begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 559
- Like diterima
- 9.605
Ibu Kantin Sekolah
DI ANTARA sekian banyak kantin di lingkungan sekolahku, aku dan beberapa temanku lebih suka jajan di kantin milik Ibu Yeti yang terletak di belakang sekolah, karena selain makanan dan minumannya lebih murah, kami juga bisa menikmati pantat bahenol milik Ibu Yeti.
Ibu Yeti adalah istri dari tukang kebun sekolahku, Pak Rahman. Umurnya kurang lebih 40 tahun. Ibu Yeti bukan sosok wanita yang berparas cantik. Badannya agak gemuk dan pendek sekitar 160 senti meter.
Buah dadanya sudah lembek, tetapi yang membuat kami anak ABG bertekuk lutut hanya karena pantatnya yang semok itu dari wanita yang sudah mempunyai 4 orang anak ini.
Kadang-kadang kami hanya membeli 2 gelas es teh manis dan 2 mangkok mie instan dimakan oleh 5 atau 6 orang karena ingin membicarakan dan menikmati pantat Ibu Yeti. Apalagi kalau ia memakai celana jeans yang ketat, atau celana panjang dari bahan kaos yang tipis sampai segitiga celana dalamnya kelihatan tercetak.
Aku sering membayangkan Ibu Yeti berjongkok buang air besar di jamban dan dari anusnya keluar geluntungan kotoran yang besar.
Kalau sudah begitu, pulang ke rumah aku sudah pasti ngocok kontolku yang tegang.
Aku juga membayangkan memeluk Ibu Yeti dan kontolku kuselipkan di belahan pantatnya, wawwhhh… sedaa...aappp...
Pada suatu siang, pulang dari sekolah aku keluar dari sekolah tidak bareng dengan teman-temanku yang suka ngumpul di warung Ibu Yeti. Mereka menyuruh aku menunggu di warung Bu Yeti. Pada jam 1 atau jam 2 siang seperti siang ini, warung Ibu Yeti sudah sepi.
“Lha, kok sendirian saja, Pul? Mana geng kamu?” tanya Ibu Yeti.
“Masih di sekolah, Bu. Aku keluar duluan…”
“Teh manis ya, Pul… atau es teh?” tanya Bu Yeti.
“Es teh boleh, Bu.” jawabku.
Tidak lama kemudian Ibu Yeti sudah membawakan aku segelas es teh. “Sama ini gratisannya, Pul. Hanya untuk kamu, teman-teman kamu nggak dapet, soalnya hanya tinggal satu.” Ibu Yeti mengasongkan aku sebuah pisang goreng yang ditaruhnya di piring kecil.
“Terima kasih, Bu.” jawabku.
Ibu Yeti melangkah belum sampai ke dapur, tiba-tiba sroooooo...ooowwwwwwwww……. air hujan seperti dituang dari atas langit, soalnya langit tidak kelihatan mendung, tiba-tiba saja hujan turun dengan derasnya.
Setelah beberapa saat, langit baru kelihatan mulai gelap. Prangggg…. booommmm…. booommmm….. praaanngg... booooooo...oommmmmmm....
“Saepuuu...uuuulllll….” jerit Ibu Yeti kencang ketika petir menggelegar menggoncangkan atap warungnya.
Aku segera mengambil langkah seribu berlari ke dapur kira-kira berjarak 4 meter dari tempat dudukku. “Ibu lagi cuci beras. Tungguin Ibu di sini, Ibu takut….” kata Ibu Yeti.
Pyaarrrrrr….. pyaarrrrr.... pyaaarrrrr.... kali ini kilat yang menyambar. Ekor apinya seperti menjilat dapur Ibu Yeti. “Puuu...uuulllll…..” teriak Ibu Yeti membalik tubuhnya dari tempat cuci piring.
Sebelum Ibu Yeti memeluk aku, aku segera mengembangkan kedua tanganku merangkul tubuh Ibu Yeti dalam pelukanku.
Oo…. betapa hangatnya tubuh Ibu Yeti meskipun berbau asem kecut keringatnya. Kucium rambutnya dan kuelus punggungnya. “Iiihh…. ngambil kesempatan ya kamu?” kata Ibu Yeti setelah rasa takutnya hilang.
“Ibu mau ditungguin apa nggak? Kalau nggak, aku pergi nih!”
“Pul….Ibu lagi sendirian di sini… pergi…. pergi…. pergi… kalo kamu pergi, besok nggak usah ke sini lagiii..iii...!” ancamnya balik.
Air hujan benar-benar seperti tumpah dari langit. Langit gelap seperti malam hari padahal baru sekitar jam 2 siang. Aku memeluk Ibu Yeti. Kali ini Ibu Yeti membalas pelukanku. "Pul… maafkan Ibu, Ya?” kata Ibu Yeti pelan di dadaku.
Kuelus-elus punggungnya. “Ibu aman dalam pelukanku… mau badai kek…. mau petir kek…. mau angin ribut atau... mau gunung rontok...” kataku menggombali Ibu Yeti.
“Iya, Pul…” jawab Ibu Yeti merasakan kehangatan tubuhku, lalu ia menengadahkan wajahnya memandang aku.
Pyaarrrr…. booommmmm….
Mendapat serangan dari kilat bercampur petir yang menggelegar, Ibu Yeti langsung meringkuk dalam pelukanku. Aku memeluk Ibu Yeti lebih erat lagi, kontolku terasa nyut-nyutan di dalam seragam sekolahku.
“Ibu selesaikan dulu cuci beras,” katanya kemudian memandang aku.
Aku tersenyum dan menyentuh bibirnya yang pucat dengan jari telunjukku. Ia membalas senyumku. “Jangan cerita sama teman-temanmu ya, Pul...?!” kata Ibu Yeti, lalu aku menunduk mencium bibirnya. Ia tidak menolak ciumanku.
Sejenak ciuman bibir Ibu Yeti dan bibirku saling bergelut, lidah kami saling melilit dan ia menarik lepas ciumannya ketika tanganku memegang dadanya. “Ibu nggak punya tetek, Pul. Malu… jangan, ya?” kata Ibu Yeti.
Lalu tanganku turun meremas-remas buah pantatnya yang selama ini menjadi fantasi seksku dan juga fantasi temen-temanku, tetapi yang berhasil adalah aku, gara-gara bunyi petir dan cahaya kilat. Huaahh… haahh… haahhh...
~~~~ ♡♡♡♡♡ ~~~
Dibanyak tulisan saya, saya banyak mengambil setting kejadian sehari-hari supaya pembaca tidak usah berkhayal setinggi langit, langsung dibaca dan bisa mengerti alur cerita yang saya sampaikan.
Terima kasih, mohon koreksi...
~~~~ ♡♡♡♡♡ ~~~~
Ibu Yeti kembali melanjutkan pekerjaannya mencuci beras. Hujan tinggal gerimis, tapi langit masih gelap gulita.