Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Innocent Seductress

Bimabet
Update yang cukup oke. Tapi tetap lebih seru ketika mang Udin. Walau begitu saya tetap menikmati cerita ini. :mantap:
Terima kasih bung
 
Wihh update yak coi. Mantul tul tul. :adek:
Mayan lah buat hibur ane yang lagi kecewa indo kalah.
 
"Hoaammm!!!" Terdengar suara seorang pria tua yang sedang menguap di pagi hari, di hari Senin yang cerah. Terlihat di kanan dan kirinya, dua bidadari berwajah cantik terlihat masih memejamkan matanya, tidur memeluk badan pria tua tersebut. Kedua tangan pria tua itu menjadi bantal bagi kepala dua bidadari di sampingnya. Tidak ingin membangunkan dua bidadari disampingnya, dengan perlahan pria tua itu menarik kedua tangannya, tapi rupanya salah satu bidadari cantik itu akhirnya terbangun juga, "emmmmhhhh……hoaammm…pagi Mang Udin…." Ujar salah satu bidadari yang terbangun. Sang bidadari lalu mengecup bibir hitam Mang Udin dengan bibirnya yang merekah, "Muahh..". "Gimana tidurnya mang? Nyenyak gak?" Suara yang empuk dan halus mengalun keluar dari bibir sang bidadari. Wajahnya yang cantik, masih polos tanpa make up, terpejam sambil menyunggingkan senyumannya yang manis membuat mang Udin mengucek-ngucek matanya, tidak percaya bahwa satu hari dihidupnya bisa mengalami bangun pagi yang begitu indah.
"Nyenyak Neng Cindy, neng sendiri nyenyak ga?" Tanya balik mang Udin pada Cindy.
"Nyenyak mang, tapi kalau tangan mang Udinnya ga iseng milin-milin puting aku waktu tidur." Jawab Cindy sambil memukul pelan dada mang Udin.
"Hehehe, ya maap neng, habis gemes sih liatnya."
"Itu mamah belum bangun Mang?" Ujar Cindy sambil sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat mamahnya yang masih tertidur di sebelah samping Mang Udin yang satunya.
"Kayanya belum neng, nih tuh liat." Jawab mang Udin sambil menggerak-gerakkan tangannya yang tertindih kepala Selina.
"Ih udah biarin aja mang, kasian mamah kecapekan kayanya. Mang Udin sih gara-garanya, semalem ga ada capeknya. Berapa ronde tuh semalem sama mamah?" Ujar Cindy menanyakan kejadian semalam. Jemari Cindy bermain didada bidang mang Udin, ujung jarinya mengelus-elus memutari pinggiran puting Mang Udin.
"Pokoknya banyak Neng, hehehehe mamang lupa saking asyiknya!" Jawab mang Udin sambil terkekeh mesum.
"Huuu….dasar mang Udin." Ujar Cindy lalu memukul pelan lagi dada mang Udin.
"Mau sarapan ga mang? Cindy siapin ya, mamang kelonin mamah dulu aja ya, kasian mang." Tawar Cindy. Ia lalu bangkit duduk dan meregangkan tubuhnya.lalu beringsut ke pinggir kasur dan berdiri. Tanpa sehelai benangpun. Sambil berjalan keluar kamarnya, Cindy mengangkat kedua tangannya dan mengikat rambutnya ke belakang. Sebuah pemandangan yang sangat indah bagi siapapun yang melihatnya, dan kebetulan mang Udin yang ada disitu. Entah dewa keberuntungan apa yang mampir dibahunya, bisa-bisanya mang Udin mendapatkan keberuntungan yang sebesar ini.
Setelah Cindy turun, mang Udin diam menatap langit-langit kamar Cindy, lalu melihat wajah Selina dan dada besarnya yang masih tertidur pulas. Pandangannya menerawang.


Seventh Encounter: Mamamia, here we go (Part 1)

Setelah mang Udin mengekploitasi anusku, aku tidak pernah melihatnya lagi. Jujur saja, aku merasa kangen dengan keusilan dan kemesumannya. Masih sangat berbekas, bagaimana mang Udin menciumi tengkukku, mengenyoti dengan kasar putingku, dan lidah kasarnya menjilati vaginaku. Dan bagaimana aku bisa melupakan penis hitamnya yang panjang, yang berhasil menghujam dalam-dalam lubang anusku, memberikan pengalaman pertama bersetubuh, kalau bisa dibilang begitu, yang menyakitkan namun ternyata nikmat. Pelampiasanku kini hanya masturbasi, itu pun pake kepergok papah, aku masih sangat malu kalau mengingat kejadian itu, entah dimana harus ku taruh mukaku kalau papah pulang nanti dari labuan bajo. Aku bahkan mulai menggoda salah satu penggemarku, Bara, demi mendapatkan pengalaman kemesuman, tapi tetap saja rasanya beda dengan mesum bareng Mang Udin. Aku juga tidak bisa begitu saja bermasturbasi atau meminta Bara melayani diriku, bisa-bisa aku dicap cewek murahan. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sambil mengacak-acak rambutku sendiri, apa benar kata Gaby, kalau Mang Udin itu cowok idamanku?! Arrgghh..!!! Apa kata dunia!!
"Kan! Kan!, gini nih kalau banyak ngelamun, pasti jadinya mikir gitu lagi!" Kataku dalam hati. "Tapi masih pagi banget, males ngapa-ngapain." Lanjutku dalam hati. "Kayaknya mending olahraga aja deh, lari pagi aja deh. Daripada jadi ngelamun yang aneh-aneh." Kataku mantap pada diriku sendiri. Segera aku singkapkan selimutku, dengan semangat 45, aku turun dari ranjang. Lalu ku cuci muka dan gosok gigi saja, nanti juga toh mandi lagi setelah olahraga. Ku buka lemari baju dan mencari baju yang sekiranya cocok untuk lari pagi. Ku aduk-aduk isi lemari pakaian ku, akhirnya aku malah bingung, elah timbang joging di lapangan perumahan aja pake bingung pilih baju. Segera ku ambil pakaian olahraga paling atas tumpukan dan ku pakai tanktop kaos putih dan celana training pendek berwarna senada. Tidak lupa ku pakai sport bra hitam sebelum tanktop. Oke udah proper, foto dulu dong cekrek cekrek, kuambil bayangan diriku sendiri di cermin meja rias, mengagumi kecantikan dan kemolekan tubuhku sendiri. Kuikat rambutku model buntut kuda lalu segera ku pakai sepatu dan turun ke bawah.




Cindy

"Eh anak mamah udah bangun jam segini, bentar, masih jam 6 pagi loh Cin? Mau kemana..tumbeeen?" Rentet mamahku panjang, melihatku sudah siap olahraga. Memang kalau hari Minggu aku jarang sekali bangun pagi, lah buat apa? Libur kan enaknya bangun siang. Mumpung.
"Hehe pagi Mah, iya nih Mah, tiba-tiba pengen joging." Kataku sambil kemudian meminum segelas air putih yang disodorkan mamah.
"Wih, hebat anak mamah, sok sana keburu siang, ntar panas. Emang mau jogging kemana?" Kembali mamahku bertanya.
"Keliling komplek doang Mah, nanti kalo udah keliling baru deh senam dikit di lapangan komplek." Jawabku sambil pemanasan dengan berlari kecil diruang tamu.
"Yaudah ya mah, Cindy pergi dulu!" Seruku sambil berlari keluar rumah. Kupasang tws bluetooth ku agar bisa mendengarkan musik kesukaan sambil joging.
"Iya hati-hati Cin!" Saut mamah sayup-sayup.



Selina

Komplek perumahan tempat ku tinggal cukup luas, model perumahan jaman dulu dengan fasilitas lengkap termasuk sarana olahraga berupa lapangan. Sambil tetap fokus berlari, ku lewati beberapa orang yang juga sedang berolahraga joging, rata-rata bapak-bapak di komplek ini. Sejauh ini tidak ada yang ku kenal sih. Ku lanjutkan joging ku diiringi alunan lagu dari Rachel Platten di tws yang kupakai.

This is my fight song
Take back my life song
Prove I'm alright song
My power's turned on
Starting right now, I'll be strong
I'll play my fight song
And I don't really care if nobody else believes
'Cause I've still got a lot of fight left in me


Ku naikkan pace jogging ku sebagai efek dari lagu yang menggenjot semangatku. "Fuh…fuh…fuh..fuh…" kuatur nafasku agar stamina tetap terjaga.
Tak terasa sudah setengah jalan lebih sebelum mencapai lapangan komplek. Ku turunkan kembali pace lariku karena nafasku sudah mulai tersengal-sengal. Sepertinya aku kurang olahraga memang, terbukti dari lemak perutku yang sudah mulai terlihat imut bertengger. Saat pergantian lagu, ku dengar suara-suara ribut dibelakangku, sepertinya ada beberapa orang yang mengikutiku di belakang. Berjaga-jaga, ku matikan lagu di tws ku. Sayup-sayup kudengar obrolan mereka, rupanya mereka mengomentari tubuh ku dengan mesum. Ah sialan, segera ku kurangi drastis kecepatan lariku, lalu aku menoleh, berusaha melihat siapa manusia-manusia mesum itu. Begitu ku lihat ternyata anak-anak esempe, lima orang, mereka berhenti membicarakan ku saat mereka sadar aku melihat mereka. Ah, ku goda aja deh sekalian.

Kubuka tws ku, lalu ku berbalik, jadi sekarang aku berlari mundur, berhubung jalan sedang lurus jadi bisa ku lakukan.
"Hayo, pada ngomongin cici ya!?" Ujarku mengagetkan mereka.
"Eh, enggak teh, eh ci, enggak kok!!" Ujar mereka menyangkal tuduhan ku.
"Ngaku aja, pada ngomongin cici kan tadi?" Ujarku menuduh mereka. Lalu ku hentikan lari mundurku dan bertolak pinggang.
"STOP! Ayo ngaku! Ngomongin cici kan tadi?!" Seruku mengagetkan mereka. Dua orang segera melarikan diri, tiga sisanya diam ditempat. Mereka juga otomatis menghentikan langkahnya. Mereka saling sikut, lalu seorang dari antara mereka akhirnya bicara.
"Iyah ci, maaf udah ngomongin cici." Ucapnya pelan, takut melihatku yang akan marah. Tapi aku memang bukan akan marah. Kucubit pipi anak laki-laki yang berani minta maaf tadi.
"Emang ngomongin cici apa sih hah? Nama kamu siapa?" Kataku sambil mencondongkan badanku didepannya, pasti dia dapat melihat dengan jelas bagian atas dan belahan payudara ku.
"Saya Alfin teh, eh ci. Eh anu ci, anuuuu….itu…." Katanya gugup melihat pemandangan indah didepannya. Jakunnya naik turun berusaha menelan liur yang terasa seret.
"Anu apa Fin?! Yang jelas kalo ngomong!" Seruku lagi. Mata Alfin tak berkedip menatap sepasang payudaraku yang menyembul.
"Itu Ci, kata Ikbal teteh cantik, seksi, montok lagi. Pieweeun katanya." Teriak Alfin.
"Eh anjing sia mah kitu anjing! Naha jadi aing hungkul! Nteu teh, eh nteu Ci, Abi teu ngomong Kitu! Si Bintang ketang Ci!" Sanggah Ikbal tak terima diadukan Alfin. Terlihat anak bernama Bintang juga tak terima, ia tak bicara tapi mendorong-dorong anak bernama Ikbal yang disebut oleh Alfin tadi.
"Eh malah saling tuduh gitu ih, udah heh udah!" Aku malah yang jadi memisahkan mereka yang mau bertengkar.
"Udah! Berarti semua salah sama Cici! Minta maaf semua sama Cici!" Seruku sambil menjulurkan tanganku, agar mereka minta maaf padaku. Mulai dari Alfin akhirnya mau minta maaf padaku, yang lain mengikuti dibelakangnya. Bintang menyalami tanganku paling akhir. Lama ia menyalami tanganku, jarinya seperti mengelus-elus punggung tanganku. Lalu dengan cepat ia mencium tanganku.
"Anjir euy, geus mah mulus seungit jaba! Padahal tas lulumpatan, ngesang, anggeur seungit euy!" Seru Ikbal pada teman-temannya, aku sendiri tidak terlalu paham perkataannya, tapi dari ekspresinya bisa ku tangkap sepertinya dia memujiku.
"Geus Bal, sia mah picarekaneun anjing hirupna teh. Ngan heeh sih, mulus ajig!" Akhirnya anak yang bernama Bintang angkat suara, sayangnya aku tidak paham seluruhnya.
"Kalian pada ngomong apaan sih? Cici ga ngerti ih!" Ujarku dengan nada manja.
"Katanya Cici cantik." Balas Alfin singkat.
"Perasaan tadi pada ngomong panjang lebar, Cici denger juga ada yang bilang mulus, masa artinya cantik doang?" Kataku heran.
"Iyah teh, eh Ci, patukeur wae ajig! Iya Cici kulitnya mulus, wangi, cantik lagi." Kata Ikbal menyauti, dua temannya ngangguk-ngangguk setuju.
"Jadi pada muji Cici cantik iya?" Kataku menyakinkan apa yang mereka omongkan.
"Bener ci!" Seru mereka kompak.
"Hehehehe makasih ya…" kataku sambil tersenyum manis pada mereka. Sambil mencubit hidung mereka satu persatu, kulakukan dengan agak membungkuk, memberikan mereka akses untuk melihat belahan payudara ku.
"Pan, ceuk aing Oge, pieweeun pan!" Seru Ikbal tertahan.
"Ah Cici ga ngerti ah. Cici mau lanjut lari lagi nih, mau ikut ga?" Tawarku.
"Emang mau lari kemana Ci?" Tanya Alfin.
"Muter komplek terus ke lapangan. Kenapa? mau ikut?" Tanyaku sambil bersiap lari.
"Milu atuh, eh ikut atuh ci!"
Akhirnya aku lanjut berlari diiringi para bocah esempe. Aku yakin mereka melihat terus kedua pantatku yang berayun sesuai irama langkah kakiku, mereka juga pasti memperhatikan paha dan lenganku yang terbuka bebas. Sialnya, kurang lebih 30 meter sebelum sampai lapangan, tiba-tiba hujan besar turun secara tiba-tiba.
"Waduh hujan!!" Seruku sembari berlari tak tentu.
"Ci, sini aja ci!" Ujar Bintang sambil menarik tanganku untuk mengikutinya. Sampailah kami di pelataran sebuah rumah kosong. Setauku rumah ini kosong sudah cukup lama, tak ada yang mau membelinya karena konon berhantu, soalnya bekas tempat bunuh diri satu keluarga. Untungnya ini masih pagi, jadi tidak terlalu seram, walaupun tetap saja, aura horor terasa menyengat.
"Nah Ci, aman disini, ga kehujanan." Ujar Bintang yang tadi menarikku.
"Aman sih aman, tangan Cici sakit nih. Kamu main tarik aja sih." Protesku.
"Yah maap Ci, daripada basah kuyup kan?"
"Iya sih, makasih ya…"
Hujan makin deras, petir menyambar-nyambar, air hujan semakin tampias. Alfin dan Ikbal terlihat berusaha membuka pintu depan rumah kosong tersebut dan berhasil terbuka. Mereka pun masuk ke dalam dan melihat keadaan rumah setelah dirasa aman, mereka pun keluar.
"Ci, masuk aja disini, aman ga bocor!" Seru Ikbal. Suaranya terdengar sayup-sayup karena tertutup suara hujan dan petir. Ragu rasanya, mengingat cerita seram rumah ini. Tapi daripada basah kuyup, tak apa lah.
"Gapapa gitu? Serem tau." Ujarku agak takut.
"Kan ada kita bertiga Ci, ntar kalo ada apa-apa kita yang maju. Hehe." Kata Alfin sok berani.
"Siga nu wani wae! Biasana ge borangan!" Seru Bintang tak terima. Akhirnya aku pun masuk, bocah tiga sudah masuk duluan, berdiam dekat pintu. Aku mengambil posisi duduk di depan mereka. Segera ku wa Mamahku, "Mah, Cindy kehujanan, jadi berteduh dulu." Setelah ku WA mamahku, aku lanjut melihat-lihat Instagram dan Tiktok sembari menunggu hujan yang tak kunjung menunjukkan tanda akan segera reda. Saat asik bermain hape, tiba-tiba suara petir yang keras menyambar. DUARR!!!! Segera ku matikan hapeku. Ku lihat para bocah pun sama kagetnya denganku. Akhirnya kami sama-sama terdiam.
Bintang membuka obrolan, "ci, nama Cici siapa?" Katanya.
"Nama Cici? Oh Cindy, salam kenal ya. Hehe." Jawabku sambil mengulurkan tanganku, dan disambut dengan jabatan tangan dengan mereka satu persatu.
"Namanya cantik ci, kaya orangnya." Gombal Ikbal.
"Dih, masih kecil udah pinter gombal!" Ujarku sambil menyentil dahinya. Kuperhatikan mereka memandang ke arah badanku daritadi, penasaran apa yang mereka lihat, ternyata aku cukup basah, sehingga tanktopku jadi tembus pandang, memperlihatkan bra hitam dan bayang kulitku.
"Kalian kok gitu banget liatin Cici?" Kataku sambil tersenyum.
"Cici seksi banget sih! Beha nya nyeplak tuh Ci!" Ujar bintang dengan berani.
"Ih kecil-kecil ngomongnya porno." Kataku sambil tetap tersenyum. Ku ubah posisi duduk yang tadinya duduk bersila manjadi memeluk kakiku sendiri, berusaha menutup tanktopku yang tembus pandang dengan pahaku. Tapi akhirnya kini pahaku yang jadi santapan mereka.
"Wah pingping nya juga mulus pisan." Kini Ikbal yang berkomentar. Mereka semakin berani kelihatannya mengomentari tubuhku dengan terang-terangan.
"Pingping apaan emang?" Tanyaku.
"Paha ci pingping teh. Hehehe" Jawab Alfin sambil tertawa kecil.
Sepertinya mereka semakin menjadi, tanpa malu mereka bahkan mendekatkan wajahnya ke tubuhku untuk bisa melihat dengan jelas setiap inci tubuhku.
"Ci, duduk sila lagi aja gapapa, kasian kagok liatnya juga Ci." Usul Alfin setelah melihatku yang tidak nyaman duduk memeluk kakiku cukup lama.
"Janji ga aneh-aneh kalian ya!" Kataku sambil membuka pelukan pada kakiku dan duduk sila, membuka kembali akses ke tanktopku yang transparan terkena air hujan. Kompak ke tiga pasang mata melotot melihat ke arah dadaku, ternyata kancingnya terbuka satu. Tapi kubiarkan saja mereka menikmati pemandangan indah tubuhku ini.
"Anjing bro, mantep banget, mik e gemoy!" Komentar Bintang. Kalo ini aku ngerti.
"Ih pada genit ya matanya, mesum!" Sautku.
Karena mereka menggunakan celana training pendek seperti celana olahraga sekolah, dapat kulihat bagian depan celana mereka di area selangkangan sudah berdiri tegak seperti tenda. Walaupun mereka masih esempe, dapat kupastikan penis mereka sudah berkembang cukup panjang. Terlihat dari tingginya tenda di celana mereka.
"Ih itu, tititnya pada berdiri. Hihihihi" ujarku geli. Sengaja ku buat mereka lebih lepas mengekspresikan nafsu mesum mereka.
Tiba-tiba Bintang berdiri lalu berseru tak terima, "Maaf Ci, ini tuh bukan titit, titit buat anak kecil, kita udah gede, jadi namanya kontol!" Kedua temannya mengangguk setuju.
"Hahahaha, kaya pada besar aja tititnya!" Aku menertawakan mereka, membuat mereka makin tak terima. Kedua temannya lalu ikut berdiri.
"Enak aja ci! Perlu kami buktiin kalo kami udah gede?!" Ujar Ikbal berapi-api.
"Oh ya? Hihihi, kaya berani aja ngeliatin Cici!?" Tantangku.
Mereka lalu saling pandang dan tersenyum. Dengan hampir bersamaan, mereka memelorotkan celana mereka. Penis mereka yang sudah tegak mengacung mengangguk-angguk didepanku.
"Ih ya ampun.. kalian ngapain? Mesum semua ih!!" Pekikku kaget dengan kenekatan mereka. Sambil memegang penis mereka masing-masing, mereka mendekatiku, aku beringsut mundur hingga akhirnya punggungku mentok ditembok.
"Tadi Cici nantangin, kita jabanin nih! Liat kan kontol kita udah pada gede!" Seru Ikbal.
"Iya iya, kontolnya udah pada gede. Udah ah, ga boleh kaya gini teh, mesum!" Ujarku seperti meminta mereka berhenti. Tapi mataku memperhatikan satu persatu penis mereka bergantian sambil tersenyum.
"Ga bisa gitu Ci, tanggungjawab dong. Hehehe." Ujar Bintang.
"Tanggungjawab? Emang Cici ngapain??" Sebenarnya aku sangat paham arah tujuan mereka.
"Tanggungjawab udah bikin kontol kita semua berdiri gini. Cici harus turunin kontol kita. Hehehe." Ujar Bintang sambil menaik-turunkan kontolnya di depanku.

Ditengah hujan deras dan petir yang menyambar, kini seorang gadis SMA tengah dikepung oleh tiga bocah esempe yang sedang horni disebuah rumah kosong. Ketiga bocah tanggung itu sedang menunjukkan kontolnya didepan sang gadis dan menuntut untuk dibikin enak oleh gadis itu.
"Ayo dong Ci, buka aja tanktopnya, kagok Ci." Bujuk Alfin padaku. Aku ijinkan mereka menyentuh tubuhku bagian atasku kecuali payudaraku, tapi sepertinya mereka menuntut lebih.
"Ah gamau ah, gini aja cukup." Tolakku. Menanggapi penolakanku, kini tangan mereka makin menjadi mengelus-elus leher, lengan, bahu, punggung dan bagian atas dadaku. Satu tangan mereka mengocok dengan bersemangat batang penis mereka. Lama-lama mereka makin mendekatkan penis mereka ke wajahku.
"Buka aja lah udah Ci, biar cepet juga colinya." Ujar Ikbal, tangannya menurunkan tali tanktopku sekaligus tali bra hitam ku yang sebelah kiri tanpa ijin. Aku tak menjawab, tapi malah membantunya mempermudah meloloskan tali tanktop dan bra ku dengan menurunkan bahu kiriku. Sekarang payudara kiriku sudah lebih terlihat jelas, braku sudah turun sebatas putingku sehingga makin terlihat erotis.
"Ih, main tarik aja deh!" Ujarku.
Bintang tiba-tiba mengambil tangan kananku dan menggenggamkan telapak tanganku di kontolnya. "Kocokin dong Ci!" Ujarnya ngelunjak. Terbawa nafsu, ku kocok juga akhirnya batang penisnya, penisnya yang sudah keras dan tegang terasa berkedut-kedut hidup ditanganku. Geli juga mengimbangi permainan mereka. Kurasakan belaian pada payudara kiriku, lalu "sreeett!!!!" Tanktop dan bra kiri ku diturunkan paksa membuat payudara kiriku tergantung bebas. Tak berlama-lama Ikbal segera meremas dengan kasar payudaraku.
"Aahhh!! Aduuhh!!! Kok gitu sih! Tadi janjinya cuma coli!" Ujarku sambil berusaha menjauhkan tangannya dari payudaraku, tapi remasan tangannya membuat payudaraku malah tertarik dan jadi lebih sakit saat kucoba singkirkan.
"Udah Ci, pokoknya tau enak aja!" Balas Ikbal. Alfin yang lebih kalem tidak mau kalah dengan dua temannya, ia menarik kepalaku ke arah penisnya lalu menggesekkan dan menampar-nampar wajahku dengan penisnya. Tak sempat ku protes, ia berusaha menjejalkan penisnya ke mulutku.
"Gamau!! Mmmmhhhhh….jangaaaa….ahhkkkkk" moment saat ku buka mulutku dimanfaatkan dengan baik oleh Alfin untuk memasukkan penisnya ke dalam mulutku.
Ia langsung menggenjot mulutku layaknya sedang menyetubuhi. Sialan, aku di mouthfuck oleh bocah esempe!
"Clopp…..cloppp….clopp…hokkkkkhh" dengan gerakan cepat dan dalam penisnya keluar masuk mulutku, menyundul kerongkonganku.
Kalau mereka meminta dengan baik-baik, mungkin aku tidak akan keberatan, tapi kasar begini aku kok malah tambah nafsu ya? Bintang dengan kasar menurunkan tanktop dan bra sebelah kanan, sehingga sekarang payudaraku sudah terbuka bebas. Bintang dan Ikbal lalu jongkok dan mulai menyusu di kedua payudara ku. Aku berusaha berontak, namun ternyata tenaga tiga orang bocah esempe cukup untuk membuatku tak berkutik. Aku hanya bisa melenguh dan berteriak tertahan saat kurasakan gigi bocah-bocah itu menggigiti puting payudaraku.
"Ewe sekalian lah anjing! Sange kieu aing. Wani teu maraneh? Mun wani gera cekelan leungeunna, ku aing diheulaan nya!" Ujar Alfin memprovokasi Ikbal dan dan Bintang yang asik menyusu.
"Make Jeung teu wani?! Hayu atuh mumpung hujan keneh! Moal kadenge gogorowokan ge!" Ikbal menyaut.
"Sia wani teu?!!" Alfin bertanya pada Bintang yang diam saja tak menyaut.
"Gera atuh sok, hayu lah! Aing ge geus teu kuat hayang ngewe!" Seru Bintang.
Dengan kuat Ikbal dan Bintang memegangi tangan kanan dan kiriku. Aku makin panik saat mereka berdua menarik hingga robek tanktopku, sehingga tubuh bagian atasku kini terbuka lebar. Tak pernah terpikir aku akan diperkosa oleh tiga bocah esempe. Aku berusaha melepaskan diri tapi pitingan tangan mereka cukup kuat. Kakiku menendang-nendang tapi tangan Alfin dengan kuat mencengkeram pergelangan kaki ku dan menahannya. Alfin berusaha membuka pahaku, cukup lama kami bergulat sampai Ikbal dan Bintang menggelitik pinggang ku, membuatku kehilangan kekuatan.
"Plis jangan perkosa Cici, Cici kasih apapun buat kalian tapi jangan perkosa Cici….hu hu hu…" aku mulai menangis tersedu-sedu menyadari bahwa mungkin sebentar lagi aku akan kehilangan keperawanan ku.
"Ssstttt, ga usah nangis Ci, entar juga enak. Heheheh" tawa mesum Alfin.
Tangan Alfin lalu memulai prosesi melepas celana training ku, walaupun agak kesulitan karena aku masih melawan, akhirnya celana training ku bisa ditarik, memperlihatkan CD ku. Dengan tak sabar ia berusaha menarik turun CD ku tapi terhalang oleh celanaku yang masih menyangkut dipaha.

BRUAKKKK!!!!!!! "KEUR NARAON SIAH GOBLOG!!" Pintu rumah ditendang dengan keras oleh sebuah sosok, ketiga bocah tanggung segera melepaskan cengkeramannya dari tangan dan kakiku. Mereka terdiam kaget, shock digerebeg. Aku segera memeluk tubuhku yang hampir telanjang bulat.
"NGAJAREDOG KENEH SARIA ANJING! MANTOG GOBLOG!!" Seru sosok tersebut dengan keras, lalu menendangi tubuh mereka bertiga. Ketiganya segera lari terseok-seok sambil berusaha memakai celana mereka masing-masing dibawah guyuran hujan deras.
Aku menunduk sambil menangis sesenggukan, tak punya muka untuk menatap orang yang menyelamatkanku dari tiga bocah tadi. Tapi aku seperti merasa familier dengan suara orang itu.
Sosok tersebut jongkok dan memelukku, lalu memberikan jaketnya yang basah untuk menutupi badanku.
"Neng Cindy gapapa kan?" Tanya sosok tersebut yang ternyata adalah mang Udin.
"Huaaaaaa..!!!!!! Mang Udin, Cindy takuuttt!!!!! Huaaa….hu…huu…hu.." aku menangis begitu tau itu mang Udin.
"Udah gapapa Neng, cup cup. Yuk keluar Neng, mamah neng Cindy udah nunggu di mobil tuh."
Mang Udin membantuku membetulkan celana dalam dan celana training ku, tanktopku yang sudah robek dinaikkan sebisanya untuk menutupi badanku dan membetulkan jaketnya di badanku. Ia menggendongku ke mobil mamah di tengah hujan deras.
Begitu masuk ke mobil, mamah segera kaget melihat keadaanku, "ya ampun Cindy, kamu kenapa? Kenapa mang?" Mamahku bertanya panik padaku dan Mang Udin.
"Non Lina, pulang aja dulu ya, kasian neng Cindy basah kuyup, nanti nanya-nanya nya di rumah aja." Ujar mang Udin bijak. Mang Udin menutup pintu mobil dan mamah membawaku kembali ke rumah.

Bersambung....

Mohon maaf para suhu sekalian, berhubungan dengan kesibukan di rl. jadi update tersendat n kuantitasnya berkurang. maafken
 
Bimabet
Updatenya sangat membuat gelora birahi di diri saya. :mantap:
Sangat menikmati ketika Cindy digoda para abg mesum. Untung ada mang Udin jadi hero. haha
Terima kasih bung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd