatan payudara Latifah juga cukup besar sekitar 34c.

30 menit kemudian Latifah tiba ditempat tujuan. Tempat yang dituju adalah rumah uztazah hana. Uztazah hana adalah uztazah yang mengisi pengajian kecil yang sering dihadiri Latifah. Uztazah Hana lah yang mengenalkan lebih dalam ajaran agama pada Latifah dan mengajak Latifah untuk bercadar. Usianya sepantaran dengan Latifah. Uztazah Hana pun juga seorang janda dengan 1 orang anak laki-laki berusia 25 tahun. Hubungan Latifah dengan Uztazah Hana memang lumayan akrab. Jika ada apa-apa permasalahan pribadi biasanya Latifah curhat ke Uztazah Hana, begitu juga sebaliknya.

Sampai disana Latifah disambut hangat oleh Uztazah Hana. Mereka pun masuk dan berbincang diruang tamu. Siang itu Ummi Latifah yang curhat. Curhatnya sederhana. Dia bercerita tentang gairahnya yang akhir-akhir ini terasa meninggi. Dia meminta saran tentang bagaimana mengatasinya karena dia tak memiliki suami lagi sementara birahinya minta dipuaskan. Uztazah Hana saat itu mengangguk-angguk maklum.

“Ana mengerti kok permasalahan antum,” Uztazah Hana membesarkan hati Ummi Latifah.

“Dalam posisi seperti antum sekarang, menurut Ana ada satu solusi yang kebetulan Ana bisa bantu, karena kebetulan kondisi kita sama tak memiliki suami lagi.”

“Alhamdulillah, apa itu Uztazah?” Wajah Ummi Latifah nampak cerah. Uztazah Hana tersenyum. Kemudian dia mengajak Ummi Latifah pergi ke kamarnya. Di sana dia menyodorkan satu barang yang membuat Ummi Latifah terkejut.

“Benda apa itu Uztazah?’ Tanya Ummi Latifah penasaran

“Ini adalah strapon vibrator perangsang Vagina dan strapon dildo yang dilengkapi vibrator Ummi”. Jelas Uztazah Hana. Ternyata Uztazah Hana menyodorkan strapon vibrator perangsang Vagina dan strapon dildo yang dilengkapi vibrator.

“Dalam keadaan darurat boleh kok pakai ini, daripada berzina,” UZtazah Hana tersenyum. Ummi Latifah memandang barang itu, memegang-megangnya. Langsung terbayang di benaknya bagaimana cara memakai benda itu. perlahan dirasakannya memeknya membasah.

“cara pakainya bagaimana Uztazah?” taya Ummi Latifah penasaran.

“Sudah, sekarang ummi bawa saja, ini hadiah ana berikan buat antum, Di kotaknya sudah ada pentujuk cara pakainya jadi Ummi gak perlu bingung” Uuztazah Hana langsung memberikan benda itu lengkap dengan wadahnya.

“Ana masih punya yang lain kok,” begitu tambahnya sambil mengedipkan matanya.

“Euh, makasih, uztazah, uztazah benar-benar membantu masalah ana,” Ummi Latifah sedikit tergagap saat menerima barang itu. setelahnya keduanya mengobrol beberapa hal-hal lain sampai kira-kira setengah jam kemudian Ummi Latifah pulang. Kepulangannya diantar dengan senyuman Uztadzah Hana.

*******
Hari berganti sore, kini Nia sudah selesai dengan semua pekerjaannya. Ia pun akan berpamitan lebih dulu pada majikannya, yang tidak lain adalah Rafi dan Mira. Nia sudah berdiri di depan kamar, lagi-lagi ia merasa bingung harus bagaimana bersikap saat ini. Jujur saja Nia merasa tidak nyaman jika harus mengganggu pasangan suami istri itu, tapi tidak ada pilihan lain lagi.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan pintu membuat Rafi mengehentikan aktifitasnya menikmati payudara Mira, lalu Mira menutup bajunya Kembali dan membuka pintu kamar dan melihat Nia berdiri di sana sambil menunduk.

"Oh Nia, ada apa?" Tanya Mira dengan wajah sedikit memerah. Nia mengangkat sedikit wajahnya, lalu ia mengungkapkan apa yang ingin di katakannya.

"Maaf mengganggu mba, ini sudah sore jadi saya mau pamit pulang dulu." Ungkap Nia. Mira mengangguk mengerti, lalu ia pun melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 5 lebih 10.

"Benar juga yah, ya sudah Nia kamu sudah boleh pulang." Balas Mira dengan senyumnya. Nia mengangguk, lalu ia menjelaskan pekerjaan yang sudah di selesaikan olehnya.

"Oh iya mba, saya sudah memasak makan malam dan menaruhnya di meja. Jadi nanti kalau mba dan mas mau makan, tinggal di hangatkan saja. Saya juga sudah membersihkan alat-alat dapur dan menyetrika pakaian, semua sudah rapi dan berada di tempat yang mba Mira katakan sebelumnya." Jelas Nia dengan pasti. Mira mengangguk paham, ia benar-benar kagum pada keuletan Nia. Dalam waktu sehari, ia sudah di buat kagum berkali-kali oleh gadis itu.

"Baiklah, terima kasih sudah mengerjakan semuanya dengan baik." Ucap Mira. Nia menggeleng pelan, lalu ia menolak ucapan itu karna memang sudah tugasnya melakukan hal itu.

"Itu sudah tugas saya mba, dan Alhamdulillah saya bisa mengerjakan semuanya dengan tepat dan cepat." Balas Nia dengan senyumnya.

"Masya Allah, kamu ini memang menantu idaman sekali ya Mira." Puji Mira pada Nia. Nia menunduk malu, lagi-lagi Mira memujinya begitu tinggi.

"Jangan berlebihan seperti itu mba, saya hanya manusia biasa. Ya sudah mba, saya pulang dulu. Assalamualaikum." Jawab Nia malu.
Mira mengangguk setuju, lalu Nia menjabat tangan Mira dan bersaliman. Setelah itu Nia melangkah keluar dari rumah itu, dan menunggu angkutan umum yang lewat di depan sana.

"Assalamualaikum" ucap Nia.

"Waalaikum sallam, kamu sudah pulang nak?" Jawab Umar dengan santai.

"Iya yah, maaf Nia pulang sedikit telat. Ayah tadi pulang kerja jam berapa?" Balas Nia dengan lembut.

"Ayah pulang sekitaran jam 4 nak setelah klinik kesehatannya tutup”. Jawab Umar. Umar kini sekarang menjadi satpam disebuah klinik Kesehatan.

Nia sudah siap dengan mukena dan sajadahnya, lalu Umar datang dan langsung menggelar sajadahnya juga. Lalu solat pun di mulai, sampai akhirnya Umar memberi salam dan di ikuti oleh Nia. Setelah itu mereka berdzikir sesaat, lalu berdoa.

"Amiinn" ucap Nia dan Umar bersamaan mengakhiri doa mereka. Nia langsung menjabat tangan sang ayah, dan menciumnya dengan lembut.

"Putri ayah sudah semakin dewasa sekarang, rasanya begitu cepat sekali waktu berlalu." Ungkap Umar dengan senyum nakalnya.

"Ayah, aku memang sudah dewasa. Tapi aku akan tetap bersama ayah, selalu." Balas Nia dengan senyumnya nakalnya. Nia lalu bergerak pindah ke pangkuan ayahnya.

"Tidak bisa seperti itu sayang, kamu sudah dewasa saat ini. Sudah waktunya untuk kamu menikah dan hidup bersama dengan suamimu." Jawab Umar dengan lembut.

"Tapi bagaimana dengan ayah? Aku tidak ingin meninggalkan ayah sendiri di rumah, aku merasa khawatir. Hanya ayah yang aku punya, jadi aku tidak ingin meninggalkan ayah demi kebahagiaanku sendiri." Balas Nia sedih. Umar tersenyum mendengar perkataan Nia, lalu ia memeluk Nia dan membelai kepala Nia dengan penuh kasih sayang dan nafsu

"Sayang, dengar kata ayah ya? Menikah itu salah satu bentuk ibadah, dan dengan menikah itu berarti kamu telah menyempurnakan agama kamu." Jelas Umar meyakinkan Nia.

"Aku mengerti yah, Insya Allah jika memang sudah ada yang datang melamar dan ayah setuju dengannya aku tidak akan menolak untuk menikah." Jawab Nia dengan senyumnya.

"Ayah senang mendengarnya" ungkap Umar dengan senyumnya. Nia ikut tersenyum dan mengangguk pelan, lalu mereka pun lanjut mengaji sambil menunggu adzan Isya berkumandang.

Nia sebenarnya sudah merencanakan sesuatu malam itu. Begitu selesai shalat Isya, ia berniat meminta ayahnya memijat lehernya yang sudah 2-3 hari ini pegal karena kurang tidur. Ia yang hanya mengenakan gamis dan jilbab panjang yang sederhana, segera keluar dari kamar tidurnya menuju ruang tamu tempat ayahnya sedang beristirahat menonton TV. Dia berniat untuk menggoda nafsu ayahnya malam ini sebanyak yang dia bisa. Peristiwa yang dimanfaatkan sang ayah dengan melampiaskan syahwatnya pada tubuh telanjangnya saat beberapa waktu yang lalu masih tak bisa dilupakan.

"ayah.. Sibuk kah? Badan Nia kurang enak badan yah.. Nia mau minta dipijat sedikit leher Nia boleh? Nia pegel banget.." kata Nia lalu duduk bersilang -berkaki di depan ayahnya yang sedang menonton TV.

"Nia, kamu capek? Jangan memaksakan diri dengan banyak pekerjaan.. Sini ayah, pijat badanmu.." ajak Umar.
Dengan duduk di depan ayahnya, Nia perlahan mulai dipijat oleh ayahnya hingga merasakan sensasi sensualitas yang luar biasa. Pijatan yang awalnya hanya di bagian tengkuk kini terasa sudah mulai turun di sisi kiri dan kanan tubuhnya. Kadang sang ayah sengaja mengusap-usap payudara besar Nia dengan usil. Nia yang mulai terbuai dengan nikmatnya pijatan sang ayah, dia biarkan begitu saja. Dia tahu ayahnya terangsang dan mencoba untuk mengambil keuntungan dari kedua payudaranya. Itu sebabnya dia sudah bersiap lebih awal untuk tidak memakai bra.

Nia terlihat mulai mendesah pelan saat sang ayah kini lebih berani membelai tonjolan payudaranya meski di balik bajunya. Sambil memejamkan mata, Ustazah Nia mulai menikmati belaian lembut ayahnya yang semakin berani mengambil kesempatan untuk membelai payudaranya yang berukuran 38D di luar bajunya. Dengan nafas yang semakin menyesakkan, Nia mulai dilanda gairah yang menggoda. Puting tegang Nia mulai disentuh ayahnya dari luar baju dan kerudungnya.

“Nia.. Lepas baju Nia.. Ayah kurang nyaman jika memijat tubuh Nia dengan berpakaian seperti ini.. Nanti ayah pijat sampai semua pegal di tubuh Nia hilang, umph.. Lepas bajunya sayang .." tanya ayahnya sedikit nekat Dan tak disangka, Nia menuruti saja permintaan ayahnya.

Kini ada sepasang payudara 38D yang meregang besar tanpa tertutup benang. Hati kecil Nia menjerit bahagia karena keinginan merayu ayahnya sudah 50% terpenuhi. Meski malu, Nia bertekad membawa ayahnya ke puncak nafsu dengan tubuh perawannya. Ayahnya, yang telah terangsang secara seksual sejak awal, kini semakin bergejolak dalam nafsu prianya. Penisnya yang besar berurat juga semakin tegang di balik kain sarung yang dikenakannya.

Tiba-tiba Umar dicium begitu rakus oleh Nia. Bibir Umar yang hitam mengerucut berkali-kali sementara Nia menjulurkan lidahnya ke dalam mulut ayahnya agar bisa dihisap. Nia memang tak kuasa menahan luapan nafsu terhadap ayahnya sejak kejadian itu. Setelah tindakan ayahnya yang bernafsu pada tubuh perawannya di waktu subuh, dia benar-benar kecanduan lagi dengan rangsangan batin dari ayahnya.

Kedua ayah anak itu saling bergelut, saling cium lidah dan cium bibir, seolah memendam nafsu yang sudah lama tertunda. Kedua mata mereka saling berpandangan dan pupil mata Nia begitu lemah dan merindukan kehangatan nafsu lelaki ayahnya. Nia lalu melepas semua kain gamisnya. Jadi vagina perawannya yang tembem, halus, dan sedikit berbulu Nampak di depan ayahnya. Nia yang awalnya tidak mengenakan celana dalam pun langsung memamerkan vaginanya yang penuh kenikmatan khusus untuk sang ayah.

Namun aktifitas mereka terpakasa berhenti Ketika terdengar suara panggilan dari luar rumah.

“Assalammualiikum….” Ucap salam dari seseorang diluar rumah.
Nia dan Umar segera menghentikan perbuatan mesum mereka. Umar segera mamakai bajunya dan Nia segera berlari ke kamar.

"Waalaikumsalam.. Ohh Pak RT, silahkan masuk.. “ ajak Umar dengan sedikit gugup. Umar pun akhirnya berbincang-bincang lumayan lama dengan Pak RT. Nia yang berada didalam kamarpun cukup kesal jika rencananya melampiaskan nafsu gagal. Begitupun juga Umar merasakan hal yang sama dengan Nia.

Sedangkan ditempat lain…..

Saat itu jam menunjukkan sembilan malam. Ummi Latifah duduk diatas ranjang sambil memainkan HPnya, kemudian Rasya tiba-tiba masuk ke kamarnya. Rasya adalah anak kedua Ummi Latifah dan berusia 18 tahun. Rasya adalah anak yang manja, polos dan sangat kekanak-kanakan. Hal ini karena ummi Latifah sangat memanjakannya. Apapun keinginan Rasya pati diturutinya.

“Ummi,” begitu dia memanggil, kemudian langsung naik ke ranjang dan duduk di samping Ummi Latifah.

“Iya, sayang,” Ummi Latifah tersenyum. Ditutupnya HPnya. Diusap-usapnya lembut kepala Rasya yang langsung menyandarkan tubuhnya ke tubuh Ummi Latifah. “Ada apa? Kok kayak sedang pusing,” lanjutnya. Rasya menatap Ummi Latifah. Kemudian kata-kata yang terlontar dari mulutnya membuat Ummi Latifah kaget.

“Ummi, ajarin Rasya onani?”
Ummi Latifah diam sejenak.

“Emmm, siapa yang ngajari Rasya bilang begitu?” tanyanya.

“Tadi temen-temen Rasya pas ngobrol-ngobrol pada bahas kalau mereka udah pernah onani. Terus Rasya tanya apa itu onani eh malah diketawain mereka coba. Ajarin Ummi?” Rasya makin merapatkan tubuhnya ke Ummi Latifah yang lalu melingkarkan tangannya memeluk anak itu.

“Hush, itu gak boleh sayang.” Jawab Ummi Latifah. Memang meskipun saat itu Rasya sudah 18 tahun, harusnya dia juga sudah mulai belajar sedikit sedikit tentang seks. Namun Ummi Latifah bingung bagaimana menjelaskan dan mengajarinya. Latifah terlalu malu untuk melakukannya. Andai saja suaminya masih hidup.

“Kok gitu Ummi, kan temen-temen Rasya sudah pada pernah onani semua. Ummi gak kasian Sama Rasya dikatain banci karena belum pernah onani.” Rasya terdengar merajuk.

Ummi Latifah menghela nafasnya dalam-dalam. Dia kebingungan harus menjelaskan seperti apa. Namun dia tidak mau kalo anaknya sampe dibuly karena belum pernah onani. Bagaimanapun juga ini tanggung jawanya sebagai orang tua untuk memberikan Pendidikan seks pada anaknya. Pada akhirnya dia menjawab juga, “Emmm, besok ya sayang ummi ajarin Rasya.” Jawab Ummi Latifah

“Beneran Ummi besok mau ngajarin Rasya Onani?” tanya Rasya dengan Bahagia.

“Iya sayang. Tapi kamu janji ya ga boleh cerita sama siapa-siapa?” kata Ummi Latifah

“Iya Ummi Rasya janji. Makasih ya Ummi” jawab Rasya

Rasya pun mencium pipi Ummi Latifah lalu keluar kamar. Setelah Rasya kembali ke kamarnya, Ummi Latifah duduk di ranjangnya dengan perasaan campur aduk antara tegang, gairah, dan juga perasaan bingung bagaimana mengajari sang anak. Gara-gara sang anak membahas masalah onani. Perlahan dirasakannya gairah syahwat merayap di tubuhnya. Diusap-usapnya vaginanya yang mulai membasah.

“Ah!” begitu dia mendesah. Lalu dia mendadak teringat pada kejadian tadi siang. Tadi siang itu dia pergi ke rumah Uztazah Hana karena ingin mengobrolkan masalahnya. Malam ini, saat birahinya memuncak, Ummi Latifah langsung terpikir pada strapon vibrator itu. dia kemudian beranjak mengambil benda itu dari lacinya. Dipakainya langsung di balik mukenanya, mukena sutera warna hitam yang terlihat menerawang. Lalu dia langsung berbaring di ranjang dan menghidupkan vibrator itu.

“Ahhhhh! Ahhhh!” dia tak bisa menahan desahannya ketika dirasakannya getaran-getaran yang merangsang vaginanya. Dirapatkannya pahanya merasakan vibrator itu bergetar lebih terasa, merangsang juga bagian dalam kedua pahanya. Terasa nikmat. Dia merintih-rintih keenakan. Dibayangkannya saat itu lidah Rasya menjilat-jilat vaginanya, kemudian lidah sang anak itu menelusup menusuk-nusuk dinding lubang tempat dia dulu dilahirkan.

“Rasyaaaa, ahhhh,” ummi Latifah menyebut-nyebut nama anaknya. Ummi Latifah membuka hpnya dan menatap layar dengan mata sayu. Saat itu memang Ummi Latifah menatap foto kontol anaknya sambil membayangkan kontol itu sedang menujahnya sekarang ini. “Ahhh, masukkan kontolmuuuu, ahh, sayang, Rasyaf, ahhhhh, ahhhh,” gairah sudah menguasai kepalanya, Ummi Latifah sudah tak ingat apa-apa selain kontol dan kenikmatan. Kakinya tak henti bergerak-gerak seiring getaran vibrator di vaginanya..

“Akhhhh, ukhhh, aduhhh, Rasya Rasya, Rasya sayang, masukkan, ahhh, umi gak....tahannnn, nghhhhh,” Ummi Latifah bergerak-gerak liar di ranjangnya. Mukenanya sudah tersingkap di sana sini. Getaran di vaginanya sudah menguasainya, membuat tangannya meremas-remas buah dadanya dengan liar. Ditungganginya guling dengan posisi seperti menyetubuhi manusia, wajahnya menempel erat pada guling itu yang dia peluk erat-erat. Tak disadarinya air liurnya sudah menetes membasahi guling itu, sementara diadu-adukannya selangkangannya pada guling itu sementara kakinya mengunci guling itu kuat-kuat.

“Akhhh akhhhhhhh, umi...umi kelu....ar sayang, ahhh, kontolmu nikmat sayang, ahh ahhh ahhhhhh,” tubuh Ummi Latifah tersentak-sentak liar di atas guling itu. Ummi Latifah akhirnya tertidur setelah orgasmenya keluar.


********
Malam berganti pagi, kini Nia bersiap akan bekerja kembali ke rumah Mira. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi, dan ia sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Nia mengetuk pintu kamar ayahnya, lalu ia memberitahu jika sarapannya sudah di siapkan.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum yah, sarapan yuk? Nia sudah memasak sarapan untuk ayah, Nia juga mau berangkat bekerja." Ucap Nia sambil berpamitan.
Tidak lama kemudian, pintu itu terbuka dan memperlihatkan Umar yang terlihat lebih segar dari sebelumnya.

"Waalaikum sallam nak, iya ayah akan sarapan sekarang”. Jawab umar lalu memeluk tubuh Nia dan mencumbu bibir Nia dengan cukup ganas. Nia pun dengan antusias membalas ciuaman panas ayahnya. Ciuman Umar terus berlanjut sambil meremas pantat Nia yang seksi. Nafas mereka mulai terengah-engah. Beberapa menit kemudian mereka berhenti berciuman. Mereka berdua saling menatap dengan penuh nafsu.

“ Ya sudah, kamu berangkat saja nanti kamu telat." Jawab Umar mengingatkan Nia.
Nia tersenyum mendengar jawaban sang ayah yang begitu semangat pagi ini, tapi ia jadi merasa sedikit kecewa tidak bisa melanjutkan perbuata mesum tadi.

"Iya yah, Nia berangkat dulu Assalamualaikum." Pamit Nia pada Umar.
Umar mengangguk paham, lalu ia pun menjawab salam yang Nia ucapkan.

"Waalaikum sallam, hati-hati di jalan ya nak." Balas Umar sambil mengingatkan.
Nia mengangguk lalu ia mencium bibir sang ayah, dan ia pun melangkah keluar dari rumahnya menuju ke rumah Mira.

30 menit kemudian, Nia tiba di komplek tempatnya bekerja. Nia langsung mengetuk pintu rumah, dan pintu itupun terbuka.

"Assalamualaikum mba" salam Nia pada Mira.

"Waalaikum sallam, kamu langsung masak saja ya? Soalnya mas Rafi akan bekerja hari ini, jadi ia harus sarapan sekarang." Balas Mira memberi arahan.

Nia mengangguk paham, lalu ia meminta izin untuk masuk ke dalam rumah. Dan Mira langsung mengizinkannya, lalu Nia pun mulai berperang dengan alat-alat dapur untuk membuat sarapan pagi ini. Kali ini Nia akan membuat roti bakar, sengaja ia memilih menu yang cepat di buatnya karna tidak ada waktu lagi. Ia datang pukul 7, dan setengah delapan Rafi sudah harus berangkat ke kantornya. Karna itu Nia memilih membuat menu sarapan yang cepat, dan tetap mengenyangkan. 20 menit kemudian, roti bakar buatan Nia siap di meja makan. Lalu Nia juga menyiapkan susu di beberapa gelas, untuk menemani roti bakar itu. Setelah menu sarapan itu siap di meja makan, Mira dan Rafi menghampiri Nia. Waktu yang sangat tepat sekali, Nia merasa lega karna ia bisa menyelesaikan sarapannya tepat waktu kali ini.

"Masya Allah, roti bakarnya wangi sekali Nia." Puji Mira pada Nia.
Nia hanya tersenyum tipis, dan berdiri di sisi yang agak jauh dari pasangan suami istri itu. Sedangkan Mira dan Rafi langsung duduk di bangku, lalu Mira menyiapkan sarapan untuk sang suami.

"Saya permisi ke belakang dulu, masih ada kerjaan yang belum selesai." Pamit Nia yang merasa tidak nyaman berada di sana.
Mira mengangguk mengerti, lalu Nia pun melangkah menuju dapur dan memilih untuk membersihkan alat masak yang tadi di pakainya untuk membuat sarapan. Sedangkan di ruang makan, Mira mengambilkan roti bakar untuk Rafi lalu mengambil gelas yang sudah di isi dengan susu dan menaruhnya di dekat piring makan Rafi.

"Nanti mas pulang terlambat, karna ada meeting tambahan dengan client penting." Izin Rafi pada Mira.

"Iya tidak apa mas, nanti biar aku yang bicara dengan Ummi dan bertanya pendapatnya tentang calon istri keduamu." Jawab Mira dengan tenang.

Rafi melirik Mira yang terlihat begitu tenang saat mengatakan tentang calon istri barunya itu, padahal Rafi tau jika sebenarnya dalam hati Mira pasti sedih dengan hal itu.

"Kamu yakin akan melakukan ini? Aku sungguh tidak ingin menyakiti kamu." Tanya Rafi lagi dengan wajah sendunya.
Mira terdiam sesaat, ia tidak munafik untuk berkata ia baik-baik saja. Mira merasa hatinya terbakar hingga hancur menjadi debu saat memikirkan Rafi akan memiliki istri baru, tapi Mira tidak bisa egois. Ia juga harus memikirkan ibu mertuanya yang sangat ingin memiliki cucu, dan juga garis keluarga Rafi yang harus tetap berlanjut.

"Mas, kita sudah membahasnya kemarin. Tolong jangan bertanya lagi, Insya Allah aku sudah ikhlas dengan semua yang akan terjadi." Jawab Mira dengan senyumnya. Rafi menghela nafas panjang, mencoba untuk menerima dengan tulus keputusan sang istri.

"Ya sudah, aku ikut apa kata kamu saja. Aku yakin, siapapun pilihan kamu pasti itu yang terbaik." Balas Rafi dengan pasrah.
Mira tersenyum mendengar jawaban Rafi, lalu ia pun melanjutkan acara sarapan mereka yang sempat terhenti itu. Dan setelah selesai sarapan, Mira dan Rafi melangkah ke depan rumah.

"Ya sudah sayang, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, setelah pekerjaan aku selesai aku akan langsung pulang." Pamit Rafi pada Mira.

"Iya mas, aku mengerti. Kamu hati-hati ya, jangan ngebut." Balas Mira memberi peringatan.
Rafi tersenyum, lalu Mira mencium tangannya dan ia pun membalasnya dengan mencium kening sang istri.

"Assalamualaikum" ucap Rafi sambil melambai pelan pada Mira.

"Waalaikum sallam, hati-hati mas!" Jawab Mira dengan senyumnya.

Rafi masuk ke mobilnya, lalu Mira melambai pada mobil Rafi yang mulai melaju meninggalkan rumah mereka. Setelah mobil Rafi tidak terlihat lagi, Mira pun masuk kembali ke dalam rumah. Tanpa banyak bicara lagi, Mira langsung masuk ke kamarnya. Bahkan ia sampai mengabaikan Nia yang berada tidak jauh darinya, dan Nia menatap bingung pada Mira yang bersikap tidak biasa. Tapi Nia tidak berani bertanya, karna ia sadar akan posisinya yang hanya orang asing di rumah itu. Ia juga tidak ingin Ikut campur lebih jauh dalam masalah pribadi teman barunya itu, cukup saja ia merepotkan Mira karna meminta pekerjaan seperti ini. Nia lebih memilih membereskan pekerjaan yang menumpuk itu, daripada memikirkan masalah orang lain yang nantinya malah jadi membuat Nia suudzon.

"Astagfirullah, jangan berpikir apapun Nia! Ayo kerja! Kerja! Kerja!" Gumam Nia merasa telah berbuat salah.

Nia pun mengambil keranjang pakaian kotor dan mencucinya, lalu ia juga menjemur dan menyetrika pakaian yang sudah keringnya. Selesai dengan semua itu, Nia memasak untuk makan siang. Sampai akhirnya, adzan dzuhur berkumandang. Nia langsung menghentikan kegiatannya, dan melangkah untuk mengambil wudhu. Setelah selesai wudhu, Nia langsung melangkah menuju tempat solatnya dan melaksanakan solat dzuhur seperti biasa. Setelah selesai dengan solat dzuhur, Nia melanjutkan kembali pekerjaannya yang tertunda. Ia memasak beberapa menu untuk makan siang, dan setelah selesai Nia langsung menatanya dengan rapi di atas meja makan. Lalu ia memanggil Mira untuk makan siang, tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam kamarnya.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum mba, makan siangnya sudah siap." Panggil Nia pada Mira.
Nia masih menunggu jawaban dari dalam kamar, tapi nyatanya setelah cukup lama menunggu tetap tidak ada jawaban apapun dari dalam kamar Mira.​
 
Terakhir diubah:
Mantap suhu.. keren ceritanya.. semoga bisa di-update sampe' tamat!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd