Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Inferno!

Bimabet
Weh tar ya gan... tar malem ato besok kalau ndak ada halangan... sekalian sama ending season 3 paradiso yg dirilis minggu... btw, jalan cerita inferno mau dirubah nih...

Suhu Jay sy belum pernah baca "Inferno" maupun "Paradiso"
Kalau boleh setelah kedua cerita itu tamat dirilis ulang, sy minta versi yg belum di-remake ya suhu Jay...

Tolong baca inbox sy jg ya Suhu Jay..
Makasih
 
Haaah...... :takut:

Di iringi lagu Nymphetamine... sambil baca (mungkin) adegan lanjutan Raina dan Tatyana sensasinya ituu... antara :takut: dan :ngiler: maestro Jay ...

Ane tungguin deh.. masih belum ngeh ama ceritanya.. maklum.. otak ane habis untuk mencerna Raina dan Tatyana yang sukses bikin ane... :ngiler:
ini ceritanya emang rada :pusing:
kalau dihayati terlalau dalem ane takutnya agan bisa :mati: dan :hua:dan :groa:

tapi adegan lesbinya emang :bacol:

btw, buat remake 2016 ini adegan lesbi bakal ane kuraingin banyak biar fokus sama plot... mudah2an tidak mengurangi kenikmatan teman2 semua....
 
Suhu Jay sy belum pernah baca "Inferno" maupun "Paradiso"
Kalau boleh setelah kedua cerita itu tamat dirilis ulang, sy minta versi yg belum di-remake ya suhu Jay...

Tolong baca inbox sy jg ya Suhu Jay..
Makasih


cerita Paradiso yang banyak dirubah cuma season 1 aja...

season 2,3, dan finale relatif sama.....

tar saya cek inbox ya... klau mau tar yang season 1 bisa saya kirim buat perbandingan...
 
Dulu pernah baca ini juga baru sampe satu part kedepannya, menunggu lagi :semangat:

Btw ane penggemar berat om jay, tapi karna hp ane ilang jadi ketinggalan banyak, padahal pas itu lagi enak enak baca paradiso! :galau: :hua:
yang ini beda loh gan...
jadi sukur agan belum baca apdetannya :beer:
ksongkan cangkirmu,,,
lupakan inferno versi sebelumnya....

ikuti yang baru heheheheh
 
hahahaha sabar sabar...no offense jg ya..kita kan baca gretong..meski kalo disuruh bayar jg pasti ada yg bersedia kl bacaan kelas gini..jd enjoy the momment aja bro...gw anggepnya komen lo krna emosi..penasaran dan kentang...wajar bgt kl emosi...tapi coba kl liat dari sisi penulis...yakin masi mau emosi??ibarat penulis punya tempat hiburan...ribuan wahana..smw wahana free...dan pemilik jg menyempatkan diri menyapa smua pengunjung..kalaupun tidak s.ua wahana serentak bisa dimainkan..yakin masi mw komplen??
yoi gan, ane sependapet sama agan...ane sih dikritik gpp... tp yg paling ngeselin tuh ada orang yang sampe rela capek2 ngeluarin kloningan cuma demi bikin TS kesel...
 
Ijin nyimak ya, Suhu. :)
ilahkan suhu ul..... edisi 2016 ini bakalan beda sama yg 2012, mohon masukannay :ampun:

Sundul lagiii.... :kuat:


Satu lagi yan bikin ane betah nungguin update dari Master Jay.. Playlist nya bagus bagus euui... :D


hehehehe... makasih... maklum ane kan anak hipster...

OK suhu... Mksh pencerahannya...

BTW Sy msh belum bs meraba arah "Inferno" akan kemana, belum tune in... Silakan dilanjut, sy tunggu update nya... :D

menuju temaram... :ngeteh:

silahkan diikutin gan dimas
 
sundul dulu biar ganti page :pandaketawa:
 
are you reade.... set... and...
 
Warning!
Say No to Spoiler!





Jalan cerita akan diubah total dibanding versi tahun 2012, oleh karena itu diharap tidak mendiskusikan perbedaan plot secara vulgar untuk mencegah adanya spoiler baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Empty your cup, perjalanan menuju kehancuran lebih baik dinikmati tanpa ekspektasi apapun.




Salam
,
Jaya S
 
“Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran…
Tanah Jawa kalungan wesi…
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang…
Kali ilang kedhunge…Lindu ping pitu sedino...
lemah bengkah.....
Pagebluk rupo-rupo…

iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak!
Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman![SUP](1)[/SUP]”

(1) Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
Pulau Jawa berkalung besiPerahu berlayar di langit ;
Sungai kehilangan mata air.
Gempa tujuh kali sehari...
tanah pecah merekah...
bencana macam-macam...

Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat ;
Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik

Fragmen
3
Temaram

Suara serak itu masih bergema di telinga Sora, dan dibenaknya wajah keriput kakek-kakek dalam balutan busana Jawa masih jelas terbayang.

“Sudah, ndak usah dipikirken dulu.” Oom Jay menyodorkan secangkir kopi hitam kepada Sora yang pucat pasi. Tidak setiap hari engkau bisa didatangi penampakan kakek tua yang membawa ramalan akhir zaman.

“M-makasih, Oom.” Tangan Sora gemetar ketika menerima cangkir porselen dari atasannya.

“Sebenarnya kamu melihat apa, tho?”

Hujan turun kian deras, membungkus kedai foto tua itu dalam hawa dingin yang merindingkan bulu roma. Sora menarik nafas panjang. Pemuda itu lalu mengakui bahwa sebenarnya ia menderita penyakit tidur yang langka. Kadang-kadang dirinya bisa tertidur tiba-tiba meskipun sedang berdiri; malah ia sampai bermimpi dengan mata terbuka.

“Kadang saya merasa mimpi saya lebih nyata dari daripada saat saya terjaga....”


“Sora, sebaiknya kamu segera memeriksakan diri ke dokter.”

“Saya, tidak bakal diberhentikan karena ini kan, Oom? Sudah lama tidak kambuh. Benar!” Sora berkata dengan tampang memelas.

“Ndak apa-apa..” Oom Jay, menepuk pundak Sora, “saya malah merasa kasihan terhadap kamu...”

“Kasihan... kenapa... Oom?”

“Saya cuma khawatir.... takutnya.... lama-lama kamu tidak tahu lagi yang mana mimpi.... dan yang mana kenyataan...”

Sora terdiam, tak menjawab lagi, hanya memandangi rintik air yang menitik turun, mengalir dari balik etalase.


= = = = = = = = = = = = = = =​


Raina memandangi rinai hujan yang nampak kian rapat dari balik jendela. Titik-titik air meleleh di kaca patri menimbulkan jejak-jejak kelabu yang saling memburu. Malam kian menua, namun belum ada tanda-tanda langit hendak berhenti mencurahkan kandungannya.

Jemarinya meniti rak yang penuh piringan hitam, sebelum mengambil satu dan dipasangnya pada Gramaphone. Piringan berputar. Perlahan lagu melantun bersama deru hujan dan mendung murung yang tak hentinya menggantung.


“Sunday is gloomy,
my hours are slumberless.
Dearest, the shadows
I live with the numberless
Little white flowers...”



“Muram sekali pilihan lagumu, Nona,” sebuah suara lembut menyahut dari balik pundaknya. Terang yang masuk dari kisi-kisi jendela jatuh pada tubuh jenjang yang duduk di sofa panjang.

“Gloomy Sunday,” Raina berkata. “Nona tahu? Tidak ada lirik lagu yang lebih murung dari ini. Konon orang yang mendengar lagu ini bisa tergerak untuk bunuh diri. Tapi saya rasa Nona tidak akan mempercayai takhayul seperti itu, bukan?”

Raina mengambil sebotol vodka dari atas meja, mengangsurkannya ke arah Tatyana yang nampaknya lebih tertarik dengan isi kamarnya.

“Minumlah dulu, untuk menghangatkan badan. Dan.... kalau mau, engkau bisa mengeringkan diri di sini. Sungguh tidak sopan, jika aku membiarkanmu langsung pulang setelah kau sudi repot-repot mengantarku sampai rumah,” Raina berkata seraya menyodorkan handuk kering.

Terdengar suara tutup botol vodka yang dibuka, disusul sepasang wanita yang mulai saling bertukar cerita. Tak sampai segelas ditandaskan, dua orang yang baru kenal itu sudah bercakap-cakap akrab bak sepasang sahabat yang telah lama berjumpa, namun dalam kehidupan satunya.

Tatyana mengedarkan pandangannya. Ruangan khas rumah Era Kolonial dengan langit-langit tinggi dan palang-palang kayu yang bersilangan di atasnya. Ada lampu yang menjuntai turun menyala redup dan bergoyang-goyang dihembus angin yang masuk dari jendela kaca fresco dengan teralis. Beberapa perabot ditata rapi. Meja besar dengan buku-buku psikologi dan filsafat.

“Ini apa?” Sebuah buku tebal bersampul kayu menyita pandangan Tatyana.

“Ah, itu...”

Inferno. Tatyana memandangi rangkaian huruf yang diukir di atas buku tebal bersampul kayu cendana. Aroma lapuk bercampur wangi mistis menguar ketika ia membuka lembar demi lembar kertas kumal yang disatukan dengan jilid kawat di dalamnya. Rangkaian sketsa.

“Ini semua Nona yang melukis?”

“Benar.”

“Nona tidak sedang berbohong?”

“Tidak.”

“Serius?

“Serius!”

Tatyana tak bisa berhenti menakjubi. Kuil kecil di bawah pohon beringin raksasa dan larik-larik cahaya yang menyusup dari sela dedaunan digambarkan dengan sangat detil, meski hanya dalam dua warna. Dunianya segera disedot oleh rangkaian lukisan mistis buah karya Raina.

“Lukisan Nona bagus. Alih-alih model telanjang, seharusnya Nona sekolah seni rupa dan menjadi murid seorang pelukis ternama.”

“Lucu ya, sering juga saya berpikir demikian. Bagaimana kalau seandainya saya malah mengambil jurusan seni rupa. Menggelikan sekali, menyadari hanya dengan perbeadan satu keputusan sederhana, kontinuitas alam semesta tak bisa lagi sama. Mungkin saja dalam kontinuitas yang berbeda engkau malah bersua dengan Raina Sang Pelukis, siapa yang tahu? Semesta dipenuhi dengan percabangan-percabangan yang tak terbatas.”

Darah Tatyana berdesir. Entah karena karena pemaparan Raina ataukah karena halamannya sampai pada sketsa dinding api yang menjulang tinggi. Di tanah berserakan tumpukan mayat dengan isi perut terburai. Sementara di antara asap yang membumbung ke langit membentuk siluet: sepasang dunia yang saling balik membalik.

“will never awaken you.
Not where the black coach
of sorrow has taken you.”


“Angels have no thought
of ever returning you.
Would they be angry
if i thought of joining you?”

““Tragedi bulan Oktober, ya...” desis Tatyana, nyaris tanpa ekspresi.

Mendengarnya, Raina terdiam lama. Ada jeda panjang di antara mereka yang ditingkahi deru hujan dan suara gemuruh dari langit.

10 Tahun lalu, ribuan manusia dibantai atas nama kebenaran. Orang-orang mungkin mencoba melupakan, atau bahkan mencari pembenaran di balik ayat-ayat Tuhan. Puluhan millenia berlalu semenjak keterusiran Bapa Adam dan Bunda Hawa dari Paradiso, namun manusia sepertinya tidak pernah puas menuntut darah sesamanya.

“Ironis... Agama justru dijadikan pembenaran bagi manusia untuk saling membunuh,” pungkas Tatyana getir, menandaskan alkohol di gelasnya.

“Semua orang kehilangan...” Raina berkata lembut, mengusap rambut Tatyana.

Tatyana menanggapinya dengan senyum sinis. Menenggak habis gelas berikutnya.

“... tapi juga menemukan...” sambung Raina.

Guruh panjang terdengar menyusul. Raina mendadak terdiam. Sesuatu dari alam lain seolah mencegah kerongkongannya untuk berkata lebih jauh.

“Kenapa?” Tatyana berkata, menyadari muncul jeda tak wajar dari lawan bicaranya.

Raina mengangkat bahu.

“Entahlah... Sepertinya saya pernah mendengar percakapan ini... tapi tak tahu di mana.”

“Ataukah mungkin kita pernah bertemu sebelumnya?”

“Di kehidupan lain, perhaps

Tatyana tersenyum, tanpa sadar sepasang lengannya melingkar di perut Raina. Raina hanya membalas dengan senyum yang tak kalah manis.

Malam itu, dalam deras hujan mereka saling berpelukan dan membagi nasib. Dan ini hanyalah mula dari takdir-takdir yang saling bersaling-silang. Antara kisah-kisah manusia. Antara dua dunia yang terpisah jarak dan waktu.

Hingga tiba-tiba indera pendengaran Raina menangkap deru suara skuter dan pintu pagar depan yang membuka.

“Ada apa?” Tatyana mengernyit melihat Raina yang tiba-tiba beranjak ke ambang pintu.

“Ada yang datang,” desis Raina waspada.

“Benarkah? Tapi saya tidak mendengar apapun.”

Di langit hanya terdengar guruh panjang diikuti suara hujan yang semakin deras.


= = = = = = = = = = = = = = =​


Guntur terdengar bergemuruh, menyambut Sora ketika ia sampai ke tempat indekosnya. Kabut yang ikut mengendap dari pegunungan di utara membungkus rumah tua itu dalam dua warna.

Sora buru-buru masuk melalui pintu samping, dan segera air menetes-netes dari mantelnya ke atas lantai ubin warna kelabu. Rumah itu besar dan mewah, sisa-sisa peninggalan Kolonial namun masih asri dan terawat. Ruangan khas rumah Era Kolonial dengan langit-langit tinggi dengan pintu dan jendela yang berdaun dua.

Pemiliknya adalah Ny. Roekmini, seorang janda keturunan ningrat. Akhir-akhir ini beliau terlalu sibuk mengurusi Pabrik Batik di Kota Sebelah, hingga rumahnya di dekat keraton berikut kamar-kamarnya disewakan kepada para bumiputera yang mengadu nasib di perantauan. Paling tidak ada 9 kamar yang dipisahkan dengan selasar panjang, dan satu kamar yang selalu dibiarkan terkunci di dekat aula besar yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan peninggalan keluarga.

Pemiliknya yang masih Raden Ayu tidak pernah alpa merawat keris dan benda-benda pusaka yang disimpan di ruang tengah. Sesaji yang selalu dihaturkan setiap Malam Jum’at menguarkan aroma kembang kanthil begitu Sora melewati leretan gamelan yang diselubungi dengan kain putih.

Sora berjalan menuju kamar kost-nya yang berada di ruang tengah. Sayup-sayup, terdengar suara orang mengaji yang dilantunkan dalam langgam Jawa mengalun dari kamar yang selama ini dibiarkan terkunci. Laras slendro membuatnya terdengar bercengkok, lebih mirip kidung lingsir wengi ketimbang ayat suci.

Ibu Semang, Sora mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Semenjak kejadian sore tadi ia merasa batas alam mimpi dan alam sadarnya semakin tipis. Bulu kuduknya merinding. Pemuda itu mempercepat langkahnya ketika melewati aula penyimpanan benda pusaka.

Hingga tiba-tiba ia mendengar pintu di belakangnya berkeriut membuka.


= = = = = = = = = = = = = = =​


“Siapa itu!” hardik Raina memberanikan diri, membuka pintu kamarnya.

“Nona, kau jangan membuatku takut!” Tatyana mengikuti dari belakang dengan wajah pucat pasi.

“Aku mendengar ada suara orang masuk rumah! Siapa tahu pencuri!”

“Sungguh mati, aku tidak mendengar apa-apa!”

“Sssssst...”

Raina menajamkan pendengarannya, mencoba menangkap suara kelotak langkah kaki yang mendekat di antara deru hujan.

Wajah Tatyana pucat pasi. Karena demi Tuhan yang tak pernah diimaninya, dalam remang-remang ia hanya melihat leretan gamelan tua yang ditutupi kain putih, tombak-tombak pusaka, juga pintu kamar berwarna merah darah yang terkunci....


= = = = = = = = = = = = = = =​


Gemuruh besar dan hujan badai meredupkan lampu 5 watt, satu-satunya penerangan di tempat itu. Wajah Sora pucat pasi, namun ia memberanikan diri melangkah mendekati muasal suara. Sungguh mati, dengan jelas dirinya bisa mendengar suara wanita bercakap-cakap di ruangan itu. Namun indera pengelihatannya hanya mampu menangkap leretan gamelan tua yang ditutupi kain putih, tombak-tombak pusaka, juga pintu kamar berwarna merah darah yang terkunci....

..
To Be Continued
 
Terakhir diubah:
ilahkan suhu ul..... edisi 2016 ini bakalan beda sama yg 2012, mohon masukannay :ampun:

'S'-nya nyelip kemana itu Suhu? Hehehe.

Kelihatannya sih seperti itu, karena saya menangkap ini lebih 'gelap'. Hehehe.

Bentar saya baca yang paling baru dulu ya, Suhu.
:ampun:
 
Bimabet
Shit ngebaca ini pas playlist muter lagu "bilur" nya sarasvati :takut:

Apik om jay :jempol:
pas ane mau apdet malah mati lampu :groa: :takut:


'S'-nya nyelip kemana itu Suhu? Hehehe.

Kelihatannya sih seperti itu, karena saya menangkap ini lebih 'gelap'. Hehehe.

Bentar saya baca yang paling baru dulu ya, Suhu.
:ampun:
keyboard rusak gara2 kemasukan yang sudah mengering suhu :pandaketawa:

mudah2an ane berhasil dalam me remake inferno ini :ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd