Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I LOVE YOU HANDSOME part II : REBELION [by Arczre]

Status
Please reply by conversation.
Halah mosok kera ngalam gawe acara mood barang...Ben dino ngono lo updet e,ben ndang iso moco kelanjutanne ande2 lumut...
 
kaya nya biar suhu arche langsung mooood untuk apdet kudu klitikin sampe ngompol nih...
suhuuuuuu.....apdet dooooong#panggildea&assyifasuruhgoyangstriptis:pantat:
:p
 
Yang sabar aja nunggu updatenya biar updatenya suhu arczre dengan mood yang bagus biar updatenya jadi bagus juga ;)
 
BAB DUA PULUH TUJUH


Alex berdiri memandangi Diva yang memegangi lehernya. Dari leher itu ada bekas sayatan lebar dengan darah mengucur deras membasahi bajunya. Alex menatap Diva, tetapi Dr. King kemudian menutup mata bocah kecil itu.

"Kamu belum saatnya melihat hal ini anak muda, belum saatnya," ujar Dr. King.

Diva pun menggelepar sambil memegangi lehernya. Ia berusaha memanggil-manggil nama Dr. King tapi setiap kali ia bersuara hanya darah yang keluar dari mulutnya.

"Khhhh! KHhhhh!" Diva menggelepar-gelepar di lantai. Dr. King terus melihatnya sampai Diva akhirnya tenang, tangannya melemah sambil melihat Dr. King. Matanya menatap terbelalak, seolah-olah seperti mengatakan, "Dr. King apa yang kamu lakukan kepadaku?"

Dr. King kemudian melepaskan baju milik Alex yang bersimbah darah dari Diva. Setelah itu melemparkan baju itu ke dalam box teralis besi yang dia buat khusus untuk anak-anak. Alex melirik ke arah Diva. Wanita itu seperti menatanya dan memberikan pesan terakhir kepadanya, "Hati-hati!"

Alex kemudian dituntun oleh Dr. King pergi ke atas. Perasaan Alex, bagaimana dengan perasaan Alex saat itu? Dr. King tak pernah ingin tahu atau penasaran dengan perasaan seorang anak kecil. Alex dengan hati kosong hanya mengikuti arahan Dr. King. Sekalipun tadi Dokter gila ini menutupi matanya ternyata ia masih sedikit melihat bagaimana darah segar mengucur dari leher Diva. Sekujur tubuh anak ini sekarang bersimbah darah, Dr. King membawanya ke kamar mandi yang ada di kamarnya, kemudian dia membilas tubuh kecil Alex. Dr. King menyabuni Alex dengan sabun cair, tubuh Alex pun berbusa. Dengan telaten King membersihkan kotoran yang menempel di tubuh Alex hingga bersih. Soal pakaian, Dr. King tak punya pakaian yang cocok sebenarnya, dan dia hanya punya pakaian bekas dari anak-anak yang dia culik. Juga pakaian di saat ia masih kecil. Alex dipakaikan baju tersebut.

"Kamu ingat jalan pulang ke rumahmu?" tanya Dr. King.

Alex menggeleng.

"Baiklah, kamu tak perlu khawatir. Aku akan menelpon seseorang. Dia akan mengantarkanmu pulang," jawab Dr. King.

Alex hanya mengangguk. Pikirannya berkecamuk saat itu, antara apakah orang ini akan berbuat jahat kepadanya ataukah tidak. Saat ini ia pun tak tahu apakah harus pergi begitu saja, kabur, atau menurut? Tapi ia lebih memilih untuk menurut. Alex sangat ketakutan. Sekalipun itu tak tergambar dari wajah polosnya, namun anak seusia dia baru kali ini melihat pembunuhan di depan matanya langsung.

TOK! TOK! TOK! terdengar suara pintu diketuk.

"Kamu di sini dan jangan keluar kalau belum aku suruh. Mengerti?!" Dr. King memerintah Alex. Alex pun mengangguk.

Dr. King kemudian berjalan menuju ke pintu depan. Sementara itu Alex kemudian duduk di kursi yang ada di dalam kamarnya. Ia memandang cermin yang ada di pintu almari. Disana ia melihat dirinya sendiri, matanya menatap kosong sepertinya ia sudah kehilangan jati dirinya sendiri. Berbagai peristiwa ia lihat, pembunuhan, darah, kebencian, kebengisan dan kebrutalan. Secara psikis ia sudah terganggu. Tinggal sedikit goncangan lagi, Alex benar-benar tak sadar akansiapa jati dirinya sebenarnya.


oOo


"Apa yang terjadi setelah itu?" tanya Ghea. "Ke mana Alex?"

"Sabar, aku akan cerita. Ini semua tentang masa lalu kalian. Sesuatu yang kalian tinggalkan dan belum kalian selesaikan," jawab Dr. King.

"Apa?"

"Tentang keluarga Trunojoyo."

"Gladis Trunojoyo sudah tiada."

"Tapi kamu melupakan anak terakhirnya."

"Anak terakhir?"

"Ah, kamu tidak tahu ternyata. Setelah Agus Trunojoyo meninggal, istrinya ternyata hamil dan kemudian melahirkan seorang anak yang usianya tak jauh dari Asyifa."

"Siapa?"

"Namanya Sarah, boleh dibilang dia adalah anak didikku yang paling berhasil. Dia mengikuti petunjukku dan juga mengikuti kegilaanku. Dia menjadi muridku selama beberapa waktu. Dia boleh dibilang pertama kali menyukai daging manusia ketika melihatku memakan otak. Dan akhirnya ia ketagihan."

"Hentikan! Aku ingin tahu di mana Alex!" bentak Ghea.

"Alex saat itu melihat semuanya."

"Melihat apa?"

"Melihat bagaimana aku mengambil otak-otak orang-orang Ryuji, membelah mereka. Bahkan Alex ikut andil bagian dalam melepaskan wajah Asyifa."

"Melepas wajah Asyifa?"

"Ah, aku ingin tahu apakah suamimu baik-baik saja?"

"Ya, dia baik-baik saja. Asyifa berada di rumah sakit."

"Sekarang aku ingin kamu membuktikan ucapanmu Ghea. Kamu memilih suami atau anakmu? Ini adalah pilihan sulit sebenarnya. Karena ini pilihan sulit, maka aku akan membuat mudah. Anakmu sekarang ini sedang tertidur. Suntikan paralisisnya setengah jam lagi akan hilang pengaruhnya. Hal itu akan membuat dia akan tersadar dari tidurnya."

"Kamu merencanakan semua ini?"

"Aku telah merencanakan banyak hal Ghea. Bahkan bagaimana Mustafa dan Miller sampai bisa kalian kalahkan aku telah merencanakan semuanya. Kamu telah berhadapan dengan orang yang mempunyai otak yang lebih cerdas daripada kalian semua. Memangnya kalian tidak menyadari satu hal, bagaimana semua yang ada di kota ini kacau? Bagaimana juga kepolisian bisa dikuasai, bagaimana juga Mustafa dan Miller mempunyai peluang untuk bisa mengalahkan Arci. Tapi aku yakin Arci bisa mengatasi semuanya, terlebih engkau sedang dikurung di sini.

"Settingan, semuanya sesuai dengan rencanaku. Aku hanya ingin menyaksikan bagaimana wajah psikopat itu sekali lagi. Tapi dibalik semua itu aku lebih tertarik denganmu Ghea. Semenjak kamu menikahi Arci, dia banyak berubah. Seorang psikopat yang dulunya sangat bengis sekarang sedikit demi sedikit hatinya mulai lembut, tapi aku tidak melihat itu darimu. Kamu dari yang seperti singa betina kini menjadi lembut terlebih lagi dengan seorang anak. Aku ingin melihatmu bagaimana sisi seorang psikopat akan muncul dari dalam dirimu. Aku yakin sekali kamu akan bangkit, kekuatan yang tidak bisa dibendung itu akan bangkit dari dalam dirimu." Dr. King menyeringai licik.

"Brengsek! Apa yang kamu inginkan dariku?!" tanya Ghea.

"Arci adalah orang yang sangat aku idolakan Ghea. Aku ingin mengubah dia menjadi dulu lagi," jawab Dr. King.

"Apa maksudmu?"

"Sarah Trunojoyo, telah ditukar wajahnya dengan Asyifa."

"Tidak mungkin, bagaimana itu bisa terjadi?"

"Kamu meremehkan kemampuanku sebagai dokter bedah. Seminggu adalah waktu yang sangat cukup untuk menutup luka-luka bekas diambilnya wajah Asyifa. Bersyukurlah bahwa jaringan kulit Sarah dan Asyifa hampir serupa sehingga DNA-nya bisa diterima. Sayangnya hal itu merupakan kesialan bagi Arci."

"Oh tidak!" Ghea sepertinya menyadari sesuatu.

"Dan Alex sekarang berada di ruang pendingin yang ada di salah satu mobil box pengantar makanan yang sekarang sedang berjalan keluar kota Malang. Bagaimana ia bisa di sana? Tentu saja aku yang mengaturnya, kamu tahu sendiri mobil box itu mengantarkan daging-daging ke restoran-restoran, dan tentu saja itu bukan daging sapi, melainkan daging manusia. Sang pengemudinya tidak tahu tentang isi dari kontainer yang ada di dalam box mobilnya. Tentu saja ketika mobil itu sampai di tempat tujuan Alex mungkin sudah tewas membeku."

Ghea mencengkeram kerah baju tahanan Dr. King. "Katakan kemana mobil itu bergerak?"

"Mungkin sekarang sudah ada di Singasari," jawab Dr. King.

"Semua unit lacak mobil itu, yang lainnya pergi ke rumah sakit Lavalette! SEGERA!" teriak Komisaris Basuki.

"Kalau sampai Alex tewas, aku tak akan memaafkanmu!" kata Ghea.

"Aku justru sangat menginginkannya. Hahahahahahah!"

Ghea segera berlari keluar dari ruang penyidikan. Dia bergegas keluar dari kantor kepolisian. Saat itu ada seorang polisi yang baru saja memarkir sepeda motor BM miliknya. Ghea tiba-tiba melompat dan menendang polisi itu hingga jatuh di atas aspal. Tentu saja sang polisi tidak siap dan sigap dengan serangan mendadaknya. Ghea menstarter sepeda motor itu, kemudian dia bergegas pergi meninggalkan kantor kepolisian.

"Hei!" teriak sang polisi.

"Susul dia!" kata Komisaris Basuki.

Bagi Ghea sekarang yang terpenting adalah Alex, akhirnya ia dengan sepeda motornya melaju kencang membelah jalan raya yang cukup padat. Ia bahkan melewati beberapa mobil dengan lincah. Tak lupa ia juga menyalakan sirine agar orang-orang menyingkir. "Alex, Alex, Alex, Alex!" terus menerus ia bergumam seperti itu. Rasa kerinduan terhadap putra semata wayangnya tak bisa lagi ditahan. Ia ingin segera bertemu dengan Alex, menyelamatkannya.

Ghea tak menyadari kalau polisi-polisi juga mengikutinya dengan raungan sirine. Mencari mobil box di antrian kemacetan ini tidak mudah. Terlebih jalanan Singasari akan sangat ramai sekali siang itu. Dari radio ke radio para polisi telah menerima pesan beruntunt. Semua Handy Talkie bersahut-sahutan memberikan instruksi untuk menghentikan mobil box, apapun mobil boxnya. Akhirnya sepanjang jalan yang dilalui ataupun yang akan dilalui Ghea selalu diperiksa satu per satu.

"Dr. King tidak memberitahukan plat nomorya, yang penting hentikan dan geledah setiap mobil box yang kalian temui!" suara Komisaris Basuki.

Siang itu menjadi perburuan masal. Semua aparat yang berwajib berusaha mencari Alex. Ghea juga demikian. Ia berusaha untuk memeriksa dan menghentikan mobil box satu per satu. Motor Ghea langsung berhenti di tengah jalan menghalangi salah satu mobil box. Tentu saja sang sopir terkejut dan mengerem mendadak. Ghea kemudian memaksa sang sopir untuk membuka box mobil. Setelah dibuka Ghea memeriksa dalamnya, polisi pun datang membantu wanita itu, tapi tak ada apa-apa. Ghea segera melajukan lagi sepeda motornya.


oOo


"Errhhmm...," Asyifa menggeliat, ia mencoba untuk bangun.

Arci yang melihatnya tampak senang. "Shhh... jangan dipaksa kalau kamu masih sakit!"

"Di mana aku?" tanya Asyifa.

"Kamu ada di rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Iya, rumah sakit. Istirahatlah sekarang!"

Ponsel Arci berdering. Arci agak terkejut karena benda itu mengagetkannya.

"Tolong, jangan!" kata Asyifa sambil memegang tangan Arci. "Aku tak mau kamu mengalihkan perhatianmu dari aku."

Arci kemudian mereject panggilan ponselnya. "Baiklah!"

Tangan kanan Asyifa menggenggam sesuatu yang tidak diketahui Arci, sebilah pisau kecil dengan mata melengkung yang biasa disebut dengan karambit. Pisau itu tersembunyi, sehingga tidak bisa diketahui oleh orang biasa. Asyifa memejamkan matanya, dadanya bergemuruh. Ada sesuatu yang ia tunggu, ataukah ia sedang merencanakan sesuatu?

Pastinya dia sedang merencanakan sesuatu dengan pisau karambit tersebut.


oOo


Ghea terus melajukan motornya di sepanjang jalan Raya Malang Singasari. Ia pun menemukan sebuah mobil box yang berjalan dengan kecepatan sedang. Mobil itu ada beberapa kipas yang terpasang di pintunya. Mobil itu lebih berfungsi sebagai freezer untuk muatan yang ada di dalam boxnya. Ghea pun menarik gas sekencang-kencangnya untuk menghadang mobil itu. Para polisi masih terus mengikutinya di belakang. Ghea mengklakson mobil box itu untuk minggir.

"Minggir! Berhenti!" teriak Ghea.

Tapi melihat Ghea mengejar mobilnya. Sang sopir malah ketakutan dan dia pun makin menginjak pedal gas dalam-dalam. Ghea pun gusar, ia juga makin menarik gas sepeda motornya sehingga sepeda motor BM itu makin kencang lajunya. Wanita yang sangat ingin bertemu dengan anaknya ini pun bisa mendahului mobil box kemudian ia menghentikan sepeda motornya, lalu berbalik ke arah mobil box yang melaju kencang itu. Sang sopir mobil box kaget dan menginjak rem sedalam-dalamnya. Ghea melompat untuk menghindar saat mobil box akan menabrak motornya.

BRAAAKK!

Tabrakan pun terjadi. Sepeda motor polisi itu pun terseret beberapa meter. Parahnya tempat bahan bakar di sepeda motor yang dinaiki oleh Ghea berlubang sehingga bensinnya pun meluber keluar. Ditambah lagi saat itu terjadi gesekan besi di atas aspal yang mengakibatkan percikan api. Dengan cepat api pun berkobar membakar sepeda motor. Mobil box berhenti, melihat ada asap mengepul dan api, segera ia keluar. Ghea berlari menuju mobil box tersebut. Ketika sang sopir meninggalkan mobil box, Ghea mengejarnya.

"BUKA! BUKA ISINYA!" bentak Ghea.

Sang sopir tentu saja ketakutan, kenapa ada wanita gila yang begitu terobsesi dengan mobil box. Ghea berlari lebih cepat dari pada sang sopir. Lelaki itu tak tahu apa yang sedang Ghea rasakan, rasa berkecamuk, khawatir, semuanya jadi satu. Waktunya 30 menit sudah habis. Alex sudah sadar dari pengaruh suntikan Dr. King. Di dalam mobil box itu tentu saja. Ghea mendapatkan mobil yang benar, hanya saja sekarang Alex menggigil kedinginan di dalam suhu minus 13 derajat celcius. Sewaktu-waktu ia bisa saja mengalami hypotermia. Anak sekecil itu dan selemah itu, Ghea sang ibu sangat khawatir. Bahkan sekarang ini kalau saja sang sopir ingin lari sampai ke ujung dunia ia akan tetap mengejarnya.

Tapi Ghea seorang wanita yang tangguh. Ia mampu menangkap sang sopir dan bergulat dengannya. Mereka berdua berguling-guling di atas trotoar. Lalu lintas pun berhenti ketika para polisi sampai di dekat mobil box tersebut.

"Mana kuncinya?! Kunci boxnya?!" tanya Ghea sambil mengunci leher sang sopir

"Apa-apaan? Siapa kamu ini?!" tanya sang sopir sambil melindungi wajahnya dari tamparan Ghea.

"ANAKKU ADA DI DALAMNYA, MANA KUNCINYA?!" teriak Ghea.

Dengan penuh ketakutan sang sopir kemudian memberikan kunci mobil boxnya. Ghea merampasnya dan segera berlari menuju mobil box.

"Alex! ALEX! Kamu di dalam naaak?!" panggil-panggil Ghea. "My Hunny!? Kamu di dalam kaan? Ini mama datang sayang, ini mama datang"

Ghea pun membuka gembok mobil box. Sementara itu api mulai membakar mesin mobil box. Asap mulai mengepul. Para polisi berusaha membantu Ghea. Gembok pun terlepas. Pintu mobil box dibuka. Ghea langsung menyeruak masuk. Dia mencari-cari di antara tumpukan daging. Dan Ghea menemukan sebuah kotak yang berada di pojok. Kotak itu sepertinya cukup kecil, tapi dia bisa mendengar suara kecil dan lemah di sana.

"Mamaa!? Mamaaa!? Papaaa!? Papaa!?" terdengar suara Alex di kotak kecil itu.

Kotak itu seperti sebuah brankas, lengkap dengan kunci putarnya seperti kemudi dengan tuas besar. Ghea segera memutar penguncinya. Dari sana ada sesosok anak kecil dengan baju tebal dan sebuah masker oksigen. Ternyata Dr. King sudah mempersiapkan semuanya. Ghea segera menarik Alex dan memeluknya dengan erat.

"Ayo sayangku, kita keluar dari sini!" kata Ghea. Dia segera menggendong Alex keluar dari mobil box yang sudah terbakar separuh.

Setelah beberapa langkah keluar dari mobil box, api membakar mesin dan bahan bakar dari kendaraan roda empat ini. Terjadilah ledakan, Ghea terjerembab sambil memeluk Alex. Beberapa orang polisi pun segera tiarap untuk menghindari ledakan itu.

"Alex, Alex?! Kamu tak apa-apa sayang?" tanya Ghea.

"Mama..., Alex takuuutt!" Alex memeluk ibunya.

"Tenang sayang, sekarang tenanglah! Tak ada lagi yang harus kamu takutkan. Mama ada di sini," kata Ghea sambil menciumi kepala Alex berkali-kali.

Para aparat yang berwajib pun kemudian bernafas lega mengetahui Ghea dan anaknya selamat. Beberapa aparat menangkap sopir mobil box tadi untuk dimintai keterangan. Tapi sejatinya Ghea tahu ada satu masalah yang harus ia selesaikan. Arci sekarang dalam bahaya. Sebab Asyifa yang ada di rumah sakit yang sekarang ditemuinya bukanlah Asyifa, melainkan Sarah Trunojoyo.

"Arci! Bagaimana Arci? Bagaimana dengan suamiku??" tanya Ghea kepada polisi yang lainnya.

"Tenanglah Komisaris Basuki langsung ke tempatnya!" jawab salah seorang polisi.

Sekali pun begitu Ghea masih belum tenang. Tapi yang jelas ia sekarang bisa bernafas lega ketika Alex sudah berada dalam pelukannya.


oOo


Komisaris Basuki bergegas menuju ke kamar di mana Arci berada. Dia beserta beberapa orang ajudannya menuju ke kamar tersebut.

TOK! TOK! TOK! pintu kamar diketuk.

"Siapa?" tanya Arci.

"Mas, tolong jangan dibuka!" kata Asyifa.

"Ini Putri!" jawab sebuah suara.

"Oh, itu Putri," kata Arci.

"Jangan! Jangan dibuka kumohon!" kata Asyifa.

"Kenapa memangnya?" tanya Arci.

"Kamu tak tahu perjuanganku sampai di sini, Aku berkorban semuanya. Tolong jangan dibuka!" kata Asyifa. Ia kemudian bangkit dari tempat tidur kemudian turun. Arci terkejut.

"Asyifa apa yang kamu lakukan?" tanya Arci.

"Aku sudah berjanji kepada Ghea, bahwa aku akan menjadi sarung pedangmu. Dia bukan Putri. Dia Sarah Trunojoyo!" kata Asyifa. Ia kemudian mengeluarkan karambitnya.

"Asyifa?!"

BRAAK! pintu pun terbuka.

Tampaklah dua orang masuk ke dalam kamar mereka. Putri lehernya dicengkeram oleh seseorang wanita dengan belati besar berada di lehernya. Putri menatap tajam ke arah kakaknya. Orang yang berada di belakang Putri itu wajahnya berdarah seperti dikuliti, lebih tepatnya ia tak mempunyai wajah. Kakinya berdarah, ada tonjolan tulang yang keluar dari lututnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa kamu?" tanya Arci.

"Kamu tak akan bisa menyentuh suamiku," kata Asyifa.

"Pembalasan harus lebih kejam, Arci!" kata wanita tanpa wajah. Pisau yang berada di tangannya kemudian mengarah ke dada Putri dan menusukkannya berkali-kali.

"LEPASKAN DIAA!" kata Arci.

Putri mengerang. Ia ditusuk berkali-kali oleh wanita itu. Arci berusaha merebut pisau tersebut, terjadilah perebutan tapi Arci lengah karena sang wanita tak berwajah itu punya dua pisau dan kini merobek perutnya. Arci pun ambruk sambil memegangi perutnya. Dia melihat Putri menggelepar menatap langit-langit kamar dengan mata terbelalak.

"AAaaarggghh!" Asyifa menghunuskan karambitnya menerjang sang wanita tanpa wajah.
 
BAB DUA PULUH DELAPAN

Asyifa terbangun di ruangan yang serba putih. Dia merasakan rasa enak di tubuhnya. Ini bukan rasa enak yang sebenarnya. Ini pengaruh obat. Benarkah demikian? Ia seperti tak merasakan apapun di wajahnya. Ketika bangkit dari tempat tidurnya ia merasa aneh. Sangat aneh. Karena ia tak merasakan apapun. Dia segera melepas selang infus yang ada di tangannya. Jarum infus yang besar itu sempat membuat ia takut. Namun ia tetap tegar, ia tetap tegar untuk terus bertahan. Dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa ia tadi melihat ada orang yang mirip dengan dirinya.

Dengan langkah sempoyongan ia berjalan. Rupanya ia berada di sebuah ruangan luas yang penuh dengan tirai-tirai, lebih tepatnya seperti kain-kain berwarna putih yang menutupi atau memberi sekat satu tempat tidur dengan tempat tidur yang lain. Lantai tempat ia berdiri pun tampaknya sangat dingin. Ia pusing sekali, perutnya lapar, entah sudah berapa lama ia berada di tempat ini.

Begitu ia sampai di sebuah pintu, Asyifa berpegangan sebentar di sana. Ia melihat ke kanan, ada sebuah wastafel dan cermin. Dia kaget ketika melihat bayangan di cermin itu. Sesosok wanita dengan wajah yang sudah dikuliti, matanya melotot, kelopak matanya tak ada! Pantas saja wajahnay tak berasa apa-apa sebab itu adalah wajahnya! Ya, wajah Asyifa kini menghilang. Ia memegangi wajahnya.

"Tidaaak! TIdaaaakk!" jeritnya. "Mana wajahku?? MANA WAJAHKU!?"

Asyifa mencoba berlari tapi ia masih lemah, sehingga terjatuh beberapa kali. Ia terus berjalan mencari orang yang mencuri wajahnya. Tapi semudah itukah?

Asyifa kini melewati sebuah lorong yang panjang dengan ubin kotak-kotak berwarna biru. Sebuah ukiran menarik terpampang di sebuah papan kayu yang melekat sebagai pembatas antara dinding dengan wallpaper. Di pinggir tembok ada lampu-lampu temaram yang kadang nyala kadang redup. Asyifa pun sampai di ujung lorong dan sebuah pintu besar ada di ujung lorong itu. Dengan tangan gemetar, Asyifa membukanya.

Di dalamnya ada Dr. King yang tampak sedang menyuntikkan sesuatu ke tubuh seorang anak kecil. Alex. Sarah ada di ruangan itu juga. Tentu saja ia terkejut melihat Asyifa ada di ruangan itu. Asyifa melotot ke arah Sarah. Sebenarnya tak perlu melotot pun ia sudah menunjukkan wajah yang mengerikan.

"King! Dia kenapa bisa ada di sini?" tanya Sarah.

"Ya, tentu saja. Aku tidak memberinya dosis tinggi," jawab Dr. King. "Ini termasuk dari bagian rencanaku."

"Maksudmu?" tanya Sarah.

Dr. King mendekat ke Sarah dan menyuntikkan obat bius ke leher wanita itu. Segera saja Sarah lunglai, lalu ambruk di sofa. Melihat Sarah tak sadarkan diri, hal itu membuat Asyifa bingung.

"Kamu tak perlu bingung, aku akan mengembalikan wajahmu dan aku akan mengirimmu langsung ke rumah sakit. Kamu butuh perawatan segera," ujar Dr. King.

"Kenapa? Apa yang terjadi denganku?" tanya Asyifa.

"Kamu ingin menyelamatkan suamimu bukan?"

Asyifa mengangguk.

"Ketika dia bangun ia akan langsung mencarimu untuk dibunuh. Dan tujuannya cuma satu yaitu membunuh Arci dan keluarganya." Dr. King mengambil sesuatu dari sebuah kotak. Sebilah karambit. "Pegang ini!"

Asyifa memegangnya.

"Cara memegangnya cukup mudah, masukkan jari telunjukmu di lubang itu, kemudian kamu genggam batang pisaunya. Simpanlah ini! Karena kamu akan membutuhkannya."

Asyifa kebingungan. Belum sempat bingungnya usai, Dr. king sudah menyuntikkan obat bius ke leher Asyifa. Ia pun ambruk.


oOo


Dr. King seorang yang mempunyai jiwa psikopat. Kini ia berada di dalam ruang tahanan. Ia pun berpikir. Ruang tahanan sekecil ini, tentunya akan sangat mubadzir sendiri kalau dia yang telah melakukan kejahatan ini harus berakhir di ruangan kecil seperti ini. Tidak. Ini bukan gaya dia. Dia ingin bebas untuk pergi. Apa yang dia inginkan belum semuanya tercapai. King ingin lebih. King sadar telah menjadi pengatur plot paling baik di dunia saat ini.

Semuanya seperti rewind, kejadian-kejadiannya semuanya flashback. Ia kembali teringat ketika ia kecil. Sebuah nasehat berharga dari sang ibu untuknya. "Jadilah yang paling teratas!"

Bagaimana Miller bisa berada di Indonesia dan bertemu Mustafa? Bagaimana Dr. King bisa bertemu dengan Ryuji? Semuanya sudah ia perkirakan dan perhitungkan. Mungkin semua mengira King hanyalah orang yang melihat semuanya dari jauh, tapi perannya lebih besar daripada itu. Dan tujuannya juga berbeda dari semua orang yang ada di dalam cerita ini. Mustafa, Miller, Ryuji, itu semua hanya pion-pion baginya. Ketiga orang ini terlalu bodoh, menurut King mereka bertiga tidak intelek, jalan pikirannya terlalu sempit. King tidak punya nama. Itulah yang pertama kali terlintas di benaknya untuk pertama kali. Dia tak memiliki nama untuk melakukan kejahatan.

Hampir setiap hari ketika baru saja Malang diributkan dengan Chaos dan Riotnya, ia membaca beritanya. Berita tentang Arczre Zenedine yang fenomenal. Siapa Arci ini? Dia bukan siapa-siapa? Seseorang yang mempunyai orang tua terkenal juga tidak. Yang jelas Arci hanya numpang nama dari keluarga Zenedine, itu pun sang keluarga mafia tidak menginginkan dia terkenal padahal. Justru orang-orang di dalam keluarganya sendiri ingin membunuhnya. Satu per satu keluarganya dibunuh, Arci pun lepas kendali. Semuanya dilihat oleh King.

Di dalam kamarnya King melihat foto Arci, foto yang tidak bersanding dengan foto penjahat manapun. Sang dokter pun bergumam.

"Dia memang tak pantas disandingkan dengan apapun. Sebesar apapun kejahatanku, tak akan bisa menggeser dia sebagai orang yang membuat kerusuhan besar. Bahkan kalau aku membuat keributan seperti dia pun, aku hanya akan dikenal sebagai orang kedua. Seorang kanibalis sepertiku, sudah banyak, dan tidak ada yang bisa melawanku. Siapa yang bisa melawanku? Sampai sekarang pun polisi tidak menyentuhku karena aku terlalu sempurna, sebuah kejahatan yang aku lakukan bertahun-tahun yang lalu pun tidak pernah mereka endus.

"Arci, mungkinkah kita memang tidak akan bisa bertemu? Tapi tunggu dulu.... Aku bisa. Dunia kita memang berbeda. Aku bisa menjadi monster bagi duniaku. Dan kamu menjadi monster bagi duniamu. Tapi ketika aku akan menjadi raja bagi duniaku, sebaiknya orang-orang perlu mengetahui bagaimana aku bisa berdiri di sana. Aku akan menjadi raja bagi duniaku dan aku akan terkenal sepertimu. Arci."

Dr. King pun merencanakan sesuatu yang lebih besar lagi. Dia mendekati Tanaka Yoshida, kemampuannya sebagai dokter bedah membuat dia bisa mendapatkan penghasilan dari menjual organ. Dia kemudian menghubungi Miller yang memang dendam dengan Ghea Zenedine. Lebih tepatnya King memberitahukan bahwa untuk bisa mendapatkan Ghea, ia harus bisa mengalahkan semua orang-orang Ghea. King kemudian menggunakan kesempatan di mana Ryuji tidak suka kepada Arci. Dia pun mempertemukan Ryuji dengan Miller. Ditambah kemudian Mustafa yang memang ingin menjadi penguasa, serta tidak suka kepada Arci. Dr. King telah mempertemukan mereka. Ia pun membiarkan semuanya seperti itu.

Secara cerdik dia telah mengatur pion-pion itu agar semuanya menempati posisinya tanpa ia melakukan campur tangan. Alhasil sesuai yang ia duga, tak akan mudah untuk mengalahkan Arci, juga menaklukkan madam Ghea. Tak akan mudah. King kemudian punya rencana yang sedikit jahat yaitu menculik putrinya. Dengan Sarah Trunojoyo dia gerakkan pion terakhirnya, menjadikan wajah Asyifa ditanam ke wajah Sarah. Sarah hanya mengikuti rencananya saja sebenarnya. Dengan wajah Asyifa, Sarah akan menghabisi Arci, tapi Dr. King punya rencana lain.

Dia tahu tentang Asyifa sejak lama. Dia tahu semua tentang Asyifa ketika Andini tewas. Melihat bagaimana Asyifa tumbuh dan bagaimana juga Arci akhirnya bisa bertemu membuat Dr. King mempunyai rencana jahat ini. Ia harus bisa mengecoh Ghea. Ghea bersama Arci merupakan pasangan yang kuat, tak akan bisa dikalahkan. Tapi dengan Arci terpisah dari Ghea, maka King bisa menggerakkan pion berikutnya. Yaitu Sarah. Sarah yang mengira bahwa dirinya akan membunuh Arci, tentu saja salah. Wajah Asyifa dikembalikan lagi kepada dirinya. King hanya tinggal mengatakan wajah Asyifa dicuri oleh Sarah. Polisi akan percaya karena ia sudah bersaksi keberadaan Alex.

Pion terakhir, Sarah akan mengorbankan dirinya untuk bisa membunuh Asyifa yang kini wajahnya sudah kembali juga Arci. Akan sangat seru nantinya. Tapi yang jelas King tahu, Arci akan baik-baik saja, Ghea juga akan baik-baik saja. Arci tak akan kalah, Ghea akan berhasil. Tugasnya sudah selesai. Semuanya akan sibuk kepada Arci dan Ghea. Dia?

"Maaf, bisa pinjam pulpen?" tanya King kepada salah seorang polisi yang sedang duduk di dekat sel tahanan. "Ada kertas juga? Aku ingin menulis sesuatu."

Polisi itu mengangguk, kemudian mengambil pulpen yang ada di sakunya. Pulpen itu ada pengaitnya yang dikaitkan di saku sang polisi. King menerimanya dengan kertasnya juga. Ia lalu mulai menulis di dalam sel tahanan. Menulis sebuah pesan, boleh dibilang ini adalah pesan terakhir untuk semuanya.


oOo


Sarah tersadar. Dia mengejap-ejapkan mata. Dia terbangun di ruangan serba putih. Ia kenal ruangan ini. Dengan nafas memburu ia pun bangun, ia masih sempoyongan tentu saja, tapi ia tahu kenapa ia ada di sini.

"KING!? KEPARAT?! KENAPA KAMU MELAKUKAN INI?? KIIING!" Sarah memanggil-manggil King.

Sarah menyibakkan tira-tirai putih yang ada di ruangan misterius itu, ruangan yang sama di mana Asyifa terbangun. Sarah melihat ke arah cermin yang ada di wastafel. Kini ia tanpa wajah. Darah yang mengalir dari hasil menguliti wajahnya kini membasahi bajunya. Sarah kemudian melihat pesan yang ada di sebuah papan. Papan itu tertulis "Asyifa ada di rumah sakit Lavalette, aku yang memasukkannya. Dr. King"

Sarah mengambil pisau yang ada di meja. Ada karambit, ada belati. Ia tak melihat karambit satunya lagi, bukankah harusnya ada sepasang? Tapi Sarah tak begitu mempedulikannya, ia pun berlari menuju ke rumah sakit.

Sarah kluar dari gedung tempat ia tidak sadarkan diri. Gedung itu ternyata merupakan tempat seperti asylum. Sangat mengerikan kalau terlihat dari luar. Tempat ini agaknya sedikit jauh dari kota. Tapi Sarah tidak kerepotan untuk bisa sampai ke kota, karena di sana ada mobil. Mobil itu ada di sana seperti terparkir begitu saja, sudah disiapkan oleh King?

Wanita tanpa wajah ini tak pernah berpikir mendalam. Ia segera masuk ke mobil, menstarternya kemudian melajukan mobilnya. Ia merasakan nyeri sekarang. Nyeri yang terus berkelanjutan. Mobilnya terus melaju sampai kemudian entah bagaimana kap mesinnya berasap. Ia sudah menempuh kurang lebih sekitar 40 km. Bukan jarak yang dekat. Tinggal sedikit lagi sebenarnya ia akan sampai di rumah sakit tempat di mana Asyifa dirawat. Mobilnya pun mogok.

Dengan rasa amarah yang memuncak, akhirnya Sarah pun keluar dari mobilnya. Ia berjalan tertatih-tatih menyusuri jalan menuju ke rumah sakit. Pemandangan yang mengerikan tentu saja membuat orang-orang yang melihatnya takut. Seorang wanita tanpa wajah berjalan tertatih-tatih, darah di mukanya saja masih menetes. Ia sekarang seperti zombi yang haus darah.

Mungkin karena kurang hati-hati. Sarah tidak melihat jalan sehinga ketika ada mobil melaju kencang tubuhnya pun tertabrak. Sarah terpental. Sangat nahas karena akibat tertabrak itu kakinya patah. Tulangnya bahkan sampai terlihat. Orang-orang segera berduyun-duyun untuk menolongnya, tapi Sarah segera bangkit. Ia mengacungkan pisau ke semua orang. Mereka yang ingin menolong pun enggan. Sarah terus melanjutkan berjalan, tapi kini dengan kaki satunya diseret.

Mungkin kebetulan, tapi bisa jadi takdir. Putri saat itu baru saja keluar dari rumah sakit. Sarah pun melihatnya. Ia mengenali semua anggota keluarga Arci melebihi ia mengenali anggota keluarganya. Sarah melihat Putri dekat dengan salah seorang petugas keamanan. Ia pun punya rencana untuk bisa mengetahui di mana Arci dan Asyifa berada, ia ingin menyandera Putri. Dengan cepat Sarah melempar pisaunya.

JLEB! Pisau itu tepat mengenai leher petugas keamanan itu. Dengan jalan diseret Sarah kemudian mendekat ke petugas keamanan yang tewas karena pisaunya, Putri berbalik dan menyadari kalau ada orang yang membunuh sang satpam. Sarah mencabut pisaunya lalu merengkuh Putri.

"Katakan di mana kakakmu berada!" ancam Sarah.


oOo


Asyifa menyabetkan pisau karambitnya ke arah sang wanita tanpa wajah. Tapi wanita itu tak gentar sedikit pun, ia malah menyerang Asyifa. Terjadilah aksi saling sabet. Asyifa dengan tenaganya yang lemah terus berusaha menyabetkan pisaunya, hingga mereka berdua kemudian beradu dan sama-sama menancapkan senjata mereka masing-masing ke perut lawannya.

"Ugghh!" pekik Asyifa.

"Bagaimana rasanya?" tanya sang wanita tanpa wajah.

"Aku tak akan menyerahkan wajahku kepadamu," ujar Asyifa.

"Oh ya begitukah? Sebentar lagi aparat yang berwajib akan datang ke sini, Dr. King sudah memberikan kesaksian bahwa kita telah bertukar wajah, kira-kira siapa yang akan dia tembak? Engkau atau aku? Dan siapa nanti yang akan selamat? Engkau atau aku? Ketika Arci mati, kamu mati, Putri mati, maka tidak ada lagi saksi mata yang tahu bahwa aku adalah Sarah Trunojoyo. Wajahmu akan aku pakai kembali dan kamu tidak akan dapat apapun. Waahahahahaha!"

"Aku tidak akan membiarkannya!" kata Asyifa. "Karena aku sudah berjanji akan menjadi sarung pedang suamiku. Aku akan menepati janjiku."

Asyifa kemudian menarik karambitnya hingga merobek perut Sarah. Sarah pun melakukan hal yang sama. Rasa sakit yang mereka rasakan sudah tak berasa lagi. Asyifa ingin menyelamatkan Arci, Sarah ingin menghabisi mereka semua. Mereka terus bergulat, saling banting, Asyifa pun menendang kaki Sarah yang cedera hingga tulangnya kelihatan dengan keras. Sarah mengerang dan akhirnya ia limbung.

"Aku tak akan membiarkan kamu melukai suamiku! Tidak akan! Tidak akan! Tidak akan!" Asyifa menggenggam karambitnya dengan kuat lalu dengan kedua tangannya ia menusuk-nusuk, menujah-nujah tubuh Sarah. Di mencabi-cabik tubuh sarah. "AAAARRRGGGHHH! AKU TAK AKAN MEMBIARKANMU UNTUK MELUKAINYAAA!"

Saat itulah polisi masuk ke kamarnya melihat Asyifa mencabik-cabik tubuh Sarah hingga berdarah-darah tanpa perlawanan, komisaris Basuki pun menembaknya. Peluru pun menembus tubuh Asyifa. Dalam waktu itu, Asyifa seperti melihat dunia berputar. Sebuah timah panas menembus tubuhnya. Dia menatap nanar langit-langit kamar, kemudian tubuhnya ambruk, lunglai di atas lantai.

"Arci!? Arci?! Kamu tak apa-apa?" tanya Komisaris Basuki.

"Yang kamu tembak itu istriku!" kata Arci.

"Dia bukan istrimu, dia Sarah Trunojoyo. Dr. King yang memberitahukannya," kata Komisaris.

"Kamu dibodohi oleh Dr. King. Ia punya alasan mengatakan itu!" kata Arci sambil mengerang menahan sakit.

Komisaris Basuki sepertinya tak percaya, tapi ada satu alasan kenapa dia percaya kepada Arci.


oOo


Dr. King telah melepas borgolnya dengan pengait pulpen. Ia kini bebas, bahkan pulpennya telah ia tusukkan ke leher sang polisi. Ia sudah keluar dari jeruji besi. Ruangan sempit yang tak akan ia masuki lagi untuk kesekian kalinya.... Mungkin. Dr. King berjalan tenang keluar dari ruang tahanan, ia kemudian berganti pakaian di sebuah ruangan loker yang memang untuk para petugas. Ia kini memakai baju polisi. Tak lupa ia juga memakai topinya.

Perawakannya tampak tenang ketika melintas di meja-meja para staf. Bahkan ketika sampai di tempat parkir pun tak ada yang curiga dengan dirinya. Tidak, terlalu mencolok kalau ia harus mencuri mobil di dalam markas kepolisian. Ia punya cara lain. Ia berjalan keluar dari markas kepolisian tanpa ada perlawanan yang berarti. King kemudian melambaikan tangan kepada sebuah taksi yang kosong. Mobil taksi itu pun berhenti. King pun masuk ke dalam mobil taksi tersebut meninggalkan semuanya dengan penuh tanda tanya dan misteri.
 
BAB DUA PULUH SEMBILAN


Arci berada di depan perapian. Selesai. Cukup. Itulah yang ingin ia rasakan sekarang. Ia berada di sebuah pondok tempat di mana dia dan Ghea berlatih. Di tempat ini pula Ghea melatih Arci, di sebuah Pondok di atas gunung di Nongko Jajar. Dan ia sekarang berada di luar rumah membuat api unggun dari semua kenangan-kenangan miliknya. Hari ini adalah setahun lebih setelah kejadian yang menegangkan penculikan Alex dan seluruh konspirasi yang dibuat oleh Dr. King. Dengan selimut tebalnya Arci membakar semua kenangannya bersama Safira, Andini, Lian, dan juga Putri. Mereka semua sudah tiada. Arci lagi-lagi kehilangan anggota keluarganya, sekarang ia hidup sendirian. Sebatang kara. Ah tidak. Ia masih punya istrinya.

Arci tahu semakin ia tenggelam di dunia hitam, ia akan banyak kehilangan orang-orang yang dia cintai. Ini sudah cukup. Ia tak mau kehilangan Ghea dan Alex. Apalagi sekarang Ghea hamil lagi anak keduanya. Sang Raja Preman ingin menikmati sisa hidupnya bersama keluarga yang ia cintai. Jauh dari keramaian, menyepi. Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana kabar kota tempat ia berkuasa. Sang Big Boss sudah pergi. Ia benar-benar menepati janjinya.

"Sayang masuklah, dingin!" kata Ghea.

Arci menoleh ke belakang. "Sebentar!"

Lelaki ini pun berbalik dan menuju ke teras. Ia memeluk Ghea yang sekarang sedang mengandung anak keduanya. Ghea melirik ke api unggun yang membakar habis semua kenangan milik Arci.

"Kamu yakin membakar itu semua?" tanya Ghea.

"Aku tak ingin mengecewakanmu. Yang berlalu biarlah berlalu," jawab Arci.

"Baiklah, kapan kamu akan menjenguk Syifa?" tanya Ghea.

"Dia masih ingin konsentrasi kuliah. Katanya kalau kuliahnya selesai akan menyusul kita di sini. Aku juga tak mau mengganggu dia terlalu lama. Dia sudah nyaman bersama Bu Halimah."

"Hei, tapi ini sudah sebulan kamu tak menemuinya. Ingat, kamu suaminya. Dia juga istrimu."

"Iya, aku tahu. Dia yang memintanya sendiri. Besok mungkin aku akan menemuinya. Lagipula katanya ia tak enak kalau harus serumah denganmu. Ah, aku tak tahu sifat wanita."

"Aww...!" pekik Ghea.

"Kenapa?" tanya suaminya.

"Dia menendang!" kata Ghea.

"Oh ya?? Waah... ini cewek apa cowok nih?"

Ghea mengangkat bahu, "Mungkin cewek biar pas."

"Papa?! Bantu aku melipat ini yaa?!" seru Alex dari dalam rumah.

"Incoming!" jawab Arci. "Yuk sayang!?"

Ghea dan Arci kemudian masuk ke dalam pondok mereka. Malam pun mulai datang, matahari mulai tenggelam dan suasana tempat itu pun mulai diselimuti hawa dingin. Kabut mulai turun menyelimuti daerah pegunungan itu. Suara binatang malam mulai bersahutan.

Sementara itu di tempat yang cukup jauh dari rumah Arci sekarang. Seorang pria sedang mengisi sebuah perkuliahan. Dialah Dr. King. Ia mengubah namanya menjadi Dr. Franciscus. Tetapi tetap sebagai profesinya sebagai dokter bedah. Ia bahkan sekarang mengisi perkuliahan malam.

"Inilah yang disebut otak manusia, seperti yang saya jelaskan tadi manusia pada dasarnya akan mati kalau otak mereka mati, sebab otaklah yang memerintah dan juga menerima respon yang berasal dari tubuh kita. Tanpa itu bagaimana manusia bisa hidup?"

KRIIIIIINNNGGG! Bel berbunyi. Tanda perkuliahan malam selesai.

Semua mahasiswa pun keluar ruangan. Dr. Franciscus pun memberesi semua berkas-berkas yang ada. Kemudian dia juga ikut keluar ruangan. Kampus sudah sangat sepi malam itu. Sang dokter kemudian ingin langsung menuju ke tempat ia tinggal sekarang ini. Penyamarannya sampai sekarang cukup sempurna, polisi tak ada yang curiga.

Seperti malam-malam sebelumnya, ia ingin menyempatkan diri untuk menghangatkan tubuh. Ada penjual Angsle dan Ronde yang berjualan di jalan ia pulang, tak jauh dari rumahnya. Dr. Franciscus pun mampir di sana.

"Wah, pak dosen!? Selamat datang pak!" ujar sang penjual.

"Malam Pak Tedjo!" sapa Dr. Franciscus.

"Seperti biasa ya pak? Ronde?" tanya penjual.

"Iya, seperti biasa," jawab Dr. Franciscus.

Pesanan pun segera diracik oleh Pak Tedjo. Dengan telaten kemudian kurang dari satu menit semangkok ronde pun sudah siap untuk disantap oleh sang dokter. Ketika sibuk enak menikmati ronde saat itulah ada sebuah mobil patroli lewat. Dr. Franciscus alias King menoleh ke mobil polisi itu. Mobil polisi itu kemudian berhenti, sopirnya keluar. Ternyata seorang polwan. King memicingkan mata, ia sepertinya mengenali polwan ini. Sang polwan masuk ke dalam toko swalayan ingin membeli sesuatu sepertinya. King menerawang jauh untuk mengingat-ingat di mana ia pernah melihat polwan ini. Hingga kemudian polwan itu keluar lagi menemui rekannya yang berada di dalam mobil sambil memberikan tas plastik.

Tiba-tiba dari arah belakang mereka ada sepeda motor yang melaju kencang, dua orang ada di atasnya tanpa helm. Sang polwan menoleh ke arah itu. Orang yang dibonceng tampak membawa parang. Sang polwan sepertinya mencurigai sesuatu karena di belakang sepeda motor ini ada yang mengejarnya, secara reflek sang polwan langsung melancarkan tendangannya ke orang yang berboncengan itu. Sepeda motor berikut orangnya pun terjatuh. King mengangkat alisnya melihat aksi sang polwan.

Baru saja dua orang ini jatuh dari arah belakang berduyun-duyun orang menghampirinya.

"Ini dia begalnya, tangkap saja bu! Tangkap saja!" kata para penduduk yang ternyata mengejar dua orang begal.

Partner dari sang polwan pun keluar dan langsung memborgol dua begal ini. Terkadang masyarakat masih menghadiahi begal ini pukulan dan tendangan. Sang polwan mencoba untuk menghalangi masyarakat agar tidak main hakim sendiri.

King akhirnya ingat siapa polwan ini. Ya, dulu polwan cantik ini pernah ada di Malang. Pernah menemani dia di ruang interogasi. King mengingat namanya. Ariani.


I LOVE YOU HANDSOME part DEUX ~ END


Waaah, sudah tamat ternyata. Beginilah akhir dari kehidupan sang raja preman. Kalau dibilang happy ending sih nggak juga. Sebab semua keluarganya sudah tiada sekarang.

Ah, mungkin masih ada yang bertanya kenapa Bianca dan Leli nggak diceritakan? Yah, mereka memang ada andil bagian dari cerita ini, tapi bagian mereka berakhir ketika Ryuji tewas. Ada satu mata rantai terputus ketika Ryuji telah tewas yaitu Bianca dan Leli. Maklumlah mereka pemeran pembantu.

Berikutnya fokus ke Dr. King. Dia masih bebas berkeliaran setelah merancang konspirasi dan segala kekacauan. Ya, memang benar dia melakukannya dengan sangat sempurna. Kalau ada kesempatan, bagian Dr. King akan saya buatkan cerita tersendiri. Trus ILYH ini ada lanjutannya nggak ntar?

Nggak tahu deh. Kalau ada mood ane akan tulis lanjutannya. Kalau nggak mood ya udah cukup sampai di sini.

Sekarang ikutin cerita SHINKANSEN O TSUIKYU ama GUNDAM MSX-999 ARC yah. ;)

Thanx yang sudah membaca dan setia pantengin trit ini. Tanpa kalian trit ini nggak rame.

Sebuah quote buat semua penulis di sini.

Percaya diri itu bukan berarti, "Aku yakin mereka pasti menyukai karyaku", tapi lebih kepada "Aku akan baik-baik saja walaupun mereka tidak menyukai karyaku"

Inilah bekal saya untuk menulis. Dengan inilah saya bisa menulis sebanyak ini di forum ini, dan dengan inilah saya bisa banyak membuat kisah berbagai genre. Dan saya masih terus belajar. Maybe next time, saya jadi SR saja daripada nulis. Hehehehe.

Ucapan terima kasih kepada semua yang telah membaca dan memberi koreksi. Berkat kalian cerita ini jadi spesial di mata pembaca khususnya member semprot. OK, sampai jumpa di cerita yang lain.

:woi: :bye:
 
Kalo dibuat film, mantap ni, alur cerita yg tak terduga, keren banget, lanjutkan terus karyamu suhu, kami menantikan kisah kisahmu selanjutnya....
 
Wah selamat suhu akhirnya TAMAT juga
Sebuah kisah yang sangat pilu
Tragis iya roman iya action iya
Greget suhu pokoknya
 
anjrit mindah2 muka orang kaya oper kunci kosan aja
wah, Syifa jadi murid dr King dong...
 
Banyak selamat ya suhu Arci.. Satu lagi cerita yang sudah di mulai, bisa di akhiri juga
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd